Penelitian Terdahulu Kerangka Konseptual

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah di lakukan pihak lain sebagai bahan masukan pengkajian telah di lakukan oleh : Mei Maemunah 2006, Pengaruh Kewibawaan Pimpinan Terhadap Organizational Citizenship Behavior OCB Dan Kinerja Karyawan Stmik Amikom Yogyakarta Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah 1. diduga kewibawaan pimpinan Legitimate Power, Reward Power, Referent Power, Expert Power dengan variabel intervening OCB berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan STMIK AMIKOM 2. Diduga OCB berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan STMIK AMIKOM. Penelitian ini menggunakan analisa jalur dengan hasil sebagai berikut: 1. Legitimate Power X1 berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Y dengan variabel OCB X5 sebagai intervening. 2. Reward Power X2 berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja Y dengan variabel OCB X5 sebagai intervening. 3. Referent Power X3 berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja Y dengan variabel intervening OCB X5. 4. Expert Power X4 berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja Y dengan variabel OCB X5. 5. OCB berpengaruh secara positif 12 dan signifikan terhadap kinerja Y. Dari hasil tersebut dapat disimpulakan bahwa variable legitimate power X1 paling dominant mempengaruhi kinerja karyawan dengan variable intervening OCB X5. Oleh karena itu disarankan pada lembaga untuk memilih dan mengangkat pimpinan yang mempunyai kualitas bagus dan mampu menjalankan kewajiban dan tenggung jawab sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Berdasarkan penelitian terdahulu diatas terdapat perbedaan dan persamaan penelitian yang akan dilakukan, perbedaannya terdapat pada waktu, obyek penelitian, dan Variabel bebas penelitian yang digunakan. Sedangkan persamaannya adalah sama – sama membahas mengenai OCB dan Kinerja Karyawan.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian dan Peran Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM

Ada beberapa pengertian mengenai MSDM. MSDM sendiri berasal dari kata manajemen dan SDM. Menurut Handoko 1984:3 manajemen mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasiaan, penyusunan personalia, pengarahan dan pengawasan. Jadi MSDM adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Handoko, 1984:4 Menurut Flippo 1980 : 5 , manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, 13 pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemisahan SDM dengan tujuan untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat. Menurut Richard L. Daft 2002 : 508 , MSDM mengacu kepada aktivitas-aktivitas yang diambil untuk menarik, mengembangkan,dan memelihara tenaga kerja yang efektif dalam sebuah organisasi. Menurut Moh. Agus Tulus yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes 1995 : 6 , bahwa MSDM adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan organisasi, individu, dan masyarakat. Dari beberapa pengertian di atas,dapat ditarik kesimpulan, manajemen sumber daya manusia adalah seni untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengamati sumber - sumber daya manusia atau karyawan dalam rangka mencapai tujuan individu dan perusahaan.

2.2.2. Definisi Gaya Kepemimpinan

Apa yang dimaksudkan dengan istilah “Kepemimpinan”? karena Kepemimpinan itu adalah inti daripada manajemen, sedangkan inti dari Kepemimpinan adalah “human relation”, maka Kepemimpinan dapat diberi definisi sebagai berikut: “keseluruhan akivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu 14 tujuan yang memang diinginkan bersama”. Lindawati 2001. Kepemimpinan yang baik perlu dikembangkan dan dipelihara sebaik- baiknya, karena manajemen yang berhasil bergantung pada adanya kepemimpinan yang baik. Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah

1. Directing

Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over- communicating penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu. Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan. 15

2. Coaching

Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.

3. Supporting

Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja. 16

4. Delegating

Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri. Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.

