Metode Pengolahan dan Analisis Data Sejarah Kawasan

3.5.2 Data Penunjang

Data untuk menunjang data pokok sehingga dapat menambah ketajaman serta informasi dalam menganalisis data untuk menghasilkan tujuan penelitian. Data dapat diperoleh dari data umum dari pihak terkait serta studi literatur dan pustaka.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan pada pendapat Miles dan Huberman 1992 dalam Sitorus 1998, bahwa analisis data kualitatif mencakup reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, ketiga jalur analisis data tersebut menjadi acuan dalam tulisan ini. Penelitian ini sudah berada pada kondisi jenuh, yaitu saat peneliti menanyakan kepada informan yang diwawancarai tentang informasi lain yang direkomendasikan, jawabannya tetap berkisar pada responden-responden sebelumnya yang sudah penulis wawancarai. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan lapang, wawancara mendalam dengan responden serta dengan studi pustaka dan literatur dianalisis berdasarkan tiga jalur analisis data kualitatif tersebut. Analisis data kuantitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Analisis data dilakukan melalui analisis stakeholder untuk mendapatkan hasil substantif. Reduksi data dilakukan dengan menyederhanakan data yang diperoleh dari lapangan dengan meringkas dan menggolongkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menajamkan dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga didapat data utama yang menjadi pokok penelitian serta mendapatkan kesimpulan akhir. Penyajian data dilakukan secara naratif deskriptif yaitu menyajikan data dengan menggunakan bagan dan tabel, untuk mempermudah pemahaman mengenai hasil analisis data yang telah diperoleh secara lebih terpadu. Penarikan kesimpulan dengan melakukan verifikasi data yaitu melakukan pemikiran ulang dan peninjauan ulang data untuk menarik kesimpulan. IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kawasan

Leuser berasal dari kata Leusoh dari bahasa Gayo yang berarti “diselubungi awan“. Lahirnya Taman Nasional Gunung Leuser berawal pada tahun 1920-an pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, melalui serangkaian proses penelitian dan eksplorasi seorang ahli geologi Belanda bernama F.C. Van Heurn di Aceh. Dalam perkembangannya muncul inisiasi positif yang didukung para tokoh masyarakat untuk mendesak pemerintah kolonial Belanda agar memberikan status kawasan konservasi wildlife sanctuary dan status perlindungan yang terbentang dari Singkil pada hulu Sungai Simpangkiri di bagian selatan, sepanjang Bukit Barisan, kearah lembah Sungai Tripa dan rawa pantai Meulaboh di bagian utara BBTNGL 2010. Secara yuridis formal keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser untuk pertama kali dituangkan dalam Pengumuman Menteri Pertanian Nomor: 811KptsUmII1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 lima Taman Nasional di Indonesia. Berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tersebut, ditunjuk luas TN. Gunung Leuser adalah 792.675 ha. Pengumuman Menteri Pertanian tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor: 719DjVII180, tanggal 7 Maret 1980 yang ditujukan kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa diberikannya status kewenangan pengelolaan TN. Gunung Leuser kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser. Sebagai dasar legalitas dalam rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 276Kpts-II1997 tentang Penunjukan TN. Gunung Leuser seluas 1.094.692 hektar yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara. Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03Menhut-II2007, saat ini pengelola TNGL adalah Unit Pelaksana Teknis UPT Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ditjen PHKA Kementrian Kehutanan yaitu Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser BBTNGL BBTNGL 2010.

4.2 Kondisi Umum Kawasan