PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) PROVINSI LAMPUNG

(1)

i ABSTRACT

THE INFLUENCE OF TRAINING AND MOTIVATION TO WORK ON THE PERFORMANCE OF EMPLOYEES OF GUARANTEE QUALITY

EDUCATION INSTITUTIONS LAMPUNG PROVINCE

By Kurniawan

Performance is the result of the quality and quantity of work achieved by a person or group of people within an organization in accordance with the expected results in order to achieve the goal organiasi within a certain period. In order to achieve good performance skills necessary to support the implementation of a job or a job well done, in accordance with workplace procedures. In addition to technical skills, the motivation factor is also a very important factor in influencing the performance of employees.

This study aims to determine the effect of training and motivation to work either partially or simultaneously on employee performance. The research approach using quantitative descriptive approach, the research data is divided into two kinds, namely primary data and secondary data. The technique of collecting data through observation, interviews, and documentation. The technique of data collection is done by conducting a census of the population of employees


(2)

ii

amounted to 44. Respondents response rate is the maximum rate of return of questionnaires proved by reaching the entire number of respondents.

The results showed the effect of training on employee performance by 0.549 of the amount of the contribution to the employee's performance of 0.301 or 30.1%. T test demonstrated the training variables significantly affect the performance of employees. The influence of work motivation on employee performance by 0.491 of the amount of the contribution to the employee's performance of 0.241 or 24,1%. T test showed work motivation variables significantly affect employee performance. Effect of training and motivation of 0.596 of the amount of the contribution to the performance by 0.355, or 35.5%. F test showed that the training and motivation significantly affect the performance of employees.

Conclusion The study is training and motivation affect the performance of employees. The implications of the results of the study of training needs to be improved is the clarity and knowledge of employees to achieve the vision and mission and the goals established by the agency, the employee should be given to technical training. On work motivation is to improve employee motivation in the work necessary clarity in the career hierarchy implemented in accordance with the statutes and objectivity of employee capabilities.


(3)

iii ABSTRAK

PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

(LPMP) PROVINSI LAMPUNG

Oleh : Kurniawan

Kinerja adalah merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan organiasi dalam periode tertentu. Dalam upaya mencapai kinerja yang baik diperlukan adanya keterampilan yang diperoleh seorang pegawai dari hasil pelatihan untuk mendukung terlaksananya pekerjaan atau tugas dengan baik, sesuai dengan prosedur kerja. Selain keterampilan secara teknis, faktor motivasi juga merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kinerja pegawai.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan motivasi kerja baik secara parsial maupun simultan terhadap kinerja pegawai. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, data penelitian terbagi menjadi dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengambilan data


(4)

iv

dilakukan dengan melakukan sensus terhadap pegawai yang telah mengikuti pelatihan berjumlah 75. Tingkat respon responden adalah maksimal dibuktikan dengan tingkat pengembalian kuesioner mencapai seluruh jumlah responden.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai sebesar 0,549 dengan besarnya kontribusi terhadap kinerja pegawai sebesar 0,301 atau 30,1%. Uji t menunjukkan variabel pelatihan secara signifikan mempengaruhi kinerja pegawai. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai sebesar 0,491 dengan besarnya kontribusi terhadap kinerja pegawai sebesar 0,241 atau 24,1%. Uji t menunjukkan variabel motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi kinerja kerja pegawai. Pengaruh pelatihan dan motivasi kerja sebesar 0,596 dengan besarnya kontribusi terhadap kinerja sebesar 0,355 atau 35,5%. Uji F menunjukkan bahwa pelatihan dan motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi kinerja pegawai.

Kesimpulan penelitian adalah pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Saran dari hasil penelitian perlu ditingkatkan adalah kejelasan dan pengetahuan pegawai untuk pencapaian visi dan misi serta tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh instansi, untuk itu pegawai perlu diberikan pelatihan teknis. Pada motivasi kerja adalah untuk meningkatkan motivasi pegawai dalam bekerja perlu kejelasan dalam penjenjangan karier yang dilaksanakan sesuai dengan ketetapan dan obyektifitas kemampuan pegawai.


(5)

PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

(LPMP) PROVINSI LAMPUNG

Oleh KURNIAWAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister Ilmu Pemerintahan

Pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(6)

(7)

(8)

(9)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

LEMBAR PERNYATAAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

MOTTO ... ix

PERSEMBAHAN ... x

SANWACANA ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pelatihan ... 10

B. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil ... 13

1. Tujuan Pelatihan ... 15

2. Asas-asas Pelatihan ... 18

3. Pengembangan Program Pelatihan ... 20

4. Mekanisme Pelatihan... 22

5. Efektivitas Pelatihan ... 23

6. Manajemen Pelatihan ... 24

7. Pelatihan untuk Meningkatkan Kinerja ... 26

C. Tinjauan Motivasi Kerja ... 27

1. Teori Hierarki ... 29

2. Teori ERG ... 31

3. Teori Kesehatan Motivator ... 32

4. Teori Motivasi Menurut David Mc Clellend ... 33


(10)

xv

1. Penilaian Kinerja ... 38

2. Tujuan Penilaian Kinerja ... 39

3. Aspek Evaluasi Penilaian Kinerja ... 40

4. Aspek Pengembangan Penilaian Kinerja ... 41

E. Penelitian Terdahulu ... 46

F. Kerangka Pikir ... 47

G. Hipotesis ... 49

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

B. Tipe Penelitian ... 50

C. Definisi Konseptual ... 51

D. Definisi Operasional ... 52

E. Populasi... 54

F. Sampel ... 54

G. Jenis Data ... 54

H. Teknik Pengumpulan Data... 55

I. Teknik Pengolahan Data ... 56

J. Persyaratan Uji Hipotesis ... 56

K. Teknik Analisis Data ... 60

1. Uji Validitas Instrumen ... 60

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 61

3. Analisis Regresi Linier Berganda ... 61

4. Uji Hipotesis ... 61

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

1. Sejarah Singkat ... 64

2. Struktur Organisasi ... 66

B. Analisis Validitas dan Realibilitas ... 67

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Pelatihan (X1) ... 67

2. Uji Validitas dan Reabilitas Motivasi Kerja (X2) ... 69

3. Uji Validitas dan Reabilitas Kinerja (Y) ... 71

C. Karakteristik Responden ... 73

D. Persyaratan Uji Hipotesis ... 76

1. Uji Normalitas ... 76

2. Uji Homogenitas ... 77

3. Uji Linearitas ... 78

E. Deskripsi Data Variabel Pelatihan ... 79

F. Deskripsi Data Variabel Motivasi Kerja ... 81

G. Deskripsi Data Variabel Kinerja Pegawai ... 82

H. Uji Hipotesis ... 84

1. Uji Hipotesis 1: Pengaruh Pelatihan terhadap Kinerja ... 84

2. Uji Hipotesis 2: Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja ... 87

3. Uji Hipotesis 3: Pengaruh Pelatihan dan Motivasi terhadap Kinerja ... 90

I. Pembahasan ... 92


(11)

xvi

3. Hipotesis 3: Simultan ... 94

J. Hasil Penelitian ... 96

1. Pelatihan ... 96

2. Motivasi Kerja ... 97

3. Kinerja Pegawai ... 98

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(12)

x

PERSEMBAHAN

Tes is isi kuper sembahkan kepada:

Kedua or angt uaku, Bapak M. Tabr i (Alm) dan Ibu Hj. Mar yama Bapak dan ibu Mer tuaku,

Bapak H. A, Razak S., S.H., dan Ibu Nur s yidah S., A.Md Is t r iku Khair ul Ulya, S.Si., M.Pd

Kedua Put r iku Syifa Aulia Rahmadina dan Shofie Aulia Azr ina, t er ima kasih membuat hidup Daddy lebih indah dan ber har ga Abang, Kakak dan adek ter imakasih untuk segenap c inta, per hat ian

dan kasih sayang yang tulus.


