BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek
Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan bahwa apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan fungsi apotek, yaitu:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan,
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Menurut Permenkes RI No. 922 tahun 1993 pasal 10, pengelolaan apotek meliputi :
a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi Menurut KepMenKes No.1332 tahun 2002 maupun KepMenKes No.1027
tahun 2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat.
6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Apoteker
Menurut peraturan perundang-undangan dengan hirarki tertinggi, yaitu Undang-Undang Obat KerasSt.No.419 tanggal 22 Desember 1949 Pasal 1,
Apoteker adalah mereka yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di Indonesia
sebagai Apoteker sambil memimpin sebuah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 2, Apoteker
merupakan salah satu tenaga kefarmasian yang tergabung dalam tenaga kesehatan. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027 tahun 2004 apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Mengacu pada definisi apoteker di KepMenKes RI No. 1027MENKES
SKIX2004 maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang
pendidikan profesi Hartini dan Sulasmono, 2006. Setiap profesi harus disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian untuk tujuan diakuinya
keahlian pekerjaan keprofesiannya Anonim, 2003a. Menurut Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1,
pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah danatau sertifikat kompetensi. Pada Pasal 5, dinyatakan bahwa sertifikat
kompetensi diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji
kompetensi. Kegiatan keprofesian merupakan implikasi dari kompetensi, otoritas,
teknikal dan moral profesi sehingga seorang profesional memiliki posisi hirarkial dalam masyarakat. Profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut
1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas. 2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi.
3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian. 4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom.
5. memberlakukan kode etik keprofesian. 6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan.
7. proses pembelajaran seumur hidup. 8. mendapat jasa profesi Anonim, 2003a.
Pekerjaan profesi ditandai oleh adanya otoritas melakukan pekerjaan yang melekat pada diri pribadi pelaku profesi masing-masing. Untuk apoteker,
pekerjaan tersebut didefinisikan sebagai pekerjaan kefarmasian yang diperoleh nya dari negara sebagai otoritas keahlian, sehingga sebelum melaksanakan
pekerjaan kefamasian, Apoteker perlu disumpah terlebih dahulu Anonim, 2003a. Pada profesi, melekat keahlian khusus yang menghasilkan produk dan
produk profesinya tersebut dapat dilayankan kepada client, sehingga client mendapatkan kepuasan dan kenikmatan atas produk profesi tersebut. Sebaliknya,
client akan membayar atas produk pelayanan tersebut, yang menjadi penghasilan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bagi pelaku profesi. Pekerjaan profesi dilakukan berdasarkan atas standar profesi yang diatur oleh organisasi profesinya, serta tata cara lain yang menjamin
keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaannya Anonim, 2003a. Dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian, peran
Apoteker telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam dua puluh tahun terakhir ini. Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal
dengan istilah “Seven Star of Pharmacist” meliputi : 1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analisis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara
individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan
apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi. 2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,
keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan,
prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian
hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.
3. Comunicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.
4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin
orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat. 6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan
semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru up-date dalam
melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif.
7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai
ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan Anonim, 2003a.
C. Pharmaceutical Care