2.2.3. Teori-Teori Gaya Kepemimpinan

a Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan yang berlandaskan pada adanya pertukaran atau adanya tawar menawar antara pemimpin dan bawahannya. Kepemimpinan transaksional seperti dijelaskan oleh Burns 1978 pada Jung dan Avolio 1999 adalah bahwa motivasi pengikut terutama melalui dasar pertukaran reward yang dapat berupa bonus, 17 peningkatan gaji atau penghargaan lainnya. Dua factor utama yang menjadi ciri kepemimpinan ini, yaitu: 1. Contingent Reward, yaitu pemberian imbalan sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan bawaha sesuai kesepakatan, biasanya disebut juga sebagai bentuk pertukaran aktif. 2. Management – by – exception, berbentuk aktif dan pasif. Aktif yaitu pemimpin secara terus-menerus melakukan pengawasan terhadap bawahannya untuk mengantisipasiadanya kesalahan. Sedangkan pasif berarti intervensi dan kritik dilakukan setelah kesalahan terjadi, pemimpin akan menunggu semua proses dalam tugas selesasi selanjutnya menentukan ada atau tidaknya permasalahan. Dengan demikian kepemimpinan transaksional mendorong bawahannya mencapai tingkat kinerja yang disepakati bersama antara pimpinan dan bawahan, dan dipihak lain pimpinan memberi reward sesuai dengan kesepakatan.

b. Kepemimpinan Transformasional

Dalam kepemimpinan transformasional yang terjadi tidak hanya sekedar pertukaran seperti pada kepemimpinan transformasional namun juga melibatkan pengembangan hubungan yang lebih dekat antara pemimpin dengan pengikut. Ada 4 unsur yang mendasari kepemimpinan transformasional Bass dan Avolio 1990 yaitu: 18 1. Charisma: Seorang pemimpin transformasional mendapatkan kharismanya dari pandangan pengikut, pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakkan bawahannya. 2. Inspiration: Seorang pemimpin yang inspirational dapat mengartikulasikan tujuan bersama serta dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting serta apa yang dirasakan benar. 3. Intelektual Stimulation: Pemimpin dituntut untuk dapat membantu bawahannya mampu memikirkan kembali mengenai masalah-masalah lama dengan metode maupun cara baru. 4. Individualized consideration: Seorang pemimpin harus mampu untuk memperlakukan bawahannya secara berbeda-beda namun adil dan menyediakan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan serta memberikan pekerjaan menantang bagi bawahan yang menyukai tantangan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka pengertian kepemimpinan efektif dalam hubungannya dengan bawahan adalah pemimpin yang mampu meyakinkan karyawannya bahwa, kepentingan pribadi dari bawahan adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa bawahan mempunyai andil dalam mengimplementasikannya. 19 Indikator yang mempengaruhi kepemimpinan menurut Sutanto dan Setiawan 2000:29-43 yaitu : 1. Hubungan Pimpinan dan Bawahan Adalah pemimpin yang lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada bawahan, pimpinan melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, pimpinan lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, dan saling menghormati diantara sesama anggota kelompok. 2. Pemberian Petunjuk Adalah pemimpin memberikan petunjuk dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan di dalam perusahaan. 3. Pengawasan Adalah pemimpin memberikan pengawasan secara ketat terhadap karyawan di dalam perusahaan. Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan, kepemimpinan adalah berkenaan dengan peran dan tanggung jawab untuk merencanakan, mengorganisasikan mengarahkan, mengamati sumber-sumber daya manusia atau karyawan, dalam rangka mencapai tujuan individu dan perusahaan. 20