(13)

viii

Penulis dilahirkan di Wayakrui, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 19 September 1974. Merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara, dari pasangan Bapak Tabri (Alm) dan Ibu Hj. Maryama. Menikah pada 20 Mei 2006 dengan Khairul Ulya, S.Si., M.Pd. dan telah dikaruniai dua orang putri, Syifa Aulia Rahmadina dan Shofie Aulia Azrina.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN Wayakrui, Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama PGRI 2 Tanjungkarang pada 1989, Sekolah Teknik Menengah Taman Siswa Tanjungkarang pada tahun 1992, dan menyelesaikan S1 FISIP Universitas Muhammadiyah Lampung pada 2006. Pada tahun 2010 penulis di terima di Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Pada bulan Maret 1994 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Balai Penataran Guru (BPG) Bandar Lampung yang sekarang telah berubah menjadi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung.


(14)

xi SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta inayah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Ilmu Pemerintahan pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Tesis dengan judul “Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung” ini adalah salah satu syarat untuk menempuh gelar Magister Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Selama menyelesaikan tesis ini penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan dan bimbingan dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;


(15)

xii

Program Studi terima kasih atas kemudahan yang diberikan dalam proses penyelesaian pendidikan Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

5. Bapak Dr. Soewondo, M.A., selaku pembimbing utama, terima kasih atas kesediaannya memberi bimbingann, saran, bantuan serta kemudahan dalam proses penyelesaian tesis ini;

6. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si., selaku pembahas dan penguji, terima kasih atas saran untuk tesis ini;;

7. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si., selaku pembimbing pembantu terima kasih atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, bantuan dan kemudahan dalam proses penyelesaian tesis ini;

8. Bapak Drs. Yana Ekana. P.S., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, terima kasih atas bantuan dan saran dalam penyelesaian administrasi akademik;

9. Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Pemerintahan yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh pendidikan;

10. Ibu Dra. Hj. Djuariati, M.Pd., selaku Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung, terima kasih telah memberikan kesempatan dan kemudahan dalam menempuh studi serta memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian;


(16)

xiii

11. Bapak Hi. Sabli, S.H., M.H., selaku Kepala Sub Bagian Umum Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung, terima kasih telah memberikan data dan informasi yang berguna bagi penyelesaian tesis ini; 12. Kedua Orangtuaku, Mertuaku dan istriku tercinta, kedua putriku tersayang,

dan keluarga besarku yang senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, dan semangat dalam hidupku;

13. Staf Administrasi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian administrasi;

14. Teman-teman Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

15. Teman-teman staf Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini, penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan tetapi penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi Ilmu Pemerintahan.

Bandar Lampung, Juli 2015


(17)

I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang Masalah

Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat di dalam organisasi tersebut. Untuk itu dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing di era globalisasi dan otonomi daerah perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kinerja dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan yang telah ditetapkan tersebut pemerintah sebagai pelaksana salah satu fungsi kehidupan bernegara membutuhkan pegawai yang berkualitas, yang mampu bekerja secara profesional. Tugas-tugas pemerintah menyangkut pelaksana pembangunan dan usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Organisasi pemerintah dalam skala unit kerja memiliki tantangan kompleksitas sendiri dalam mengelola sumber daya manusianya. Hal ini terjadi pula di lingkungan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung. Berbagai aspek dalam pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia membutuhkan perhatian serius pimpinan organisasi, sehingga diharapkan terwujud pegawai yang berkualitas, profesional, dan penuh pengabdian. Melalui pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia aparatur pemerintah secara terencana dan berkelanjutan, maka diharapkan organisasi pemerintah itu dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.


(18)

2 Pegawai Negeri sebagai aparatur negara merupakan unsur utama dalam pemerintahan. Sebagai abdi negara, pegawai negeri berkewajiban melaksanakan tugas-tugas negara yang dibebankan kepadanya. Sebagai abdi masyarakat, pegawai negeri sipil bertugas membantu setiap anggota masyarakat yang berurusan dengan pemerintah. Dengan demikian pegawai negeri diharapkan dapat melaksanakan semua tugas baik skala kecil (unit kerja) maupun tugas skala besar (tugas negara) dengan sebaik-baiknya. Dalam pelaksanaan tugas pegawai diharapkan berdasarkan loyalitas dan dedikasi yang tinggi. Pegawai negeri adalah pemikir, perencana dan pelaksana, sekaligus juga penikmat hasil pembangunan. Pegawai negeri sebagai pelaksana pembangunan nasional harus mampu memusatkan pemikirannya serta menggerakkan tugas pemerintah dan tugas pembangunan secara bijaksana dan penuh pengabdian.

Mengingat pentingnya kedudukan dan peranan pegawai negeri tersebut, maka hubungan antar pegawai, baik pimpinan dengan yang dipimpin serta antar pemimpin dengan sesamanya harus didasarkan semangat kerja sama, kejujuran, dan kehendak mencapai prestasi kerja yang tinggi. Hal ini merupakan modal dasar bagi berhasil atau tidaknya tujuan pelaksanaan tugas organisasi.

Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat, harus menyelenggarakan pelayanan secara adil kepada masyarakat, dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka pembinaan pegawai diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia agar memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran,


(19)

tanggungjawab, disiplin serta wibawa sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai tuntutan perkembangan masyarakat.

Upaya mewujudkan hal tersebut diperlukan pembinaan, penyempurnaan aparatur pemerintah meliputi peningkatan pengetahuan, kemampuan, peningkatan pengabdian serta upaya menciptakan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, kreatif, berdaya guna dan berhasil guna diperlukan adanya kedisiplinan pegawai negeri sipil.

Namun demikian dalam praktik manajemen suatu organisasi pemerintah untuk mewujudkan pegawai negeri yang berkualitas, terdapat berbagai kendala dan hambatan. Kenyataan ini disebabkan oleh tidak mudahnya mengintegrasikan kepentingan setiap anggota organisasi dengan tujuan organisasi. Kedua kepentingan ini sering menimbulkan konflik, karena suasana kejiwaan setiap manusia tidak sama, yang antara lain karena dorongan kebutuhan yang selalu berubah. Jadi keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi pemerintah, tergantung kepada unsur manusia yang melaksanakan tugas serta kegiatan itu sendiri. Upaya menciptakan pegawai negeri yang berkualitas diperlukan pembinaan-pembinaan yang bersifat terstruktur diantaranya adalah pelatihan.

Untuk peningkatan produktivitas pegawai, maka diperlukan adanya peningkatan kualitas pegawai melalui fungsi pengembangan pegawai. Pengembangan pegawai dapat dilaksanakan dalam bentuk pelaksanaan pelatihan. Pelatihan bertujuan untuk memperbaiki kinerja pegawai dalam mencapai hasil kerja yang ditetapkan oleh suatu lembaga. Perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki


(20)

4 pengetahuan pegawai, ketrampilan pegawai maupun sikap pegawai itu sendiri terhadap tugasnya.

