2.1.2.4. Peran Brand Equity
Brand equity menurut Aaker 1991 memiliki peran yang dapat dilihat
dari sisi kosumen dan perusahaan. Secara umum, bila dilihat dari sisi konsumen, Brand equity dapat menambah maupun mengurangi nilai yang dirasakan oleh
konsumen. Brand equity dapat memberikan nilai lebih sehingga menambah rasa percaya diri konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Nilai tersebut
diperoleh dari pengalaman setelah menggunakan produk atau jasa dan pengetahuan konsumen akan karakteristik yang dimiliki produk dan jasa tersebut.
Sedangkan, peran Brand equity bagi perusahaan yaitu dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan marginal cash flow keuntungan melalui
penambahan nilai dari produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Selain itu, peran Brand equity bagi perusahaan antara lain yaitu :
• Brand equity merupakan suatu competitive advantage yang dimiliki perusahaan dan dinilai sebagai suatu hambatan bagi pesaingnya.
• Dengan meningkatkan program pemasaran produk atau jasa, maka Brand equity yang telah dimiliki perusahaan dapat menarik konsumen baru dan menangkap
kembali konsumen yang sudah ada. • Brand equity dapat memberikan margin yang lebih tinggi kepada perusahann,
dimana perusahaan dapat memberlakuka harga premium untuk produk yang ditawarkan. Selain itu, perusahaan dapat mengurangi kegiatan promosinya
sehingga biaya promosi yang dikeluarkan dapat serendah mungkin yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan
• Brand equity dapat menyediakan sebuah platform untuk pertumbuhan perusahaan melalui brand extentions pengembangan merek dimasa yang akan
datang. • Brand equity dapat mempengaruhi saluran distribusi dari produk yang
ditawarkan.
2.1.2.5. Customer Based Brand Equity CBBE
Menurut Keller 2008, customer based Brand equity CBBE atau
ekuuitas merek berbasis pelanggan merupakan efek pembada pengetahuan merek untuk setiap pelanggan terhadap pemasangan merek. Dasar pemikiran pendekatan
pada CBBE ini adalah kekuatan merek terlatak pada apa yang telah dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengar pelanggan tentang merek untuk jangka waktu
tertantu. Aaker 1991 menyebutkan bahwa Brand equity merupakan konsep multidimensi yang terdiri dari Brand loyalty, Perceived quality, brand association,
Brand awareness dan asset-aset kepemilikan lannya. Dari kelima atribut pembentuk Brand equity, Kim dan Kim 2004 hanya
mengadopsi keempat saja, yaitu Brand loyalty, Perceived quality, brand association dan Brand awareness. Untuk atribut asset kepemilikan other
proprietary assets dinilai tidak relevan dalam pengukuran CBBE karena tidak memperngaruhi persepsi pelanggan terhadap keberadaan suatu merek.
Untuk mengetahui lebih jelas dari para ahli yang melakukan penelitian mengenai brand equity dapat dilihat pada definisi-definisi dan dimensi-dimensi
dibawah ini. Authors tahun:halaman
Definisi atas variable yang diteliti
Dimensi
Kim and
Cavusgil 2007:635
The definition of brand equity is” the sum.of
customers assessments of a brand’s intangible
qualities, positive
or negative”
Rust et al, 2004:3 - Brand
intangible positive
- Brand intangible
negative
Kim dan Cavusgil 2007:635 membahas tentang model pengembangan
dari Rust et al. 2004:3, dimana dimensi yang ditampilkan diambil dari
definisinya, yaitu brand intangible positive dan bran intangible negative.
Sementara itu Kayaman dan Arasli 2007:92-109 mengemukakan
tentang brand equity dapat dilihat pada table dibawah ini.
Authors tahun:halaman Definisi atas variable
yang diteliti Dimensi
Kayaman dan
Arasli 2007:95
Customer based-brand
equity is measured by breaking it down into sub
component and testing the relations between
these sub components. - Perceived Quality
- Brand Awareness - Brand Image
- Brand Loyalty
Kayaman dan Arasli
2007:95 mengembangkan model brand equity dari
model Aaker 1991:4, dimana dimensinya ada 4 empat yaitu perceived quality,
brand awareness, brand association dan brand loyalty.
Authors tahun:halaman Definisi atas variable yang
diteliti Dimensi
Tong dan
Hawley 2009:264
The definition of brand equity
means that
customers have
high brand-name
awareness, maintain
a favorable
brand-image, perceive that brand is of high quality,
and are loyal to the brand”
- Perceived Quality - Brand Awareness
- Brand Association - Brand Loyalty
Tong dan Hawley 2009:264 mengembangkan model brand equity dari
model Aaker 1991:4, dimana dimensinya adalah perceived quality, brand
awareness, brand association dan brand loyalty.