2.2.4. Kewibawaan

Kewibawaan dapat didefinisikan sebagai kekuatan yang memancar dari diri seorang karena kelebihan yang dimilikinya sehingga mendatangkan kepatuhan tanpa paksaan kepadanya. Kewibawaan berasal dari kata-kata “kawi” dan“bahwa”. Kawi berarti kuasa, kekuasaan yang lebih, kelebihan. Dan bahwa berartikekuasaan, keutamaan, kelebihan, keunggulan. Jadi kewibawaan berarti kelebihan,keunggulan, keutamaan, sehingga seseorang mampu mangatur, membawa,memimpin, dan memerintah orang-orang lain. Kartini Kartono 1990:105 Koentjaraningrat 1967: 181 menyatakan bahwa kepemimpinan itu membutuhkan kekuasaan dan wibawa. Karyadi 1977: 25 menyatakan bahwa pemimpin yang ideal adalah orang yang berkuasa dan memiliki wibawa serta mempinyai kemampuan memimpin yang baik terhadap semua lapisan dari lapangandimana nantinya ia akan bergerak. Kartini Kartono 1990: 31 menyatakan konsepsimengenai kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan 3 hal penting yaitu 1kekuasaan, 2 kewibawaan, 3 kemampuan. Koentjaraningrat Miriam Budiardjo, 1991: 238 menyatakan bahwa dalam masyarakat modern sekarang ini konsep kewibawaan berkembang karena popularitas, memiliki kapasitas rasional untuk memecahkan masalah sosial, ekonimi, dan politik, kecendekiawanan, dan memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan cita-cita dan keyakinan dari sebagian warga masyarakatnya. 21 Inti kepemimpinan ialah kepatuhan tanpa paksaan yang dilahirkan oleh kewibawaan pemimpin itu. Seorang pemimpin harus memiliki kelebihan atau keunggulan tertentu sebagi tumpuan kewibawaan yang dimilikanya dimata pengikutnya. Wewenang tanpa wibawa melahirkan pemimpin yang kurangampuh, sedangkan wibawa tanpa wewenang masih memiliki kepatuhan dari masyarakat yang dipimpin. Kalau seorang pemimpin kehilangan kewibawaannya, masyarakatnya berada dalam krisis kepemimpinan. Pengertian kewibawaan tidak dapat dipisahkan dari pengertian kekuasaan power dan wewenang authority. Ketiganya saling berkaitan. Kekuasaan kadang-kadang mengandung kekerasan, namun bukan berarti kekuasaan adalah kekerasan, kakuasaan tidak perlumengandung kekerasan jika masalahnya dihubungkan dengan wibawa gezag. Wibawa menimbulkan pada orang yang dihadapi rasa segan, bukan takut, rasa hormat bukan kecut. Orang yang berwibawa mudah melaksanakan kehendaknya.Konsep kewibawaan dari waktu kewaktu terus berubah. Pada masyarakat kuno, kewibawaan memiliki sifat-sifat sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar warga masyarakatnya, kemudian dalam masyarakat yang sedang berkembang konsep kewibawaan berkembang lagi dengan kepandaian berburu, berkebun, bertani, ketrampilan berpidato, kemahiran berdiplomasi. Wibawa menandatangkan kapatuhan tanpa paksaan dari pihak lain kepatuhan seperti ini hanya dapat diperoleh jika kekuasaan itu selaras dengan nilai-nilai masyarakat. kewibawaan dapat didefinisikan sebagai 22 kekuatan yang memancar dari diri seorang karena kelebihan yang dimilikinya sehingga mendatangkan kepatuhan tanpa paksaan kepadanya. Dalam menilai kemampuan penguasa dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin bagi orang-orang yang dikuasainya dapat dilihat dari kewibawaannya. Seseorang dapat dinilai kewibawannya setelah dia memiliki kedudukan dalam kekuasaan. Oleh karena itu, Kepemimpinan seorang penguasa tidak terlepas dari penilaian masyarakat tentang wibawanya sebagai pemimpin. Kewibawaan seseorang erat hubungannya dengan bagaimana dia melakukan tugas duty sebagai pemimpin. Seluruh perilaku, perkataan, tata cara dalam mengambil keputusan hingga dalam proses penyampaian keputusan merupakan hal-hal dasar yang diperhatikan oleh orang dalam menilai kewibawaan seorang pemimpin. Oleh karena itu, seorang pemimpin kerap mendapatkan penilaian yang berbeda-beda tentang kewibawaannya karena kewibawaan itu merupakan penilaian oleh masing-masing orang yang tidak dapat dijadikan menjadi sebuah kesimpulan bersama oleh masyarakat.

