c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya
akan memberikan pertambahan berat sebesar 1 dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap bermakna. Maqbool, 2001
d. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk menambah resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif. Maqbool, 2001
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus. Soetjipto, 2007
f. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara. Soetjipto, 2007
2.3 RINOSINUSITIS
2.3.1 DEFENISI
Rinosinusitis merupakan inflamasi pada organ hidung dan sinus paranasal, yang karakteristiknya ditandai oleh dua faktor mayor atau kombinasi dari satu
faktor mayor dan dua faktor minor. Faktor mayor termasuk obstruksi nasal, nyeri di daerah wajah, nasal dischargepurulancediscolored postnasal drainage,
hyposmiaanosmia. Faktor minor ialah nyeri kepala, demam, halitosis, sakit gigi, batuk dan nyeri di telingaterasa penuh pada telinga EP3OS,2007
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 EPIDEMIOLOGI
Rinosinusitis telah menginfeksi sekitar 14 atau 31 juta orang dewasa per-tahun Assish,2008. Rata-rata orang menderita 2-4 kali rinosinusitis akut
pertahun Fergurson,2005. EP3OS2007 juga memaparkan berdasarkan penelitian di Belanda pada tahun 1999, sekitar 8,4 populasi pernah menderita
satu episode rinosinusitis akut per tahunnya. Rinosinusitis kronis di Amerika pada tahun 1997, sekitar 14,7 atau 31 juta kasus per tahun dan dengan angka
kejadian yang terus meningkat dalam kurun waktu 11 tahun terakhir. GLORIA, 2009. Data dari RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2010 terdapat 3201 kasus
rinosinusitis kronis.
2.3.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
a. Virus
Virus yang biasanya menyebabkan rinosinusitis adalah rhinovirus, virus parainfluenza, respiratory syncitial virus RSV dan virus influenza. Tiap-tiap
virus mempunyai banyak serotype, yang mana semuanya berpotensi untuk memperparah infeksi tersebut. Rhinovirus merupakan penyebab tersering pada
orang dewasa dan memuncak pada musim gugur. RSV dan virus influenza lebih merusak silia pernafasan pada saat musim dingin dan di awal musim semi.
Fergurson, 2005
b. Bakteri
Bakteri patogen yang paling sering menyebabkan rinosinusitis bakteri akut yaitu S. pneumoniae dan H. influenzae. Patogen ini telah menyebabkan
rinosinusitis sejak pertama kali dilakukan penelitian dan menjadi organisme penyebab yang paling utama. Sedangkan patogen yang sering muncul pada
rinosinusitis bakteri kronis adalah S. aureus, staphylococcus koagulase negatif, bakteri anaerob dan bakteri gram negatif. Fergurson, 2005 ; Brown, 2008
Universitas Sumatera Utara
c. Jamur
Aspergilosis merupakan salah satu jamur yang paling banyak ditemui pada infeksi sinus paranasal dengan ciri khas sekret mukopurulen yang bewarna hijau
kecoklatan. Mukormikosis merupakan infeksi oportunistik yang ganas yang dapat menjadi patogenik pada manusia yang menderita asidosis diabetik dan
imunosupresi. Dijumpai sekret yang berwarna pekat, gelap, berdarah dan gambaran konka yang berwana hitam atau merah bata. Kandida bersama
histoplasmosis, koksidiomilosis, sporotrikosis, serokosporamikosis dan blastomikosis jarang yang mengenai hidung. Boeis, 1997
d. Alergi
Rinitis merupakan suatu reaksi alergi yang diperantarai oleh imunoglobulin. Reaksi ini melibatkan suatu antibodi, biasanya IgE, yang mana
bagian Fc antibodi melekat pada suatu sel yang mengandung mediator atau prekursornya sel mast, basofil, eosinofil, makrofag. Bagian Fab dari antibodi ini
berinteraksi dengan alergen spesifik dan akibatnya terjadi aktivasi beberapa enzim membran. Hasil pembelahan enzimatik menyebabkan pelepasan mediator seperti
histamin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator ini menyebabkan suatu reaksi tipe segera yang timbul , misalnya edema. Selain itu juga akan terjadi reaksi
lambat yang selanjutnya cenderung terjadi akibat pelepasan mediator dari sel mast dan demikian pula eosinofil, makrofag dan trombosit. Boeis, 1997.
e. Kelainan struktur dan anatomi hidung
Kelainan anatomi hidung dan sinus juga dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal. Jika permukaan mukosa yang saling berhadapan menjadi
lebih mendekat atau bertemu satu sama lain, maka aktivitas silia akan terhenti. Deviasi septum, polip, konka bulosa atau kelainan struktur lain di daerah
kompleks osteomeatal dan ostium sinus dapat menghalangi transportasi mukosiliar. EP3OS, 2007
Universitas Sumatera Utara
f. Hormonal
Pada penelitian Sobot et al didapati bahwa 61 wanita yang hamil pada trimester pertama menderita nasal congestion. Namun patogenesis nya masih
belum jelas. EP3OS,2007
g. Lingkungan
Apabila terpapar oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama, hal tersebut akan menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia. Mangunkusumo E, 2007
2.3.4 PATOFISIOLOGI