Informasi tentang kesehatan sangat berguna bagi masyarakat karena masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan lewat
membaca brosur-brosur tersebut. KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan materi informasi tersebut.
Tabel VIII. Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplai Informasi
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya
32 91,4
2. Tidak
3 8,6
Total 35
100 Tempat untuk mendisplai informasi bertujuan untuk menjaga kerapian
dalam apotek, sehingga staf maupun pengunjung apotek merasa nyaman ketika berada di apotek.
e. Ruangan tertutup untuk konseling pasien KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Ruangan tertutup untuk konseling pasien bertujuan untuk menjaga kerahasiaan
privacy pasien dan kenyamanan pasien maupun Apoteker dalam melakukan konseling.
Adanya ruang konseling
20
80
Ya Tidak
Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling
Delapan puluh persen apotek di Kabupaten Sleman belum mempunyai ruang konseling. Dari 20 apotek di Kabupaten Sleman yang bersedia
diwawancarai, semua apotek mengalami keterbatasan ruangan. Salah satu penyebabnya adalah pada saat pendirian apotek, belum ada peraturan yang
mengharuskan setiap apotek mempunyai ruang konseling. Ada juga Apoteker yang belum mengetahui adanya peraturan tersebut. Hal ini tidak
sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 8, yang menyatakan bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
f. Ruang racikan
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur dalam KepMenKes
Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3 KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002, yang menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruang peracikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel IX. Adanya Ruang Racikan di Apotek
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ruang racikan kering dan basah
22 62,9
2. Ruang racikan kering
11 31,4
3. Tidak punya sama sekali
2 5,7
Total 35
100 Sebagian besar apotek di Kabupaten Sleman masih menjadikan ruang
racikan basah dan kering dalam satu ruangan. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit resep yang masuk ke apotek dengan meminta racikan basah.
Untuk efisiensi tempat, maka apotek menyatukan ruang racikan basah dan kering. Ruang racikan kering dan basah seharusnya dipisahkan untuk
memudahkan pencarian bahan obat berdasarkan sifat fisiknya dan juga mempermudah proses pembersihannya.
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Lampiran Form Apt-3 KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu
fasilitas untuk menjaga kebersihan di apotek.
Tabel X. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1.
Untuk staf dan pasien 33
94,3
2. Untuk staf
2 5,7
Total 35
100 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana dan prasarana
100 60
100 91,40 20
94,3094,30
50 100
papan petunjuk apotek tempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnya
ruang tunggu tempat displai informasi
ruang tertutup untuk konseling ruang racikan
keranjang sampah untuk staf dan pasien
Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan
sarana dan prasarana telah dilaksanakan dengan baik karena persentasenya sudah di atas 50 . Pengelolaan sarana dan prasarana yang belum
dilaksanakan yaitu adanya ruang tertutup untuk konseling 20, sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa
pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pelayanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari
kekosongan obat Hartini dan Sulasmono, 2006. Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, dalam membuat
perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, serta budaya masyarakat.
Tabel XI. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan
Farmasi di Apotek No
. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Pola penyakit, kemampuan
masyarakat, dan budaya masyarakat
25 71,4
2. Pola penyakit
4 11,4
3. Pola penyakit dan kemampuan
masyarakat 2
5,7 4.
Tidak berdasarkan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya
masyarakat 2
5,7
5. Kemampuan masyarakat dan budaya
masyarakat. 1
2,9 6.
Kemampuan masyarakat 1
2,9 Total
35 100
Yang dimaksud dengan memperhatikan pola penyakit adalah mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga
apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk penyakit tersebut.
Yang dimaksud dengan memperhatikan kemampuan masyarakat adalah mengacu pada tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat
perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya belinya terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat
perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat- obatan yang harganya terjangkau, seperti obat generik berlogo. Demikian
pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten,
maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan.
Yang dimaksud dengan memperhatikan budaya masyarakat adalah pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat.
Pandangan masyarakat tersebut dapat mempengaruhi pemilihan obat- obatan, khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya
masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut
Hartini dan Sulasmono, 2006.
b. Pengadaan Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah
dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang
Hartini dan Sulasmono, 2006. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XII. Sumber Perolehan Obat di Apotek No
. Jawaban
Jumlah Persentase
1. PBF, apotek lain, dan toko obat