2.2.5. Teori Kewibawaan Pimpinan

Menurut Yukl 1998: 167-174 bahwa ada beberapa macam kewibawaan yaitu: 23 a. Legitimate Power Kewibawaan Berdasarkan Formal Adalah kewibawaan seorang pemimpin semata-mata bersumber pada formalitas yang diberikan oleh organisasi kepada seorang pemimpin. Kekuasaan disini didasarkan atas persepsi mengenai prerogratif-prerogratif, kewajiban-kewajiban, dan tanggung jawab yang berkaitan dengan kedudukan-kedudukan tertentu dalam sebuah organisasi atau perusahaan. b. Reward Power Kewibawaan Berdasarkan Imbalan Adalah kewibawaan seorang pemimpin yang bersumber pada kontrol atau penguasaan terhadap sumber –sumber daya dan imbalan- imbalan. Sebuah bentuk reward power berpengaruh terhadap kompensasi dan kemajuan karir. Kebanyakan pimpinan diberi wewenang untuk memberi kenaikan gaji, bonus atau insentif-insentif ekonomis lainnya kepada para bawahan yang berhak memperolehnya. c. Referent Power Kewibawaan Berdasarkan Keinginan Menyenangkan Orang Lain Bentuk referent power yang paling kuat bagi seorang pemimpin menyangkut proses mempengaruhi yang disebut personal identification. Orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan seorang pemimpin ingin menjadi sebagai pemimpin tersebut dan diterima olehnya. Keberhasilan dalam mengembangkan dan mempertahankan referent power tergantung 24 pada keterampilan antar pribadi seperti persona charm, kebijaksanaan tact, diplomasi, empati dan rasa humor. d. Expert Power Kewibawaan Berdasarkan Keahlian Dalam Memecahkan Masalah. Pengetahuan khusus dan keterampilan teknis merupakan sebuah sumber kekuasaan selama terdapat ketergantungan yang terus menerus pada orang yang mempunyainya. Bila sebuah masalah telah dipecahkan secara permanen atau orang lain belajar bagaimana memecahkannya sendiri, maka keahlian agen tersebut tidak lagi berharga. Jadi orang kadang-kadang mencoba untuk mempertahankan expert power mereka dengan menyimpan prosedur-prosedur dan teknik-teknik yang ditutupi secara rahasia, dengan menggunakan jargon teknis untuk membuat agar tugas tersebut kelihatannya lebih kompleks dan misterius dan dengan menghancurkan sumber-sumber informasi alternative mengenai prosedur-prosedur tugas seperti manualmanual tertulis, diagram, blueprint dan program-program computer.

2.2.6. Pengertian dan Peran Organization Citizienship Behavior OCB

Berbagai perilaku seorang karyawan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu aktivitas yang harus dikerjakan sebagai tugas pokoknya dan tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan di luar tugas pokoknya. Khusus tugas lain yang harus dikerjakan oleh karyawan di luar tugas pokoknya membutuhkan motivasi khusus, karena tidak semua karyawan mau melakukannya. Namun demikian pada umumnya seorang yang 25 memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan diikuti pula oleh Organization Citizienship Behavior OCB yang baik. OCB merupakan kemauan seseorang melakukan aktivitas pokoknya tanpa mengaharapkan imbalan secara nyata. Luthans 2002:238 mengatakan bahwa Organisasi Citizienship Perilaku sebagai individu yang bebas, tidak secara langsung atau explicity diakui oleh sistem penghargaan formal dan yang secara agregat mempromosikan fungsi efektif organisasi. 1. Kesuksesan Organisasi Newstrom dan Davis 2002:267 menyatakan bahwa OCB adalah perilaku fomal yang dapat memajukan kesuksesan organisasi. 2. Pemecahan Masalah Gitosudarmo dan Sudita 2002:190 jika seeorang dilibatkan dalam proses pemecahan masalah pengambilan keputusan maka mereka akan merasa lebih terikat dan loyal serta mau mengorbankan waktu dan tenaganya demi suksesnya organisasi. 3. Kontribusi Bawahan Bawahan akan bersedia memberikan kontribusi yang terbaik apabila merasa dihargai dan diperhatikan tentang keberadaanya. Memang harus disadari bahwa tugas seseorang dalam perusahaan kadangkala muncul hal-hal yang tidak terduga tentang apa yang harus dikerjakan, oleh karena itu sudah sewajarnya apabila pimpinan akan melibatkan 26 bawahannya dalam memecahklan masalah yang dihadapi dalam bentuk tindakan yang nyata.

2.2.7. Indikator OCB

Menurut Organ dalam tulisan Lievens and Anseel 2004 mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan system reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ juga mencatat bahwa OCB ditemukan sebagai alternative penjelasan pada hipotesis “kepuasan berdasarkan performance”, dengan indikator : 1. Altruism, yaitu sifat mementingkan kepentingan orang lain seprti perilaku membantu dengan segera terhadap orang lain. 2. Civic virtue, yaitu kebaikan warga negara atau warga organisasi seperti berpartisipasi dan memperhatikan kelangsungan hidup perusahaannya. 3. Conscientiousness, yaitu sikap berhati-hati atau mendengarkan kata hati. 4. Courtesy, atau kesopanan seperti memberitahu yang lain dalam mencegah kejadian dalam kerja yang menimbulkan suatu masalah. 5. Sportmanship, atau sikap sportif seperti toleransi terhadap ketidaknyamanan dalam bekerja yang tidak dapat dihindari tanpa adanya komplain. 27

