Analisis ekonomi wilayah Taman Nasional (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser Nanggroe Aceh Darussalam)

(1)

TAMAN NASIONAL

Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Leuser,

Nanggroe Aceh Darussalam

M. S. KABAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :

ANALISIS EKONOMI WILAYAH TAMAN NASIONAL

(Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darussalam)

adalah hasil karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis dari Perguruan Tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2011

M. S. Kaban


(3)

Nasional Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darussalam (LUTFI IBRAHIM NASOETION sebagai Ketua dan AGUS PAKPAHAN sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Kegiatan masyarakat yang memanfaatkan zona penyangga (buffer zone) di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) memberikan pengaruh terhadap semakin berkurangnya persediaan alam maupun hasil hutan kayu dan bukan kayu yang mendorong masyarakat memasuki kawasan inti (wilderness zone), keadaan ini merupakan ancaman bagi kelestarian ekosistem yang seharusnya dapat dihindarkan. Tujuan penelitian untuk : (1) memberikan penilaian terhadap pemanfaatan produk kayu maupun bukan kayu dan (2) mengetahui sejauh mana besarnya kerugian yang akan diterima oleh masyarakat dengan pengorbanan zona penyangga.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) analisis manfaat-biaya yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha TNGL melalui pemanfaatan zona penyangga dengan alat ukur kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit/Cost Ratio (B/C Rasio) dan Internal Rate of Return (IRR) dan (2) analisis kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM) yang digunakan untuk mengetahui daya saing dan dampak kebijakan pemerintah.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) hasil analisis ekonomi manfaat dan biaya yang dilakukan dengan suku bunga (tingkat diskonto) pasar (18 persen) menunjukkan bahwa pengusahaan zona penyangga TNGL tidak layak untuk diusahakan. Namun dengan memberikan subsidi suku bunga sehingga tingkat diskonto turun menjadi 10 persen, hal tersebut menjadi layak untuk diusahakan. Akan tetapi pengusahaan tersebut cukup riskan karena hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa penurunan nilai manfaat bukan kayu sebesar 20 persen dapat menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak. Kelayakan usaha akan terjaga dengan baik, walaupun terjadi penurunan nilai manfaat bukan kayu 20 persen dan/atau kenaikan biaya operasional 20 persen, apabila subsidi suku bunga diberikan 11 persen (tingkat diskonto 7 persen) dan (2) hasil analisis kebijakan menunjukkan bahwa pengelolaan TNGL kurang kompetitif karena keuntungan finansialnya yang negatif. Namun pengelolaan tersebut efisien secara ekonomi, dimana untuk memperoleh tambahan satu rupiah output diperlukan tambahan biaya faktor domestik atau non-tradable lebih kecil dari satu rupiah. Temuan lain menunjukkan adanya kebijakan yang menyebabkan berkurangnya surplus produsen di mana kebijakan pemerintah menyebabkan pengelola mengeluarkan biaya lebih besar dari pada biaya imbangan pengelolaannya (opportunity cost). Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah hendaklah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga pelaksanaannya jangan sampai menimbulkan inefisiensi. Untuk itu, partisipasi masyarakat sangat diperlukan sejak penentuan kegiatan hingga pengelolaan serta pemantauan pelaksanaan kegiatan, sehingga kawasan penyangga TNGL di satu sisi mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan di sisi lain menopang kelestarian TNGL.

Kata Kunci : Analisis Ekonomi, Zona Penyangga TNGL, NPV, BCR, IRR, PAM, Subsidi Suku Bunga


(4)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik


(5)

NASIONAL

Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Leuser,

Nanggroe Aceh Darussalam

M. S. KABAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

Darussalam. Nama : M. S. Kaban Nomor Pokok : 88213

Program Studi : Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion

Ketua Anggota

Dr. Ir. Agus Pakpahan

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(7)

Malem Sambat Kaban (M.S. Kaban) dilahirkan di Kotamadya Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 5 Agustus 1958. penulis adalah putra kelima dari sebelas bersaudara dari keluarga Almarhum Abdul Manan Kaban (ayah) dan Sama Tarigan (ibu). Pada tahun 1984 penulis menikah dengan Nurmala Dewi dengan dikaruniai tujuh orang anak yang terdiri dari enam orang putra dan satu orang putri yaitu Nur Sabil Mahsyar Kaban, Abdul Mannan Akbar Kaban, Muhammad Amrin Salam Kaban, Ahmad Rizki Robbani Kaban, Muhammad Cholis Kamil Kaban, Rizal Maulana Muttaqin Kaban, dan Nur Rehulina Karima Kaban,

Pada Tahun 1977 penulis lulus dari Sekolah Menengah Tingkat Atas Negeri (SMAN) VII Medan dan pada bulan Maret 1978 diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Jayabaya di Jakarta kemudian lulus sebagai Sarjana Ekonomi pada bulan Oktober 1985.

Pada tahun 1988 penulis diberi kesempatan melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor dengan mengambil Progam Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Dalam rangka untuk menyelesaikan studi, penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ekonomi Wilayah Taman Nasional (Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darusalam) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion sebagai Ketua Komisi dan Dr. Ir. Agus Pakpahan sebagai anggota.

Sejak lulus sebagai Sarjana Ekonomi hingga kini penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Ibn Khaldun, Bogor. Pada Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2004 penulis dipilih menjadi anggota DPR RI yang kemudian pada Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2009 penulis diberi amanat menjadi Menteri Kehutanan pada Kabinet Indonesia Bersatu.


(8)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling tepat Penulis ucapkan kecuali ucapan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahman dan Rahim-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan program pendidikan strata dua (S2) ini.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu pelaksanaan studi ini mulai dari awal hingga penulisan akhir. Meski Penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu bukan berarti peranan mereka diabaikan. Prof. Dr. Ir. Lutfi Ibrahim Nasoetion selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Agus Pakpahan sebagai anggota Komisi Pembimbing telah memberikan pengarahan dalam perumusan masalah hingga penarikan kesimpulan serta memberikan bimbingan yang cukup intensif mengenai metode analisa dan kerangka pemikiran serta komentar dan pertanyaan yang diajukan semasa proses penulisan. Kepada Prof. Dr. Ir. Affendi Anwar, MSc, yang sebelumnya telah memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis. Untuk semua ini Penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tertinggi.

Kepada Prof Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. selaku Rektor Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan beserta jajarannya yang telah banyak memberikan perhatian dan bantuannya dalam proses penyelesaian studi ini maka dengan segala hormat Penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga.

Kepada Pimpinan Yayasan Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Rektor Universitas Ibn Khaldun Bogor yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 di IPB maka Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Kepada rekan-rekan staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Ibn Khaldun Bogor yang berkenan memberikan dorongan moril serta sumbangan pemikiran dan komentar yang sangat bermanfaat bagi upaya penyelesaian studi ini. Atas perhatian dan dukungan moril tersebut Penulis haturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tinggi.


(9)

Begitu pula halnya dengan almarhum Ayahanda Abdul Manan Kaban dan Ibunda Sama Tarigan yang telah berjuang keras mendidik dan membesarkan hingga saat ini, Penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga.

Tidak akan terlupakan pengorbanan dari istri tercinta Nurmala Dewi yang turut memberikan bantuan moril serta sumbangan tenaga khususnya pada saat pengetikan naskah hasil penelitian. Demikian juga anak-anak tercinta Nur Sabil Mahsyar Kaban, Abdul Mannan Akbar Kaban, Muhammad Amrin Salam Kaban, Ahmad Rizki Robbani Kaban, Muhammad Cholis Kamil Kaban, Rizal Maulana Muttaqin Kaban, dan Nur Rehulina Karima Kaban, yang selalu menjadi pelipur lara dikala dalam menghadapi kesulitan penulisan.

Atas semua dukungan dan bantuan baik moril maupun materiil yang telah Penulis rasakan tersebut kiranya hanya Allah SWT yang senantiasa memberikan ganjaran kebaikan bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Akhirnya Penulis berharap agar tesis ini yang berjudul Analisis Ekonomi Wilayah Taman Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Gunung Leuser, Nanggroe Aceh Darussalam) dapat memberikan manfaat bagi kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penilaian kualitas lingkungan hidup yang lebih alami. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna maka kritik dan saran yang bersifat membangun selalu penulis harapkan.

Bogor, April 211 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

vi viii ix I. PENDAHULUAN ...

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Kegunaan Penelitian ...

1 1 6 8 8 II. TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1.Taman Nasional ... 2.2.Kawasan Penyangga ... 2.3. Kerusakan Lingkungan ... 2.4. Eksternalitas ... 2.5. Manfaat Konsumsi, Penawaran dan Sosial Bersih ... 2.6. Identifikasi Nilai Ekonomi ... 2.6.1. Nilai Penggunaan Langsung ... 2.6.2. Nilai Penggunaan Tidak Langsung ... 2.6.3. Nilai Pilihan ... 2.7. Analisis Manfaat-Biaya ... 2.7.1. Metode Nilai Bersih Sekarang ... 2.7.2. Rasio Manfaat/Biaya ... 2.7.3. Metode Pengembalian Internal ... 2.8. Matrik Analisis Kebijakan ... 2.8.1. Analisis Keunggulan Kompetitif ... 2.8.2. Analisis Keunggulan Komparatif ... 2.8.3. Dampak Kebijakan Pemerintah ... 2.9. Partisipasi Masyarakat ... 2.9.1. Definisi Patisipasi ... 2.9.2. Jenis, Tipe, dan Tahapan Partisipasi ...

10 10 11 13 15 19 22 22 23 23 24 25 26 27 28 30 30 31 33 33 34


(11)

2.9.3. Pengembangan Partisipasi Masyarakat ... 2.10. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...

37 40 III. KERANGKA PEMIKIRAN ...

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 3.1.1. Metode Penilaian Ekonomi (Total economic value) ... 3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 3.3. Hipotesis ...

44 44 45 47 50 IV. METODE PENELITIAN ...

4.1. Metode Pungumpulan Data ... 4.1.1. Data Primer ... 4.1.2. Data Sekunder ... 4.2. Teknik Pengolahan Data ... 4.3. Metode Penentuan Nilai Ekonomi ... 4.4. Analisis Kelayakan Ekonomi ... 4.4.1. Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value) ... 4.4.2. Rasio Manfaat/Biaya (Net Benefit Cost Ratio) ... 4.4.3. Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) ... 4.4.4. Penentuan Tingkat Diskonto ... 4.4.5. Analisis Sensitifitas ... 4.5. Metode Matriks Analisis Kebijakan ... 4.5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif ... 4.5.2. Analisis Keunggulan Komparatif ... 4.5.3. Dampak Kebijakan Pemerintah ... 4.6. Batasan Penelitian ...

