Perilaku Menyimpang Anak SD

19 biasa di mana dalam kehidupannya membutuhkan berbagai pelayanan yang khusus. Pendapat lain diungkapkan Zaenal Alimin 2004: 2 yang menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual. Pendapat ini lebih menekankan pada layanan pendidikan yang didapatkan oleh anak bekebutuhan khusus. Kecacatan yang disandang ABK menjadi diagnosa guna menentukan kebutuhan masing-masing anak dalam mengatasi hambatan belajarnya. Istilah anak berkebutuhan khusus jelas menunjuk pada golongan anak dengan kelainan khusus yang membutuhkan layanan khusus. Kelainan khusus ini berupa kecacatan yang disandang anak, bisa berbentuk cacat secara fisik, mental, emosional, bahkan ganda. Kondisi kecacatan inilah yang memunculkan hambatan pada diri anak itu sehingga perlu mendapat pelayanan khusus. Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditegaskan bahwa anak berkebutuhan khusus atau ABK mencakup anak-anak dengan kecacatan tertentu baik fisik, mental, emosional, ganda, maupun anak dengan kebutuhan khusus dalam belajar sehingga diperlukan adanya layanan bersifat khusus. Kondisi kecacatan inilah yang memunculkan hambatan pada diri anak itu sehingga perlu mendapat pelayanan khusus.

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Dedy Kustawan, 2013: 24-28 membagi anak berkebutuhan khusus menjadi tigabelas kategori, yaitu: 1 tunanetra, 2 tunarungu, 3 tunagrahita, 4 20 tunawicara, 5 tunagrahita, 6 tunadaksa, 7 tunalaras, 8 anak berkesulitan belajar spesifik, 9 lamban belajar, 10 autis, 11 anak yang memiliki gangguan motorik, 12 anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, 13 tunaganda. Sedangkan Abdul Hadis 2006: 6 menyatakan hal yang sedikit berbeda mengenai klasifikasi anak berkebutuhan khusus yaitu klasifikasi tersebut mencakup kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan pengelihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat. Dari pendapat para ahli tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan pengelihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat. Penelitian ini hanya berfokus pada anak lambat belajar atau slow learner. Untuk memperjelas batasan istilah maka dapat dijelaskan definisi anak slow learner dalam uraian teori selanjutnya.

C. Anak Slow Learner

1. Pengertian Anak Slow Learner

Menurut Dedy Kustawan 2013:27 anak slow learner adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berfikir, tetapi masih lebih baik jika dibandingkan tunagrahita, lebih lamban dibanding 21 dengan anak pada umumnya, mereka butuh waktu lebih lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas akademik. Nani Triani dan Amir 2013: 4 mendeskripsikan bahwa anak-anak slow learner tidak hanya terbatas pada kemampuan akademik melainkan juga pada kemampuan-kemampuan yang lain seperti pada aspek bahasa atau komunikasi, emosi, sosial atau moral. Sedangkan Munawir Yusuf 2005: 47 mendefinisikan bahwa anak dengan lamban belajar atau slow learner memiliki IQ antara 70-90, mereka memerlukan bantuan dengan pemanfaatan metode dan strategi serta waktu khusus untuk dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas, dapat ditegaskan bahwa anak slow learner membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibanding teman sebayanya. Mereka memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, tetapi bukan berarti mereka tidak mampu. Mereka butuh perjuangan yang lebih keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas regular, sehingga prestasi belajar mereka biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak yang sebaya dengannya. Dari sisi perilaku, anak-anak slow learner cenderung pendiam dan pemalu, mereka juga kesulitan untuk berteman. Anak slow learner ini juga cenderung kurang percaya diri.

2. Karakteristik Anak Slow Learner

Nani Triani dan Amir 2013:10-12 membagi karakteristik anak slow learner sebagai berikut a intelegensi; b bahasa; c emosi; d sosial; e moral. Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut: 22 a. Intelegensi Dari segi intelegensi anak-anak slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC. Anak dengan IQ 70-90 ini biasanya mengalami masalah hampir di semua pelajaran terutama pada mata pelajaran-mata pelajaran yang berkenaan dengan hafalan dan pemahaman. Sulit memahami hal-hal yang abstrak. Nilai hasil belajarnya rendah dibandingkan dengan teman-teman di kelasnya. b. Bahasa Anak-anak slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi. Anak-anak ini mengalami kesulitan baik dalam bahasa ekspresif atau menyampaikan ide atau gagasan maupun dalam memahami percakapan orang lain atau bahasa reseptif. Untuk meminimalisir kesulitan dalam berbahasa sebaiknya melakukan komunikasi dengan bahasa yang simpel atau sederhana dan singkat namun jelas. c. Emosi Dalam hal emosi, anak-anak slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah dan meledak-ledak serta sensitif. Jika ada hal yang membuatnya tertekan atau melakukan kesalahan, biasanya anak-anak slow learner cepat patah semangat. d. Sosial Anak-anak slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memilih sebagai pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Walau pada beberapa anak ada yang