2.2.8. Kinerja

2.2.8.1. Pengertian Kinerja

Gomes 1995: 195 mengemukakan definisi kinerja karyawan sebagai “Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas”. Selanjutnya, definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara 2005: 67 bahwa “kinerja karyawan prestasi kerja adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sementara itu menurut Rivai dan Basri 2005: 14 mendefinisikan kinerja sebagai hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target, atau sasaran dan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurkannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil yang diharapkan. Jika di kaitkan dengan performance sebagai kata benda noun di mana salah satu entrinya adalah hasil dari suatu pekerjaan. Pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing 28 dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

2.2.8.2. Pengertian Penilaian Kinerja

Sastrohadiwiryo 2003: 231 mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen atau penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun. Pendapat lainnya yaitu Rivai dan Basri 2005: 18 mengemukaan bahwa penilaian kinerja merupakan kajian sistematis mengenai kondisi kinerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Selain itu, kinerja sebagai suatu sistem pengukuran, dan evaluasi, mempengaruhi atribut-atribut yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan, perilaku dan keluaran, dan tingkat absensi untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan saat ini. Menurut Agus Dharma 2005: 350 untuk dapat menilai kinerja secara obyektif dan akurat, kita harus dapat “mengukur” tingkat kinerja mereka. Jika diterjemahkan kedalam standar kerja, pengukuran seperti itu dapat memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengetahui tingkat kinerja mereka. Dengan demikian, tujuan penilaian kinerja pada dasarnya antara lain : 29 1. Pertanggung jawaban Apabila standar dan sasaran digunakan sebagai alat mengukur pertanggunng jawaban, maka dasar untuk pengambilan keputusan, kenaikan gaji, promosi dan sebagainya adalah kualitas hasil kerja karyawan kerja yang bersangkutan. 2. Pengembangan Jika standar dan sasaran digunakan sebagi alat ukur untuk keperluan pengembangan, hal ini mengacu pada dukungan yang diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dukungan itu dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau bantuan lainnya.

2.2.8.3. Langkah-Langkah Peningkatan Kinerja

Menurut Mangkunegara 2005: 22 menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, paling tidak ada tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Mengetahui adanya kekurangan dalam kerja. Dapat dilakukan melalui tiga cara : a. Mengidentifikasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus-menerus mengenai fungsi bisnis. b. Mengidentifikasi masalah melalui karyawan. c. Memperhatikan masalah yang ada. 2. Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan. 30 a. Mengidentifikasi masalah secepat mungkin. b. Menentukan tingkat keseriusan masalah. 3. Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun dengan pegawai itu sendiri. 4. Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab masalah tersebut. 5 Melakukan rencana tindakan tersebut. 6. Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum. 7. Mulai dari awal, apabila perlu.

2.2.8.4. Pihak Yang Melakukan Penilaian

Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh siapa saja yang paham benar tentang penilaian karyawan secara individual. Menurut Mathis dan Jackson 2002: 87 antara lain : 1. Para atasan yang menilai karyawan. 2. Karyawan yang menilai atasannya. 3. Anggota kelompok yang menilai satu sama lain. 4. sumber-sumber dari lain. 5. Penilaian karyawan sendiri. 6. Penilaian dengan multisumber. 31 Metode pertama adalah yang paling umum. Atasan langsung memiliki tanggung jawab penuh terhadap penilaian didalam organisasi., meskipun merupakan suatu hal yang umum dilakukan untuk meninjau dan mendapatkan persetujuan dari atasan langsung. Sistem manapun harus termasuk langsung didalamnya diskusi tatap muka langsung antara penilai dan pihak yang dinilai. Oleh karena itu, penggunaan yang semakin bertambah terhadap kelompok dan adanya perhatian terhadap input dari pihak konsumen, dua sumber informasi penilaian yang semakin meningkat pemanfaatanya adalah anggota kelompok dan sumber dari luar.

