Validitas Data v.s Kerja Model

55

6.5. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan membangun model Neuro-fuzzy yaitu ANFIS. Dari serangkaian masukan data input diperoleh keluaran berupa penyakit DBD atau bukan DBD. ANFIS adalah arsitektur yang secara fungsional sama dengan fuzzy rule base model Sugeno orde satu Jang et al. 1997. Pada fuzzy rule base masukan berupa data non fuzzy selanjutnya diubah menjadi data fuzzy oleh sistem. Penarikan kesimpulan ANFIS menggunakan Fuzzy inferensia sistem. Hasil penarikan kesimpulan merupakan data non-fuzzy. Data input dibedakan atas kriteria dan parameter. Kriteria adalah gejala klinis penyakit DBD yaitu demam, bercak di kulit, pendarahan spontan dan uji tornikuet. Kriteria klinis direpresentasikan sebagai data fuzzy. Masing-masing kriteria memiliki parameter yang mencerminkan keanggotaan pada himpunan fuzzy. Dalam sistem fuzzy keanggotaan ini direpresentasikan dalam membership function mf. Representasi keanggotaan dipengaruhi oleh jumlah dan tipe membership function mf yang digunakan. Nilai fungsi keanggotaan diperoleh berdasarkan wawancara dengan pakar.

6.5.1. Validitas Data v.s Kerja Model

Menetapkan diagnosa penyakit DBD di rumah sakit melalui beberapa tahap. Pada saat penderita masuk rumah sakit pertama kali yang dilakukan dokter adalah pemeriksaan klinis baik melalui wawancara anamnesa maupun pemeriksaan fisik. Kesimpulan awal pemeriksaan klinis menuntun dokter untuk menetapkan jenis pemeriksaan pendukung seperti pemeriksaan laboratorium. Selama dirawat di rumah sakit, dilakukan pengamatan perjalanan penyakit dengan cara melakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratoium. Dalam kasus DBD pemeriksaan serial laboratorium darah menyimpulkan apakah terjadi penurunan jumlah trombosit sebagai syarat ditegakkan diagnosa DBD. Seluruh rangkaian pemeriksaan klinis dan laboratorium selama dirawat di rumah sakit sampai penderita dinyatakan sembuh boleh pulang disimpulkan sebagai diagnosa tetap atau diagnosa keluar rumah sakit. 56 Diagnosa yang digunakan dalam sampel pada penelitian ini adalah diagnosa tetap atau diagnosa keluar rumah sakit sehingga data yang digunakan seluruhnya valid. Dalam pengujian data pada penelitian ini ditemukan 2 karakter berbeda. Hasil yang diperoleh dari pengujian data yang telah divalidasi jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari pengujian data yang tidak divalidasi. Kerja Model yang menggunakan arsitektur anfis pada penelitian ini sangat tergantung dari jenis data yang dimasukkan pada tahap pelatihan training dan aturan rule yang dibuat secara adaptiv pada saat pelatihan. Aturan dibuat berdasarkan input dan output data training yang dimasukkan. Sehingga konsistensi antara input dan output data training menentukan baik dan tidaknya aturan yang akan dibuat. Hal ini dibuktikan dalam penelitian ini bahwa data yang konsisten dengan aturan yang sudah diketahui dari pakar menghasilkan kinerja Model yang jauh lebih baik dari data yang tidak konsisten. Model yang dibangun pada penelitian ini menetapkan penyakit DBD berdasarkan pengamatan klinis penderita, sedang pada sampel penelitian diagnosa ditetapkan melalui rangkaian pemeriksaan lain yang lebih lengkap. Pada kasus penyakit DBD, kemunculan gejala klinis sendiri sangat tergantung pada tahap perjalanan penyakitnya. Mungkin saja seorang yang hanya panas tinggi pada tahap awal penyakit belum memunculkan gejala klinis lain seperti bercak atau perdarahan spontan, sedang pada pemeriksaan laboratium terlihat penurunan trombosit dan peningkatan hematokrit yang bermakna sehingga disimpulkan sebagai DBD sehingga seakan-akan terjadi ketidak-konsistenan data tadi. Padahal apabila penderita tersebut diamati tanpa diberikan pengobatan akan berlanjut ketahap berikutnya yang memunculkan tanda klinis yang lebih jelas. Dari penilitian ini diperoleh gambaran bahwa ANFIS dapat digunakan secara selektif untuk mendiagnosa penyakit DBD. ANFIS dapat digunakan dengan baik apabila terpenuhi kondisi minimal tertentu sesuai aturan yang sudah diketahui dari pakar. Dalam penelitian ini kondisi minimal tersebut adalah ditemukannya gejala demam dan paling sedikit ditemukan salah satu manifestasi pendarahan seperti bercak, pendarahan dan uji tornikuet. 57

6.5.2. Pengaruh jumlah membership function kriteria demam