Program pendidikan dan pelatihan atau dengan istilah "training" merupakan salah satu program perusahaan yang strategis dalam rangka mempertahankan dan memberikan motivasi kepada pegawai. Pegawai biasanya telah memiliki kecakapan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan. Tidak jarang pula pegawai yang diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan mereka. Bahkan pegawai yang telah berpengalaman pun perlu belajar untuk menyesuaikan diri dengan organisasi, kebijaksanaan dan prosedur organisasi.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung merupakan lembaga yang bergerak di bidang pendidikan serta latihan, sehingga peranan sumber daya manusia dalam lembaga tersebut sangat penting, khususnya dalam kemampuan dan penguasaan keterampilan dalam proses kerja. Oleh karena itu, lembaga berupaya terus memperbaiki kinerja kerja pegawai melalui pelaksanaan program pelatihan.

Pengembangan pegawai melalui pelatihan sangat menjadi prioritas bagi LPMP Lampung sehingga setiap pegawai dituntut untuk mengikuti program pelatihan. Pelatihan yang diadakan diharapkan dapat meningkatkan kinerja mereka. Masalah bagaimana peserta pelatihan dapat mengubah perilakunya tentu terkait dengan faktor internal yaitu kemauan dan kemampuan peserta untuk berhasil dan mau menerapkan ke pekerjaan dan faktor eksternal yaitu dukungan dari atasan kepada


(21)

peserta pelatihan sehingga ada kesempatan dan peluang untuk mempraktikan apa yang telah diperoleh selama pelatihan ke dalam pekerjaannya.

Program pelatihan ini merupakan salah satu upaya yang dinilai penting dalam peningkatan kinerja pegawai di LPMP Lampung. Sebagai contoh, pegawai dengan tupoksi tertentu yang telah mengikuti pelatihan sesuai keahlian yang harus dimilikinya, ternyata memiliki kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan pegawai dengan tupoksi yang sama namun belum pernah mengikuti pelatihan. Untuk itu, dengan mengikuti program pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pegawai. Pegawai yang telah memiliki kompetensi yang tinggi dapat dilihat dari meningkatnya sikap kerja, pengetahuan, keterampilan, tanggung jawab dalam bekerja dan disiplin kerja.

Berdasarkan kondisi pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung, pegawai belum seluruhnya mengikuti pelatihan, baik pelatihan teknis atau struktural maupun pelatihan fungsional. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.

Jenis Pelatihan dan Keikutsertaan Pegawai dalam Pelatihan.

No. Jabatan Jumlah

Pegawai

Pelatihan Struktural Pelatihan Fungsional

Keterangan Mengikuti Belum Mengikuti Belum

1 Kepala LPMP 1 1 - - -

2 Sub Bagian Umum 50 30 20 - -

3 Kasi SI 16 10 6 - -

4 Seksi FPMP 17 11 6 - -

5 Seksi PMS 15 11 4 - -

6 Widyaiswara 16 - - 12 4

Jumlah 115 63 36 12 4


(22)

6 Berdasarkan Tabel tersebut kondisi pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung dari seluruh jumlah 115 pegawai yang telah mengikuti pelatihan struktural sebanyak 63 orang, yang belum mengikuti sebanyak 36 pegawai. Pegawai yang telah mengikuti pelatihan fungsional sebanyak 12 orang dan belum mengikuti pelatihan fungsional sebanyak 4 orang. Dengan demikian dapat diambil suatu gambaran bahwa ada 75 pegawai yang telah mengikuti pelatihan struktural dan fungsional dan masih 40 pegawai LPMP Provinsi Lampung yang belum mengikuti pelatihan, baik pelatihan struktural maupun fungsional.

Usaha mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan oleh organisasi, organisasi menuntut kepada seluruh pegawai agar mampu menjalankan tugas dengan motivasi tinggi. Namun masalah yang sering muncul adalah tidak semua pegawai mempunyai motivasi kerja yang tinggi.

Terkait dengan motivasi kerja pegawai menurut Wilson (2010:35) menyatakan bahwa motivasi intrinsik sangat mempengaruhi seseorang dalam mengembangkan kompetensinya yang berujung pada peningkatan kinerjanya. Hal senada diungkapkan oleh Fahmi (2009:21) bahwa dalam meningkatkan motivasi intrinsik seseorang diperlukan peranan pemimpin yang memiliki kemampuan memotivasi yang baik, sehingga dari dorongan tersebut akan muncul gairah kerja yang mampu meningkatkan kinerja karyawan tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari observasi awal, didapat data bahwa terjadi penurunan motivasi kerja pegawai. Hal tersebut dapat dilihat dari data absensi pegawai pada 6 bulan terakhir sebagai berikut :


(23)

Tabel 2.

Rekapitulasi Kehadiran dan Kemangkiran Pegawai Juli sampai dengan Desember 2013

Bulan Jumlah Pegawai Jumlah

Hari Kerja

Kehadiran Kemangkiran

Juli 115 23 hari 95 % 5 %

Agustus 115 17 hari 94 % 6%

September 115 21 hari 96 % 4%

Oktober 115 21 hari 91 % 9%

November 115 19 hari 89 % 11%

Desember 115 20 hari 85 % 15%

Sumber : Bagian Kepegawaian LPMP Provinsi Lampung

Tabel di atas, menunjukkan bahwa dari 115 pegawai persentase kehadiran pegawai mengalami penurunan, dari bulan Juli sampai dengan Desember 2013 pegawai yang hadir hanya 85%. Sedangkan kemangkiran meningkat hingga 15%. Data rendahnya tingkat kehadiran pegawai tersebut mengindikasikan menurunnya motivasi kerja.

Kondisi kinerja pegawai yang terjadi pada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung mengalami penurunan, hal ini disebabkan pegawai belum memiliki keahlian dalam bidang pekerjaan masing-masing hal ini karena pegawai belum seluruhnya mengikuti pelatihan. Di sisi lain motivasi kerja juga belum optimal.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul: ”Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung”.


(24)

8 B. Perumusan Masalah

Pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung menunjukkan dari jumlah 115 pegawai terdapat 46 pegawai yang belum mengikuti pelatihan, baik pelatihan struktural maupun fungsional. Di sisi lain kondisi motivasi pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung menunjukkan penurunan ditinjau dari persentase kehadiran sampai dengan Desember 2013 pegawai yang hadir hanya 85%. Dari fenomena tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Seberapa besar pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung?

2. Seberapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap Kinerja Pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung?

3. Seberapa besar pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap Kinerja Pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengungkapkan dan menganalisis besarnya pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung?


(25)

2. Mengungkapkan dan menganalisis besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap Kinerja Pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung?

3. Mengungkapkan dan menganalisis besarnya pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan manajemen pemerintahan, khususnya terkait pelatihan dan motivasi, sehingga dapat mewujudkan kinerja yang baik dalam menjalankan pekerjaan.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Lampung dalam meningkatkan kinerja pegawai.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pelatihan

Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Pelatihan membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan, dan sikap yang diperlukan organisasi dalam usaha mencapai kinerja yang baik.

Menurut Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2001-259), pelatihan biasanya dilaksanakan pada saat para pekerja memiliki keahlian yang kurang atau pada saat suatu organisasi mengubah suatu sistem dan para pekerja perlu belajar tentang keahlian baru.

