2.1.3. Mekanisme Stres
Peneliti ilmu kedokteran Canada, Hans Selye dalam Lahey 2003, memberikan pengertian bahwa reaksi tubuh terhadap stres psikologi sama seperti reaksi infeksi
atau luka. Secara kronologis menurut Selye 1946 dalam Sholeh 2007, mengemukakan tiga fase mekanisme terjadinya stres yang di kenal dengan istilah
General Adaptation Syndrom GAS,yaitu: -
Fase peringatan alarm stage Pada fase ini, sistem syaraf pusat dibangkitkan dan pertahanan tubuh di
mobilisasi. Stres terjadi katika si individu terus menerus mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan, misalnya lari atau bertempur.
- Fase perlawanan atau adaptasi the stage of resistance or adaptation
Tahap ini memobilisasi untuk menentukan lari atau bertempur. -
Tahap keletihan stage of exhaustion Suatu tahap stres berkelanjutan yang menyebabkan tergantungnya
homeostasis. Tahap ini di yakini menandai mulainya penyakit tertentu yang disebutkannya penyakit adaptasi.
2.1.4. Reaksi Individu terhadap Stres
Atkinson 2000 mengatakan bahwa saat individu dihadapkan pada situasi stres maka individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun secara psikologis.
2.1.4.1. Reaksi Fisiologis Terhadap Stres
Saat terjadi stres fisik maupun psikologis akan mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya akan mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan
sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespon secara menyeluruh terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu peningkatan curah jantung dan ventilasi serta
pengalihan darah dari daerah-daerah vasokontriksi yang aktivitasnya ditekan seperti
Universitas Sumatera Utara
saluran pencernaan dan ginjal, ke otot rangka dan jantung yang lebih aktif dan mengalami vasodilatasi untuk mempersiapkan tubuh melalui respon fight or flight.
Selain epinefrin, sejumlah hormon terlibat dalam respon stres. Hormon predominan yaitu pengaktifan CRH Cortico Releasing Hormon-ACTH Adeno
Corticotropin Hormon-kortisol oleh hipotalamus yang teraktivasi. Kortisol berperan dalam respon stres karena efek metaboliknya yang menguraikan simpanan lemak,
glukosa dan protein untuk meningkatkan kadar glukosa darah, guna mempertahankan nutrisi otak dan sebagai zat pembangun bagi jaringan yang rusak sherwood,2001.
Gambar 2.3 Kontrol Sekresi
Kortisol Sumber:
sherwood, fisiologi manusia dari sel
ke sistem, jakarta: EGC, 2001, h.654
Hypothalamus stres
Irama diural
Cortisol-relasing
Hipofisis Anterior
Hormone adrenokortiko tropik ACTH
Kortek adrenal
kortisol
dengan meransang glukoneogenesis dan menghambat penyerapan glukosa
rah dengan meransang penguraian protein rah dengan meransang lipofisis
Universitas Sumatera Utara
Tersedia bahan bakar metabolik
dan bahan-bahan
pembangun untuk membantu
mengatasi stres Tabel 2.1 Perubahan Hormon Utama Selama Respon Stres
Hormon Perubahan
Tujuan
Epinefrin Meningkat
Memperkuat sistem saraf simpatis untuk mempersiapkan tubuh ”fight-or-flight”
CRH-ACTH- kortisol
Meningkat Memobilisasi simpanan karbohidrat dan
lemak; meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah
Glukogon Insulin
Meningkat Menurun
Bekerja bersama untuk meningkatkan glukosa darah dan asam lemak darah
Renin- angiotensin-
aldosteron Meningkat
Menahan garam dan H2O untuk meningkatkan volume plasma; membantu
mempertahankan tekanan darah jika terjadi pengeluaran akut plasma
Vasopresin Meningkat
vasopresin dan angiotensin II menyebabkann vasokontriksi arteriol utuk
meningkatkan tekanan darah vasopresin membantu proses belajar
Sumber: : sherwood, fisiologi manusia: dari sel ke sistem, jakarta: EGC, 2001, h.
660
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2. Reaksi Psikologis Terhadap Stres
Situasi stres akan menghasilkan reaksi emosional tertentu pada individu. Reaksi tersebut dapat meliputi reaksi positif jika stres dapat ditangani dan reaksi negatif
seperti kecemasan, kemarahan dan depresi. Reaksi negatif timbul jika stres yang dialami individu tidak dapat ditangani Atkinson, 2000. Reaksi-reaksi emosi yang
mungkin muncul saat menghadapi situasi stres adalah sebagai berikut: a.