51 51 51 53 53 53 54 54 55 55 56 56 57 58 58 59 61

V. KEADAAN UMUM TAMAN NASIONAL GUNUNG

LEUSER (TNGL) ... 5.1. Riwayat Kawasan ... 5.2. Lokasi ... 5.3. Letak dan Batas ... 5.4. Keadaan Iklim ... 5.5. Kekayaan Flora dan Fauna ... 5.6. Keadaan Demografi ...

62 62 63 66 67 67 70


(12)

5.7. Keadaan Sosial ... 5.8. Keadaan Ekonomi ... 5.9. Perhubungan ... 5.10.Pola Zonasi TNGL ...

73 76 80 82 VI. KEKAYAAN HUTAN KAWASAN PENYANGGA ...

6.1. Produk Bukan Kayu ... 6.2. Pariwisata ... 6.3. Air ... 6.4. Produk Kayu ...

90 91 98 100 102 VII. ANALISIS PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

GUNUNG LEUSER (TNGL) ... 7.1. Identifikasi Pembiayaan ... 7.2. Identifikasi Manfaat ... 7.2.1.Sumber Produk Bukan Kayu. ... 7.2.2.Pariwisata ... 7.2.3. Air ... 7.3. Analisis Kelayakan Ekonomi ... 7.3.1. Analisis Manfaat Biaya ... 7.3.2. Analisis Sensitifitas ...

106 106 118 118 119 121 121 121 123 VIII .

ANALISIS MATRIK KEBIJAKAN ... 8.1. Konstruksi Matriks Analisis Kebijakan untuk Kawasan

TNGL ... 8.2. Dampak Kebijakan Pengelolaan Kawasan TNGL ... 8.3. Pentingnya Partisipasi Masyarakat ...

126

126 128 130 IX. KESIMPULAN DAN SARAN ...

9.1. Kesimpulan ... 9.2. Saran ...

136 136 141 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

144 149


(13)

DAFTAR TABEL

Nomer Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Fungsi, Kegunaan dan Sifat TNGL ... Matrik Analisis Kebijakan ... Jumlah Penduduk di Kawasan TNGL ahun 1990 ... Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kawasan TNGL Tahun 1990 .... Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kawasan TNGL Tahun 2000 ... Komposisi Sarana Ibadah dan Agama dalam Persen Tahun 1990 ... Fasilitas Pendidikan di Sekitar Kawasan Leuser Tahun 1990 ... Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis di Kawasan TNGL Tahun 1990 .... Penggunaan Lahan Penduduk Gunung Leuser Tahun 1990 ... Produksi Tata Guna Lahan Penduduk Gunung Leuser Tahun 1990 ... Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten Langkat

Tahun 1990 ... Potensi Zona Pemanfaatan. ... Tabel Aneka Jenis Tanaman Hias Kawasan Penyangga TNGL ... Jenis Produk Bukan Kayu yang Dimanfaatkan Masyarakat di TNGL Tahun 1999 ... Matriks Hubungan Produk-produk Lahan Penyangga terhadap

Lingkungan ... Daftar Nama-nama Kayu Jenis Komersil ... Taksiran Volume Kayu (m3

48 57 70 71 72 73 74 75 76 78 79 87 92 94 96 102 103 104 107 108 110 112 116 /ha) untuk Masing-masing Kelas, Diameter dan Kelompok Jenis ... Produksi Beberapa Komoditi Tanaman Perkebunan per hektar/tahun ... Biaya Pembangunan TNGL ... Rencana Tahapan Pengembangan... Rencana Pengembangan Tahunan ... Daftar Anggaran TNGL dari APBN, World Bank dan Provisi

Sumberdaya Hutan (PSDH) ... Rekapitulasi Biaya Pengusahaan TNGL Tahun 1980/1981 hingga 1989/1990 ...


(14)

24. 25. 26. 27. 28. 29.

Kerugian Akibat Bencana Alam ... Ramalan pengunjung TNGL ... Hasil Analisis Manfaat-Biaya TNGL ... Hasil Analisis Sensitifitas ... Matrik Analisis Kebijakan Pengelolaan TNGL (Rp/Tahun) ... Indikator Matrik Analisis Kebijakan ...

117 120 123 124 126 127


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomer Halaman 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kurva Permintaan Individu Terhadap Manfaat Produk ... Kurva Penawaran Manfaat Individu ... Teknik Penilaian Produk Non Timber ... Kerangka Pemikiran Konseptual ... Peta Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser ... Pegunungan di Kawasan TNGL ... Sungai Alas di Aceh Tenggara ...

20 21 45 49 63 64 65


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomer Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Perhitungan Manfaat Produk Bukan Kayu di TNGL ... Perhitungan Manfaat Pariwisata terhadap TNGL ... Perhitungan Manfaat Air di TNGL ... Analisis Manfaat-Biaya Kondisi Awal (Suku Bunga Pasar) dengan Discount Rate 18% ... Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Suku Bunga Discount Rate 10% ... Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Suku Bunga Discount Rate 7% ... Analisis Manfaat-Biaya Tanpa Subsidi Suku Bunga (Discount Rate 18%) dan Manfaat Produk Bukan Kayu Turun 20% ... Analisis Manfaat-Biaya Tanpa Subsidi Bungai (Discount Rate 18%) dan Biaya Operasional Naik 20% ... Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsisi Bunga (Discount Rate 10%) dan Manfaat Bukan Kayu Turun 20% ... Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Suku Bunga (Discount Rate 10%) dan Biaya Operasional Naik 20% ... Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsisi Suku Bunga (Discounte Rate 10%) dan Manfaat Produk Bukan Kayu Turun 20% dan Biaya

Operasional Naik 20% ... Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Suku Bunga (Discount Rate 7%) dan Manfaat Produk Bukan Kayu Turun 20% ... Analisis Manfaat-Biaya denan Subsidi Suku Bunga (Discount Rate 7%) dan Biaya Operasional Naik 20% ... Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Suku Bunga (Discount Rate 7%) dan Manfaat Produk Bukan Kayu Turun 20% dan Biaya

Operasional Naik 20% ... Analisis Finansial dan Ekonomi Pengelolaan TNGL ... Matrik Analisis Kebijakan Pengelolaan TNGL ...

150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165


(17)

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kemakmuran ini dinilai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, sedangkan kesejahteraan masyarakat diketahui dari tingkat harapan hidup (life expectation). Namun pada beberapa tahun belakangan ini pendekatan pembangunan ekonomi mulai mengikutsertakan persoalan kelestarian lingkungan dan kualitas hidup manusia.

Penyertaan kelestarian lingkungan dan kualitas hidup manusia dalam pembangunan ekonomi didasarkan pada pemikiran bahwa sumber-sumber alam yang tersedia saat ini tidak hanya untuk generasi sekarang, akan tetapi harus dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Terpeliharanya sumber daya alam juga merupakan modal utama bagi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Pengalaman dari beberapa negara berkembang dalam pembangunan perekonomiannya cenderung mengabaikan kelestarian lingkungan sumber daya alam dan kualitas manusia. Situasi ini menimbulkan bahaya erosi, banjir, dan sedimentasi. Akibat lebih lanjut ialah semakin mahalnya biaya pembangunan serta hilangnya kenyamanan.

Adapun kelompok masyarakat yang paling merasakan beban penderitaan yang berat adalah kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah dan penduduk yang menggantungkan kelangsungan hidupnya pada kekayaan sumber


(19)

daya alam berupa produk-produk bukan kayu seperti rotan, durian, kayu manis dan sebagainya.

Demi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan di segala bidang, diperlukan suatu kebijakan dari pemerintah yang bertujuan melestarikan lingkungan. Hal ini berguna agar segala kekayaan alam yang tersedia seperti tanam-tanaman dan hasil hutan lainnya dapat memberikan manfaat sosial maupun ekonomi kepada masyarakat di sekitar kawasan konservasi (protected area) yang ditetapkan pemerintah seirama dengan konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pada konsep ini perlu diperhatikan adanya dua tujuan ganda yang harus dicapai yaitu:

a. Perlindungan dan pengawetan secara mutlak terhadap ekosistem.

b. Pemanfaatan secara terkendali dari ekosistem dan aneka ragam jenisnya tersebut sebagai sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat secara luas.

Bentuk kawasan konservasi yang dapat mewujudkan tujuan ganda tersebut salah satu di antaranya adalah dengan penetapan Taman Nasional (National Park). Dengan demikian berarti bahwa Taman Nasional adalah kawasan konservasi yang harus dikelola secara terpadu yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan dalam satu kesatuan pengelolaan (management unit). Berdasarkan Serikat Pelestarian Alam Internasional (IUCN) pada tahun 1969 tentang Taman Nasional sedunia yang kemudian ditetapkan pada tahun 1972, maka Taman Nasional dirumuskan sebagai berikut:

1. Taman Nasional harus memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik flora, fauna ekosistem maupun gejala alam yang utuh dan asli.


(20)

2. Tidak ada perubahan karena kegiatan eksploitasi dan pemukiman penduduk. 3. Kebijaksanaan dan pengelolaan Taman Nasional berada pada departemen

yang berkompeten dan bertanggung jawab.

4. Memberikan kesempatan pada pengembangan Taman Nasional (proyek) wisata alam, sehingga terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus untuk tujuan pendidikan ilmu pengetahuan, budaya bina cinta alam dan rekreasi.

Sampai dengan tahun 2001 Indonesia telah memiliki 34 unit Taman Nasional. Taman Nasional yang pertama adalah Taman Nasional Gunung Leuser, terletak di antara propinsi Sumatera Utara dan propinsi Daerah Istimewa Aceh. Taman ini ditetapkan berdasarkan SK Dirjen Perlidungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 56/kpts/VI-Sek 84.

Sesuai dengan asas pokok keunikan dan keaslian, Taman Nasional Gunung Leuser memiliki luas 1.094.692 ha yang terdiri dari 95 jenis flora dan 89 jenis fauna langka yang hampir mengalami kepunahan. Kawasan Taman Nasional juga memancarkan panorama serta pemandangan yang indah. Keindahan tersebut mengundang daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Dari keanekaragaman produk-produk alam yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser diperoleh manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung (direct benefit) didapatkan dari pengolahan, pemakaian produk kayu dan bukan kayu. Secara khusus pengolahan dan pemanfaatan produk-produk kayu diberikan kepada pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH), sedangkan produk-produk bukan kayu umumnya dimanfatkan oleh


(21)

masyarakat di sekitar kawasan ataupun kaum pendatang dari wilayah lain. Anggota masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan bukan yau sangat tergantung pada persediaan alamiah dan musim-musim tertentu. Hasil-hasil bukan kayu dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari maupun keperluan usaha perdagangan. Komoditas yang termasuk produk bukan kayu yaitu tanam-tanaman untuk obat-obatan, rotan, kemiri, durian, rambutan, manggis, rambe dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang diterima masyarakat berupa pemeliharaan stabilitas sumber mata air, keteraturan musim, penyediaan tempat rekreasi dan sebagai arena penelitian ilmu pengetahuan.