Teori di atas menjelaskan bahwa pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kinerja seseorang. Dengan mengikuti pelatihan seorang pegawai mempunyai modal sebagai bekal untuk dapat memperbaiki sistem kerja yang menjadi tanggung jawabnya menjadi lebih baik. Hal ini tentu saja berpengaruh pada hasil kerja yang dilakukannya.

Pengertian pelatihan menurut Ruky (2003:230):

“Pelatihan (training) ialah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke


(27)

masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.

Menurut pendapat Bernardin dan Russell (1993:29):

Pelatihan adalah untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, rutin, dan yang dibutuhkan sekarang. Pelatihan tidak diprioritaskan untuk membina kemampuan melaksanakan pekerjaan di masa yang akan datang. Artinya, pelatihan tidak dapat mempersiapkan pegawai untuk memikul tanggung jawab yang lebih berat dari pekerjaannya yang sekarang.

Lebih lanjut Bernardin dan Russell menyatakan bahwa program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas yang mencakup:

a. Penilaian kebutuhan pelatihan, yang tujuannya adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan. b. Pengembangan program pelatihan (development), bertujuan untuk merancang

lingkungan pelatihan dan metode-metode pelatihan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan.

c. Evaluasi program pelatihan (evaluation), mempunyai tujuan untuk menguji dan menilai apakah program-program pelatihan yang telah dijalani, secara efektif mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pelatihan adalah upaya mengembangkan sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian (Notoatmojo, 1992:28). Pelatihan bagi pegawai itu dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan pegawai ke arah yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Pada kajian penelitian ini kita akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung makna yang lebih khusus (spesifik) dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah bahwa responden yang sudah dilatihkan dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis (Fandy Tjiptono, dkk, 2003).

Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi


(28)

12 para karyawan atau pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan mereka.

Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai:

“pelatihan adalah usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”.

Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya.

Dalam PP RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1 disebutkan:

Latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan produktivitas, disiplin, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya lebih mengutamakan praktik dari pada teori.

Berkaitan dengan fokus permasalahan dalam penelitian ini, pengertian-pengertian di atas juga dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 tahun 2000 yaitu tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS. Peraturan tersebut berbunyi “Diklat dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan,


(29)

keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan dengan sebaik-baiknya”.

Menurut A. K. Sah (2000:129) penyusunan program pelatihan didahului oleh kegiatan analisis kebutuhan, berdasarkan hasil-hasil analisis tersebut disusun kurikulum yang berisi rumusan tujuan, bahan ajaran, metode-metode mengajar dan evaluasi hasil belajar. Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar disusun pula material dan pedoman-pedoman pelaksanaan pembelajaran.

B. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil

Menurut Ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Latihan Jabatan PNS, disebutkan pendidikan dan pelatihan adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan jabatannya.

Berdasarkan ketentuan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil .

Sementara itu, pengertian Pelatihan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 01/Kep/M.Pan/1/2001 adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang dan


(30)

14 bertujuan untuk meningkatkan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu.

Pelatihan dalam jabatan bagi PNS terdiri dari pelatihan kepemimpinan, pelatihan fungsional dan pelatihan teknis. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 disebutkan, yang dimaksud dengan pelatihan adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Sedangkan tujuan pelatihan adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi;

2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;

3. Memantapkan sikap dan semangat pangabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;

4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.

Berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor: 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil disebutkan:

a. Diklat kepemimpinan adalah diklat yang memberikan wawasan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku dalam bidang kepemimpinan


(31)

aparatur sehingga mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan dalam jenjang jabatan struktural tertentu;

b. Diklat teknis adalah diklat yang memberikan keterampilan dan/atau penguasaan teknis di bidang tertentu bagi pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya;

c. Diklat fungsional adalah diklat yang memberikan bekal pengetahuan dan/atau keterampilan bagi pegawai negeri sipil sesuai keahlian dan keterampilan yang diperlukan dalam jabatan fungsional;

Berdasarkan uraian tersebut secara umum pelatihan diperlukan usaha secara menyeluruh dalam rangka peningkatan kualitas, keterampilan, sikap, dan tingkah laku pegawai dalam bekerja. Adanya sistem pelatihan yang terencana yang menekankan suatu persamaan kesempatan dan keterbukaan serta profesionalisme dalam pengelolaan sistem pelatihan akan memberikan semangat kerja yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai.

1. Tujuan Pelatihan

Hasibuan (2010 : 70) mengemukakan bahwa tujuan pelatihan hakikatnya menyangkut hal-hal berikut :

a. Produktivitas

Kerja Dengan pengembangan, produktivitas kerja karyawan akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill, human skill dan managerial skill karyawan semakin baik.


(32)

16 b. Efisiensi

Pengembangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relatif kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar.

c. Kerusakan

Pengembangan karyawan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi, dan mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya.

d. Kecelakaan

Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.

e. Pelayanan

Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan kepada nasabah perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya penarik yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan bersangkutan.

f. Moral

Dengan pengembangan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.


(33)

Dengan pengembangan, kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar, karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja karyawan.

h. Konseptual

Dengan pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik, karena technical skill, human skill dan managerial skill-nya lebih baik.

i. Kepemimpinan

Dengan pengembangan, kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human relation-nya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerja sama vertikal dan horizontal semakin harmonis.

j. Balas Jasa

Dengan pengembangan, balas jasa (gaji, upah, insentif dan benefits) karyawan akan meningkat karena prestasi kerja mereka semakin besar. k. Konsumen

Pengembangan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.

Secara umum tujuan suatu pelatihan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi perusahaan serta untuk menjembatani kesenjangan antara pengetahuan, keterampilan serta sikap pegawai yang ada dan diharapkan baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang disesuaikan dengan


(34)

18 kebutuhan individu maupun kebutuhan perusahaan. Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektivitas dan efisiensi organisasi.

Sementara secara khusus, menurut Prabu Mangkunegara suatu instansi/lembaga mengadakan pelatihan adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi b. Meningkatkan produktivitas kerja

c. Meningkatkan kualitas kerja

d. Meningkatkan ketetapan perencanaan SDM e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja

Moekijat (1993 : 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut :

(1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk

mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan

teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan).

Pelatihan mengacu pada usaha terencana dari perusahaan untuk memfasilitasi pegawai, serta mengajarkan kompetensi-kompetensi termasuk pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang merupakan kritik untuk keberhasilan kinerja. Tujuan dari pelatihan adalah agar karyawan menguasai pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dalam program pelatihan dan mengaplikasikannya dalam aktivitas sehari-hari.

2. Asas-asas Pelatihan

Dalam penyelenggaraan pelatihan, agar dapat bermanfaat bagi peserta dan dapat mencapai tujuan secara optimal, hendaknya penyelenggaraannya mengikuti


(35)

asas-asas umum pelatihan. Menurut Dale Yoder dalam Moekijat (1998), menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam kegiatan pelatihan yaitu (1) Individual differences; (2) relation to job analysis; (3) motivation; (4) active participation; (5) selection of trainees; (6). Selection of trainers; (7) trainer’s of training; (8) training methods dan (9) principles of learning (1962:235).