2.2.8.5. Kegunaan Penilaian Kinerja

Penilaian prestasi kerja performance appraisal adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja. Kegunaan penilaian kinerja menurut Handoko 1989: 135 dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Perbaikan prestasi kerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dan membetulkan kegiatan-kegiatan mereka. 2. Penyesuaian – penyesuaian kompensasi 32 Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan, upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi lainnya. 3. Keputusan – keputusan penempatan Promosi, transfer dan emosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja. 4. Kebutuhan latihan dan pengembangan Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 1. Perencanaan dan pengembangan karier Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. 2. Penyimpangan – penyimpangan proses staffing Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 3. Ketidak-akuratan informasi Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen lain sistem informasi manajemen personalia. 4. Kesalahan – kesalahan desain pekerjaan 33 Prestasi kerja yang jelek merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi kerja membantu diagnosa kesalahan tersebut. 5. Kesempatan kerja yang adil Penilaian kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 6. Tantangan-tantangan eksternal. Terkadang prestasi kerja dipengaruhi oleh factor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi financial atau masalah pibadi lainnya.

2.2.9. Pengaruh OCB Terhadap Kinerja Karyawan

OCB merupakan perilaku yang sangat mendukung performa kerja melalui peningkatan kondisi iklim dan lingkungan sosial serta psikologis kerja. Pimpinan mampu memotivasi karyawan agar mampu menginternalisasi dan memprioritaskan sejumlah factor yang penting bagi pencapaian kepeningan individu. Pekerja yang secara intrinsik termotivasi untuk memenuhi atau mencapai visi kolektif dalam organisasi tanpa mengharapkan imbalan dalam jangka pendek akan secara sukarela memberikan kontribusi dalam usaha-usaha pencapaian sasaran bersama walaupun hal tersebut tidak termasuk dalam tugas tanggung jawab formalnya. Pekerja yang memiliki OCB ini bersedia memberikan kotribusi di luar tanggung jawab formalnya karena mereka merasakan manfaat 34 pribadi atau konsep diri mereka akan meningkat melalui kontribusi tersebut, dan akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Maemunah, 2006:50 Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh banyak hal artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi berasal dari kajian Mc Clelland dan rekan-rekannya. Menurut Mc Clelland dalam Maemunah 2006:50, manusia memiliki tiga tingkatan motif, yaitu: 1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standart keistimewaan excellence, mencari prestasi atau peningkatan kinerja dari tugas, kesempatan atau kompetisi. 2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan memperbaiki hubungan dengan orang lain. 3. Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.Mc. Clelland, dalam As’ad, 1991:52-53 Menurut Organ dalam tulisan Lievens and Anseel 2004 mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan system reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ juga mencatat bahwa OCB 35 ditemukan sebagai alternative penjelasan pada hipotesis “kepuasan berdasarkan performance”. Organizational Citizenship Behavior OCB merupakan : 1. Perilaku yang bersifat sukarela bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. 2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance tidak diperintahkan secara formal. 3. Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan system reward yang formal.

2.2.10. Pengaruh Kewibawaan pimpinan Terhadap Kinerja Karyawan

Dalam suatu instansi atau lembaga para pimpinan menghendaki para staf atau karyawannya mempunyai kinerja yang baik. Untuk menciptakan kinerja yang baik tentunya ada unsur atau variabel yang mempengaruhinya. Dalam penelitian yang telah dilakukan telah terbukti bahwa hal-hal yang mempengaruhi kinerja adalah kewibawaan pimpinan Legitimate Power, Reward Power, Referent Power, Expert Power Maemunah, 2006:52 Jika leader berhasil mempengaruhi bawahan dengan visinya, menanamkan karismanya, memotivasi dan menjadi inspirator, menstimulasi kreatifitas dan menghargai karyawannya maka dapat dipastikan karyawan akan bekerja dengan baik, sungguh-sungguh daloyal pada perusahaan. Anikmah 2008:31 36 Kewibawaan Pimpinan X 1 Kinerja Karyawan Y OCB X 2

2.3. Kerangka Konseptual

Mementingkan Kepentingan Org lain X 2.1 Kewibawaan Formalitas X 1.1 Kuantitas Y 1 Kewibawaan Penguasaan X 1.2 Kualitas Y 2 Kebaikan X 2.2 Proses Mempengaruhi X 1.3 Berhati-Hati X 2.3 Kesopanan X 2.4 Bersikap Sportif X 2.5 Ketrampilan Khusus X 1.4 37

2.4. Hipotesis