Kecemasan Kecemasan merupakan salah satu respon yang muncul ketika individu
dihadapkan pada situasi stres. Kecemasan dalam bahasa sehari-harinya dapat didefinisikan sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan
khawatir, perasaan tidak nyaman, tegang dan takut. Reaksi-reaksi ini umumnya dialami individu ketika mengalami stres tetapi dengan intensitas yang berbeda-beda.
Pada keadaan tertentu, kecemasan dapat menjadi berat dan akhirnya membuat orang tersebut menarik diri dari lingkungan Gunarsa, 2002.
b. Kemarahan dan Agresi
Reaksi umum lain yang timbul ketika individu dihadapkan pada situasi stres adalah kemarahan yang mungkin akan mengarah pada perilaku agresi Atkinson,
2000. Perasaan marah yang dirasakan individu dapat membangkitkan perilaku agresi, seperti menendang, memukul Hal ini sejalan dengan hipotesa frustrasi-agresi
Dollard dalam Morgan, 1986 bahwa frustrasi yang timbul akibat kegagalan individu dalam mencapai tujuannya, dapat menyebabkan agresi. Orang dewasa umumnya
mengekspresikan agresi mereka secara verbal daripada secara fisik, mereka lebih mungkin untuk melontarkan hinaan daripada pukulan Atkinson, 2000.
c. Apati dan Depresi
Apati merupakan bentuk respon umum lainnya yang muncul ketika berhadapan dengan situasi stres. Atkinson 2000 mengatakan bahwa apati adalah keadaan tanpa
gairah, sikap acuh dan menarik diri. Ketidakmampuan individu dalam mencapai
Universitas Sumatera Utara
tujuan menyebabkan individu bertindak apatis. Jika keadaan ini terus berkelanjutan dan individu tidak berhasil untuk mengatasinya maka apati dapat berkembang
menjadi depresi Atkinson, 2000. d.
Gangguan kognitif Individu sering menunjukkan gangguan kognitif ketika berhadapan dengan
situasi stres. Gangguan kognitif dapat berupa kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran secara logis sehingga performansi tidak dapat optimal.
Gangguan kognitif yang terjadi selama periode stres ini sering menyebabkan seseorang mengikuti pola perilaku yang kaku karena mereka tidak dapat
mempertimbangkan pola-pola alternatif Atkinson, 2000.
2.1.5. Stres Pada Mahasiswa 2.1.5.1. Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan pada perguruan tinggi Balai pustaka nasional, 2001. Menurut Dibyosuhardjo cit.
Moetrarsi et al, 1988, pada umumnya umur mahasiswa berkisar antara 18-30 tahun. Berdasarkan penggolongan perkembangan kepribadian manusia yang diklasifikasikan
oleh Erikson cit. Siswowijoto 1990, maka mahasiswa termasuk dalam kategori remaja akhir dan dewasa muda. Dalam proses belajar mengajar, banyak faktor yang
mempengaruhi antara lain faktor yang bersifat akademik maupun non akademik, baik yang berasal dari dalam diri mahasiswa yang bersangkutan maupun dari luar
Moetrarsi et al, 1988 2.1.5.2. Sumber Stress Pada Mahasiswa
Dalam bidang akademik : 1.
Tugas
Universitas Sumatera Utara
Tugas merupakan suatu hal yang tidak mungkin di hindari oleh seorang mahasiswa, bahkan tugas bisa di golongkan agenda wajib bagi setiap mahasiswa.
Dimana bentuk tugas bervariasi tergantung mata kuliah dan dosen yang mengajar mata kuliah tersebut, ada yang bersifat individu dan bersifat berkelompok, ada pula
tugas yang mengharuskan mahasiswa terjun langsung ke lapangan untuk mencari data, mengambil sampel, meneliti dan lain sebagainya. Sehingga tak jarang hal-hal
tersebut menimbulkan stres pada mahasiswa, puncaknya terutama pada saat satu hari menjelang deadline. Bagi mahasiswa yang belum menyelesaikan tugas maka akan
mengerjakan semalaman suntuk sehingga waktu tidur pun akhirnya dikorbankan, yang kemudian akan memunculkan stress dalam bentuk lain misalnya, setelah
begadang merasa pusing, masuk angin, dsb 2.
Kuis Kuis merupakan tes yang biasanya dilakukan sebelum atau sesudah perkuliahan,
sehingga mahasiswa perlu melakukan persiapan untuk menerima pertanyaan- pertanyaan yang akan muncul. Kadang banyaknya tugas akademis dan kegiatan
kampus lainnya menyita waktu untuk belajar mahasiswa yang bersangkutan, sehingga menimbulkan stress tersendiri bagi mahasiswa tersebut.