Pendapat Dale Yoder di atas mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan pelatihan perbedaan individu peserta pelatihan harus mendapat perhatian yang utama. Karakteristik peserta pelatihan akan mewarnai dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan harus juga dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta) pelatihan, sehingga nantinya hasil pelatihan bermanfaat dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

Selanjutnya, motivasi dan keaktifan peserta kegiatan pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada pelatihan yang diikutinya, apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan motivasinya. Begitu juga dalam fase-fase kegiatan pelatihan, peserta diupayakan turut aktif mengambil bagian. Dengan demikian peserta pelatihan turut aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama proses pelatihan berlangsung.

Tidak kalah pentingnya dalam kegiatan pelatihan adalah seleksi peserta dan seleksi pelatih. Sebagaimana diketahui bahwa di antara peserta pelatihan terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya individual. Untuk menjaga agar perbedaan tersebut jangan terlalu besar, maka seleksi atau pemilihan calon peserta pelatihan perlu diadakan. Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan para pelatih yang berkualitas dan profesional, maka dalam rangkaian penyelenggaraan pelatihan


(36)

20 diperlukan juga seleksi pelatih. Harapannya pelatih yang terpilih adalah orang-orang yang cakap dan memiliki kualifikasi sebagai seorang-orang pelatih yang handal.

3. Pengembangan Program Pelatihan

Dalam pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca pelatihan.

Dari tiga tahap atau fase tersebut, mengandung langkah-langkah pengembangan program pelatihan. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William B. Werther (1989 : 287) dalam Simamora (1997 : 360) yang pada prinsipnya meliputi (l) need assessment; (2) training and development objective; (3) program content; (4) learning principles; (5) actual program-, (b) skill knowledge ability of works; dan (7) evaluation. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan Simamora (1997 : 360) yang menyebutkan delapan langkah pelatihan yaitu

(1) tahap penilaian kebutuhan dan sumber daya untuk pelatihan; (2) mengidentifikasi sasaran-sasaran pelatihan; (3) menyusun kriteria; (4) pre tes terhadap pemagang (5) memilih teknik pelatihan dan prinsip-prinsip proses belajar; (6) melaksanakan pelatihan; (7) memantau pelatihan; dan (8) membandingkan hasil-hasil pelatihan terhadap kriteria-kriteria yang digunakan.


(37)

Isi program (program content) merupakan perwujudan dari hasil penilaian kebutuhan dan materi atau bahan guna mencapai tujuan pelatihan. Isi program ini berisi keahlian (keterampilan), pengetahuan dan sikap yang merupakan pengalaman belajar pada pelatihan yang diharapkan dapat menciptakan perubahan tingkah laku. Pengalaman belajar dan atau materi pada pelatihan harus relevan dengan kebutuhan peserta maupun lembaga tempat kerja.

Pelaksanaan program (actual program) pelatihan pada prinsipnya sangat situasional sifatnya. Artinya dengan penekanan pada perhitungan kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan, penggunaan prinsip-prinsip belajar dapat berbeda intensitasnya, sehingga tercermin pada penggunaan pendekatan, metode dan teknik tertentu dalam pelaksanaan proses pelatihan.

Keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), dan kemampuan pekerja (ability of workers) sebagai peserta pelatihan merupakan pengalaman belajar (hasil) dari suatu program pelatihan yang diikuti. Pelatihan dikatakan efektif, apabila hasil pelatihan sesuai dengan tugas peserta pelatihan. dan bermanfaat pada tugas pekerjaan.

Dan langkah terakhir dari pengembangan program pelatihan adalah evaluasi (evaluation) pelatihan. Pelaksanaan program pelatihan dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi pengalaman belajar pada bidang pekerjaan. Sondang P. Siagian (1994:202) menegaskan proses transformasi dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal yaitu peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja. Selanjutnya untuk


(38)

22 mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian. Dan untuk mengukur keberhasilan, yang dinilai tidak hanya segi teknis saja, akan tetapi juga segi keperilakuan. Dan untuk evaluasi diperlukan kriteria evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan program pelatihan dan pengembangan.

4. Mekanisme Pelatihan

Mekanisme pelatihan di sini diartikan cara atau metode yang digunakan dalam suatu kegiatan pelatihan. Jadi mekanisme pelatihan analog dan lebih dekat dengan pendekatan atau metode dan teknik pelatihan. Dalam penyelenggaraan pelatihan, tidak ada satupun metode dan teknik pelatihan yang paling baik. Semuanya tergantung pada situasi kondisi kebutuhan.

Dalam memilih metode dan teknik suatu pelatihan ditentukan oleh banyak hal. Seperti dikemukakan William B. Werther (1989 : 290) dalam Simamora (1997 : 365) sebagai berikut : that is no simple technique is always best; the best method depends on : cost effectiveness; desired program content; learning principles; appropriateness of the facilities; trainee preference and capabilities; and trainer preferences and capabilities. Artinya tidak ada satu teknik pelatihan yang paling baik, metode yang paling baik tergantung pada efektivitas biaya, isi program yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, fasilitas yang layak, kemampuan dan preferensi peserta serta kemampuan dan preferensi pelatih. Kemudian Sondang. P Siagian (1994:192) menegaskan tepat tidaknya teknik pelatihan yang digunakan sangat tergantung dari berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan seperti kehematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi kemampuan pelatih dan


(39)

prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. Walaupun demikian, pengelola pelatihan hendaknya mengenal dan memahami semua metode dan teknik pelatihan, sehingga dapat memilih dan menentukan metode dan teknik mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi yang ada.

5. Efektivitas Pelatihan

Belum adanya definisi yang pasti tentang efektivitas disebabkan karena setiap orang memberi arti yang berbeda-beda. Rumusan yang berbeda-beda tersebut disebabkan karena arti dari efektivitas tergantung dari sudut mana para ahli mendefinisikannya. Pandangan para ahli yang berbeda-beda tersebut memiliki suatu kesamaan, yang merumuskan bahwa efektivitas mengandung arti sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.

Efektivitas dipandang tiga perspektif, menurut Gibson (1988:25) dalam Jahidin (2012), sebagai berikut: (1) efektivitas dari perspektif individu; (2) efektivitas dari perspektif kelompok; dan (3) efektivitas dari perspektif organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa efektivitas memiliki tiga tingkatan yang merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dimana efektivitas perspektif individu berada pada tingkat awal untuk menuju efektif kelompok maupun efektif organisasi.

Katzel, dalam Steers (1980:44-45) dalam Jahidin (2012) bahwa efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas, laba dan sebagainya. Dilihat dari definisi di atas menunjukkan bahwa produktivitas merupakan bagian dari efektivitas. Adapun konsep pendidikan yang memiliki produktivitas yaitu pendidikan yang efektif dan efisien (sangkil dan mangkil). Selanjutnya efektivitas dapat dilihat pada: (1) masukan yang merata, (2) keluaran yang banyak dan


(40)

24 bermutu tinggi, (3) ilmu dan keluaran yang gayut dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun, dan (4) pendapatan tamatan atau keluaran yang memadai.

Dari beberapa pengertian di atas, efektivitas mengandung arti berorientasi kepada hasil (tujuan) dan proses (kemampuan organisasi untuk beradaptasi dan mempertahankan hidupnya). Kemudian penerapannya kepada suatu pelatihan yang efektif adalah kemampuan organisasi dalam melaksanakan program-programnya yang telah direncanakan secara sistematis dalam upaya mencapai hasil atau tujuan yang telah ditetapkan.

