K ajian Pola Penyusunan Penanganan dan Pengendalian U rbanisasi
31 kelompok kabupaten yang tercepat adalah Kabupaten Bekasi dengan
peningkatan 283 orang per km
2
. Selanjutnya Tabel 2.6 juga menyiratkan, pada semua kota di
Jawa Barat peningkatan kepadatan penduduk sangat cepat, kecuali untuk Kota Bandung yang hanya meningkat 54 orang per
km
2
dari tahun 2000 hingga tahun 2005. Mungkin hal ini disebabkan karena telah begitu padatnya Kota Bandung, sehingga
sudah tidak bisa lagi menyediakan ruang yang memadai untuk bermukimnya penduduk, dan seperti telah diuraikan terdahulu
banyak diantara mereka yang pindah ke Kabupaten Bandung yang langsung berbatasan dengan Kota Bandung sebagai tempat
tinggalnya Setiawan, 1999.
Pada kelompok
kabupaten, walaupun
peningkatan kepadatan penduduknya tidak secepat kelompok kota, ada
kabupaten yang jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya terlihat agak menonjol. Kabupaten tersebut ditulis berurutan
berdasarkan kecepatan peningkatan kepadatan penduduknya adalah, Kabupaten Bekasi, Bandung, Cirebon, Karawang, Bogor,
dan Purwakarta. Sepintas kita dapat mengetahui, kabupaten tersebut merupakan wilayah yang berada sekitar kota besar yang
menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi.
2.3. Gambaran Umum Migrasi dan Urbanisasi
2.3.1 Migrasi Seumur Hidup
Penduduk migran sebagian besar berumur antara 20 – 34 tahun, baik untuk migran laki-laki maupun perempuan. Dilihat dari
kelompok umur, penduduk migran yang masuk ke Jawa Barat, paling banyak adalah migran yang berusia 25 – 29 tahun untuk laki-
laki, sedangkan migran perempuan persentase terbesar berada pada kelompok umur 20 -24 tahun Tabel 2.7.
Pada umumnya penduduk yang melakukan migrasi adalah penduduk yang berusia produktif, begitu pula dengan penduduk yang
melakukan migrasi ke Jawa Barat. Biasanya migran tersebut karena pindah kerja, mencari pekerjaan, atau melanjutkan pendidikan ke
Bab I I : K ajian M engenai U rbanisasi dan K ebijakan K ependudukan D i Jawa Barat
32 jenjang yang lebih tinggi. Migran yang mempunyai tujuan untuk
mencari pekerjaan, secara langsung maupun tidak mendesak pemerintah daerah agar dapat menyediakan lapangan pekerjaan
untuk mereka, jika tidak diupayakan maka ada kemungkinan angka pengangguran di Jawa Barat akan meningkat seiring dengan
banyaknya migran yang belum memiliki pekerjaan. Bagi migran yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan, tentunya akan berdampak
positif bagi pembangunan di Jawa Barat, karena hal ini dapat mengurangi angka pengangguran di Jawa Barat.
Tabel 2.7 Persentase Migran Seumur Hidup
Menurut Umur, Jawa Barat Tahun 2000 Kel. Umur
Jenis Kelamin L + P
L P
0 - 4 5,13
5,69 5,40
05 - 09 6,01
6,58 6,28
10 - 14 6,06
7,00 6,51
15 - 19 8,23
10,42 9,28
20 - 24 12,76
15,09 13,87
25 - 29 13,68
14,43 14,03
30 - 34 13,02
12,18 12,62
35 - 39 10,51
9,14 9,86
40 - 44 8,17
6,53 7,38
45 - 49 5,76
4,24 5,04
50 - 54 3,55
2,72 3,15
55 - 59 2,62
1,86 2,26
60 - 64 1,84
1,45 1,65
65 - 69 1,03
1,00 1,01
70 - 74 0,79
0,73 0,76
75+ 0,85
0,92 0,88
TT 0,01
0,01 0,01
Jawa Barat 100,00
100,00 100,00
Sumber : BPS, SP 2000
K ajian Pola Penyusunan Penanganan dan Pengendalian U rbanisasi
33 Jika dilihat menurut kabupatenkota, terdapat pola yang
cukup bervariasi. Hampir di seluruh daerah kota, kecuali Kota Sukabumi, migran seumur hidup yang masuk didominasi oleh
kelompok umur 20-24 tahun, 25-29 tahun, dan 30-34 tahun, rata- rata berada di atas 10 persen. Demikian halnya untuk kabupaten
penunjang kota, kecuali Kabupaten Sukabumi dan Cirebon. Untuk kabupaten yang bukan penunjang kota namun mengikuti pola yang
sama adalah Kabupaten Karawang.
