4.2.2 Functional Block Diagram
Functional Block Diagram ini dibuat dengan tujuan agar lebih memudahkan dalam mengidentifikasi kegagalan yang terjadi pada fungsi dan
sistem kerja mesin. Rincian proses produksi pembuatan pupuk organik pada Mesin Dekomposer sesuai dengan gambar 4.6, sebagai berikut :
Raw material dimasukkan ke dalam composting machine dan dihaluskan dalam crusher hingga mendapatkan ukuran kurang dari 30 mesh. Kemudian
dilakukan penimbangan agar raw material sesuai dengan consumption figure. Raw material diumpankan hingga 1 batch 220 kg ke dalam pan granulator, pada
2 menit pertama adalah proses mixing, selanjutnya dilakukan proses granulating dengan penambahan air dan mixtro selama
20 menit hingga terbentuk butiran sesuai ukuran yang diharapkan. Raw material yang telah berbentuk butiran
kemudian dihamparkan dalam curring selama 24 jam untuk mengurangi kandungan air sebelum dilakukan proses drying. Didalam rotary dryer proses
drying berlangsung untuk mengurangi kadar air dari 30 menjadi 8. Setalah itu raw material mengalami proses cooling agar tidak terjadi pengembunan jika
langsung dipackaging. Packaging dilakukan dalam kemasan 20 kg. Gambar 4.6 menunjukkan proses produksi dan sistem kerja pembuatan
pupuk pada mesin Dekomposer.
Komposting
Penimbangan raw material
Granulating Mixing
Drying Curring
Cooling
Packaging Crushing
Raw material
Gambar 4.6 Functional Block Diagram Mesin Dekomposer
4.2.3 Failure Modes and Effects Analysis FMEA
Failure Modes and Effect Analysis digunakan untuk mengidentifikasi functions, functional failures, failure modes dan failure effect. Yang selanjutnya
dihitung nilai RPN atau Risk Priority Number berdasarkan pada perkalian severity, occurrence dan detection. Penyusunan tabel FMEA dilakukan
berdasarkan data fungsi komponen, laporan perawatan dan hasil wawancara dengan operator dan mekanik.
FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal-seperti me-review berbagai komponen,
rakitan, dan subsistem-untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk
masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet..
73 Berdasarkan table 2.1 sampai table 2.3 dapat diketahui ratingRPN pada komponen cooler. Untuk rating yang selanjutnya dapat dilihat pada
lampiran D : Tabel 4.6 Failure Modes and Effects Analysis pada Cooler
RCM INFORMATION WORKSHEET Function Functional
Failure Failure Modes
cause of failure Failure effect what happen if it failure
S O D
RPN
1 Mendinginkan pupuk agar
tidak terjadi pengembunan
A Tidak mampu mendinginkan
1 Ridding Ring lepas
Ridding Ring lepas dan menimbulkan getaran sehingga proses produksi berhenti.
Downtime untuk mengembalikan ke kondisi normal 80 menit
6 3 5 90
1 Pulley tidak stabil Putaran ridding ring menjadi tidak stabil dan mengakibatkan pulley cooler lepas.
Downtime untuk mengembalikan ke kondisi normal 90 menit
6 3 5 90
B Tidak mampu menggerakkan
pulley cooler 1 Bearing
buntu Bearing berhenti berfungsi dan mengakibatkan defect pada pupuk .
Downtime untuk mengembalikan ke kondisi normal 10 menit
6 2 6 72
Sumber Informasi : Hasil Pengolahan Data 2010, Lampiran D Keterangan :
S : Severity O : Occurrence D : Detection
73
Tabel 4.6 Failure Modes and Effects Analysis ini terdiri dari :
1. Function digunakan untuk mendeskripsikan fungsi komponen yang sedang
dianalisa. 2.
Functional failure digunakan untuk menentukan kegagalan yang terjadi pada komponen yang dianalisa sehingga komponen tersebut tidak dapat berfungsi
dengan baik. 3.
Failure Modes digunakan untuk mengidentifikasi penyebab dari kegagalan yang terjadi pada komponen yang dianalisa.
4. Failure Effects digunakan untuk mengidentifkasi efek atau dampak yang
diakibatkan oleh kegagalan fungsi komponen. 5.
Severity digunakan untuk menentukan rating seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi output proses.
6. Occurrence digunakan untuk menentukan rating sesering apa penyebab
kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi. 7.
Detection digunakan untuk menentukan rating penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat mendeteksi penyebab terjadinya bentuk kegagalan.
8. Risk Priority Number digunakan untuk menentukan angka prioritas resiko
yang didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus RPN = S x O x D
Untuk tabel yang selanjutnya dapat dilihat pada lampiran D
4.2.4 RCM II Decision Worksheet