Sesuai dengan makna efektivitas tersebut di atas maka pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat melaksanakan program-program yang sistematis untuk mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Sehingga pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri.

6. Manajemen Pelatihan

Dalam konteks yang lebih luas, manajemen pelatihan memiliki dimensi tentang bagaimana pengelolaan pelatihan, supaya pelatihan bisa berjalan dengan baik dan berhasil secara efektif dan efisien. Manajemen pelatihan secara konsep bisa diartikan sebagai “Proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan Pengevaluasian terhadap kegiatan pelatihan dengan memanfaatkan aspek-aspek pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan secara efektif dan efisien”. Dalam konteks yang lain manajemen pelatihan atau pengelolaan pelatihan identik dengan


(41)

manajemen proyek atau pada istilah lain sama dengan mengelola proyek. Oleh karena itu daur Managing training dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1 Daur Managing Training

Gambar ini menjelaskan bahwa proses manajemen pelatihan dimulai dengan analisis, yaitu analisis kebutuhan (need analysis) terhadap hal-hal yang akan menjadi objek pelatihan, kemudian dilanjutkan dengan desain program pelatihan, yaitu langkah mendesain program-program pelatihan. Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan dan penerapan, yaitu proses pelaksanaan dan Penerapan program-program pelatihan. Kemudian diakhiri dengan evaluasi yaitu tahap untuk memberikan penilaian dan analisa pengembangan. Pada setiap tahapan tersebut akan ada proses umpan balik, yang bertujuan untuk mengontrol efektivitas pelaksanaan dan proses pelatihan.

Secara teoritis rujukan terhadap dimensi-dimensi dapat dijelaskan : Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak


(42)

26 mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, (1972) dalam Nadhim (2013:3). Azwar, (2003) memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2003). Definisi-definisi di atas menunjukkan adanya perbedaan di antara para ahli psikologi sosial, namun terdapat ciri khas dari sikap (Sarwono, 1999) adalah : a. Mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan

sebagainya).

b. Mengandung penilaian (setuju-tidak setuju, suka-tidak suka).

Sikap mengandung tiga bagian (domain) yaitu kognitif, afektif dan konatif. Myers (dalam Sarwono, 1999) memberikan istilah yang mudah diingat yaitu Affective (perasaan), Behavior (perilaku) dan Cognitif (kesadaran) yang disingkat ABC. Karena ketiga domain itu saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kita dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Dengan demikian, kita dapat meramalkan perilaku dan sikap.

7. Pelatihan untuk meningkatkan Kinerja

Sumber daya manusia yang terampil dan memiliki kinerja tinggi sangat diperlukan dalam era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga mampu bersaing dalam tataran internasional. Organisasi pada masa sekarang menyadari bahwa produktivitas sumber daya manusia yang berkualitas adalah aset utama untuk


(43)

mencapai tujuan. Oleh karena itu pengelolaan manajemen Sumber Daya Manusia harus dioptimalkan. Perlu disadari bersama bahwa untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia setiap organisasi memiliki keterbatasan. Oleh karena itu perlu melibatkan pihak lain dalam proses pengembangan Sumber Daya Manusia tersebut. Melalui cara inilah pelatihan dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (2010:70) yaitu : ”dengan pengembangan sumber daya manusia, maka diharapkan produktivitas kerja akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill dan managerial skill sumber daya manusia yang semakin baik”. Nasution (1982:71) menegaskan “pelatihan adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja seseorang. Di mana tujuan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas”.

Mengacu pada teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan salah satu usaha yang dapat diterapkan untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil kerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya yang berkaitan dengan praktik pelatihan, kemampuan menguasai terapan, metode latihan, sarana dan prasarana, dan evaluasi hasil pelatihan.

C. Tinjauan Motivasi Kerja

Robbins (2003:55) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.


(44)

28 Ernest L. Mc. Cormick dalam Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit pro quo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3) Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.

Radig (1998), Soegiri (2004:27-28), (2006:24) dalam Brahmasari (2008) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk motivasi dapat dilihat antara lain dari tingkat kehadiran


(45)

karyawan, tanggung jawab terhadap waktu kerja yang telah ditetapkan.

Mangkunegara (2005:101) mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: (1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja. (2) Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah AIDDASyaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat), Decision (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction (kepuasan). Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya.

Sebagian dari teori paling lazim mengenal motivasi merujuk kepada kebutuhan sebagai kekuatan pendorong perilaku manusia. kita akan membahas tiga penjelasan tentang bagaimana kebutuhan berfungsi memotivasi manusia.

1. Teori Hierarki

Maslow (1954) dalam Usmara (2006) mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori : fisiologis; keselamatan atau keamanan; rasa memiliki (belongingness) atau sosial; penghargaan; dan aktualisasi diri. Kebutuhan–


(46)

30 kebutuhan ini, menurut Maslow, berkembang dalam suatu urutan hierarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat (preptent) hingga terpuaskan kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Misalnya, akan sulit, meskipun bukan berarti tidak mungkin, untuk memberikan perhatian kepada penghematan bagi masa depan ketika anda merasakan rasa lapar yang hebat, jadi kebutuhan fisiologis menuntut pemenuhan sebelum semua kebutuhan lainnya. Meskipun demikian, suatu kebutuhan pada urutan lebih rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif, seperti yang ditunjukkan oleh garis-garis yang tumpang tindih dalam bentuk spiral. Anda mungkin memperhatikan keselamatan Anda meskipun Anda tampak lelah. Namun, kemungkinannya adalah sebagian besar kebutuhan yang kuat itu harus dipenuhi sebelum kebutuhan berikutnya menjadi pendorong yang kuat.

Konsep prepotency mengansumsikan juga bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi yang mendorong orang untuk bertindak dan mengarahkan perilaku mereka kepada suatu tujuan.

Gambar 2

Hierarki Kebutuhan Maslow

1. Kebutuhan Fisiologi (Physiological needs)

Yaitu kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia. Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhan : sandang, pangan dan papan.


(47)

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer kehidupan. Apabila kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia.

2. Kebutuhan Keamanan (Safety needs)

Manifestasi kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, dimana manusia berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun dan jaminan hari tua.

3. Kebutuhan Sosial (Social needs)

Manifestasi kebutuhan ini antara lain tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal, kekuatan untuk ikut serta.

4. Kebutuhan akan Penghargaan/prestise (Esteem needs)

Semakin tinggi status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini dimanifestasikan dalam banyak cara misalnya mobil mewah, kamar kerja full AC dan lain-lain.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self actualization)

Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerja, melalui on the job training, of the job training, seminar,konfrensi, pendidikan akademis dan lain-lain.

Lima perangkat kebutuhan yang tersusun dalam suatu tatanan hierarkis, di mana kebutuhan fisiologis berada pada urutan lebih bawah, keselamatan dan keamanan berikutnya, kebutuhan akan rasa memiliki (belonging) di tengah, orang mencari kepuasan akan keselamatan dan keamanan : lalu ketika orang merasa aman, ia termotivasi oleh kebutuhan berikutnya yakni penghargaan. Ketika pekerja mampu memuaskan semua kebutuhannya yang lebih rendah, apa yang ia anggap terpenting atau memuaskan adalah keinginan untuk melakukan sesuatu yang berharga dan terkabulkannya keinginan tersebut.