Nilai manfaat yang dihasilkan oleh Taman Nasional Gunung Leuser cukup besar mencakup daerah yang luas. Untuk mempermudah pengelolaan, pemerintah melakukan zonasi (pewilayahan) yang terdiri atas:

1. Mintakat Inti (Sanctuary Zone), merupakan daerah tertutup bagi pengunjung. Daerah ini hanya boleh dimasuki dengan izin khusus bagi kepentingan penelitian.

2. Mintakat Perlindungan (Wilderness Zone), merupakan daerah yang menjadi sasaran utama untuk dilestarikan mencakup areal yang paling luas ¾ dari seluruh kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Zone ini juga merupakan tempat tinggal, tempat mencari makan, tempat perlindungan dan tempat berkembang biak berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang berfungsi bagi kelestarian ekosistem.

3. Mintakat Pengembangan atau Mintakat Pemanfaatan (Intensive Zone), daerah ini sebagai wilayah yang diprioritaskan untuk kegiatan penelitian,


(22)

rehabilitasi satwa liar, pendidikan dan pusat pengunjung. Daerah ini meliputi bukit Lawang Baharok, Sekundur bagian utara dan Ketambe.

4. Mintakat Penyangga (Buffer Zone), merupakan daerah antara Taman Nasional dan tempat pemukiman yang lebarnya 5 sampai 10 km, dan berfungsi sebagai areal penghalang yang mencegah perluasan pemilikan tanah dan pengambilan hasil hutan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan maupun kepentingan perdagangan. Selain di dalam daerah penyangga ini, pembukan tanah untuk pertanian dan pemukiman tidak diperkenankan.

Dari seluruh zone yang telah ditentukan maka wilayah penyangga (buffer zone) merupakan zone (kawasan) yang secara langsung berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Masyarakat diberi kesempatan mengolah lahan dan memanfaatkan segala hasil-hasil hutan yang terdapat di dalamnya. Selaras dengan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat, sudah tentu menuntut tersedianya lahan olahan yang semakin luas dan permintaan akan hasil-hasil hutan semakin besar jumlahnya. Keadaan seperti itu mempercepat proses kelangkaan hasil-hasil bukan kayu dan menimbulkan ancaman kerusakan lingkungan. Resiko kerusakan dan ancaman lingkungan akan mengurangi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta berakibat pada biaya hidup yang semakin tinggi. Sedangkan upaya memperbaiki kerusakan yang terjadi di kawasan penyangga (buffer zone) membutuhkan waktu yang panjang serta biaya yang diperlukan juga tinggi.


(23)

1.2. Perumusan Masalah

Pihak pengelola Taman Nasional Gunung Leuser menetapkan areal seluas 299.448 ha sebagai kawasan penyangga (buffer zone). Kawasan ini berfungsi sebagai areal penghalang, pencegah perluasan pemilikan lahan dan pengambilan hasil-hasil hutan bukan kayu. Pada kawasan penyangga ini penduduk dibenarkan membangun perladangan dan kegiatan lainnya. Bagi penduduk di kawasan penyangga dan penduduk pendatang, segala kekayaan yang terdapat di dalamnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun kepentingan usaha perdagangan.

Perkembangan kegiatan dan pertumbuhan masyarakat yang memanfaatkan zona penyangga memberikan pengaruh terhadap semakin berkurangnya persediaan alam maupun hasil-hasil bukan kayu yang mendorong masyarakat memasuki kawasan inti (wilderness zone), keadaan ini merupakan ancaman bagi kelestarian ekosistem yang seharusnya dihindarkan. Beberapa indikasi yang mendorong masyarakat kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memperluas lahan sampai kawasan inti adalah:

1. Kepadatan penduduk yang mendiami kawasan penyangga (buffer zone) Gunung Leuser seperti di daerah lembah Alas yang dihuni oleh 21.713 kepala keluarga dengan kerapatan 118 sampai 331 orang/km2 dan dataran rendah Langkat dihuni oleh 287.162 orang atau 40.926 kepala keluarga dengan kerapatan penduduk 240 sampai dengan 275 orang/km2

2. Sebagian penduduk menggantungkan kehidupan mereka dalam bidang pertanian dengan cara-cara pertanian yang masih tradisional yaitu dengan berladang, maka dengan pertambahan penduduk dibutuhkan daerah


(24)

pertanian baru dengan jalan membuka tanah-tanah hutan dalam kompleks Taman Nasional Gunung Leuser.

3. Tumpang tindihnya peruntukan hutan antara kepentingan kawasan perlindungan dengan para pemegang HPH. Penduduk yang berada di daerah HPH keluar dan mencari tempat menetap di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Sementara lokasi HPH tersebut berada atau termasuk di dalam wilayah Taman Nasional Gunung Leuser.

4. Program pembangunan jalan antara Blangkejeren sampai Tapak Tuan Kotacane, Kappi Meluak dan kemudian dikembangkan menjadi alur daerah wisata pemandangan (scene road) mengundang kaum pendatang dan penduduk membangun perumahan di sepanjang jalur yang telah lancar dengan arus perhubungan.

Gambaran tersebut di atas meunjukkan bahwa besarnya beban yang diterima oleh kawasan penyangga (buffer zone) mengalami peningkatan terus-menerus. Beban tersebut akan mengurangi fungsi kawasan penyanga sebagai pencegah kerusakan ekosistem, dan menambah cepat punahnya berbagai produk hasil hutan bukan kayu yang menopang kebutuhan hidup baik untuk sehari-hari maupun untuk kepentingan ekonomi. Berkurangnya hasil hutan bukan kayu sudah jelas menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang memerlukannya dan pengurangan pendapatan bagi yang menggunakannya untuk kepentingan ekonomi. Sedangkan kerusakan tersebut menunjukkan adanya konflik kepentingan antara pengadaan kawasan penyangga (buffer zone) dengan pemberian izin mengambil dan memanfaatkan segala produk yang terdapat di dalamnya. Untuk memberikan penilaian apakah kawasan penyangga yang


(25)

berdampingan dengan penduduk mempunyai nilai manfaat ekonomi maupun manfaat sosial, diperlukan penilaian atau analisis ekonomi wilayah kawasan penyangga TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser). Analisis ini diperlukan untuk memahami apakah hasil keseluruhan yang ditawarkan oleh TNGL akan memiliki nilai economic of return yang tinggi?

Untuk mengetahui nilai manfaat kawasan TNGL yang dimaksud di atas, maka diperlukan informasi dasar tentang pengelolaan kawasan TNGL secara keseluruhan, diantaranya adalah:

1. Berapakah besarnya dana-dana yang telah dianggarkan atau dikeluarkan untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan lindung TNGL.

2. Sumber-sumber manakah yang paling besar memberikan sumbangan dalam usaha penyelamatan kawasan TNGL

3. Bentuk-bentuk kerugian apa saja yang diderita masyarakat dengan terjadinya perubahan kawasan TNGL sehingga mengurangi kesejahteraan masyarakat.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk memberikan penilaian terhadap pemanfaatan produk kayu dan bukan kayu.

2. Mengetahui sejauh manakah besarnya kerugian yang akan diterima oleh masyarakat dengan pengorbanan kawasan penyangga.


(26)

1.4. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi yang berharga terutama tentang hal-hal yang mempengaruhi keselamatan kawasan konservasi TNGL sebagi sumber yang dapat mempengaruhi kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Informasi hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi usaha pengembangan Taman Nasional Gunung Leuser baik untuk pelestarian produk bukan kayu maupun kayu. Sedangkan bagi pengelola Taman Nasional Gunung Leuser, dapat berperan sebagai alat penilai alternatif-alternatif pendayagunaan sumber-sumber anggaran.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taman Nasional

Taman nasional berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan RI No. 687/KPTS-II/1989 didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti dan atau zona-zona lain yang dimanfaatkan untuk tujuan ilmu pengetahuan, pariwisata dan rekreasi. Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, taman nasional adalah suatu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Sembiring, 2001).

Tujuan utama taman nasional adalah menjaga keutuhan keterwakilan ekosistem yang berarti melindungi ekosistem itu dari kerusakan dan merehabilitasi kembali apa yang sudah terlanjur rusak, selain itu harus ada upaya menghilangkan sebab kerusakan dan menghentikan kegiatan perusakan. Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata, sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan taman nasional meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Memperbaiki fungsi kawasan konservasi semaksimal mungkin sesuai dengan daya dukungnya.

b. Menciptakan hubungan antara konservasi dan kepentingan pembangunan melalui pengembangan budidaya pertanian dan perikanan dari aneka ragam jenis yang ada sebagai sumber plasma nutfah.


(28)

c. Meningkatkan pelayanan bagi pengunjung untuk memanfaatkan taman nasional baik untuk penelitian, wisata, pengambilan gambar dan penulisan untuk publikasi maupun kegiatan lainnya.

d. Membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar taman nasional antara lain dengan menyediakan lapangan kerja, memacu terciptanya jasa angkutan dan akomodasi serta mendorong pembangunan di berbagai sektor lainnya.

2.2. Kawasan Penyangga

Kawasan penyangga adalah suatu zona yang dialokasikan untuk tujuan sebagai pagar efektif bagi taman nasional dari gangguan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998, daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan taman nasional, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak, yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan taman nasional.

Penetapan tanah negara bebas maupun tanah yang dibebaskan dengan suatu hak sebagai daerah penyangka ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Bupati yang bersangkutan. Penetapan daerah penyangga dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak yang dimiliki oleh pemegang hak. Sementara itu pengelolaan daerah penyangga yang bukan kawasan hutan tetap berada pada pemegang hak dan tetap memperhatikan ketentuan yang ada yaitu secara ekologis masih mempunyai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.


(29)

Direktorat Perlindungan Hutan dan Pengawetan Alam menjelaskan bahwa kawasan penyangga merupakan suatu alat untuk:

a. Menentukan pemenuhan berbagai keperluan dasar masyarakat disekitarnya baik untuk makan, uang maupaun kesenangan atau rekreasi.

b. Menyelamatkan potensi taman nasional dari berbagai macam ganguan baik oleh manusia, ternak, maupun pencemaran lingkungan.

c. Mengembangkan dan membina hubungan antara masyarakat dengan alamnya yaitu mengusahakan adanya integrasi antara manusia dengan alam pada tingkat yang lebih baik.

d. Melindungi manusia dan daerah pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan sebagainya dari gangguana satwa liar.

e. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi melalui usaha tani yang intensif dan kesadaran masyarakat terhadap usaha pelestarian alam dan lingkungannya. f. Menumbuhkan, mengembangkan organisasi swadaya masyarakat dalam

kaitannya dengan usaha-usaha pelestarian sumberdaya alam.