Authors tahun:halaman
Definisi atas variable yang diteliti
Dimensi
Fung So and King, 2010: 594
Brand equity
as relationships between the
components six
key component
are represented
by both
dotted lines secondary influenceimpact
and bold
lines primary
influenceimpact. - Brand Equity
- Brand Awareness - Brand Meaning
- Companys presented Brand
- External Brand
Communications - Customer Experience
with company
Fung So dan King
2010:593 pertama membahas brand equity yang
dikembangkan oleh Berrys 2000:129 dari model Aaker 1991:4. Dalam
pengembangan modelnya, Berry mengaitkan ekuitas merek dengan pelayanan organisasi di hotel atau yang disebut service brand equity model. Dalam
pengembangan modelnya digambarkan ada enam komponen utama yaitu, ekuitas merek brand equity, kesadaran merek brand awareness, arti merek brand
meaning, merek yang disajikan perusahaan company’s presented brand,
komunikasi merek eksternal external brand communications dan pengalaman pelanggan dengan perusahaan customer experience with company.
Menurut Berrys 2000:129 merek yang kuat merupakan persyaratan
untuk mengurangi tantangan pelanggan ketika akan membuat keputusan pembelian di hotel. Oleh karena itu, bagi pelanggan hotel, sebuah layanan merek
yang kuat tidak hanya berfungsi sebagai janji untuk kepuasan pelanggan di masa depan, tetapi dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terkait dengan
pembelian, dan memungkinkan mereka untuk memvisualisasikan serta memahami produk-produk yang tidak berwujud dari hotel seperti keramahan.
Kemudian Fung So dan King 2010:593 mengembangkan sendiri model dari Berrys
2000:129 dengan nama “Graphical depiction of the path results within the model
”.
Authors tahun:halaman
Definisi atas variable yang diteliti
Dimensi
Mourad dan
Christine Ennew 2011:404
Brand Equity is a set of assets
such as
name awareness,
loyal customers,
perceived quality, and
associations that
are linked to the brand and
add value to the product or service being offered.
Aaker 1991:4
- Brand name awareness - Brand associations
- Perceived quality - Brand loyalty
Mourad 2010:404 meneliti brand equity di perguruan tinggi di Mesir,
dimana tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pemahaman akademis tentang brand equity pada perguruan tinggi dan mengeksplorasinya dalam praktek
manajemen.
Mourad 2010:404 menggunakan istilah brand yang mengutip definisi
antara lain dari Aaker 1991:4, yakni a brand as a logo, name or even a package
that differentiates the product or services of defferent providers. Sementara untuk
definisi brand equity Mourad 2010:404 juga menggunakan konsep dari Aaker
1991:4 sebagai suatu konsep multidimensional atau dapat dianggap sebagai konsep dari sejumlah perspektif-perspektif berbeda, termasuk pasar-pasar
financial, konsumen, perusahaan, karyawan dan saluran komunikasi. Secara lebih
luas Aaker 1991:4 mendefinisikan brand equity
sebagai berikut :”as a set of assets such as a name awareness, loyal customers, perceived quality, and
associations, that are linked to the brand and add value to the product or service being offered
”. Konsep brand equity pada dasarnya telah berkembang lama namun
demikian model yang popular dan menjadi acuan pengembangan model
selanjutnya adalah model yang dikembangkan oleh Aaker dan Keller 1990.
Model ini didasarkan pada evaluasi sikap konsumen terhadap brand equity brand awareness, perceived quality, brand associations, dan brand loyalty,
kerangka model dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.5 Elemen Brand Equity Aaker :1991
Dalam studi tentang merek hotel yang telah disebutkan sebelumnya,
Model Aaker 1991:4 adalah yang paling umum diadopsi kerangka kerjanya.
Berbeda dengan model lainnya, dimana model ini merangkum aspek yang berbeda dari merek ke dalam sejumlah kecil dimensi yang terukur, dan menyederhanakan
proses pengukuran konsep ekuitas merek. Selanjutnya Aaker 1991:4
berpendapat bahwa modelnya dapat diterapkan baik pada perusahaan manufaktur produk maupun jasa. Akan tetapi efek dari unsur-unsur bauran pemasaran,
selain promosi iklan, pada ekuitas merek tidak disebutkan. Model Aaker lebih merupakan untuk ukuran hasil, sebagai lawan dari
proses. Namun dari sudut pandang praktis, model ini memberikan indikasi yang minimal untuk para manajer merek di dalam membuat strategi pemasaran
misalnya iklan, promosi, publisitas atau meningkatkan layanan pelanggan, karena itu model ini harus diadopsi untuk menumbuhkan ekuitas merek.
Sementara Keller 1998, dalam pengembangan Modelnya menjelaskan
tentang pengetahuan merek pelanggan brand knowledge yang berkaitan dengan
barang maupun jasa. Sebagai contoh, Keller 1998 menganjurkan bahwa alat dan
tujuan seperti kemasan saluran distribusi, dan negara asal, dimana elemen yang berkontribusi terhadap pengetahuan merek brand knowledge merupakan kunci
untuk ekuitas merek brand equity. Meskipun elemen tersebut penting untuk produk manufaktur, walaupun mungkin tidak relevan dalam hal layanan. Dengan
demikian, tampak bahwa dasar dari model ini adalah lebih berbasis manufaktur, belum diterapkan pada industry jasa.