2. Teori ERG

Bila Maslow mengemukakan lima kebutuhan manusia, Alderfer (2007) dalam Sudrajat (2008) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut adalah existence (E) atau eksistensi, relatedness (R ) atau keterkaitan, dan growth (G) atau pertumbuhan. Eksistensi meliputi kebutuhan fisiologis seperti


(48)

32 rasa lapar, rasa haus, dan seks, juga kebutuhan materi seperti gaji dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Kebutuhan akan ketekaitan menyangkut hubungan dengan orang -orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan tempat kerja. Kebutuhan akan pertumbuhan meliputi keinginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita. Ketiga kebutuhan ini mirip dengan rana-rana kebutuhan yang dikemukakan Maslow, dan sebenarnya meliputi seluruh rentang kebutuhan seperti yang disarankan Maslow.

Umumnya konsep kebutuhan ERG ini merupakan penghalusan dari sistem kebutuhan Maslow, namun berbeda dalam dua aspek. Pertama, meskipun urutan kebutuhan serupa, ide hierarki tidak dimasukkan. Alderfer menyatakan bahwa bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Kedua, ia juga menegaskan bahwa meskipun suatu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan tersebut dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan. Misalnya, anda boleh menerima gaji yang cukup besar dan pekerjaan yang aman namun terus menginginkan peningkatan, meskipun kebutuhan akan eksistensi tampaknya sudah terpenuhi.

3. Teori Kesehatan Motivator

(Herzberg F. 1966, dalam Lutfi 2013:21) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia : (1) kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja; (2) kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja disebut motivator. Ini meliputi


(49)

prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Semua ini berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri.

Bila faktor-faktor ini ditanggapi secara positif, pegawai cenderung merasa puas dan termotivasi, namun bila faktor-faktor tersebut tidak ada di tempat kerja, pegawai akan kekurangan motivasi namun tidak berarti tidak puas dengan pekerjaan mereka.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan disebut faktor-faktor pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene) dan meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan di tempat kerja. Faktor-faktor berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri. Itulah sebabnya mengapa program-program untuk memotivasi pegawai yang menggunakan sistem Herzberg menyebutnya motivasi melalui pekerjaan itu sendiri. Bila faktor-faktor ini ditanggapi secara positif, pegawai tidak mengalami kepuasan atau tampak termotivasi, namun bila faktor-faktor tersebut tidak ada pegawai akan merasa tidak puas.

4. Teori motivasi Menurut David McClelland

Menurut David McClelland (1992) dikatakan bahwa kekuasaan (power), afiliasi (affiliation) dan prestasi (achievement) adalah motivasi yang kuat pada setiap individu. McClelland mengajukan teori yang berkaitan dengan konsep belajar di mana kebutuhan diperoleh dari budaya dan dipelajari melalui lingkungannya.


(50)

34 Karena kebutuhan ini dipelajari, maka perilaku yang diberikan reward cenderung lebih sering muncul. McClelland juga mengungkapkan bahwa terdapat kebutuhan seseorang untuk mencapai tujuannya hal ini juga berkaitan dengan pembentukan perilaku serta pengaruhnya terhadap prestasi akademik, hubungan interpersonal, pemilihan gaya hidup, dan unjuk kerja. Motivasi McClelland (1992) sebagai berikut :

a. (n/PWR) - need for power

Orang yang mempunyai motivasi kekuasaan yang tinggi. Ada dua macam kekuasaan: kekuasaan menurut selera tertentu dan kekuasaan yang disosialisasi.

b. (n/AFT) - need for affiliation

Orang yang mempunyai motivasi kerja sama yang tinggi, ciri-cirinya: bersifat sosial, suka berinteraksi dan bersama dengan individu-individu; bersikap merasa ikut memiliki atau bergabung dalam kelompok; karena didorong keinginan untuk bersahabat maka mereka cenderung menginginkan kepercayaan yang lebih jelas dan tegas, cenderung berkumpul dan mencoba untuk mendapatkan saling pengertian bersama mengenai apa yang telah terjadi dan apa yang harus mereka percaya. Secara pribadi selalu bersedia untuk berkonsultasi dan suka menolong orang lain yang dalam kesukaran dan lebih menyenangi adanya hubungan persahabatan.

c. (n/ACH)–need for achievement

Orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, ciri-cirinya: mereka menjadi bersemangat sekali apabila unggul, menentukan tujuan secara realistik dan mengambil resiko yang diperhitungkan, mereka tidak percaya


(51)

pada nasib baik. Mereka mau bertanggung jawab sendiri mengisi hasilnya, mereka bertindak sebagai wirausaha, memilih tugas yang menantang dan menunjukkan perilaku yang lebih berinisiatif daripada kebanyakan orang, mereka menghendaki umpan balik konkrit yang cepat terhadap prestasi mereka, mereka bekerja tidak untuk mendapatkan uang atau kekuasaan.

Berdasarkan uraian dan definisi teori-teori motivasi di atas yang dimaksud motivasi kerja dalam penelitian ini adalah : “Kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja”, (McCormick, 1985:268 dalam Mangkunegara, 2005:94).

Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan daya pendorong yang mengakibatkan seseorang berusaha meningkatkan kemampuannya untuk melakukan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya guna mencapai tujuan tertentu, antara lain: ambisi meraih jabatan, rasa ingin dihormati, keinginan untuk maju dan mencapai prestasi terbaik yang dapat dilakukan dengan bekerjasama dan berorganisasi.

D. Tinjauan Kinerja Pegawai

Istilah kinerja berasal dan performance atau actual performance penampilan kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja adalah penampilan kerja secara kualitas dan kuantitas yang disuguhkan oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja pegawai dapat dilihat dari segi kecakapan,


(52)

36 keterampilan, pengetahuan dan kesungguhan pegawai yang bersangkutan. Karena kelangsungan hidup suatu organisasi tergantung salah satu di antaranya kinerja pegawainya dalam melaksanakan pekerjaan, karena pegawai merupakan unsur penting yang harus mendapat perhatian. Pencapaian tujuan organisasi menjadi kurang efektif apabila kinerja pegawai tidak maksimal dan hal lini akan menimbulkan pemborosan bagi oganisasi itu sendiri. Oleh sebab itu prestasi kerja (kinerja) pegawai harus benar benar diperhatikan.

Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya berupa material, tetapi juga bersifat nonmaterial, seperti kabanggaan dan kepuasan kerja. Tiap individu cenderung akan diharapkan pada hal-hal yang mungkin tidak diduga sebelumnya di dalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman, seseorang akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya. Seseorang dapat dilihat bagaimana kinerjanya adalah dalam proses bekerja tersebut.

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai & Basri, 2005:14)

Menurut Hersey and Blanchard (2001:43) dalam Rivai dan Basri, 2005:15) kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup


(53)

efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.

Mangkunegara, (2005:67) mendifinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai berikut: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Sedangkan Bernardin dan Russel (1993:397) dalam Mangkunegara (2005), mengatakan pengertian bahwa: “kinerja pegawai tergantung pada kemampuan, usaha kerja dan kesempatan kerja yang dapat dinilai dan output”.

Kinerja merupakan penampilan hasil karya seseorang dalam bentuk kualitas ataupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja pegawai. Tiga hal penting dalam kinerja adalah tujuan, ukuran, dan penilaian.

