2 Pada tahun 1992, J.S.R. Jang mengembangkan sistem Neuro -fuzzy yang disebut
adaptive neuro fuzzy inference system ANFIS. ANFIS adalah jaringan adaptif yang berbasis pada fuzzy inference system sistem inferensi fuzzy.
Pada tahun 2003 Castelano dan kawan kawan menggunakan sistem Neuro-fuzzy yang disebut Kernel untuk mendiagnosa penyakit kulit.
Penelitian yang akan dilakukan ini memodelkan sistem Neuro-fuzzy yaitu ANFIS untuk diagnosa dan tatalaksana penyakit DBD.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membangun model Neuro-fuzzy yaitu ANFIS untuk diagnosa dan tatalaksana penyakit DBD.
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
a. Melakukan akuisisi pengetahuan pakar dengan wawancara menggunakan metode diskusi dan deskripsi masalah tentang penyakit DBD.
b. Melakukan inferensi dengan sistem inferensi fuzzy tipe Takagi-Sugeno. c.
Melakukan pembelajaran jaringan syaraf tiruan menggunakan algoritma pembelajaran hybrid.
d. Membangun model Neuro-fuzzy yaitu ANFIS untuk diagnosa dan tatalaksana penyakit DBD
e. Melakukan ujicoba model.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu sejawat dokter untuk mendiagnosa DBD secara klinis khususnya yang bekerja di Puskesmas yang sangat
terbatas fasilitas laboratorium pemeriksaan darah trombosit. Dengan lebih awal mendiagnosa penyakit DBD diharapkan kematian akibat terlambat dirujuk ke rumah
3 sakit dapat dikurangi dan langkah- langkah intervensi seperti gerakan pemberantasan
sarang nyamuk PSN maupun pengasapan fogging dapat lebih selektif, terarah dan tepat waktu.
Penelitian ini juga ingin menggugah sejawat dokter muda agar tertarik pada bidang Artificial Intelligence kecerdasan buatan. Bidang ini sangat kurang diminati
para dokter bahkan hampir tidak ada Fakultas Kedokteran di Indonesia yang mengajarkan apalagi memiliki jurusan di bidang ini.
1.5. Blok Diagram Sistem
Secara umum proses diagnosa dan tatalaksana penyakit DBD dapat digambarkan dengan blok diagram sistem sebagai berikut Gambar 1 :
Pemeriksaan Klinis : - demam
- uji tornikuet - pendarahan spontan
Pemeriksaan Laboratorium
darah trombosit
ANFIS
Terapi Tatalaksana
DBD
Hasil pemeriksaan trombosit
Gambar 1 Blok diagram sistem diagnosa dan tatalaksana demam berdarah dengue DBD
Demam Berdarah
Dengue
Pasien
4 BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue DBD
Dengue adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui nyamuk spesies Aedes Hendarwanto 1987. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi. WHO pada tahun 1975 menetapkan 4 kriteria klinis untuk diagnosa DBD sebagai berikut Hasan 1985 : 1. Demam tinggi
dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari. 2. Dijumpai manifestasi pendarahan, paling sedikit rumple leede test uji tornikuet positif dan terdapat salah
satu bentuk pendarahan yaitu pendarahan pada kulit petekia, purpura, ekimosis, pendarahan hidung epistaksis, pendarahan gusi, muntah berdarah hematemesis dan
berak berdarah melena. 3. Pembesaran hati hepatomegali dan 4. Shock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun tekanan sistolis kurang 80
mmHg, normal 120mmHg, kulit dingin dan lembab terutama ujung jari tangan dan kaki, penderita gelisah dan bibir kebiru-biruan sianosis.
Pemeriksaan laboratorium darah tepi penderita DBD dijumpai trombositopenia jumlah trombosit kurang 100.000mm3 dan dijumpai manifestasi hemokonsentrasi
yang ditandai dengan meningkatnya nilai hematokrit sebanyak 20 atau lebih dibandingkan dengan hematokrit pada masa konvalesen tenang.
Ditemukannya 2 atau 3 kriteria klinis pertama WHO disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup membuat diagnosa DBD Hasan 1985. Berdasarkan
kriteria di atas, maka WHO membagi derajat penyakit DBD dalam 4 kategori yaitu : Kategori 1. dijumpai demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
pendarahan adalah uji tornikuet positif. Kategori 2. adalah kategori 1 disertai pendarahan spontan seperti petekia di kulit, epistaksis atau pendarahan lainnya.
Kategori 3. adalah kategori 2 disertai kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, disertai kulit dingin, lembab dan penderita gelisah. Dan
kategori 4. adalah kategori 3 disertai shock berat dengan nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
5 Secara alamiah penyakit DBD mengalami perjalanan 4 tahap Sutaryo, 2004
yaitu 1 masa inkubasi selama 5-9 hari, pada masa ini tidak dijumpai gejala. 2 masa akut selama 1-3 hari, pada masa ini akan muncul gejala subjektif lemah, mual, muntah,
nyeri kepala, dll serta gejala objektif demam, flushing, bercak merah, pendaraha n spontan hidung, gusi, pencernaan, pembesaran hati. 3 masa kritis selama 1-3 hari,
pada masa ini dikuti gejala shock, kesadaran menurun, ekstremitas dingin, kulit lembab dan tekanan darah turun. 4 masa penyembuhan selama 1-2 hari, pada masa ini cepat
sekali membaik dan gejala hilang tetapi terkadang muncul bercak merah yang disebut rash rekovalesen.
Pemeriksaan uji tornikuet adalah menguji ketahanan kapiler darah dengan cara membendung pembuluh darah lengan atas dengan tekanan alat tensimeter yang
dipompa sampai tekanan 100mmHg dan dipertahankan selama 10 menit kemudian dilepas Gandasoebrata 1985. Dicari adanya bercak-bercak merah kecil yang disebut
petekia yang timbul dalam lingkaran bergaris 5 cm, kira-kira 4 cm dibawah lipatan dalam lengan foss a cubiti. Uji tornikuet positif bila ditemukan 10 petekia atau lebih
dalam lingkaran.
2.2 Sistem Fuzzy