Untuk melihat secara detail dari pengembangan model Keller pada industry jasa hotel dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.6 Model Brand Equity Keller :1993
Selanjutnya Tong dan Hawley 2010:262-271 mengembangkan model Aaker dan Keller
1993 pada industry manufaktur pakaian olahraga di dua kota besar di China, yaitu Beijing dan Shanghai, dengan model pengembangan sebagai
berikut :
Gambar 2.7 Overall Brand Equity
– Model Tong dan Hawley 2010:262-271
Selanjutnya Fung So dan King 2010:589-608 pertama membahas
tentang brand
equity dari
model Berry
2000:129 dimana
dia mempertimbangkan pengembangan model brand equity yang khusus terkait
dengan pelayanan organisasi pada industry jasa khususnya hotel. Dalam pengembangan modelnya digambarkan ada enam komponen utama yaitu, ekuitas
merek brand equity, kesadaran merek brand awareness, arti merek brand meaning, merek yang disajikan perusahaan
company’s presented brand, komunikasi merek eksternal external brand communications dan pengalaman
pelanggan dengan perusahaan customer experience with company. Selanjutnya Berry mengemukakan tentang hubungan satu sama lain dari ekuitas merek brand
equity yang dikonseptualisasikan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain dengan garis putus-putus pengaruh sekunder dampak dan garis tebal
primer pengaruh dampak. Dalam pengembangan modelnya terlihat bahwa pada sumber data
sekunder dari brand equity dipengaruhi oleh brand awareness dan external brand communications. Keterkaitan ini memperlihatkan suatu hubungan yang tidak
langsung dari mulai komunikasi merek eksternal yang berorientasi pada manajemen, kemudian mempengaruhi kesadaran merek pelanggan yang pada
akhirnya mempengaruhi brand equity. Keterkaitan hubungan ini dimaksudkan untuk proyek imajinasi merek yang diinginkan, seperti promosi promotion,
komunikasi dari mulut ke mulut word of mouth serta publisitas publicity. Sedangkan keterkaitan pengaruh lainnya adalah antara brand equity dengan brand
meaning, dimana brand meaning merupakan sumber utama brand equity. Namun
demikian brand meaning juga ditentukan oleh customer experience with company. Disini customer experience with company tersebut juga sangat bergantung pada
kegiatan internal merek yang terfokus dalam, mengelola desain dan tata letak untuk pelayanan, perilaku merek yang konsisten yang mendorong pelayanan
karyawan serta memastikan relevansi dari layanan inti yang disediakan oleh perusahaan. Karena itu, internal manajemen merek dipromosikan sebagai bagian
penting dari strategi merek holistik, karena tanpa kemampuan organisasi untuk memberikan janji merek, kegiatan merek eksternal maka kegiatan ini
kemungkinan akan sia-sia. Untuk lebih jelasnya dari pengembangan model brand equity yang
dikemukakan Berry dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.8 Model Brand Equity Berry :2000
Penekanan Berry 2000:129 dalam konsep diatas yaitu pada customer
experience with company dimana company’s presented brand pada awalnya
dibentuk oleh departemen pemasaran melalui external brand communications, namun pada akhirnya terletak pada interaksi antara karyawan dan pelanggan serta
konsistensi pelayanan yang dikelola secara internal dalam perusahaan jasa. Dengan konsep ini dapat mengurangi biaya untuk memperoleh pelanggan baru,
karena manfaat utama dari mempertahankan pelanggan adalah bagaimana mengembangkan kemampuan dan keahlian ketika bertemu dengan pelanggan,
serta memberikan pelayanan yang lebih baik.
Model Berry 2000:129 juga mengalokasikan tanggung jawab bidang
manajemen dalam membangun layanan merek. Sebagai contoh, customer experience hotel yang dikelola oleh departemen operasional dapat meningkatkan
brand equity, walaupun brand awareness sangat dipengaruhi oleh company’s
presented brand yang dikelola oleh departemen pemasaran. Signifikansi dari segmentasi elemen berkontribusi terhadap brand equity
hotel yang terletak pada kemampuan untuk tidak hanya memahami tuas dari brand equity, tetapi yang lebih penting, adalah mengalokasikan tanggung jawab untuk
meningkatkan brand equity di seluruh organisasi hotel. Hal ini yang membuat
alasan Berry 2000:129 mengapa ia bertekad untuk menjadikan model
konseptual layanan merek merupakan model yang paling tepat untuk dikembangkan kerangkanya dalam mengeksplorasi brand equity terutama pada
industry hotel hingga saat ini.
Model penelitian Berry 2000:129 ini memberikan validasi empiris
layanan merek. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan membantu manajer merek hotel untuk mengembangkan dan mengevaluasi strategi merek serta
menavigasi pasar yang kompetitif terutama dalam mencari keunggulan kompetitif yang berbeda. Karena itu untuk mengukur dan mengingat enam konstruksi dari
Model Berry 2000:129 maka perlu merangkum customer experience dan
kualitas merek dalam menentukan brand equity. Kemudian validasi empiris dari model ini memerlukan sampel yang terdiri dari pelanggan hotel yang memiliki
pengalaman langsung dengan merek hotel.
2.1.3. Loyalitas Pelanggan