Menurut teori bahwa penduduk laki-laki cenderung lebih migratori dibandingkan dengan perempuan. Hal ini terjadi juga di
Jawa Barat, dimana migran laki-laki jumlahnya lebih banyak daripada migran perempuan, walaupun angka perbedaan tersebut tidak terlalu
besar, yaitu 52,24 persen migran laki-laki dan 47,76 persen migran perempuan. Kondisi seperti ini ditemukan dalam studi yang dilakukan
oleh John Charles Caldwell di Accra, Ghana, bahwa jumlah migran laki-laki lebih banyak daripada migran perempuan.
Tabel 2.8 Persentase Migran Seumur Hidup di Atas 10 tahun
Menurut Kelompok Umur Tertentu Jawa Barat Tahun 2000
KabupatenKota Kelompok Umur
20 -24 25 - 29
30 - 34
Kab. Bogor Kab. Bandung
Kab. Karawang Kab. Bekasi
Kota Bogor Kota Bandung
Kota Cirebon Kota Bekasi
Kota Depok 13,70
14,35 14,04
16,95 12,03
16,62 10,26
12,44 12,71
14,41 14,87
14,16 17,13
12,32 13,74
10,55 12,91
13,18 13,42
12,98 11,68
14,26 11,74
10,94 10,04
12,08 11,62
Sumber : BPS Hasil SP 2000
Di samping itu, faktor norma atau nilai yang masih dianut oleh sebagian masyarakat, dimana penduduk laki-laki lebih diberi
kebebasan untuk merantau daripada perempuan. Hal ini didasari
Bab I I : K ajian M engenai U rbanisasi dan K ebijakan K ependudukan D i Jawa Barat
34 dengan pertimbangan bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab yang
lebih besar dalam mencari nafkah daripada perempuan, sehingga akan mendorong laki-laki untuk berusaha memperoleh penghasilan
walaupun harus bermigrasi ke daerah lain yang dianggapnya dapat memberi harapan.
Tabel 2.8 menunjukkan bahwa sebagian besar migran masuk ke daerah BODEBEK Bogor, Depok dan Bekasi. Ketiga wilayah ini
merupakan daerah penerima migran terbesar, hal ini dikarenakan wilayahnya berbatasan langsung dengan ibu kota negara DKI
Jakarta. Dengan semakin mahalnya harga tanah dan harga kontraksewa rumah di DKI Jakarta, maka para migran memutuskan
untuk memilih wilayah di sekitar DKI sebagai tempat tinggal mereka. Walaupun jarak tempuh antara tempat tinggal dengan tempatnya
bekerja tidak menjadi hambatan bagi mereka, terutama setelah dioperasikannya kereta api dari Bogor ke Jakarta dan dari Bekasi ke
Jakarta, maka faktor jarak sudah bukan lagi menjadi penghalang bagi para migran, khususnya bagi migran dari kota ke kota.
Gambar 2.1 Persentase Migrasi Seumur Hidup yang Masuk
Ke 5 Kabupaten Menurut Kelompok Umur Tertentu Tahun 2000
Sumber; BPS, Tahun 2000
9.58 9.95