E. Rangkuman Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004
belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman karena masih terdapatnya persentase pelaksanaan di bawah 50.
Pelaksanaan pengelolaan sumber daya yang masih di bawah 50 yaitu ruang tertutup untuk konseling 20 dan pelaksanaan medication record 40.
Pelaksanaan pelayanan yang masih di bawah 50 yaitu pelaksanaan skrining resep berdasarkan kesesuaian farmasetik 42,9, pelaksanaan konseling
berkelanjutan 31,4, kelengkapan informasi yang diberikan 31,4, diseminasi informasi kesehatan 17,1, dan pelaksanaan tindak lanjut terapi
17. Semua aspek dalam pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan masih memiliki presentase di bawah 50, yaitu pelaksanaan survei tingkat kepuasan konsumen
20, penetapan lama pelayanan tiap pasien 17,1, dan adanya prosedur tertulis dan tetap 31,4. Urutan presentase pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 dari presentase terbesar ke presentase terkecil yaitu pelaksanaan pengelolaan sumber
daya, pelaksanaan pelayanan, dan pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan. Presentase terbesar dimiliki oleh pengelolaan sumber daya sedangkan presentase
terkecil dimiliki oleh evaluasi mutu pelayanan, sehingga evaluasi mutu pelayanan perlu diberi perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
Dari pelaksanaan medication record dan home care di apotek-apotek Kabupaten Sleman, ditemukan permasalahan dari pihak apoteker, perguruan
tinggi farmasi, pasien, dan pemerintah. Permasalahan dari apoteker adalah keterbatasan sumber daya manusia dan waktu. Hal ini berkaitan dengan
pembahasan pada lama kerja Apoteker, di mana seharusnya 1 apotek memiliki minimal 2 orang apoteker sehingga dapat lebih memaksimalkan pelayanannya.
Sedangkan permasalahan dari pihak perguruan tinggi farmasi adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang diberikan kepada mahasiswa tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di apotek. Sementara itu, permasalahan dari pasien adalah pasien belum merasa berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sudah
tercantum dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Peran pemerintah dalam melatih dan membimbing profesi tenaga kesehatan khususnya Apoteker
juga perlu ditingkatkan lagi. Dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 Pasal 6, disebutkan bahwa Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan. Hal ini ditegaskan lagi pada Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 10 ayat 1 yang menyebutkan bahwa
setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya dan Pasal 31 ayat
1 yang menyebutkan bahwa Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan. Sedangkan pada Pasal 31 ayat 2, disebutkan bahwa
pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan melalui abimbingan, bpelatihan di bidang kesehatan, dan
cpenetapan standar profesi tenaga kesehatan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50 100
Pengelolaan sumber daya Pelayanan
Evaluasi mutu pelayanan
pengambilan keputusan di apotek 74,1 papan petunjuk apotek 100
penempatan produk yang terpisah 60 ruang tunggu 100
tempat displai informasi 91,4 ruang tertutup untuk konseling 20
ruang racikan 94,3 keranjang sampah 94,3
Perencanaan 71,4 pengadaan 86
penyimpanan 68,6 Informasi pada w adah baru 54,5
Penyertaan faktur pembelian 97,1 Pencatatan pembelian 100
penyertaan fakturnota penjualan 62,9 Pencatatan penjualan 91,4
Pencatatan narkotika dan psikotropika 100 pengarsipan resep 100
pelaksanaan medication record 40 persyaratan administratif 100
kesesuaian farmasetik 42,9 pertimbangan klinis 65,7
konsultasi dengan dokter 94,3 etiket jelas dan dapat dibaca 97,1
pengecekan resep sebelum diserahkan 100 keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat 65,7
jam konseling setiap hari 60 konseling berkelanjutan 31,4
Informasi yang diberikan pada pasien 31,4 diseminasi informasi kesehatan 17,1
tindak lanjut terapi 17 survei tingkat kepuasan konsumen 20
lama pelayanan tiap pasien 17,1 prosedur tertulis dan tetap 31,4
Gambar 18. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek-apotek Kabupaten Sleman PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027MenKesSKIX2004 belum dilaksanakan
secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya persentase pelaksanaan yang kurang dari 50
B. Saran
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY bekerja sama dengan ISFI untuk mensosialisasikan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027MenKesSKIX2004 dengan mengadakan pelatihan, bimbingan, penyuluhan, dan seminar
sehingga Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman mendapatkan persepsi dan pemahaman yang sama dengan Juklak Petunjuk Pelaksanaan
dan Juknis Petunjuk Teknis dari instansi yang terkait. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY melakukan
pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027MenKesSKIX2004
dengan melibatkan ISFI sebagai organisasi profesi.
78 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI