Pengaruh Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Perilaku keselamatan Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014

(1)

PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA

TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014

TESIS

Oleh

ELVY SYAHNI NASUTION 127032147/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF THE APPLICATION OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY MANAGEMENT AND THE CONDITION OF WORK

ENVIRONMENT ON THE SAFETY BEHAVIOR OF THE EMPLOYEES OF PT PDSI RANTAU

ACEH TAMIANG IN 2014

THESIS

By

ELVY SYAHNI NASUTION 127032147/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA

TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELVY SYAHNI NASUTION 127032147/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Elvy Syahni Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 127032147

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes) (dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 15 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes

Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K 2. dr. Makmur Sinaga, M.S


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA

TERHADAP PERILAKU KESELAMATAN KARYAWAN PT PDSI RANTAU ACEH TAMIANG TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

Elvy Syahni Nasution 127032147/IKM


(7)

ABSTRAK

Tindakan tidak aman merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja. PT PDSI Rantau Aceh Tamiang telah menerapkan manajemen K3 namun belum dapat mencapai zero accident. Sebagian besar karyawan bekerja di lapangan dimana risiko untuk terjadi kecelakaan akibat kerja sangat besar karena proses pengeboran yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pekerjaan dan kondisi lingkungan yang tidak aman.

Penelitian ini dilakukan di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen K3 terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan, untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan keselamatan kerja. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan PT PDSI dengan pengambilan sampel secara random sampling.

Hasil uji statistik pada α = 0,05 menunjukkan komitmen dan kebijakan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,004), sikap (p= 0,008) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,168). Perencanaan memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,013), sikap (p= 0,014) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,331). Pelaksanaan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,000), sikap (p=0,018) dan tindakan (0,010). Pemeriksaan dan tindakan perbaikan tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p= 0,055), sikap (p= 0,169) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p= 0,004). Kaji ulang manajemen K3 tidak memiliki hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,461), sikap (0,158) maupun tindakan keselamatan (0,319). Lingkungan fisik tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,232), sikap (p=0,228) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p=0,005). Lingkungan sosial memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p=0,016), sikap (p=0,007) tetapi tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan (p=0,279).

Disarankan supaya pihak manajemen K3 PT PDSI Rantau Aceh Tamiang untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap tindakan karyawan dalam bekerja dengan berusaha menjadikan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai budaya kerja.

Kata Kunci : Penerapan Manajemen K3, Lingkungan Kerja, Pengetahuan, Sikap, Tindakan


(8)

ABSTRACT

Unsafe action is one of the biggest factors contributing to occupational accidents which is a reflection of the work behavior of employees to occupational safety. PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang has applied the Occupational Health and safety Management but it has not been able to achieve zero accidents. Most of the employees are working in the fieldemployees working in the field where the risk for the incident of work-related accidents is huge because the drilling process that requires precision and caution in doing the work and the unsafe environmental condition.

The purpose of this analytical survey study with crosss-sectional design conducted at PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang in 2014 was to find out the influence of the application of Occupational Health and Safety Management on the knowledge, attitude and action and to find out the influence of the work environment condition on the knowledge, attitude, and occupational safety actions. The population of this study was all of the employees of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang and the samples for this study were selected through random sampling technique.

The result of statistical test at α = 0.05 showed that the committment and policy of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.004), attitude (p = 0.008), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.168). Planning had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.013), attitude (p = 0.014), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.331). the implementation of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.000), attitude (p = 0.018), and action (0.010).Review and remedial action did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.055), attitude (p = 0.169) but they had positive and significant relationship with action (p = 0.004). The review of Occupational Health and Safety Management did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.461), attitude (p = 0.158) and remedial action (p = 0.319). Physical environment did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.232), attitude (p = 0.228) but it had positive and significant relationship with action (p = 0.005). Social environment had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.016), attitude (p = 0.007), but did not have any significant relationship with safety actions (p = 0.279).

The officials of Occupational Health and Safety Management of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang are suggested to improve their monitoring on the actions of employees when working through an effort to make the Occupational Health and Safety Management as work culture.

Keywords: Application of Occupational Health and Safety Management, Work Environment, Knowledge, Attitude, Action


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

Alhamdulillah penulis bersyukur ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini dengan judul “Pengaruh Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Perilaku keselamatan Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian program studi pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Kesehatan Kerja di Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian hasil tesis ini penulis banyak sekali memperoleh dukungan baik materi, tenaga maupun pemikiran serta dorongan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.


(10)

4. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku pembimbing satu dan dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K, selaku pembimbing dua yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

5. dr. H.M. Makmur Sinaga, M.S, dan Ir. Kalsum, M.Kes, selaku penguji satu dan penguji dua yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Drilling Manager dan seluruh karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga tesis ini selesai. 7. Seluruh staf pengajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

8. Ibunda tersayang Hj. Ernawati yang telah memberikan dukungan moral beserta doa-doa beliau yang selalu mengiringi perjalanan penulis dalam perkuliahan sampai selesainya pendidikan.

9. Suami tercinta Iskandar Syah S.T yang telah banyak berkorban dan bersabar dengan selalu memberikan perhatian, motivasi dan doa sampai selesainnya penulisan tesis dan pendidikan ini.

10.Anak-anakku tersayang, Atira Faraghina, Alya Tsabita dan Ahmad Ali Pasha, penyemangat hidup saya yang selalu saya rindukan, yang selalu sabar menanti ibundanya dalam menempuh pendidikan.

11.Seluruh staf akademik/administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membantu penulis dalam hal surat menyurat.


(11)

12.Rekan-rekan seangkatan 2012/2013 dan semua pihak yang berpartisipasi dalam penyusunan tesis ini.

Atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, maka penulis memohon kehadirat Allah SWT semoga mendapat balasan yang setimpal.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran demi kesempurnaan penelitiaan ini. Amin ya rabbal ‘alamin

Medan, Juli 2014 Penulis

Elvy Syahni Nasution 127032147/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Elvy Syahni Nasution, lahir pada tanggal 17 Februari 1979 di Rantau Panjang, berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Almarhumah Ayahanda H. Dahrul Nasution dan ibunda Hj. Ernawati, bertempat tinggal di Aceh Tamiang.

Pendidkan formal penulis, dimulai dari pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Pertamina Rantau Panjang Pereulak Aceh Timur selesai tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama di Rantau Panjang Pereulak Aceh Timur selesai tahun 1994, Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Langsa 1997, Sarjana Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara Medan selesai tahun 2002, dan Profesi Dokter Gigi di Universitas Sumatera Utara Madan selesai tahun 2003.

Mulai bekerja sebagai dokter gigi sejak tahun 2003 di Puskesmas Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang sampai sekarang.

Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Masalah Penelitian ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Hipotesis ... 12

1.5. Manfaat Penelitian ... 13

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 14

2.2. Lingkungan Kerja ... 20

2.2.1. Lingkungan Kerja Sosial ... 21

2.2.2. Lingkungan Kerja Fisik ... 22

2.3. Perilaku ... 28

2.3.1. Pembentukan Perilaku ... 30

2.3.2. Proses Perubahan Perilaku ... 31

2.3.3. Faktor Penentu Perilaku ... 31

2.3.4. Perilaku Keselamatan ... 35

2.4. Landasan Teori ... 38

2.5. Kerangka Konsep ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1. Alat Pengumpulan data... 44

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.5.1. Variabel Penelitian ... 46


(14)

3.6. Metode Pengukuran ... 48

3.7. Metode Analisis Data ... 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 55

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55

4.2 Analisis Univariat ... 57

4.2.1 Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja .. 57

4.2.2 Lingkungan Kerja ... 58

4.2.3 Perilaku Keselamatan ... 58

4.3 Analisis Bivariat ... 59

4.3.1. Pengaruh antara Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Karyawan Berdasarkan Lima Prinsip SMK3 Kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 59

4.3.2. Pengaruh antara Lingkungan Kerja dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1 Perilaku Keselamatan Kerja ... 65

5.2 Pengaruh antara Komitmen dan Kebijakan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 68

5.3 Pengaruh antara Perencanaan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 70

5.4 Pengaruh antara Pelaksanaan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 71

5.5 Pengaruh antara Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 73

5.6 Pengaruh antara Kaji Ulang Manajemen K3 dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014 ... 74

5.7 Pengaruh antara Lingkungan Fisik dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 74

5.8 Pengaruh antara Lingkungan Non Fisik / Sosial dengan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keselamatan Kerja Karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 76


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Jumlah Karyawan pada Setiap Rig di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 dan Jumlah Sampel yang Diambil ... 44 3.2 Penentuan Skor Jawaban Responden ... 48 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 49 4.1 Distribusi Frekuensi Variabel Penerapan Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Berdasarkan Lima Prinsip SMK3 di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 57 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Lingkungan Kerja di PT PDSI Rantau

Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 58 4.3 Distribusi Frekuensi Perilaku Keselamatan Kerja di PT PDSI Rantau

Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 58 4.4 Pengaruh antara Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Karyawan Berdasarkan Lima Prinsip SMK3 Kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 59 4.5 Pengaruh antara Lingkungan Kerja dengan Pengetahuan, Sikap dan

Tindakan Keselamatan Kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 ... 62


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Kerangka Teori Ramsey ... 40 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 41


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 84

2. Hasil Uji Statistik (Kendall Tau)... 92

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 102

4. Master Tabel Penilaian Kuisioner ... 112

5. Dokumentasi Penelitian ... 152


(19)

ABSTRAK

Tindakan tidak aman merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja. PT PDSI Rantau Aceh Tamiang telah menerapkan manajemen K3 namun belum dapat mencapai zero accident. Sebagian besar karyawan bekerja di lapangan dimana risiko untuk terjadi kecelakaan akibat kerja sangat besar karena proses pengeboran yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pekerjaan dan kondisi lingkungan yang tidak aman.

Penelitian ini dilakukan di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen K3 terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan, untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan keselamatan kerja. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan PT PDSI dengan pengambilan sampel secara random sampling.

Hasil uji statistik pada α = 0,05 menunjukkan komitmen dan kebijakan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,004), sikap (p= 0,008) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,168). Perencanaan memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,013), sikap (p= 0,014) dan tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan kerja (p=0,331). Pelaksanaan K3 memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p= 0,000), sikap (p=0,018) dan tindakan (0,010). Pemeriksaan dan tindakan perbaikan tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p= 0,055), sikap (p= 0,169) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p= 0,004). Kaji ulang manajemen K3 tidak memiliki hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,461), sikap (0,158) maupun tindakan keselamatan (0,319). Lingkungan fisik tidak mempunyai hubungan signifikan dengan pengetahuan (p=0,232), sikap (p=0,228) tetapi memiliki hubungan positif signifikan dengan tindakan (p=0,005). Lingkungan sosial memiliki hubungan positif signifikan dengan pengetahuan (p=0,016), sikap (p=0,007) tetapi tidak ada hubungan signifikan dengan tindakan keselamatan (p=0,279).

Disarankan supaya pihak manajemen K3 PT PDSI Rantau Aceh Tamiang untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap tindakan karyawan dalam bekerja dengan berusaha menjadikan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagai budaya kerja.

Kata Kunci : Penerapan Manajemen K3, Lingkungan Kerja, Pengetahuan, Sikap, Tindakan


(20)

ABSTRACT

Unsafe action is one of the biggest factors contributing to occupational accidents which is a reflection of the work behavior of employees to occupational safety. PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang has applied the Occupational Health and safety Management but it has not been able to achieve zero accidents. Most of the employees are working in the fieldemployees working in the field where the risk for the incident of work-related accidents is huge because the drilling process that requires precision and caution in doing the work and the unsafe environmental condition.

The purpose of this analytical survey study with crosss-sectional design conducted at PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang in 2014 was to find out the influence of the application of Occupational Health and Safety Management on the knowledge, attitude and action and to find out the influence of the work environment condition on the knowledge, attitude, and occupational safety actions. The population of this study was all of the employees of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang and the samples for this study were selected through random sampling technique.

The result of statistical test at α = 0.05 showed that the committment and policy of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.004), attitude (p = 0.008), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.168). Planning had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.013), attitude (p = 0.014), and did not have any significant relationship with occupational safety actions (p = 0.331). the implementation of Occupational Health and Safety had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.000), attitude (p = 0.018), and action (0.010).Review and remedial action did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.055), attitude (p = 0.169) but they had positive and significant relationship with action (p = 0.004). The review of Occupational Health and Safety Management did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.461), attitude (p = 0.158) and remedial action (p = 0.319). Physical environment did not have any significant relationship with knowledge (p = 0.232), attitude (p = 0.228) but it had positive and significant relationship with action (p = 0.005). Social environment had positive and significant relationship with knowledge (p = 0.016), attitude (p = 0.007), but did not have any significant relationship with safety actions (p = 0.279).

The officials of Occupational Health and Safety Management of PT. PDSI Rantau, Aceh Tamiang are suggested to improve their monitoring on the actions of employees when working through an effort to make the Occupational Health and Safety Management as work culture.

Keywords: Application of Occupational Health and Safety Management, Work Environment, Knowledge, Attitude, Action


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tindakan tidak aman merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja. Tindakan tidak aman ini dapat dianggap sebagai hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh organisasi yaitu pihak manajemen. Suatu tindakan tidak aman yang merupakan pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan oleh pekerja bisa secara sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab terjadinya suatu kecelakaan. Dengan meningkatkan perilaku pekerja dan memfokuskan pada pengurangan tindakan tidak aman terhadap keselamatan kerja dapat mencegah atau mengurangi timbulnya kecelakaan kerja (Prasetiyo, 2011).

Menurut data International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Depnakertrans RI, 2010). Setiap jamnya, sedikitnya terjadi satu kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan bahwa pada tahun 2010 sedikitnya terjadi 65.000 kasus kecelakaan


(22)

kerja dimana jumlah ini telah mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus kecelakaan kerja. Walaupun demikian, kasus kecelakaan kerja di Indonesia masih relatif tinggi bila dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan hasil penelitian yang diadakan ILO mengenai standar kecelakaan kerja, Indonesia menempati urutan ke-152 dari 153 negara yang diteliti (Depnakertrans RI, 2010).

Sebesar 80-85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian manusia. Selain kelalaian saat bekerja faktor manusia yang lain yaitu perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia mempunyai peran yang penting dalam rangka mengembangkan dan memajukan suatu industri. Oleh sebab itu pekerja harus diberi perlindungan melalui usaha-usaha peningkatan dan pencegahan, sehingga semua industri baik formal maupun informal diharapkan dapat menerapkan K3 di lingkungan kerjanya (Dianingtyas, 2012).

Keberhasilan pelaksanaan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan tidak lepas dari sikap kepatuhan personal baik dari pihak karyawan maupun pihak manajerial dalam melaksanaan peraturan dan kebijakan K3. Menurut Saifuddin dalam Wardani (2009) kepatuhan merupakan sikap seseorang untuk bersedia mentaati dan mengikuti spesifikasi, standar atau aturan yang telah diatur dengan jelas, dimana aturan tersebut diterbitkan oleh perusahaan yang bersangkutan dan lembaga lain yang berwenang. Dalam hal ini peraturan tersebut bersifat spesifik dan tertuang dalam safety policy statement serta buku pedoman K3 (Occupation of Health and Safety Handbook). Prasetyo dan Haris (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh


(23)

terhadap perilaku keselamatan kerja di Semarang adalah komitmen manajerial. Sejalan dengan penelitian Prasetyo dan Haris (2011), sementara Basri (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ternyata manajemen K3 berhubungan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium patologi klinik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moh. Anwar Sumenep.

Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok pikiran dan pertimbangan dikeluarkannya Undang- undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya serta setiap sumber produksi perlu dipakai secara aman dan efisien, sehingga proses produksi berjalan lancar (Anizar, 2009). Hal lain yang dapat mendukung adanya keselamatan kerja adalah sifat dari para pekerja. Apabila seorang pekerja ternyata tidak mempunyai sifat atau kesadaran untuk melakukan usaha keselamatan kerja dan ternyata pihak pengusaha sudah berupaya untuk melakukan keselamatan bagi para pekerjanya, sangatlah sulit mewujudkan adanya keselamatan kerja tersebut.

Untuk meningkatkan kinerja agar lebih baik perlu ditunjang dengan adanya lingkungan kerja yang mendukung. Lingkungan yang menyenangkan dan memberikan kepuasan serta rasa aman memiliki kecenderungan mempengaruhi peningkatan kinerja, karena karyawan tidak merasa terganggu dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga mereka lebih tenang, aktif, tekun dan serius menghadapi


(24)

tugas-tugasnya. Zainun (2004) mengatakan bahwa kinerja pegawai ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan luar dan iklim kerja organisasi. Bahkan kemampuan kerja dan motivasi itu pun ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan organisasi itu. Sedangkan Hendiana dalam Ishak dan Tanjung (2004) mengatakan faktor motivasi yang berhubungan nyata terhadap kondisi pemberdayaan pegawai di antaranya yaitu kondisi lingkungan kerja baik secara fisik maupun non fisik. Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja berperan penting dalam meningkatkan kinerja yang lebih baik. Jika lingkungan kerja menyenangkan, maka karyawan akan bekerja dengan bergairah dan lebih serius.

Lingkungan kerja yang kurang mendapat perhatian akan membawa dampak negatif dan menurunkan semangat kerja, hal ini disebabkan pegawai dalam melaksanakan tugas mengalami gangguan, sehingga kurang semangat dan kurang mencurahkan tenaga dan pikirannya terhadap tugasnya. Penciptaan iklim yang menyenangkan, antara lain dengan adanya pengaturan penerangan, pengontrolan terhadap suara-suara yang mengganggu dan perlu adanya penerangan yang sesuai dengan kebutuhan dan sirkulasi udara dalam ruangan yang menyegarkan serta perlunya kebersihan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Diyahrini (2010) mengatakan penciptaan lingkungan kerja yang sehat untuk menjaga kesehatan para karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran, kelelahan dan lain-lain. Purnomo (2008) dalam penelitiannya mengenai kepemimpinan, motivasi kerja, dan lingkungan kerja, terhadap kinerja karyawan menunjukkan hasil yang signifikan.


(25)

Dimana variabel motivasi kerja dan lingkungan yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.

Selain faktor motivasi kerja, lingkungan kerja tempat karyawan tersebut bekerja juga tidak kalah pentingnya didalam meningkatkan kinerja karyawan. Lingkungan Kerja adalah kondisi - kondisi material dan psikologis yang ada dalam organisasi. Maka dari itu organisasi harus menyediakan lingkungan kerja yang memadai seperti lingkungan fisik (tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, pertukaran udara yang baik, warna, penerangan yang cukup maupun musik yang merdu), serta lingkungan non fisik (suasana kerja karyawan, kesejahteraan karyawan, hubungan antar sesama karyawan, hubungan antar karyawan dengan pimpinan, serta tempat ibadah). Lingkungan kerja yang baik dapat mendukung pelaksanaan kerja sehingga karyawan memiliki semangat bekerja dan meningkatkan kinerja karyawan (

Interaksi antara individu dengan lingkungan menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dari masing-masing individu. Persepsi merupakan salah satu fungsi kognitif yang dimiliki oleh setiap individu. Persepsi terhadap lingkungan kerja fisik, menurut Bechtel dan Chruchman (2002), dapat dievaluasi melalui perilaku keselamatan kerja. Hal serupa juga diungkapkan Mcloy (2002), dimana lingkungan kerja fisik dapat dievaluasi sebagai adaptasi, kelelahan, stres, keselamatan dan keamanan.

Diyahrini 2010).

Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja


(26)

(SMK3). Hal ini disebabkan oleh kecelakaan kerja selama ini sebagian besar disebabkan oleh faktor manajemen, di samping faktor manusia dan teknis (Institut K3 Indonesia, 1998). Sastrohadiwiryo (2005) menyatakan bahwa tujuan dan sistem manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan serta penyakit yang dikibatkan oleh pekerjaan, menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif, dimana program ini merupakan suatu sistem keselamatan dan kesatuan kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan yang terintegrasi.

Penelitian Amin (2011) dengan judul “Pengaruh Penerapan Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) terhadap Produktivitas Karyawan Melalui Pencapaian zero accident (Studi pada PT Pertamina Depot Malang)” meneliti variabel K3, produktivitas karyawan dan pencapaian zero accident, dengan menggunakan teknik analisis jalur (Path Analysis). Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh secara langsung dan signifikan antara variable K3 terhadap pencapaian zero accident dan produktivitas karyawan, terdapat pengaruh secara tidak langsung terhadap produktivitas karyawan melalui pencapaian zero accident, dan terdapat pengaruh secara tidak langsung kesehatan kerja terhadap produktivitas karyawan melalui pencapaian zero accident.

Hofman dan Moregson (dalam Freaney, 2011) mendefinisikan perilaku keselamatan adalah sikap kepatuhan terhadap prosedur dan praktek-praktek keselamatan yang ditetapkan. Selain itu perilaku keselamatan juga dapat diartikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan faktor keselamatan kerja.


(27)

Penelitiaan Cooper dan Philips (2004) menunjukkan adanya hubungan antara persepsi iklim keselamatan dengan perilaku keselamatan. Sementara Arezes dan Miguel (2008), serta Larsson, Pousette dan Torner (2008), mengemukakan salah satu dimensi iklim keselamatan adalah lingkungan kerja fisik. Hal ini menggambarkan hubungan antara persepsi lingkungan kerja fisik dengan perilaku keselamatan kerja.

Perilaku Keselamatan (safety performance) adalah perilaku kerja yang relevan dengan keselamatan dapat dikonseptualisasikan dengan cara yang sama dengan perilaku-perilaku kerja lain yang membentuk perilaku kerja. Perilaku keselamatan merupakan aplikasi dari perilaku petugas yang ada di tempat kerja (Griffin dan Neal, 2000). Perilaku keselamatan adalah perilaku tugas dan perilaku kontekstual, Borman dan Motowidlo, (1993) dalam (Griffin dan Neal, 2000) yaitu pematuhan dan partisipasi individu pada aktivitas-aktivitas pemeliharaan keselamataan di tempat kerja. Sebagai umpan balik maka karyawan hendaknya menyadari arti pentingnya keselamatan bagi dirinya maupun bagi perusahaan tempat bekerja.

Rahaidi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa para karyawan mempersepsikan lingkungan kerja fisik mereka memiliki suhu udara yang panas dan berdebu, kondisi tersebut menjadi keluhan utama para karyawan yang ada disana, kenyataannya penggunaan alat pelindung diri sebagai upaya teknis mencegah terjadinya kecelakaan masih belum dilaksanakan sebagaimanamestinya. Hal ini menunjukkan anggapan karyawan terhadap risiko di lingkungan kerja masih belum tampak dalam perilaku keselamatan karyawan, sehingga menunjukkan masih rendahnya perilaku keselamatan kerja karyawan di perusahaan tersebut.


(28)

PT PDSI Rantau Aceh Tamiang merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang berdiri sejak tahun 2007 yang bergerak dalam bidang jasa pengeboran Minyak Bumi dan Gas. PT PDSI Rantau Aceh Tamiang mempunyai karyawan sebanyak 416 orang yang tersebar di enam Rig pengeboran. Sebagian besar karyawan bekerja di lapangan dimana risiko untuk terjadi kecelakaan akibat kerja sangat besar karena proses pengeboran yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pekerjaan dan kondisi lingkungan yang tidak aman. Manajemen PT Pertamina Drilling Serivices Indonesia (PDSI) mempunyai visi kepemimpinan serta komitmen yang kuat, dan memastikan bahwa komitmen tersebut telah diterjemahkan dalam bentuk keperdulian terhadap sumber daya, untuk perkembangan, pengoperasian dan memelihara sistem aspek Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) dan untuk mencapai tujuan dari kebijakan K3LL yang telah disepakati. Manajemen memastikan untuk bertanggung jawab atas kebijakan yang telah disepakati dan akan mendukung penuh terhadap perlindungan K3LL.

Pimpinan Drilling area Nad - Sumbagut secara berkala setidaknya satu bulan sekali melakukan inspeksi dari pelaksanaan K3LL, menghadiri rapat K3LL yang dihadiri oleh seluruh pekerja di lingkungan proyek untuk memantau penerapan K3LL di lokasi pekerjaan pada proyek Pengeboran dan KUPL di lapangan PT PERTAMINA EP Field Rantau. Tim manajemen Proyek berkewajiban: menyediakan sumber daya yang cukup untuk K3LL; berpartisipasi dalam program audit K3 dan program pengidentifikasian, penilaian dan pengendalian bahaya; mengunjungi semua


(29)

area dalam pengontrolan vendor dan harus sangat terlibat dalam rencana ini; bertindak secara benar dan secepatnya dengan semua yang tidak sesuai dengan aturan-aturan K3LL; berpartisipasi dalam penyelidikan kecelakaan dan meneliti laporan kecelakaan dan menentukan dan melaksanakan cara-cara perbaikannya; yakin bahwa vendor dan pemasok sadar dan menuruti K3LL Plan dan sasaran-sasarannya dan memonitor pelaksanaan K3LL semua seksi yang dikontrolnya. Dari laporan management K3LL PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tersebut juga terlihat bahwa pihak manajemen telah mengadakan pemantauan kondisi lingkungan fisik setiap tahun.

Dari laporan pengukuran kualitas udara di tempat kerja yang dilakukan oleh pihak manajemen PT PDSI pada tanggal 9 Januari tahun 2014, di tempat Rig H35 UY6 lokasi 6B-22 terdapat dua lokasi yang tidak memenuhi persyaratan untuk suhu (180 C-280 C) yaitu pada portcamp opr.Crane 290 C dan portcamp driver 29,90 C. Pemantauan tingkat pencahayaan yang dilakukan pada tanggal 15 Januari 2014 untuk tempat Rig H35 UY6 lokasi 6B-22 dari 8 titik pengukuran terdapat 2 titik pengukuran dengan hasil kurang baik; di tempat CWKT 210B No.24/41 lokasi RNT-S2 16 terdapat 5 titik pengukuran kurang baik dari 12 titik pengukuran; di tempat IH30FD/23 lokasi PT-10 dari 13 titik pengukuran terdapat 5 titik pengukuran yang tidak baik; tempat SKYTOP RR 650 lokasi P-252 TW dari 8 titik pengukuran terdapat 2 titik pengukuran kurang baik; di tempat LTO 300/37 lokasi R-071 dari 8 titik pengukuran terdapat 1 titik pengukuran kurang baik dan untuk tempat kantor, semua titik pengukuran memenuhi persyaratan yang baik.


(30)

Sementara dari hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan pada tanggal 9 Januari tahun 2014, di tempat Rig H35 UY6 lokasi 6B-22 dari 8 titik pengetesan terdapat 4 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug; di tempat CWKT 210B No.24/41 lokasi RNT-S2 16 dari 9 titik pengetesan terdapat 4 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug ; di tempat IH30FD/23 lokasi PT-10 dari 6 titik pengetesan terdapat 1 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug; tempat SKYTOP RR 650 lokasi P-252 TW dari 8 titik pengetesan terdapat 1 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug dan di tempat LTO 300/37 lokasi R-071 dari 8 titik pengetesan terdapat 3 titik yang direkomendasikan harus menggunakan ear plug.

Penerapan manajemen K3 oleh PT PDSI Rantau Aceh Tamiang belum dapat mencapai zero accident. Hal ini dapat dilihat dari laporan investigasi yang dibuat oleh manajemen K3LL PT PDSI Rantau Aceh Tamiang pada tahun 2009 ditemukan 2 kasus kecelakaan pada pekerja, yaitu 1 orang meninggal karena perdarahan akibat terbentur patahan Skid saat hendak memindahkan Mud Tank I ke Trailer menggunakan Crane. 1 orang lagi cidera pada jari kelingking dan jari manis sebelah kanan saat memindahkan air winch dari Matting ke hoist dengan menggunakan Mobile Crane Cmeh. Data kecelakaan tahun 2010, kecelakaan kerja terjadi pada 5 orang pekerja, 1 orang cidera pada jari telunjuk kanan akibat terjepit dan 4 orang cidera karena terjatuh dari Mobile Crane Cmeh (betis kaki kiri mengalami memar, luka ibu jari sebelah kanan, luka pada pelipis mata kiri dan luka robek 1 cm pada jari manis tangan kiri).


(31)

Data kecelakaan tahun 2011, terjadi 5 kecelakaan pada pekerja, yaitu 2 orang cidera karena jatuh dari atas Genset saat memperbaiki Sling Crane dan tertimpa Boom Crane saat menurunkan Mud Pump Pz-9 dari kenderaan OFT-24 dilokasi RNT-IA6, kebakaran 1 orang dan cidera 2 orang. Sementara pada tahun 2012, terjadi kecelakaan tambang pada 2 orang pekerja, dan pada tahun 2013, jumlah kecelakaan 3 orang, 2 orang pada bulan Pebruari dan 1 orang pada bulan Desember.

Wawancara yang dilakukan peneliti dengan pihak manajemen pada waktu melakukan survei awal ke PT PDSI Rantau Aceh Tamiang menyatakan bahwa masih ada karyawan yang bekerja tidak berdasarkan SOP yang telah ditetapkan. Perilaku keselamatan dalam keselamatan kerja berhubungan langsung dengan perilaku karyawan dalam bekerja demi keselamatan individu dan sangat berhubungan erat dengan iklim keselamatan kerja dan sikap pengetahuan keselamatan kerja, karena dengan keadaan iklim keselamatan kerja ada dalam perusahaan mempengaruhi tingkat kesehatan karyawan dan dengan adanya pengetahuan keselamatan kerja, maka karyawan mampu mengerti dan memahami arti keselamatan kerja. Dari hasil survei awal di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan kerja di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.


(32)

1.2. Masalah Penelitian

Penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilakukan oleh PT PDSI Rantau Aceh Tamiang belum dapat mencapai zero accident, sehingga menjadi pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan manajemen K3 terhadap perilaku keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

2. Untuk mengetahui pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat pengaruh pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (komitmen dan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan K3, pemeriksaan dan tindakan perbaikan K3 dan kaji ulang manajemen K3) terhadap perilaku keselamatan karyawan (Pengetahuan, sikap dan tindakan) PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.


(33)

2. Terdapat pengaruh kondisi lingkungan kerja (lingkungan fisik dan lingkungan non fisik/sosial) terhadap perilaku keselamatan karyawan (pengetahuan, sikap dan tindakan) PT PDSI Rantau Aceh Tamiang tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen PT PDSI Rantau Aceh Tamiang dalam membuat program untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja.

2. Bagi dunia ilmu pengetahuan diharapkan dapat menambah informasi yang ada tentang pengaruh penerapan manajemen K3 dan kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan kerja, serta hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lanjutan sebagai informasi atau masukan mengenai pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan kerja.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012). Pelaksanaan SMK3 dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tersebut dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3 dengan cara : terencana, terukur, terstruktur, terintegrasi.

2. Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat kerja, dengan melibatkan : manajemen, tenaga kerja/pekerja dan serikat pekerja.

SMK3 diwajibkan bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 orang dan mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan menyusun rencana K3, dalam menyusun rencana K3 tersebut, pengusaha melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), Wakil Pekerja dan Pihak Lain yang terkait. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 yaitu Penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dan peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.


(35)

Penerapan SMK3 berdasarkan prinsip standar OHSAS 18001:2008 yang terdiri dari lima prinsip.

a. Komitmen dan Kebijakan K3

Manajemen perusahaan memiliki komitmen untuk patuh terhadap peraturan perundangan K3, mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran. Wewenang yang dimiliki manajemen puncak adalah memberi sanksi kepada karyawan yang bekerja dan investor di area pabrik tidak menggunakan alat keselamatan kerja.

b. Perencanaan K3

Perencanaan yang dilakukan perusahaan adalah membuat jadwal rencana kegiatan yang terdiri dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh divisi yang terkait untuk menerapkan SMK3 di perusahaan. Perusahaan melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko K3 serta menanggulangi limbah terhadap pengendalian dampak lingkungan.

c. Pelaksanaan K3

Struktur dan tanggung jawab pelaksanaan SMK3 di perusahaan dengan dibentuknya tim P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang merupakan bagian dari divisi keselamatan lingkungan dan damkar. Tim P2K3 adalah tim yang memiliki kewenangan, tanggung jawab, menyediakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang berkaitan tentang pelaksanaan SMK3 dengan manajemen perusahaan. Program-program yang dilakukan perusahaan sebagai pelaksanaan SMK3 dan keselamatan lingkungan diantaranya program kesehatan, program


(36)

keselamatan, dan program lingkungan. Program keselamatan yang dilakukan diantaranya memasang rambu-rambu penggunaan alat pelindung diri di setiap area kerja, rambu-rambu peringatan akan bahaya kerja yang akan terjadi, menerapkan toolbox meeting, memberikan dan menyediakan alat pelindung diri bagi tenaga kerja secara gratis, sosialisasi dan rapat panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3), mengadakan pelatihan K3 tentang P3K dan pelatihan tanggap darurat, melakukan patroli control setiap pagi selama jam kerja, dan penyedian alat pemadam kebakaran di setiap area kerja serta pemberian jalur evakuasi atau jalur hijau. Program peduli lingkungan yang diterapkan meliputi pengolahan limbah cair dan penggunaan kembali hasil limbah cair, penyediaan tempat sampah dan area penghijauan.

d. Pemeriksaan dan tindakan perbaikan K3

Pemeriksaan SMK3 yang dilakukan adalah dengan memantau dan mengukur faktor lingkungan kerja termasuk peralatan yang digunakan dan dampak terhadap lingkungan. Pemantauan dan pengukuran meliputi pencatatan informasi dan kejadian yang terjadi di lapangan secara kualitatif dan kuantitatif, melaksanakan audit K3 secara periodik. Tindakan perbaikan yang dilakukan meliputi patroli kontrol, mengevaluasi peraturan SMK3 yang diterapkan, melaporkan insiden yang terjadi dilapangan, mengidentifikasi pelaksanaan perbaikan seperti mendatangkan tim dari luar untuk pengujian emisi dan sertifikasi peralatan pabrik, melaporkan, perawatan alat keselamatan seperti alat pemadam kebakaran, dan mengevaluasi tentang penggunaan alat pelindung diri.


(37)

e. Kaji ulang manajemen K3

Pengkajian ulang manajemen yang diterapkan dilakukan untuk menjamin kesinambungan antara perencananan, pelaksanaan dan perbaikan berjalan sesuai yang diharapkan. Pengkajian ulang manajemen dilakukan dengan menyelengarakan rapat dan tinjauan antara tim P2K3 dengan manajemen puncak seperti direksi dan kepala divisi lainnya.

Lima prinsip penerapan SMK3 yang telah diterapkan untuk terus dilakukan perbaikan berkelanjutan oleh manajemen perusahaan. Perbaikan berkelanjutan dilakukan agar kesinambungan penerapan SMK3 dapat ditingkatkan sehingga mengurangi angka kecelakan kerja atau mendapatkan zero accident. SMK3 yang diterapkan diberlakukan untuk semua karyawan secara terintegrasi antara mesin, manusia, material dan lingkungan, sehingga menghasilkan penghargaan zero accident.

Potensi bahaya kerja yang teridentifikasi yaitu dengan kategori dominan low risk atau L menunjukkan bahwa program SMK3 di lingkungan kerja yang sudah memliki SMK3 dan penghargaan zero accident lebih ditingkatkan dalam penerapannya agar dapat diminimalisir dan mengantisipasi potensi bahaya yang akan terjadi. Pengawasan lebih ketat terhadap penerapan SMK3 yaitu dengan menerapkan juga reward terhadap karyawan yang patuh dan punishment terhadap karyawan yang melanggar, sehingga karyawan peduli akan keselamatan dan kesehatan kerja. Peraturan yang lebih ketat terhadap karyawan yang melanggar aturan dari penerapan SMK3 seperti penggunaan APD dan bertindak serta bekerja


(38)

dengan peduli keselamatan dan kesehatan bukan karena unsafe behaviour.

Untuk menerapkan Sistem Manajemen K3, setiap perusahaan diwajibkan untuk membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan petimbangan baik diminta maupun tidak, kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

Sastrohadiwiryo (2005) menyatakan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja adalah bagian dari sistem manajemen yang mencakup struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, tata kelola/prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan dalam hal pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, serta pemeliharaan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja dengan tujuan mengendalikan risiko yang behubungan dengan kegiatan produksi/kerja untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif bagi pekerja maupun orang lain yang berada di dalam lingkungan tersebut. Tujuan dan sistem manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan serta penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan, menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, dan produktif, dimana program ini merupakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan yang terintegrasi.


(39)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut Joint Committee ILO dan WHO ialah: “The promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental, and social well being of in all occupations; the prevention among workers of departures from health caused bt their working conditions; the protection of workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational environment adapted to his physiological equipment; to summarize: the adaptation of work to man and each man to his job” (Dauly, 2010).

Menurut Budiono (2003), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah: “Suatu ilmu multi disiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenaga kerja terhadap risiko bahaya dalam melakukan pekerjaannya serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan, dam pencemaran lingkungan.” Sedangkan menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah: “Keselamatan dan kesehatan Kerja adalah segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkan identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang - undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja” (Rizky, 2009).

Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah ilmu (berupa teori) dan seni (berupa aplikasi) dalam


(40)

menangani atau mengendalikan bahaya dan risiko yang ada di atau dari tempat kerja, yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan atau keselamatan pada pekerja maupun masyarakat sekitar lingkungan kerja (Tjipto, 2009).

2.2. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah suasana dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosional karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.

Palin (2012) menyatakan bahwa: “Lingkungan kerja adalah faktor- faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi. Faktor fisik ini mencakup peralatan kerja, suhu di tempat kerja, kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja sedangkan non fisik mencakup hubungan kerja yang terbentuk di perusahaan antara atasan dan bawahan serta antara sesama karyawan”. Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang menyenangkan menjadi kunci pendorong bagi para karyawan untuk menghasilkan kinerja yang optimal.


(41)

Lingkungan kerja menurut Nitisemito, dalam Rodhiah (2008) adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Sementara itu, menurut Fieldman dalam Rodhiah (Jurnal Manajemen, 2008) menjelaskan bahwa lingkungan kerja merupakan faktor - faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi yang pembentukannya terkait dengan kemampuan manusia. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah sebuah hal yang berada di sekitar pekerjaan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugas, kondisi kerja, hubungan karyawan di dalam perusahaan dan kinerja karyawan tersebut.

2.2.1. Lingkungan Kerja Sosial

Lingkungan kerja sosial mencakup hubungan yang terbina dalam perusahaan. Seorang pegawai bekerja di dalam perusahaan tidak sendiri. Di dalam melakukan aktivitas, pegawai pasti membutuhkan orang lain. Dengan demikian pegawai wajib membina hubungan yang baik antara rekan kerja, bawahan maupun atasan karena pegawai saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis karyawan. Mello (2002) menyatakan bahwa “labor relations is key strategic issue for organizations because the nature of the relationship between the

employeer and can have a significant inpact on morale,motivation and

productivity”. (Hubungan kerja adalah isu strategis kunci bagi organisasi karena sifat hubungan antara pemberi kerja dan dapat memiliki impact signifikan terhadap moral, motivasi dan produktivitas).


(42)

Komunikasi yang baik merupakan kunci untuk membangun hubungan kerja. Komunikasi yang buruk dapat menyebabkan kesalahpahaman karena gagal menyampaikan pikiran dan perasaan satu sama lain. Komunikasi yang baik dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi prestasi kerja karyawan dan membangun tim kerja yang solid. Untuk membangun hubungan kerja yang baik, menurut Mangkunegara (2003) diperlukan: “(1) pengaturan waktu, (2) tahu posisi diri, (3) adanya kecocokan, (4) menjaga keharmonisan, (5) pengendalian desakan dalam diri, (6) memahami dampak kata-kata atau tindakan anda pada diri orang lain, (7) jangan mengatur orang lain sampai anda mampu mengatur diri sendiri, (8) tidak mengumbar kemarahan pada orang lain, (9) besikap bijak dan bijaksana”. Hal ini menunjukkan bahwa untuk membangun hubungan kerja yang baik diperlukan pengendalian emosional dengan baik di tempat kerja.

Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa “untuk menciptakan hubungan relasi kerja yang harmonis dan efektif, pimpinan dan manajer perlu (1) meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosi karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim kerja serta (2) menciptakan suasana, memperhatikan dan memotivasi kreativitas”. Dari pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan hubungan kerja dan pengendalian emosional di tempat kerja itu sangat perlu untuk diperhatikan karena akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja karyawan. Hal ini disebabkan karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin.

Manusia mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang saja. Manusia bekerja untuk mendapatkan uang tetapi uang bukan merupakan tujuan


(43)

segalanya. Menusia bekerja untuk mendapatkan lebih dari sekedar uang, manusia memerlukan penghargaan dari perusahaan, memiliki hubungan yang baik dengan sesama karyawan dan manajer serta memiliki pekerjaan yang layak. Jadi uang bukan merupakan alat motivasi yang utama untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan sebaliknya hubungan kerja yang baik di lingkungan perusahaan merupakan kunci utama untuk mendapatkan kepercayaan dan loyalitas karyawan yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap prestasi kerja karyawan.

2.2.2. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja karyawan melakukan aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja karyawan. Faktor - faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Robbins (2002) menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah:

a. Suhu

Suhu adalah satu variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Suhu yang nyaman bagi seseorang mungkin merupakan neraka bagi orang lain. Dengan demikian untuk memaksimalkan produktivitas, adalah penting bahwa karyawan bekerja di suatu lingkungan dimana suhu diatur sedemikian rupa sehingga berada di antara rentang kerja yang dapat diterima setiap individu.

b. Kebisingan


(44)

konstan atau dapat diramalkan pada umumnya tidak menyebabkan penurunan kinerja sebaliknya efek dari suara-suara yang tidak dapat diramalkan memberikan pengaruh negatif dan mengganggu konsentrasi karyawan.

c. Penerangan

Bekerja pada ruang yang gelap dan samara-samar akan menyebabkan ketegangan pada mata. Intensitas cahaya yang tepat dapat membantu karyawan dalam memperlancar aktivitas kerjanya. Tingkat yang tepat dari intensitas cahaya juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat penerangan yang lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua dibanding yang lebih muda.

d. Mutu Udara

Merupakan fakta yang tidak bisa disangkal bahwa jika menghirup udara tercemar membawa efek yang merugikan pada kesehatan pribadi. Udara yang tercemar dapat mengganggu kesehatan pribadi keryawan. Udara yang tercemar di lingkungan kerja dapat menyebabkan sakit kepala, mata perih, kelelahan, lekas marah dan depresi.

Faktor lainnya yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menimbulkan kenyaman bagi karyawan di tempat kerjanya. Faktor - faktor dari rancangan ruang kerja tersebut menurut Robbins (2002) terdiri atas :

a. Ukuran ruang Kerja


(45)

sempit dan membuat karyawan sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang lebih rendah jika dibanding dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas. b. Pengaturan

Jika ukuran ruang kerja merujuk pada besarnya ruangan per karyawan, pengaturan merujuk pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting karena sangat mempengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi dengan individu - individu yang dekat secara fisik. Oleh karena itu lokasi kerja karyawan mempengaruhi informasi yang ingin diketahui.

c. Privasi

Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi dan sekatan-sekatan fisik lainnya. Kebanyakan karyawan menginginkan tingkat privasi yang besar dalam pekerjaan mereka (khususnya dalam posisi manajerial, dimana privasi diasosiasikan dalam status). Namun kebanyakan karyawan juga menginginkan peluang untuk berinteraksi dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan meningkatnya privasi. Keinginan akan privasi itu kuat dipihak banyak orang. Privasi membatasi gangguan yang terutama sangat menyusahkan orang - orang yang melakukan tugas-tugas rumit.

Lingkungan Kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan kinerja karyawan. Karena Lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja oragnisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Oleh karena itu penentuan dan penciptaan lingkungan kerja yang baik akan sangat menentukan


(46)

keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang tidak baik akan dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan.

Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Sedarmayanti, 2001). Menurut Nitisemito (2002) Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain. Berdasarkan definisi tersebut bahwa lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat kerja karyawan lebih banyak berfokus pada benda-benda dan situasi sekitar tempat kerja sehingga dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Faktor-faktor lingkungan kerja fisik yaitu pewarnaan, penerangan, udara, suara bising, ruang gerak, keamanan, kebersihan.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan bawahan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan (Sedamayanti,


(47)

2001). Lingkungan kerja non fisik ini tidak kalah pentingnya dengan lingkungan kerja fisik. Semangat kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan kerja non fisik, misalnya hubungan dengan sesama karyawan dan dengan pemimpinnya. Apabila hubungan seorang karyawan dengan karyawan lain dan dengan pimpinan berjalan dengan sangat baik maka akan dapat membuat karyawan merasa lebih nyaman berada di lingkungan kerjanya.

Ada 5 aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa mempengaruhi perilaku karyawan, yaitu:

1. Struktur kerja, yaitu sejauh mana bahwa pekerjaan yang diberikan kepadanya memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik.

2. Tanggung jawab kerja, yaitu sejauh mana pekerja merasakan bahwa pekerjaan mengerti tanggung jawab mereka serta bertanggung jawab atas tindakan mereka. 3. Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana karyawan merasakan

bahwa pimpinan sering memberikan pengarahan, keyakinan, perhatian serta menghargai mereka.

4. Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan merasakan ada kerjasama yang baik diantara kelompok kerja yang ada.

5. Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan merasakan adanya komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar, baik antara teman sekerja ataupun dengan pimpinan.


(48)

2.3. Perilaku

Geller (2001) menyatakan bahwa perilaku itu mengacu pada tingkah laku atau tindakan individu yang dapat diamati oleh orang lain. Dengan kata lain, perilaku adalah apa yang seseorang katakan atau lakukan yang merupakan hasil dari pikirannya, perasaannya, atau diyakininya. Perilaku manusia menurut Dolores dan Johnson (dalam Anggraini, 2011) adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan atau genetika.

Faktor penentu perilaku terbagi atas 2 bagian yakni faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan dan berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, misalnya tingkat pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, jenis kelamin, dan sebagainya dan faktor eksternal, meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non-fisik, seperti iklim, manusia, sosial, budaya, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang.

Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun demikian tidak berarti bahwa perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi. Perilaku sebagai perefleksian faktor-faktor kejiwaan seperti : keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, sikap, motivasi, reaksi sebagainya dan faktor lain seperti : pengalaman, keyakinan, sarana-sarana


(49)

fisik, sosio, masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Perilaku manusia cenderung bersifat holistik (menyeluruh). Hal ini dapat diartikan bahwa sulit untuk dibedakan yang mana faktor yang mempengaruhi dan berkontribusi dalam pembentukan perilaku manusia.

Skinner seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan proses atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons. Skinner membedakan adanya dua respons, yaitu:

1. Respondent response atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respondent response ini juga mencakup perilaku emosional.

2. Operant response atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang, kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation karena memperkuat atau reinforce, karena memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku Tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,


(50)

persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.3.1. Pembentukan Perilaku

Notoatmodjo (2003) menyebutkan faktor yang memegang peranan didalam pembentukan perilaku, yaitu: faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor ekstern meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungan apabila perilaku tersebut dapat diterima oleh lingkungannya dan dapat diterima oleh individu yang bersangkut an.

Reason (1997) mengungkapkan bahwa adanya saling mempengaruhi antara faktor psikologis dan faktor situasi dalam perilaku manusia dimana faktor manusia dipengaruhi faktor internal yaitu: faktor yang berkaitan dengan diri perilaku, seperti : kebutuhan, motivasi, kepribadian, harapan, pengetahuan, persepsi, dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri perilaku atau dari lingkungan sekitarnya, seperti: kelompok, organisasi, atasan, teman, orang tua, dan lain-lain (Rizky, 2009).


(51)

2.3.2. Proses Perubahan Perilaku

Terbentuknya dan perubahan perilaku manusia terjadi dikarenakan adanya proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui suatu proses yakni proses belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar itu sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar (Soekidjo, 2003).

Proses pembelajaran yang terjadi pada diri individu terjadi dengan baik apabila proses pembelajaran tersebut menghasilkan perubahan perilaku yang relativ permanen. Dengan demikian dikatakan bahwa proses pembelajaran terjadi bila individu tersebut berperilaku, bereaksi dan menanggapi sebagai hasil dari pembelajarannya dengan cara yang berbeda dari individu tersebut berperilaku sebelumnya. Pada proses pembelajaran perubahan perilaku tersebut mencakup tiga komponen:

1. Pembelajaran melibatkan perubahan. Pada proses ini perubahan perilaku yang bersifat sementara akan mengembalikannya perilaku seperti semula.

2. Perubahan harus relatif permanen. Dalam perubahan perilaku sifat yang relatif permanen ini sangat diperlukan dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja agar perilaku tidak aman yang biasanya dilakukan tidak diulangi lagi.

3. Perubahan menyangkut perilaku (Robbin dalam Rizky, 2009). 2.3.3. Faktor Penentu Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.


(52)

Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Faktor internal, yaitu karekteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,

politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

2.3.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah pendidikan, pekerjaan dan usia (Mubarak, 2006).

Notoatmodjo (2003) membagi pengetahuan kedalan enam tingkatan pengetahuan manusia yaitu : Pertama yaitu tahu (know), diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelum terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Setelah tahu, kemudian sesorang akan memahami (compherension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar. Orang yang telah paham


(53)

objek-objek atau materi harus dapat menjelaskan, dengan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dari terhadap objek yang dipelajari. Selanjutnya, apa yang telah dipahami akan diaplikasikan (Aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi juga merupakan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan dalam konteks atau situasi lain. Kemudian, materi atau objek yang telah diplikasikan selanjutnya diartikan untuk dijabarkan ke dalam komponen-komponen, tetapi dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain (Analysis). Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat menjabarkan, membedakan, mensyahkan dan mengelompokkan. Materi atau objek yang telah dianalisis, digabungkan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada (Syntesis). Kemudian dinilai berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada (Evaluasi). Dalam penelitian yang dilakukan Bart (1994) dikatakan bahwa perilaku yang dilakukan atas dasar pengetahuan akan lebih bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku masyarakat dapat lebih mudah untuk diubah kearah yang lebih baik.

2.3.3.2 Sikap

Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup Menurut Notoatmodjo (2007), sikap manusia terhadap suatu rangsangan adalah perasaan


(54)

setuju (favorablere) ataupun perasaan tidak setuju (non favorable) terhadap rangsangan tersebut. Selain itu Allport (1935 dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu: kepercayaan (keyakinan) yang merupakan ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

2.3.3.3Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003). Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior. Empat tingkatan tindakan adalah:

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)


(55)

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2.3.4. Perilaku Keselamatan

Borman dan Motowidlo dalam Wijayanti (2008) membedakan perilaku keselamatan di tingkat individu ke dalam dua kategori, yaitu kepatuhan keselamatan (safety compliance) dan partisipasi keselamatan (safety participation). Kepatuhan keselamatan didefinisikan sebagai aktivitas utama yang harus dilakukan individu untuk mempertahankan keselamatan di tempat kerja, termasuk didalamnya kepatuhan akan prosedur kerja dan menggunakan peralatan pelindung diri (personal protective equipment-PPE). Di sisi lain partisipasi keselamatan didefinisikan sebagai perilaku yang tidak secara langsung berkontribusi terhadap aktivitas keselamatan, tetapi akan membantu lingkungan kerja untuk tetap selamat. Beberapa contoh partisipasi keselamatan adalah mengikuti rapat- rapat keselamatan, dan membantu rekan kerja untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan keselamatan kerja.

Dari definisi-definisi di atas dapat dilihat bahwa perilaku berkaitan dengan faktor internal seperti pikiran dan emosi serta adat atau budaya, karena itulah ada istilah safety culture. Selain itu juga dapat dilihat bahwa salah satu faktor internal


(56)

yakni pengetahuan sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia, karena itu ada program safety awareness untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan manusia mengenai keselamatan. Selain itu dapat dilihat bahwa perilaku berhubungan dengan faktor eksternal dan stimulus, oleh karena itu program-program yang dapat memberikan stimulus terhadap perilaku pekerja seperti kampanye, observasi, bahkan

reward dan punishment itu memang harus diterapkan. Faktor perilaku memang

penting bahkan sangat amat penting. Namun bukan berarti tidak perlu fokus ke desain tempat kerja dan teknologi atau aspek engineering untuk safety saat bekerja, karena teknologi sedikit banyak dapat “menutupi” faktor perilaku manusia dan perlu diingat bahwa terdapat banyak sekali kesalahan yang diakibatkan perilaku manusia dalam sistem termasuk sistem kerja.

Penerapan teknologi yang melibatkan perilaku manusia (human behavior) termasuk juga human factors harus diterapkan untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh faktor perilaku. Karena seperti yang telah disebutkan di atas, perilaku selain ditentukan dari faktor eksternal juga ditentukan dari faktor internal yang sudah melekat pada diri manusia tersebut. Faktor-faktor internal biasanya berupa karakteristik atau kapasitas seperti kognisi, kecerdasan, persepsi, jenis kelamin yang dapat menimbulkan perilaku manusia yang tidak diinginkan ketika desain lingkungan kerja melebihi kapasitas manusia tersebut.

Dari penjelasan di atas diambil kesimpulan bahwa perilaku merupakan hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu, sehingga perilaku tersebut merupakan hasil keterkaitan antara usaha perilaku


(57)

keselamatan dan kemampuan dalam menjalankan tugasnya.

L.W.Green dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :

1. Faktor-faktor Predisposisi ( Predisposing Factors)

Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, kayakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut, seperti pengetahuan, keyakinan, nilai dan sikap.

2. Faktor-faktor Pemungkin (Enambling Factors)

Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya seperti: sarana, Prasarana, dana, transportasi, fasilitas dan kebijakan pemerintah.

3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors)

Faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan seperti sikap, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan.

Pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada dasarnya merupakan tanggung jawab para manajemen yang wajib memelihara kondisi kerja yang selamat sesuai dengan ketentuan pabrik (Ridley, 2003). Penerapan Manajemen


(58)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) secara komprehensip merupakan cara pencegahan yang efektif. MK3 merupakan suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3. Keselamatan dan kesehatan kerja yang telah membudaya bagi para pekerja menjadi faktor predisposisi bagi perubahan perilaku keselamatan demikian juga dengan persepsi pekerja terhadap lingkungan pekerjaan. Kebijakan K3 di perusahaan menjadi salah satu faktor pemungkin dalam terjadinya perilaku keselamatan.

2.4. Landasan Teori

Secara konseptual teori Ramsey adalah teori yang menjelaskan hubungan antara faktor individu dengan terjadinya kecelakaan. Ramsey menilai bahwa terjadinya kecelakaan karena adanya faktor-faktor pribadi yang mempengaruhi seseorang. Faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku yang aman. Menurt Ramsey, untuk dapat terbentuk perilaku yang aman dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu (Sjaaf, 2007) :

a) Pengamatan (Perception)

Faktor ini dipengaruhi oleh kecakapan sensoris, perseptualnya, kesiagaan mental. b) Kognitif (Cognition)

Faktor ini dipengaruhi oleh pengalaman, pelatihan, kemampuan mental, daya ingat.


(59)

c) Pengambilan Keputusan (Decision Making)

Faktor ini dipengaruhi oleh pengalaman, pelatihan, sikap, motivasi, keperibadian dan kecenderungan menghadapi risiko

d) Kemampuan (Ability)

Faktor ini dipengaruhi oleh ciri-ciri fisik dan kemampuan fisik, kemampuan physikomotorik, dan proses-proses fisiologis.

Keempat faktor di atas adalah suatu tahapan sekunsial mulai dari yang pertama hingga yang terakhir. Bila semua tahapan ini berlangsung dengan baik maka akan terbentuk suatu perilaku yang aman. Namun bila semua tahapan ini tidak tidak berjalan dengan baik maka kecelakaan akan timbul. Teori Ramsey ini dapat menjelaskan bahwa bahaya bagi karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang adalah kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman. Namun dengan penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja akan membantu pekerja untuk mengadakan pengamatan bahaya dan pengenalan bahaya sehingga menimbulkan keputusan untuk menghindari bahaya. Pekerja mempunyai kemampuan untuk menghindari bahaya sehingga timbul perilaku kerja yang aman. Perilaku kerja yang aman ini bisa juga berubah menjadi perilaku yang tidak aman dengan adanya faktor

change akan tetapi Ramsey tidak menjelaskan factor change tersebut yang dapat


(60)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Ramsey

Sumber: Sjaaf,Ridwan Z.2007, Occuptional Health and Safety Behaviour Bahaya

Pengamatan Bahaya

Pengenalan Bahaya

Keputusan untuk menghindar

Kemempuan untuk Menghindar

Change Perilaku Kerja

Tidak Aman

Kecelakaan Tidak Terjadi

Kecelakaan Perilaku Kerja yang Aman


(61)

2.5. Kerangka Konsep

Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Penerapan Manajemen K3 1. Komitmen dan kebijakan K3 2. Perencanaan K3

3. Pelaksanaan K3

4. Pemeriksaan dan tindakan perbaikan K3

5. Kaji ulang manajemen K3

Kondisi Lingkungan Kerja 1. Lingkungan Fisik

2. Lingkungan Non Fisik/Sosial

Perilaku Keselamatan Kerja


(62)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan kondisi lingkungan kerja terhadap perilaku keselamatan di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang dengan dasar pertimbangan karena penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilakukan oleh PT PDSI Rantau Aceh Tamiang belum dapat mencapai zero accident di perusahaan tersebut.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal penelitian, merancang kuesioner, konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian sampai dengan laporan akhir membutuhkan waktu 6 bulan terhitung Januari 2014 - Juni 2014.


(63)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan lapangan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 sebanyak 340 orang.

3.3.2. Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan dengan rumus (Notoatmodjo, 1998):

( )

2 d N 1 N n + = dimana :

n = Besar sampel N = Populasi

d = tingkat kepercayaan (0,1) = 90% sehingga :

( )

orang 77 27 , 77 4 , 4 340 0,1 340 1 340 n 2 ≈ = = + =

Jadi, jumlah sampel sebesar 77 orang. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu penarikan sampel dari masing-masing Rig dilakukan secara acak sederhana dengan tehnik undian. Jumlah sampel


(64)

untuk setiap Rig dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut.

Tabel 3.1. Jumlah Karyawan pada Setiap Rig di PT PDSI Rantau Aceh Tamiang Tahun 2014 dan Jumlah Sampel yang Diambil

No Nama Rig Jumlah

Populasi Perhitungan

Jumlah Sampel

1 Rig CWKM 200A No.1 45 45/340 x 77 10

2 Rig CWKT 210B No.2A/41 65 65/340 x 77 15

3 Rig IH30 FD No.23 45 45/340 x 77 10

4 Rig SKYTOP RR-650 65 65/340 x 77 15

5 Rig H35/UY6 45 45/340 x 77 10

6 Rig LTO 350 45 45/340 x 77 10

7 HTE 30 30/340 x 77 7

Total 340 77

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Alat Pengumpulan data 1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan tentang penerapan manajemen K3 dan pesepsi karyawan terhadap lingkungan kerja serta pertanyaan tentang perilaku keselamatan yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan karyawan dalam keselamatan kerja. Kuesioner yang digunakan sesuai dengan teori yang telah dijelaskan pada Bab II tinjauan pustaka dan modifikasi dari Zulliyanti,S 2010.


(1)

(2)

(3)

Peneliti sedang melakukan wawancara dengan salah satu karyawan PT PDSI Rantau Aceh Tamiang di Lokasi Rig pengeboran


(4)

(5)

(6)