Menurut Soekmadi (2005) daerah penyangga suatu taman nasional dapat dibagi menjadi dua macam yaitu daerah penyangga fisik dan daerah penyangga sosial. Daerah penyangga fisik maksudnya ditujukan untuk membentengi potensi taman nasional dan melindungi masyarakat dari gangguan yang datang dari taman nasional dimana juga diharapkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai areal pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat sekitar. Daerah penyangga sosial yaitu daerah penyangga yang merupakan wilayah binaan dimana sebagian besar kehidupan anggota masyarakat masih bergantung pada keberadaan potensi sumberdaya taman nasional.


(30)

2.3. Kerusakan Lingkungan

Beberapa dekade yang lalu, ada anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan penurunan kualitas lingkungan atau kawasan, secara kuantitatif semakin besar. Beberapa penelitian menunjukan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan atau kawasan yang disimpulkan oleh Maynard Hufscmidt tahun 1983 sebagai berikut:

a. Kurangnya pengawasan lingkungan terhadap pelaksanaan undang-undang perlindungan lingkungan.

b. Kelangkaan sumber keuangan dalam hubungan dengan kebutuhan sekarang yang merupakan kendala bagi keinginan untuk melindungi sistem alamiah. c. Luasnya kemiskinan masyarakat menghasilkan kegiatn-kegiatan yang

merusak lingkungan sistem alam jangka panjang.

d. Sering kali buruknya pembagian pendapatan mempengaruhi kualitas perencanaan program sebagai akibat pendapatan yang tidak mencukupi. e. Kesulitan dalam pengawasan lingkungan yang dipengaruhi oleh aktivitas

pembangunan sektor pribadi dan sektor publik, yang mana pengendalian kualitas sektor lingkungan oleh publik memiliki keterbatasan program.

f. Tidak cukup tersedianya para teknisi, administrasi dan ekonom dalam membuat perencanaan lingkungan.

g. Luasnya kegagalan pasar yang ekstensif memerlukan penggunaan harga bayangan penempatan pasar.

h. Kurangnya peran serta pengendalian kualitas lingkungan baik oleh masyarakat umum maupun oleh perusahaan pemerintah yang mengurangi efektifitas dalam implementasi.


(31)

i. Tidak cukup tersedianya data lingkungan baik dari segi ekonomi maupun sosial, termasuk di dalamnya kesulitan mengumpulkan dan memproses data masa lalu, sehingga membatasi kualitas analisa.

j. Luasnya perbedaan nilai budaya yang menambah kesulitan dalam memberi penilaian pada pengaruh kualitas lingkungan.

Sedangkan John A. Dixon (1989) menemukan bahwa perusakan lingkungan dan sumberdaya alam yang ada merupakan hasil suatu perencanaan proyek yang diperkenalkan oleh pembangunan ekonomi. Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa pemanfaatan lingkungan (environment) terganggu karena pemberian penilaian rent yang tinggi serta adanya pengaruh dari tingkat pendapatan masyarakat yang rendah.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, kebijaksanaan pembangunan nasional dalam GBHN merumuskan bahwa dalam pembangunan, sumberdaya harus digunakan secara rasional. Penggalian sumber-sumber daya alam tersebut harus didayagunakan agar sesuai dengan tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan menyeluruh dengan memperitungkan generasi yang akan datang. Resiko kerusakan fungsi sumberdaya lingkungan hidup berupa: a. Rusaknya berbagai sistem pendukung kehidupan vital bagi kehidupan

manusia, baik sistem biofisik maupun sosial.

b. Munculnya bahaya dalam bentuk ciptaan manusia seperti bahan berbahaya dan hasil-hasil bioteknologi.

c. Pengalihan beban resiko pada generasi yang akan datang atau kepada faedah yang lain.


(32)

Segala macam bentuk resiko tersebut merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor utama yaitu:

a. Pertumbuhan penduduk.

b. Pertumbuhan produksi untuk memenuhi kebutuhan penduduk.

c. Peran lembaga-lembaga masyarakat termasuk teknologi yang dikembangkan untuk memenuhi produksi.

Dengan beberapa penjelasan diatas, pembangunan jangka panjang menjamin tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari terpeliharanya suatu sistem lingkungan alam, serta rendahnya tingkat eksternalitas yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi.

2.4. Eksternalitas

Dalam suatu perekonomian modern setiap aktivitas mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya dan semakin modern suatu perekonomian semakin besar dan semakin banyak kaitannya dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang tidak melaui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas atau dengan kata lain yang dimaksud dengan eksternalitas hanyalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak terhadap orang lain atau


(33)

segolongan orang lain tanpa adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi produksi (Mangkoesoebroto, 2001).

Kegiatan masyarakat baik dalam bentuk memproduksi maupun mengkonsumsi barang dengan jumlah yang setinggi-tingginya bertujuan untuk meraih tingkat kepuasan yang tinggi. Usaha meningkatan kepuasan bertujuan pada pencapaian rasa bahagia ataupun kesejahteraan masyarakat. Pareto merumuskan bahwa kesejahteraan masyarakat telah mencapai optimum apabila kesejahteraan seseorang dapat ditingkatkan akan tetapi dengan mengurangi kesejahteraan orang lain. Selanjutnya pandangan Pareto disempurnakan oleh N. Kaldor dan JR.Hicks dengan compensation principle dimana intinya adalah bahwa keadaan masyarakat menjadi lebih baik apabila individu yang ingin mendapatkan manfaat lebih besar dengan menyebabkan pengorbanan pihak lain, dimana yang mendapatkan manfaat memberikan kompensasi kepada yang menderita pengorbanan dan masih ada kelebihan manfaat.

a. Kriteria kaldor menyatakan bahwa alokasi A dari segi seluruh masyarakat lebih baik dari pada B apabila yang mendapat manfaat A, karena alokasi A dapat memberikan kompensasi kepada yang dirugikan dan kedudukan A masih lebih baik dari pada B.

b. Kriteria Hicks dapat dirumuskan bahwa alokasi A dari segi seluruh masyarakat lebih baik dari B apabila yang menderita kerugian karena alokasi A tersebut tak dapat diberikan kompensasi oleh yang mendapatkan sehingga berubah dari B ke A.

c. Menurut Scitovsky dikatakan bahwa alokasi A bagi seluruh masyarakat lebih baik dari B, apabila yang memberikan manfaat dapat memberikan


(34)

kompensasi (bribe) pada yang mendapatkan kerugian dan menerima perubahan tersebut, sedangakan yang dirugikan tidak dapat menyuap (bribing) yang mendapatkan manfaat untuk mengadakan suatu perubahan.

Adanya pengorbanan yang diderita oleh suatu kelompok masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu proyek atau kegiatan dapat bersipat negatif atau positif, keadaan inilah yang sering disebut sebagai eksternalitas. Dengan demikian eksternalitas dikatakan ada bilamana kesejahteraan individu selain dipengaruhi oleh aktivitas yang dikendalikannya, juga dipengaruhi oleh aktivitas pihak lain.

Disamping pengaruh pemenuhan kebutuhan untuk mencapai kepuasan yang setinggi-tingginya, faktor lain yang mendorong eksternalitas disekonomi ataupun ekonomi juga akibat adanya suatu ketidak jelasan batasan (boundary) arti hak pemilikan, hal ini dapat dilihat dari pendapat J.H. Dales dalam tulisannya The Property Interpose and land, Waterland Ownership. Menyatakan bahwa dalam pemilikan terdapat hak-hak:

a Serangkaian hak untuk menggunakan barang dengan cara tertentu (dan serangkaian hak negatif atau larangan untuk mempergunakannya dengan yang lain).

b Hak untuk melarang orang lain menggunakan barang tersebut. c Hak untuk menjual milik tersebut.

Selanjutnya Dales juga menjelaskan bahwa pemilikan setiap asset mempunyai kaitan antara konsepsi hukum, ekonomi, sosiologi dan politik. Dimana asset dapat dianggap sebagai suatu kumpulan potensi untuk menghasilkan jasa kepuasan yang dapat dipergunakan dalam beberapa alternatif. Adapun bentuk pemilikan dapat dibagi menjadi:


(35)

a Hak pemilikan yang bersifat umum (common property)

Dimana dapat dipergunakan oleh setiap orang untuk berbagai keperluan tanpa adanya biaya yang harus dikeluarkan. Hak milik ini dapat cocok secara ekonomi jika biaya untuk mengawasinya lebih besar dari nilai penggunaanya. Ketidakmampuan menjaga pemilikan ini bisa dilihat dari segi ekonomi akan menimbulkan ketidakefisienan sehingga penggunannya melewati batas.

b Hak milik umum yang terbatas (restricted common property)

Pada umumnya asset milik umum dikelola oleh suatu badan publik atau pemerintah. Pemerintah dapat membatasi pengunaan hak milik dengan berbagai cara misalnya suatu danau hanya digunakan untuk bersampan tetapi tidak boleh untuk motorboat. Dalam hal asset tetap milik umum dalam arti bahwa setiap orang dapat mengunakannya sesuai dengan tujuan penggunaan.

c Hak pakai

Pemakai asset hanya dibatasi untuk orang-orang atau badan tertentu saja yang ditetapkan berdasarkan hukum. Dengan demikian pemilikan menjamin pemakai sesuatu asset sesuai dengan kewenangan atas pemilikan tersebut sebagaiman hukum positif. Hak pakai ini tidak dapat dipindahtangankan walaupun demikian hak yang diberikan terhadap suatu asset tersebut sudah mempunyai nilai, adanya hak untuk mencegah berkembangnya harga yang terkandung dalam hak tersebut.


(36)

d Hak milik penuh

Dalam hal ini hak milik dipindahtangankan, dan pemindahan hak suatu asset mengarah kepada terbentuknya harga yang sebenarnya karena pemindahan hak milik ini akan berganti menjadi harga. Sesuatu yang dimiliki dapat dihargai, dan sesuatu yang dihargai dapat dimiliki, tetapi hubungan fungsional antar harga dan milik sulit ditentukan secara tepat, oleh karena itu hak milik ini perlu diberi batasan karena ada kecenderungan dimana si kaya akan memakan si miskin.

Sejalan dengan adanya pemberian hak umum dan pemilikan dalam dunia nyata sering terjadi perbenturan kepentingan. Para pemegang hak milik penuh dapat mengunakan hak-hak tersebut sehingga mencapai kepuasan yang setinggi-tingginya. Pengusaha pabrik dapat membuang limbah industrinya kesungai-sungai milik umum, dan para penebang hutan maupun para peladang berpindah menikmati keuntungan dari hasil penjualan hutan. Aktivitas tersebut memberi pengaruh terhadap berbagai kepentingan sosial atau kesejahteraan masyarakat. Perbenturan kepentingan tersebut dirasakan sebagai beban bagi masyarakat dengan besarnya beban biaya yang ditimbulkan oleh berbagai pencemaran maupun perusakan ekosistem, serta menurunnya produktivitas di sektor produksi pertanian maupun disektor lainnya.