3. Ujian
Ujian terbagi menjadi 2 untuk yang menggunakan sistem semester, yaitu ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Yang disebut terakhir ini biasanya
menimbulkan stres lebih besar. Karena bobot nilai dari ujian akhir biasanya juga mendominasi. Stres yang dirasakan mahasiswa dari jauh-jauh hari sebelum ujian
karena ia belajar dengan menyicil tentu akan lebih kecil daripada stres yang dialami mahasiswa yang belajar 1 hari sebelum ujian. Materi ujian yang sulit dimengerti dan
tidak memiliki bayangan soal ujian juga merupakan stressor mahasiswa. 4.
Tidak lulus matakuliah Stressor kali ini bisa bermacam-macam penyebabnya. Bisa karena mahasiswa
memang tidak mampu menguasai mata kuliah tersebut, bisa karena ketidaksamaan pola pikir antara mahasiswa dengan dosen, bisa juga karena cekal tidak masuk kuliah
Universitas Sumatera Utara
melebihi batas kesempatan absen. Apapun penyebabnya, tidak lulus matakuliah membuat mahasiswa menjadi stres karena mereka harus mengulang lagi matakuliah
tersebut, meminta uang tambahan pada orang tua atau wali, dan mengulang matakuliah tersebut bersama dengan adik angkatan.
5. Sidang
Sidang adalah penentu kelulusan seorang mahasiswa. Ini adalah rintangan terakhir mahasiswa setelah menyelesaikan skripsi. Tentu saja tekanan yang
ditimbulkan menjelang sidang lebih besar dibanding saat menghadapi ujian-ujian biasa, karena jika seorang mahasiswa tidak lolos dari sidang, berarti ia harus
mengulang sidang itu lagi. Dalam bidang non akademik :
1. Waktu perjalanan. Tidak di sangkal banyak mahasiswa yang tempat tinggalnya sangat berjauhan
dengan tempat kuliah dan membutuhkan waktu yang tidak singkat, belum lagi dengan kondisi kepadatan lalu lintas yang sering membuat macet, bangun
kesiangan,dsb. Hal ini dapat menyebabkan stress bagi mahasiswa, bahkan saat tiba di kampus mahasiswa tersebut telah kelelahan menempuh perjalanan yang
mengakibatkan sang mahasiswa tidak dapat mengikuti kuliah dengan baik. 2.
Partisipasi dalam organisasi kepanitiaan Banyak mahasiswa yang aktif dalam organisasi atau kepanitiaan di tempat
kuliahnya dengan berbagai motivasi. Tapi tanpa disadarinya sebenarnya keaktifan tersebut bisa menjadi pemicu munculnya stres apabila karena keaktifan tersebut
mahasiswa jadi tidak bisa mengikuti perkuliahan di kelas dengan maksimal. Rapat, pertemuan, atau acara yang diselenggarakan kepanitiaan maupun organisasi tidak
jarang mengharuskan mahasiswa mengorbankan tatap muka di kelas dengan dosen. Apalagi jika seorang mahasiswa yang menjabat sebagai ketua suatu organisasi atau
kepanitiaan, tentu stres yang dialaminya akan lebih berat, karena ia memikul tanggung jawab terbesar.
Universitas Sumatera Utara
3. Lingkungan pergaulan
Sering kita dengar bahwa lingkungan pergaulan seseorang dapat mempengaruhi karakter orang tersebut. Dalam lingkungan pergaulan yang namanya selisih paham
pasti akan selalu ada dan tidak dapat dihindari dan hal ini bukan tidak mungkin menjadi stressor bagi seorang mahasiswa , sehingga tidak di pungkiri pula hal ini
akan berimbas pada prestasi akademiknya.
2.2. Shalat Tahajjud
Rasulullah pernah bersabda bahwa: “salat sunah yang utama setelah salat fardu adalah salat tahajjud” HR. Abu Dawud
Sabda Nabi: “salat tahajjud dapat menghapus dosa, mendatangkan ketenangan,
dan menghindarkan diri dari penyakit” HR,at-Tirmidzi 2.2.1. Niat Ikhlas dan Makna Khusyuk dalam Shalat
Menurut jumhur ulama, niat itu wajib dalam ibadah. Niat merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Sedangkan, dalam masalah muamalah dan adat kebiasaan, jika
bermaksud untuk memperoleh keridhoan Allah Swt. dan mendekatkan diri kepada Nya, diharuskan memakai niat. Sedangkan, untuk meninggalkan perbuatan maksiat,
tidak dituntut adanya niat. Begitu juga dengan upaya menghilangkan najis Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1998.
Qardhawin 1998 dalam Sholeh 2007 mengutip defenisi niat dari berbagai pendapat ulama, sebagai berikut:
• Niat adalah kemauan yang kuat; • Niat adalah tujuan yang terbetik didalam hati;
Universitas Sumatera Utara