2.5. Manfaat Konsumsi, Penawaran dan Sosial Bersih

Secara lebih mendalam keputusan untuk mengalokasikan sumber daya alam yang maksimal untuk kesejahteraan sosial dapat diukur dari kesediaan membayar (willingness to pay) individu. Kesiapan individu mengeluarkan


(37)

sejumlah nilai tertentu adalah gambaran manfaat yang diperolehnya. Bila dijelaskan secara grafik, manfaat dapat diterangkan oleh kurva permintaan pada Gambar 1.

Melalui gambar tersebut, terlihat bahwa harga pasar dari manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam adalah P. Jika individu menginginkan untuk memperoleh sejumlah sumberdaya X maka ia akan membayar sebesar PX. Jika ingin mendapatkan X1 unit sumberdaya maka individu bersedia membayar P1 dan P2 untuk memiliki X2 unit sumberdaya alam. Dengan demikian jumlah kesediaan membayar untuk sumberdaya tersebut adalah daerah PD dibawah kurva permintaan. Sedangkan daerah PAP0 menunjukkan besarnya surplus konsumen untuk konsumsi sebesar X0. Sedangkan daerah 0X0AP menunjukkan daerah dimana konsumen bersedia membayar (total willingness to pay) untuk sejumlah X0

Gambar 1. Kurva Permintaan Individu Terhadap Manfaat Produk.

Sumber: Bann (1998) dan Tietenberg (2001).

unit sumberdaya alam (Tietenberg, 2001).

X0 X1 0

P0 P1 P2 P

S

D A

Harga

X2


(38)

Dengan cara yang sama melalui kurva penawaran individu yang ingin memanfaatkan produk lingkungan dapat direfleksikan biaya-biaya dari bahan baku atau sumber tersebut. Melalui Gambar 2 kurva penawaran manfaat A akan diterima dengan keseimbangan P0 X0. Jika produk lingkungan tersebut akan dipasarkan X1 unit maka harga yang didapat adalah sebesar P1. Selanjutnya jika produk lingkungan akan dijual X2 unit maka harga yang didapat adalah P2. Maka surplus produsen diperlihatkan oleh daerah PAP0 untuk banyak unit X0. Sedangkan daerah 0PAX0 menunjukkan total biaya yang dikeluarakan untuk X0

Gambar 2. Kurva Penawaran Manfaat Individu

Sumber: Bann (1998) dan Tietenberg (2001).

unit (Tietenberg, 2001).

Dari uraian sebelumnya maka penjumlahan surplus konsumen dengan surplus produsen untuk suatu perubahan manfaat pada suatu tingkat tertentu adalah merupakan manfaat sosial bersih (net social benefit). Manfaat bersih adalah manfaat yang melebihi dari biaya yang dikeluarkan yaitu daerah dibawah kurva permintaan yang berada diatas kurva penawaran.

X0 X1 X2

P P2 P1 P0

S

D A

Harga

Sumberdaya Alam 0


(39)

2.6. Identifikasi Nilai Ekonomi

Penilaian terhadap fungsi ekologi dari suatu ekosistem dan dampak potensial terhadap sistem adalah dengan menentukan biaya dan manfaat yang dapat dihitung dari berbagai akibat yang ditimbulkan oleh berbagai proyek, maka secara keseluruhan kawasan lindung, dalam hal ini Taman Nasional Gunung Leuser menawarkan beraneka manfaat bagi kehidupan sosial masyarakat maupun manfaat ekosistem. Menurut Bann (1998) penilaian ini dilakukan dengan menghitung total nilai ekonomi atau Total Economic Value (TEV) yang terdiri dari tiga kategori yaitu nilai penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value), dan nilai pilihan (option value).

2.6.1. Nilai Penggunaan Langsung (Direct Use Value)

Nilai penggunaan langsung merupakan suatu penilaian yang didapatkan dari penurunan penggunaan langsung dari suatu sumberdaya dengan kata lain adalah interaksi dari sumberdaya taman nasional dan jasa yang didapatkan dari taman nasional terhadap masyarakat pemanfaat. Penggunaan langsung ini dapat berupa kegiatan-kegiatan komersial maupun non komersial. Kegiatan non komersial biasanya sangat berperan bagi upaya masyarakat lokal atau setempat untuk bertahan hidup.

Penggunaan langsung lebih mudah untuk dilakukan penilaian karena relatif lebih jelas untuk dispesifikasi. Biasanya penilaian yang dilakukan dikaitkan dengan nilai pasar dari keuntungan yang didapatkan dari hasil produksi. Namun perhitungan dengan hanya menggunakan harga saja seringkali menghasilkan nilai


(40)

manfaat yang lebih rendah dari yang seharusnya karena tidak menghitung surplus konsumen. Metode lain yang dapat digunakan untuk untuk menilai penggunaan langsung adalah nilai korbanan tidak langsung (indirect opportunity cost), biaya pengganti tidak langsung (indirect substitute costs), dan biaya pengganti (replacement cost).

2.6.2. Nilai Penggunaan Tidak Langsung (Indirect Use Value)

Kategori nilai penggunaan tidak langsung dapat didefinisikan sebagai dukungan secara tidak langsung dan perlindungan terhadap aktivitas ekonomi serta kepemilikan yang dihasilkan oleh fungsi alamiah dari taman nasional dimana taman nasional memberikan jasa sebagai regulator lingkungan. Misalnya adalah fungsi kontrol taman nasional terhadap banjir yang dapat melindungi produksi pertanian, infrastruktur, nilai lahan, bahkan jiwa manusia (Tietenberg, 2001).

Penilaian terhadap fungsi lingkungan jarang yang mempunyai nilai pasar. Oleh karena itu penilaian terhadap penggunaan tidak langsung umumnya dipergunakan teknik penilaian non pasar (non market valuation techniques). Teknik penilaian ini diantaranya adalah dengan menghitung perubahan dalam produktivitas, contingent valuation, travel cost method dan hedonic priceing.

2.6.3. Nilai Pilihan (Option Value)

Nilai pilihan adalah suatu bentuk dari nilai penggunaan dimana penilaian ini terkait dengan penggunaan sumberdaya di masa yang akan datang. Nilai pilihan meningkat karena orang per orang atau individu menilai suatu pilihan manfaat sumberdaya alam tersebut akan digunakan pada waktu tertentu di masa


(41)

yang akan datang. Oleh karena itu ada tambahan nilai tertentu yang diberikan pada upaya pelestarian sistem alam dan sumberdayanya serta fungsi kegunaan di masa depan. Penilaian ini penting jika seseorang tidak yakin tentang nilai suatu sumberdaya di waktu yang akan datang tetapi percaya bahwa nilainya akan bertambah tinggi dan eksploitasi yang dilakukan saat ini mungkin tidak dapat dikembalikan ke situasi awal.

Sumberdaya suatu taman nasional mungkin saat ini dinilai lebih rendah dari yang seharusnya namun mungkin akan mendapatkan penilaian yang lebih tinggi dari sisi keilmuan, pendidikan, komersial dan penggunaan ekonomi lain. Begitu pula halnya dengan fungsi sebagai regulator lingkungan dimana kepentingannya meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan pembangunan ekonomi dan penyebarannnya di dalam suatu wilayah.

2.7. Analisis Manfaat - Biaya

Prinsip yang ideal dalam kebijaksanaan penggunaan barang sumberdaya alam adalah membuat pengeluaran-pengeluaran bagi setiap tujuan sedemikian rupa sehingga manfaat (benefit) dari penggunaan satuan rupiah yang terakhir lebih besar dari pada atau paling tidak sama dengan hilangnya manfaat dari kegiatan kegiatan lain karena pengeluaran tersebut.

Jika menyamakan tambahan manfaat (marginal benefit) dengan tambahan biaya (marginal cost), maka berarti tercapainya pemecahan dua masalah alokasi faktor-faktor produksi yang maksimal dalam kegiatan pengambilan sumberdaya alam tersebut. Hal ini berarti bahwa terpenuhinya suatu keadaan dimana setiap kegiatan pengambilan sumberdaya alam menghasilkan suatu manfaat yang paling


(42)

tidak sama dengan nilai barang-barang yang hilang dari kegiatan yang sama pada saat yang akan datang. Dengan demikian manfat dari tambahan kegiatan pengambilan sumberdaya alam akan melebihi atau paling tidak sama dengan biaya alternatif (opportunity cost).

Analisis biaya-manfaat pada prinsipnya memiliki dua pendekatan yaitu finansial dan ekonomi dimana dibedakan berdasarkan siapa yang berkepentingan langsung dalam kegiatan investasi. Analisis finansial mengutamakan pada hasil dari modal yang ditanamkan dalam proyek dan merupakan penerimaan langsung bagi pihak yang terlibat dalam pengelolaannya. Analisis ini dilakukan jika yang bersangkutan langsung dalam manfaat dan biaya adalah individu atau kelompok individu yang bertindak sebagai investor dalam suatu kegiatan investasi.

Analisis ekonomi dilakukan jika yang berkepentingan langsung dalam manfaat dan biaya kegiatan investasi adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam analisis ini yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat bersih yang didapat dari semua sumber yang dipakai untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut. Analisis manfaat-biaya untuk penggunaan sumber-sumberdaya alam dan lingkungan dapat menggunakan metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Ratio Benefit Cost (B/C Rasio).

2.7.1. Metode Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value)

Nilai bersih suatu proyek menurut Mangkoesoebroto (2001) adalah merupakan nilai dari suatu proyek setelah dikurangkan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun yan


(43)

bersangkutan dan didiskontokan (discounted) dengan tingkat bunga yang berlaku. Penentuan NPV dari suatu proyek menunjukkan ukuran besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima proyek pada akhir periode umur proyek tersebut. NPV dapat dirumuskan sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2001):

t t t i C B i C B i C B i C B C B NPV ) 1 ( ... ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 3 3 3 2 2 2 1 1 0 0 + − + + + − + + − + + − + −

= atau:

= + − = n t t t t i C B NPV

1 (1 )

Keterangan:

NPV : nilai bersih, yaitu manfaat dikurangi biaya pada tahun ke t t : tahun

i : tingkat bunga B : manfaat C : biaya

Suatu proyek dinyatakan layak jika NPV-nya bernilai positif sedangkan jika bernilai negatif maka proyek tersebut tidak layak diusahakan.

Penentuan tingkat bunga sangat penting dalam perhitungan nilai bersih sekarang maka pemilihan tingkat bunga harus mencerminkan biaya korbanan penggunaan dana. Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan menyebabkan nilai NPV menjadi terlalu rendah untuk proyek yang memberi hasil dalam jangka waktu lama begitu pula sebaliknya.

2.7.2. Rasio Manfaat – Biaya (Net B/C Ratio)

Metode rasio manfaat-biaya adalah suatu cara untuk mengevaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai sekarang dari seluruh hasil yang diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek tersebut. Analisis ini menggunakan rumus sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2001):


(44)

= = + + = n t t t n t t t i C i B C B 1 1 ) 1 ( ) 1 ( / Keterangan:

B/C : rasio manfaat-biaya bersih t : tahun

i : tingkat bunga B : manfaat C : biaya

Suatu proyek dilaksanakan bila rasio manfaat bersih nilainya lebih besar dari pada satu. Namun menurut Mangkoesoebroto (2001) metode ini mempunyai kelemahan antara lain tidak adanya pedoman yang jelas mengenai hal-hal yan masuk sebagai perhitungan biaya atau manfaat dan kemungkinan terjadinya manipulasi.

2.7.3. Metode Pengembalian Internal (Internal Rate of Return)

Metode pengembalian internal menghitung tingkat diskonto yang menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Metode IRR dapat dirumuskan sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2001):

0 ) 1 ( ... ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 3 3 3 2 2 2 1 1 0

0 + =

− + + + − + + − + + − +

t tt

i C B i C B i C B i C B C B atau ) ( * 2 1

2 1

1

1 i i

NPV NPV

NPV i

IRR

     − + = Keterangan:

IRR : nilai pengembalian investasi tahun ke t t : tahun


(45)

B : manfaat C : biaya

NPV1 : NPV positif pada suku bunga i1

NPV2 : NPV positif pada suku bunga i2

i1 : suku bunga lebih rendah

i2 : suku bunga lebih tinggi

Investor akan melaksanakan proyek jika tingkat pengembalain (r) lebih besar dari pada tingkat bunga (i). Menurut Mangkoesoebroto (2001) investor lebih sering melihat IRR untuk keputusan investasinya karena lebih mudah untuk dibandingkan antar proyek.

Selanjutnya dinyatakan bahwa walaupun analisis manfaat-biaya merupakan suatu alat penilaian akan tetapi analisis ini tidak harus digunakan sebagai alat penyaring untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu proyek pemanfaatan sumberdaya alam. Namun demikian di dalam prakteknya justru sering dimanfaatkan sebagai alat analisis. Analisis manfaat-biaya lebih banyak melihat suatu proyek dari segi efisiensi.

2.8. Matrik Analisis Kebijakan

Pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau intervensi pemerintah serta dampaknya dalam pengusahaan berbagai aktivitas usaha, pengolahan, dan pemasaran secara keseluruhan dan sistematis. Model PAM didasarkan pada dua bentuk identitas yang menunjukkan profitabilitas dan perbedaan antara nilai privat dan sosial dimana dapat menganalisis tiga hal yaitu keuntungan (privat dan sosial), daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif), dan dampak kebijakan.


(46)

Secara tradisional metode empiris yang banyak digunakan untuk estimasi PAM adalah estimasi permintaan dan penawaran. Model ini dapat menunjukkan profit dan dampak penyimpangan yang terjadi karena distorsi kebijakan dan kegagalan pasar (Ahmad dan Martini, 2000). Asumsi-asumsi yang digunakan adalah:

1. Perhitungan berdasarkan harga privat (private cost) yaitu harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang terjadi setelah adanya kebijakan pemerintah.

2. Perhitungan berdasarkan harga sosial (social cost) atau harga bayangan (shadow price) yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan pemerintah.

3. Output bersifat tradable sedangkan input dapat dipisahkan berdasarkan komponen tradable dan non-tradable.

4. Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan.

Metode PAM umumnya digunakan pada sistem komoditas dengan berbagai wilayah, tipe usahatani, dan teknologi. PAM adalah suatu matriks yang disusun dengan memasukkan komponen-komponen utama berupa penerimaan, biaya dan keuntungan. Berdasarkan matrik PAM dapat dilakukan beberapa analisis yaitu analisis keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif, dan dampak kebijakan pemerintah.


(47)

2.8.1. Analisis Keunggulan Kompetitif

1. Keuntungan Privat (Privat Profitability = PP)

Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari suatu sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input, dan transfer kebijakan yang ada.

2. Rasio Biaya Privat (Private Cost Ratio = PCR)

Rasio ini adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat. Nilai rasio ini menggambarkan berapa banyak sistem komoditi tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik, dan tetap dalam kondisi kompetitif saat break event setelah membayar keuntungan normal. PCR menunjukkan kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga privat.

2.8.2. Analisis Keunggulan Komparatif

1. Keuntungan Sosial (Social Profitability = SP)

Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem komoditi pada kondisi dimana tidak ada divergensi, dan penerapan kebijakan efisien.

2. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost Ratio=DRC) Rasio ini adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah dalam harga sosial. DRC merupakan indikator kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga sosial.


(48)

2.8.3. Dampak Kebijakan Pemerintah 1. Kebijakan Output

a. Output Transfer (OT)

Selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat dengan penerimaan yang dihitung atas dasar harga sosial (bayangan). Nilainya menunjukkan keberadaan kebijakan pemerintah yang dapat diterapkan pada output sehingga terdapat perbedaan pada harga output privat dan sosial.

b. Nominal Protection Coefficient on Tradable Output (NPCO)

Rasio penerimaan yang berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang berdasarkan harga sosial yang merupakan indikasi dari transfer output. Nilainya menunjukkan dampak kebijakan yang menyebabkan divergensi antara harga privat dan harga sosial terhadap harga output (kegagalan pasar yang tidak dikoreksi oleh kebijakan efisiensi).

2. Kebijakan Input a. Input Transfer (IT)

Selisish antara biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga privat dengan biaya input yang dapat diperdagangkan pada harga sosial. Nilainya menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable.

b. Nominal Protection Coefficient on Tradabel Input (NPCI)

Rasio antara biaya input tradable berdasarkan harga privat dengan biaya input berdasarkan harga bayangan yang mengindikasikan adanya transfer input.


(49)

c. Factor Transfer (FT)

Nilai yang menunjukkan perbedaan harga privat dengan harga sosial yang diterima produsen untuk pembayaran faktor-faktor produksi yang diperdagangkan. nilai ini memperlihatkan adanya kebijakan pemerintah terhadap produsen dan konsumen yang berbeda dengan kebijakan pada input tradable.

2. Kebijakan Input-Output

a. Effective Protection Coefficient (EPC)

Koefisien proteksi efektif adalah analisis gabungan antara koefisien output nominal dengan koefisien input nominal. Besarannya menunjukkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif.

b. Net Transfer (NT)

Transfer bersih adalah selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungaan bersih sosialnya.

c. Profitability Coefficient (PC)

Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. Nilainya menunjukkan dampak insentif dari semua kebijakan (harga output, harga input, dan faktor domestik).

d. Subsidy Ratio to Producer (SRP)

Rasio subsidi produsen adalah proporsi dari penerimaan totap pada harga sosial yang diperlukan jika subsidi sebagai satu-satunya kebijakan yang digunakan untuk menggantikan seluruh kebijakan.


(50)

2.9. Partisipasi Masyarakat 2.9.1. Definisi Partisipasi

Secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam suatu pelaksanaan kegiatan. Menurut Mubyarto (1984), partisipasi dapat diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan diri sendiri. Partisipasi disini umumnya dikaitkan dengan upaya mendukung program pemerintah.

Terdapat dua jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat. Pertama adalah definisi yang diberikan oleh perencana pembangunan formal di Indonesia dimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah dukungan rakyat terhadap proyek pembangunan yang dirancak dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Kedua adalah definisi yang berlaku universal dimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut definisi ini tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibanguan di wilayah mereka (Soetrisno, 1995).

Definisi lain menurut Hadi (1995) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat ikut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ditinjau dari segi kualitas, partisipasi dianggap


(51)

sebagai masukan kebijakan, strategi, komunikasi, media pemecahan publik, dan terapi sosial.

Menurut Soetrisno (1995) dari sudut pandang sosiologis, partisipasi yang diartikan hanya sebagai dukungan masyarakat terhadap program pembangunan yang sudah dirancang dan ditetapkan tujuannya sebelumnya bukan merupakan partisipasi masyarakat melainkan mobilisasi masyarakat dalam pembangunan. Mobilisasi masyarakat dalam pembangunan hanya dapat mengatasi permasalahan pembangunan dalam jangka pendek. Pengertian partisipasi masyarakat yang sebenarnya diharapkan dalam pembangunan adalah keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat secara aktif baik secara moril maupun materil dalam program pembangunan untuk mencapai tujuan bersama yang didalamnya menyangkut kepentingan individu.

2.9.2. Jenis, Tipe, dan Tahapan Partisipasi

Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan sekaligus juga sebagai keluaran atau sasaran dari pelaksanaan pembangunan (Harahap, 2001). Partisipasi dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, tipe dan tahapan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dibagi lima. Pertama, ikut memberikan masukan dalam proses pembangunan, menerima imbalan atas masukan tersebut, dan menikmati hasil pembangunan. Kedua, ikut memberikan masukan dan ikut menikmati hasil pembangunan. Ketiga, ikut memberikan masukan dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan. Keempat, menikmati hasil pembangunan tanpa memberikan masukan. Terakhir,


(52)

memberikan masukan tanpa menerima imbalan dan tidak ikut menikmati hasil pembangunan.

Tipe partisipasi menurut Pretty dalam

1. Partisipasi Pasif

Harahap (2001) dikelompokkan menjadi tujuh jenis yaitu:

Partisipasi masyarakat dengan diberitahu tentang hal-hal yang sudah jadi yang merupakan tindakan sepihak dari administratur atau manajer proyek tanpa menghiraukan tanggapan masyarakat. Sumber informasi yang dihargai hanya pendapat para professional.

2. Partisipasi dalam Pemberian Informasi

Partisipasi msyarakat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan kuesioner atau pendekatan serupa. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk mempengaruhi cara kerja karena temuan-temuan tidak dibagi kepada mereka.

3. Partisipasi Konsultatif

Partisipasi masyarakat dengan dimintai tanggapan atas suatu hal. Pihak luar yang merumuskan permasalahan, mengumpulkan informasi, dan melakukan analisis. Bentuk konsultasi tersebut tidak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan pihak luar pada dasarnya tidak berkompeten untuk mewakili masyarakat.

4. Partisipasi dengan Imbalan Materi

Partisipasi masyarakat dengan cara memberikan kontribusi sumberdaya yang dimilikinya, misalnya sebagai tenaga kerja, untuk memperoleh imbalan makanan, uang tunai maupun imbalan material lainnya. Masyarakat boleh


(53)

jadi menyediakan lahan dan tenaga kerjanya, namun tidak terlibat dalam proses eksperimentasi dan pembelajaran. Proses inilah yang selama ini lazim disebut sebagai partisipasi. Dalam konteks ini masyarakat tidak memiliki pijakan untuk melanjutkan kegiatannya tatkala imbalan dihentikan.

5. Partisipasi Fungsional

Partisipasi masyarakat dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterlibatan masyarakat biasanya tidak hanya pada tahap awal proyek atau perencanaan, tetapi juga setelah keputusan pokok dibuat pihak luar. Kelompok masyarakat cenderung menjadi tergantung terhadap pemrakarsa dan fasilitator luar, tetapi juga mungkin untuk menjadi mandiri.

6. Partisipasi Interaktif

Partisipasi masyarakat dalam tahapan analisis, pengembangan rencana kegiatan, dan dalam pembentukan dan pemberdayaan institusi local. Partisipasi dipandang sebagai hak, dan bukan sekedar sebagai cara untuk mencapai tujuan proyek. Proses tersebut melibatkan metodologi multidisiplin yang membutuhkan perspektif yang mejemuk serta membutuhkan proses pembelajaran yang sistematik dan terstruktur. Sebagai kelompok, masyarakat memegang kendali sepenuhnya atas keputusan-keputusan local, sehingga masyarakat memiliki kewenangan yang jelas untuk memelihara struktur dan kegiatannya.

7. Mobilisasi Swakarsa

Partisipasi masyarakat dengan mengambil inisiatif secara mandiri untuk melakukan perubahan system. Mereka membangun hubungan konsultatif


(54)

dengan lembaga eksternal mengenai masalah sumberdaya dan masalah teknikal yang mereka butuhkan, tetapi tetap memegang kendali menyangkut pendayagunaan sumberdaya. Partisipasi ini mungkin tidak akan mengganggu distribusi kesejahteraan dan kekuasaan.

Tahapan partisipasi masyarakat menurut Sustiwi (1986) dapat dibedakan menjadi tiga tahapan. Pertama, tahap perencanaan biasanya diwakili oleh tokoh masyarakat atau wakil yang duduk di pemerintahan desa. Kedua, tahap pelaksanaan dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program, baik secara fisik maupun non-fisik. Terakhir, tahap pemanfaatan program dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam menikmati dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang dicapai.

2.9.3. Pengembangan Partisipasi Masyarakat

Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan haruslah memberikan manfaat. Menurut Cernea (1991) terdapat lima cara untuk menjamin keuntungan dalam berpartisipasi dalam suatu proyek. Pertama, tingkat partisipasi yang diinginkan harus dibuat jelas sejak awal dan dapat diterima semua orang. Kedua, memiliki sasaran yang realistis untuk berpartisipasi dan harus dibuat berdasarkan fakta yang ada pada setiap perencanaan. Ketiga, pada umumnya perlu dilakukan perkenalan dalam mendukung partisipasi dimana harus disesuaikan dengan pola organisasi social di tingkat lokal. Keempat, harus ada komitmen pendanaan bagi partisipasi masyarakat. Terakhir, harus ada perencanaan terhadap pembagian tanggung jawab dalam setiap tahapan proyek, keuntungan lebih


(55)

ditujukan bagi kegiatan proyek dari pada membagi-bagikan asset kepada masyarakat tanpa kontribusi yang berarti.

Upaya dalam mengefektifkan peran serta masyarakat dalam pembangunan menurut United Nation Environment Programme ada lima pokok yaitu (Harahap, 2001):

1. Mengindentifikasi kelompok masyarakat yang tertarik atau bakal dipengaruhi suatu kegiatan.

2. Menggapai kelompok masyarakat dengan memberikannya informasi tentang permasalahan, alternatif, dan keputusan yang perlu.

3. Mengembangkan dialog dalam bentuk pertemuan, lokakarya, dengar pendapat, kontak perorangan, surat menyurat, pembentukan tim kerja, dan lain-lain.

4. Mengasimilasi berbagai pendapat ini dalam suatu kesimpulan. 5. Memberi umpan balik tentang peran serta tadi.

Supaya masyarakat mau ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan, perlu adanya suatu upaya pemberdayaan masyarakat. Terdapat empat strategi dalam pemberdayaan masyarakat yaitu:

1. Strategi Fasilitasi

Strategi ini digunakan jika kelompok atau sistem yang menjadi target mengetahui ada suatu masalah dan membutuhkan perubahan dimana ada keterbukaan terhadap bantuan dari luar dan adanya keinginan pribadi untuk terlibat. Para agen peubah diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator yang bertugas membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi ini dikenal juga sebagai strategi


(56)

kooperatif dimana agen peubah dan klien (masyarakat) bersama-sama mencari penyelesaian.

2. Strategi Edukatif

Strategi ini membutuhkan waktu pelaksanaan yang relatif lebih lama khususnya dalam bentuk transfer pengetahuan dan keahlian. Pendekatan ini memberikan suatu pemahaman dan pengetahuan baru dalam mengadopsi suatu perubahan. Segmentasi merupakan faktor yang penting agar pesan mudah dimengerti dan diterima oleh kelompok yang berbeda. Karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi sosial dan ekonomi) merupakan pengkategorian yang umumnya digunakan.

3. Strategi Persuasif

Strategi ini berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku dimana pesan disusun dan dipresentasikan. Pendekatan ini mengacu pada tingkat reduksi dimana agen peubah mempergunakan emosi dan hal-hal yang tidak rasional untuk melakukan perubahan. Persuasi umumnya digunakan jika target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempeunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.

4. Strategi Kekuasaan

Strategi ini dalam prakteknya membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sangsi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses. Strategi kekuasaan efektif digunakan ketika komitmen terhadap perubahan rendah, waktu singkat, dan perubahan yang dikehendaki lebih kepada perilaku dari pada sikap.


(57)

2.10. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian mengenai taman nasional sudah cukup banyak dilakukan. Penelitian tersebut terutama mengenai penilaian manfaat dari suatu taman nasional terhadap lingkungan disekitarnya baik itu berupa lingkungan fisik maupun terhadap lingkungan sosial bagi masyarakat sekitar. Taman nasional sebagai sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat yang berada disekitarnya atau biasa disebut sebagai masyarakat yang tinggal di dalam kawasan penyangga juga bertindak sebagai agen regulator dalam menjaga kelangsungan ekosistem.

Beukering et.al. (2003) dalam penelitiannya di Taman Nasional Gunung Leuser, menemukan bahwa telah terjadi deforestasi dan kerusakan terhadap hutan hujan yang menyebabkan penurunan pada fungsi dan jasa ekologis. Selain itu juga dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi di dalam dan disekitar TNGL. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui total nilai ekonomi (Total Economic Value/ TEV) dari ekosistem Leuser dengan menggunakan model dinamis. Selain itu untuk mengevaluasi konsekuensi ekonomi dari deforestasi dan konservasi serta memisahkan nilai ekonomi dari stakeholder utama dan wilayah-wilayah yang terkait.

Model simulasi dinamis yang digunakan untuk penilaian ekonomi, diterapkan untuk mengevaluasi TEV dari TNGL untuk periode 2000 sampai 2030. Tiga skenario yang digunakan adalah konservasi, deforestasi, dan pilihan penggunaan yang selektif (selective use). Hasil yang diperoleh dalam bentuk jenis manfaat, alokasi dari manfaat di antara stakeholder dan daerah distribusi manfaat.


(58)

Manfaat ekonomi diantaranya adalah sebagai sumber penyedia air, perikanan, pencegahan banjir dan tanah longsor, pertanian, sumber listrik tenaga air, pariwisata, biodiversiti, kontrol karbon, pencegahan kebakaran, produk bukan kayu dan kayu. Stakeholder terdiri dari anggota komunitas lokal, pemerintah setempat, industri perkebunan dan perkayuan, pemerintah pusat dan komunitas internasional.

Tingkat diskonto yang digunakan adalah 4 persen dimana akumulasi TEV dari ekosistem Leuser untuk periode 30 tahun adalah US$ 7 milyar untuk deforestasi, US$ 9,5 milyar untuk konservasi, US$ 9,1 milyar untuk skenario penggunaan selektif. Kontribusi utama dalam skenario konservasi dan penggunaan selektif adalah suply air, pencegahan banjir, pariwisata dan pertanian. Pendapatan dari produk kayu penting dalam skenario deforestasi. Kemudian ketiga skenario tersebut dibandingkan manfaatnya untuk kategori stakeholder kecuali industri perkebunan dan perkayuan.

Sam Beckman (2004) melakukan penelitian mengenai keseimbangan pengelolaan interaksi antara masyarakat dan kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Bentuk interaksi antara masyarakat dan kawasan konservasi menentukan dan mencerminkan kesejahteraan kedua pihak ini. Sebelumnya masyarakat disekitar kawasan konservasi dianggap sebagai gangguan saja. Namun ternyata terdapat banyak manfaat yang didapatkan dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi, baik dari sisi konservasi maupun kemasyarakatan.

Ketergantungan masyarakat disekitar Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) pada sumberdaya alam di kawasan ini semakin tinggi. Bentuk interaksi


(1)

Lampiran 11. Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Bunga (Discount Rate 10%), Manfaat Produk Bukan Kayu Turun 20%, dan Biaya

Operasional Naik 20%

URAIAN

TAHUN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I. MANFAAT

1. Produk Bukan Kayu 66,082,711,116 72,618,363,864 79,800,399,850 87,692,747,088 96,365,656,141 105,896,325,430 116,369,588,384 127,878,668,554 140,526,009,400 154,424,186,154

2. Pariwisata

Wisatawan Domestik 4,314,258,510 4,488,554,554 4,669,892,158 4,858,555,801 5,054,841,455 5,259,057,050 5,471,522,955 5,692,572,482 5,922,552,411 6,161,823,528

Wisatawan Luar Negeri 432,297,322 449,762,134 467,932,524 486,836,998 506,505,213 526,968,023 548,257,531 570,407,136 593,451,584 617,427,028

3. Air 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500

Total Manfaat 70,867,409,448 77,594,823,051 84,976,367,032 93,076,282,387 101,965,145,309 111,720,493,003 122,427,511,371 134,179,790,672 147,080,155,895 161,241,579,210

II. BIAYA

1. Biaya Investasi 573,046,792 215,387,138 679,182,292 680,871,969 659,392,266 11,667,120,683 7,268,501,858 1,748,506,794 764,175,600 1,580,504,911

2. Biaya Operasional 636,601,578 1,505,588,243 811,095,982 1,895,641,198 2,710,841,694 2,710,841,694 7,333,591,032 4,774,468,787 2,867,217,673 2,867,217,673

3. Pembangunan Fisik 1,276,624,328 3,828,249,889 1,891,829,909 3,362,799,588 4,598,363,098 5,015,758,641 13,272,998,615 9,557,327,005 7,293,532,536 8,683,201,749

4. Pembangunan Operasi 538,998,523 513,555,721 798,775,773 778,542,101 850,906,347 6,584,808,637 5,486,660,556 2,757,288,211 2,368,859,452 3,398,552,534

5. Biaya Program Konservasi 675,357,570,000

Total Biaya 678,382,841,221 6,062,780,991 4,180,883,955 6,717,854,856 8,819,503,405 25,978,529,655 33,361,752,062 18,837,590,797 13,293,785,260 16,529,476,867

MANFAAT BERSIH -607,515,431,773 71,532,042,060 80,795,483,077 86,358,427,531 93,145,641,904 85,741,963,348 89,065,759,309 115,342,199,875 133,786,370,635 144,712,102,343

Discount Factor (i=10%) 0.909 0.826 0.751 0.683 0.621 0.564 0.513 0.467 0.424 0.386

PV -552,286,756,157 59,117,390,132 60,702,842,282 58,983,967,988 57,836,115,208 48,399,103,021 45,704,817,446 53,807,987,491 56,738,481,157 55,792,779,958

NPV -55,203,271,474

NET B/C 0.920


(2)

Lampiran 12. Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Bunga (Discount Rate 7%) dan Manfaat Produk Bukan Kayu Turun 20%

URAIAN

TAHUN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I. MANFAAT

1. Produk Bukan Kayu 66,082,711,116 72,618,363,864 79,800,399,850 87,692,747,088 96,365,656,141 105,896,325,430 116,369,588,384 127,878,668,554 140,526,009,400 154,424,186,154

2. Pariwisata

Wisatawan Domestik 4,314,258,510 4,488,554,554 4,669,892,158 4,858,555,801 5,054,841,455 5,259,057,050 5,471,522,955 5,692,572,482 5,922,552,411 6,161,823,528

Wisatawan Luar Negeri 432,297,322 449,762,134 467,932,524 486,836,998 506,505,213 526,968,023 548,257,531 570,407,136 593,451,584 617,427,028

3. Air 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500

Total Manfaat 70,867,409,448 77,594,823,051 84,976,367,032 93,076,282,387 101,965,145,309 111,720,493,003 122,427,511,371 134,179,790,672 147,080,155,895 161,241,579,210

II. BIAYA

1. Biaya Investasi 573,046,792 215,387,138 679,182,292 680,871,969 659,392,266 11,667,120,683 7,268,501,858 1,748,506,794 764,175,600 1,580,504,911

2. Biaya Operasional 530,501,315 1,254,656,869 675,913,318 1,579,700,998 2,259,034,745 2,259,034,745 6,111,325,860 3,978,723,989 2,389,348,061 2,389,348,061

3. Pembangunan Fisik 1,276,624,328 3,828,249,889 1,891,829,909 3,362,799,588 4,598,363,098 5,015,758,641 13,272,998,615 9,557,327,005 7,293,532,536 8,683,201,749

4. Pembangunan Operasi 538,998,523 513,555,721 798,775,773 778,542,101 850,906,347 6,584,808,637 5,486,660,556 2,757,288,211 2,368,859,452 3,398,552,534

5. Biaya Program Konservasi 675,357,570,000

Total Biaya 678,276,740,958 5,811,849,617 4,045,701,292 6,401,914,656 8,367,696,456 25,526,722,706 32,139,486,890 18,041,845,999 12,815,915,648 16,051,607,255

MANFAAT BERSIH -607,409,331,510 71,782,973,434 80,930,665,740 86,674,367,731 93,597,448,853 86,193,770,297 90,288,024,481 116,137,944,673 134,264,240,247 145,189,971,955

Discount Factor (i=7%) 0.935 0.873 0.816 0.763 0.713 0.666 0.623 0.582 0.544 0.508

PV -567,672,272,439 62,698,029,028 66,063,530,619 66,123,460,149 66,733,687,467 57,434,548,579 56,226,843,941 67,593,341,185 73,030,850,693 73,807,219,468

NPV 22,039,238,690

NET B/C 1.031


(3)

Lampiran 13. Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Bunga (Discount Rate 7%) dan Biaya Operasional Naik 20%

URAIAN

TAHUN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I. MANFAAT

1. Produk Bukan Kayu 82,603,388,895 90,772,954,830 99,750,499,813 109,615,933,860 120,457,070,176 132,370,406,787 145,461,985,480 159,848,335,693 175,657,511,750 193,030,232,693

2. Pariwisata

Wisatawan Domestik 4,314,258,510 4,488,554,554 4,669,892,158 4,858,555,801 5,054,841,455 5,259,057,050 5,471,522,955 5,692,572,482 5,922,552,411 6,161,823,528

Wisatawan Luar Negeri 432,297,322 449,762,134 467,932,524 486,836,998 506,505,213 526,968,023 548,257,531 570,407,136 593,451,584 617,427,028

3. Air 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500

Total Manfaat 87,388,087,227 95,749,414,017 104,926,466,995 114,999,469,159 126,056,559,344 138,194,574,360 151,519,908,467 166,149,457,811 182,211,658,245 199,847,625,748

II. BIAYA

1. Biaya Investasi 573,046,792 215,387,138 679,182,292 680,871,969 659,392,266 11,667,120,683 7,268,501,858 1,748,506,794 764,175,600 1,580,504,911

2. Biaya Operasional 636,601,578 1,505,588,243 811,095,982 1,895,641,198 2,710,841,694 2,710,841,694 7,333,591,032 4,774,468,787 2,867,217,673 2,867,217,673

3. Pembangunan Fisik 1,276,624,328 3,828,249,889 1,891,829,909 3,362,799,588 4,598,363,098 5,015,758,641 13,272,998,615 9,557,327,005 7,293,532,536 8,683,201,749

4. Pembangunan Operasi 538,998,523 513,555,721 798,775,773 778,542,101 850,906,347 6,584,808,637 5,486,660,556 2,757,288,211 2,368,859,452 3,398,552,534

5. Biaya Program Konservasi 675,357,570,000

Total Biaya 678,382,841,221 6,062,780,991 4,180,883,955 6,717,854,856 8,819,503,405 25,978,529,655 33,361,752,062 18,837,590,797 13,293,785,260 16,529,476,867

MANFAAT BERSIH -590,994,753,994 89,686,633,026 100,745,583,039 108,281,614,304 117,237,055,939 112,216,044,705 118,158,156,405 147,311,867,013 168,917,872,985 183,318,148,882

Discount Factor (i=7%) 0.935 0.873 0.816 0.763 0.713 0.666 0.623 0.582 0.544 0.508

PV -552,331,545,788 78,335,778,694 82,238,405,541 82,607,525,105 83,588,400,608 74,774,288,777 73,582,961,403 85,736,847,812 91,880,130,842 93,189,651,219

NPV 193,602,444,212

NET B/C 1.269


(4)

Lampiran 14. Analisis Manfaat-Biaya dengan Subsidi Bunga (Discount Rate 7%), Manfaat Produk Bukan Kayu Turun 20%, dan Biaya

Operasional Naik 20%

URAIAN

TAHUN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

I. MANFAAT

1. Produk Bukan Kayu 66,082,711,116 72,618,363,864 79,800,399,850 87,692,747,088 96,365,656,141 105,896,325,430 116,369,588,384 127,878,668,554 140,526,009,400 154,424,186,154

2. Pariwisata

Wisatawan Domestik 4,314,258,510 4,488,554,554 4,669,892,158 4,858,555,801 5,054,841,455 5,259,057,050 5,471,522,955 5,692,572,482 5,922,552,411 6,161,823,528

Wisatawan Luar Negeri 432,297,322 449,762,134 467,932,524 486,836,998 506,505,213 526,968,023 548,257,531 570,407,136 593,451,584 617,427,028

3. Air 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500 38,142,500

Total Manfaat 70,867,409,448 77,594,823,051 84,976,367,032 93,076,282,387 101,965,145,309 111,720,493,003 122,427,511,371 134,179,790,672 147,080,155,895 161,241,579,210

II. BIAYA

1. Biaya Investasi 573,046,792 215,387,138 679,182,292 680,871,969 659,392,266 11,667,120,683 7,268,501,858 1,748,506,794 764,175,600 1,580,504,911

2. Biaya Operasional 636,601,578 1,505,588,243 811,095,982 1,895,641,198 2,710,841,694 2,710,841,694 7,333,591,032 4,774,468,787 2,867,217,673 2,867,217,673

3. Pembangunan Fisik 1,276,624,328 3,828,249,889 1,891,829,909 3,362,799,588 4,598,363,098 5,015,758,641 13,272,998,615 9,557,327,005 7,293,532,536 8,683,201,749

4. Pembangunan Operasi 538,998,523 513,555,721 798,775,773 778,542,101 850,906,347 6,584,808,637 5,486,660,556 2,757,288,211 2,368,859,452 3,398,552,534

5. Biaya Program Konservasi 675,357,570,000

Total Biaya 678,382,841,221 6,062,780,991 4,180,883,955 6,717,854,856 8,819,503,405 25,978,529,655 33,361,752,062 18,837,590,797 13,293,785,260 16,529,476,867

MANFAAT BERSIH -607,515,431,773 71,532,042,060 80,795,483,077 86,358,427,531 93,145,641,904 85,741,963,348 89,065,759,309 115,342,199,875 133,786,370,635 144,712,102,343

Discount Factor (i=7%) 0.935 0.873 0.816 0.763 0.713 0.666 0.623 0.582 0.544 0.508

PV -567,771,431,563 62,478,855,848 65,953,181,298 65,882,430,884 66,411,555,357 57,133,490,531 55,465,678,620 67,130,210,468 72,770,921,286 73,564,294,789

NPV 19,019,187,518

NET B/C 1.026


(5)

Lampiran 15. Analisis Finansial dan Ekonomi Pengusahaan TNGL (Rp/tahun)

Uraian

Finansial

Ekonomi

Tradable

Non-Tradable

Total

Tradable

Non-Tradable

Total

I. PENERIMAAN

1. Wisatawan Domestik

521,340,000

573,474,000

2. Wisatawan Luar Negeri

44,120,000

48,532,000

Total

565,460,000

622,006,000

II. BIAYA

1. Biaya Operasional

176,833,772

176,833,772

123,783,640

123,783,640

2. Pembangunan Fisik

255,324,866 255,324,866

241,538,730

241,538,730

3. Pembangunan Operasi

179,666,174

179,666,174

161,699,557

161,699,557


(6)

Output

Tradable

Non-Tradable

Harga Finansial

565,460,000

356,499,946

255,324,866

-46,364,812.00

Harga Ekonomi

622,006,000

285,483,197

241,538,730

94,984,073.00

Dampak Kebijakan

-56,546,000.00

71,016,749.00

13,786,136.00 -141,348,885.00

Keuntungan Privat (PP)

-46,364,812

Rasio Biaya Privat (PCR)

1.22

Keuntungan Sosial (SP)

94,984,073

Rasio Sumberdaya Domestik (DRC)

0.72

Transfer Output (OT)

-56,546,000

Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)

1.98

Transfer Input (IT)

71,016,749

Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)

1.25

Tranfer Faktor (FT)

13,786,136

Koefisien Proteksi Efektif (EPC)

0.62

Transfer Bersih (NT)

-141,348,885

Koefisien Keuntungan (PC)

-0.49