Penentuan tujuan setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi dari setiap personil. Tetapi ternyata tujuan saja tidak cukup, sebab itu diperlukan ukuran apakah seseorang personil telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk penilaian kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan yang penting. Akhir dari proses kinerja adalah penilaian kinerja itu sendiri yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan.


(54)

38 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dibagi menjadi beberapa kelompok variabel, dalam Mangkunegara, (2005:57), yaitu:

a. Variabel individu: Kemampuan dan keterampilan mental dan fisik, latar belakang: keluarga, tingkat sosial, pengalaman. Demografis: umur, etnis, jenis kelamin

b. Variabel organisasi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur. c. Variabel psikologis: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi.

Ketiga variabel itu mempengaruhi perilaku individu untuk menentukan apa yang akan dikerjakan, yang akhirya mempengaruhi kinerja yaitu hasil apa yang diharapkan sebagai tujuan akhir.

Dimensi-dimensi yang dijadikan ukuran kinerja menurut Nawawi, (1997:97) adalah:

a. Tingkat kemampuan kerja (kompetensi) dalam melaksanakan pekerjaan yang diperoleh dan hasil pendidikan dan pelatihan maupun yang bersumber dari pengalaman kerja

b. Tingkat kemampuan eksekutif dalam memberikan motivasi kerja, agar pekerja sebagai individu bekerja dengan usaha maksimum, yang memungkinkan tercapainya hasil sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.

Dari dimensi tersebut, maka definisi penilaian kinerja merupakan suatu proses menilai hasil karya pegawai dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja dengan membandingkannya dengan standar baku. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya.

1. Penilaian Kinerja


(55)

a. Pengamatan, yang merupakan proses penilaian dan memilik perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.

b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang pegawai dibandingkan dengan uraian pengkajian yang telah ditetapkan untuk pegawai tersebut.

c. Pengembangan, yang bertujuan untuk merenovasi pegawai mengatasi kekurangan dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.

2. Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan penilaian kinerja secara umum a. Menilai kemampuan pegawai

Penilaian ini merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai pegawai secara individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai efektivitas manajemen sumber daya manusia.

b. Pengembangan pegawai

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, dan penyesuaian kompensasi.

Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk: 1) Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinaan 2) Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi 3) Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan

4) Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi pegawai

c. Tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid sehubungan dengan perilaku dan kinerja pegawai. Semakin


(56)

40 akurat dan valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi lembaga organisasi.

d. Tujuan penilaian kinerja secara khusus:

Walaupun semua lembaga/organisasi masing-masing mempunyai tujuan yang mendasar mengenai sistem penilaian kinerja, informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut dapat digunakan secara khusus bagi lembaga/organisasi. Tujuan khusus tersebut dapat digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu: evaluasi dan pengembangan.

3. Aspek Evaluasi Penilaian Kinerja

Untuk melakukan evaluasi maka manajer akan menilai kinerja masa lalu seorang pegawai. Evaluator menggunakan informasi untuk menilai kinerja dan kemudian menggunakan data tersebut dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi dan kompetensi. Teknik evaluatif membandingkan semua pegawai satu dengan yang lain atau terhadap beberapa standar sehingga keputusan-keputusan dapat dibuat berdasarkan catatan-catatan kinerja mereka. Keputusan-keputusan yang paling sering dilaksanakan berdasarkan tujuan evaluatif adalah keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus pegawai, dan kenaikan-kenaikan lainnya dalam gaji. Tujuan evaluatif kedua dari penilaian kinerja adalah membuat keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing). Penilaian kinerja masa lalu merupakan faktor kunci dalam menentukan pegawai yang diinginkan lainnya. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem perekrutan, seleksi dan penempatan.


(1)

dan motivasi kerja ditingkatkan secara bersamaan, maka akan semakin

meningkatkan kinerja kinerja pegawai yang bersangkutan.

Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pelatihan dan motivasi kerja

berpengaruh secara signifiikan terhadap kinerja pegawai Lembaga Penjaminan

Mutu Pendidikan (LPMP) provinsi Lampung. Hal ini berarti bahwa pelatihan

yang diterima pegawai LPMP) Provinsi Lampung selama ini ternyata mampu

meningkatkan kinerja. Di samping itu, motivasi yang diberikan oleh pimpinan

atau lembaga juga memiliki peran yang penting untuk meningkatkan semangat

kerja dan komitmen pegawai terhadap lembaga yang akhirnya juga berhasil

meningkatkan kinerja pegawai.

B.

SARAN

Berdasarkan

hasil

penelitian

terdapat

beberapa

temuan

yang

perlu

direkomendasikan kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)

Provinsi Lampung dalam rangka mengambil langkah-langkah kebijakan untuk

meningkatkan kinerja pegawai yaitu :

1.

Pelatihan pegawai yang dilakukan sudah baik terutama dalam hal materi

pelatihan yang diajarkan, kejelasan dan pengetahuan pegawai tentang

konsep-konsep dasar pekerjaan dan profesi pegawai, sehingga ini perlu ditingkatkan.

Selain itu beberapa hal yang perlu ditingkatkan adalah kejelasan dan

pengetahuan pegawai untuk pencapaian visi dan misi serta tujuan-tujuan yang

telah ditetapkan oleh instansi, untuk itu pegawai perlu diberikan

pelatihan-pelatihan bersifat teknis.


(2)

102

2.

Motivasi kerja yang diterapkan belum optimal hendaknya perlu ditingkatkan

yaitu pegawai perlu meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dalam

upaya meraih kesempatan berkarier yang lebih tinggi. Selain hal tersebut yang

perlu dipertahankan adalah pegawai telah memiliki keterampilan dan keahlian

yang tinggi untuk itu diperlukan ide-ide dan bimbingan dari pihak yang terkait

3.

Kinerja pegawai telah menunjukkan hasil yang cukup optimal namun perlu

dilakukan peningkatan. Peningkatan tersebut adalah dalam hal pegawai belum

mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

sebagai pegawai. Selain hal tersebut terdapat hal-hal yang perlu dipertahankan

yaitu pegawai telah mampu melakukan kerjasama dengan kelompok maupun

di luar tim.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah, 2003,

Manajemen Sumber Daya Manusia

,

Graha Ilmu, Yogyakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2005.

Prosedur Penelitian.

Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta.

Azwar, S. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brahmasari, Ida Ayu. Agus Suprayetno, (2008)

Pengaruh Motivasi Kerja,

Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja

Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada

PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia),

Jurnal Manajemen dan

Kewirausahaan Vol. 10 No. 2, Surabaya.

Bernardin, John H., dan Russel, Joyce E. A., 1993,

Human Resources Management

,

An Experiental Approach,

Gramedia Pustaka, Jakarta.

Cushway, Barry. 1997,

Human Resource Management,

Alih Bahasa Paloepi Tyas

Rahadjeng, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Fahmi. 2009.

Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap

Kinerja Pegawai SPBU Pandanaran Semarang

. (Skripsi)

Program Studi

S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, Jakarta

Fandy Tjiptono, dan Anastasia Diana, 2003,

TQM (total quality management)

. Andi

offset, Yogyakarta.

Ghozali, Imam. 2001.

Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.

Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Jahidin

Diding,

2012.

Efektivitas

Pembelajaran

.

U.

16

Juli

2014.

Jahidin1964.blogspot.com/2012/09/ efektivitas-pembelajaran_7584.html?

m=1.


(4)

104

Gomez-Mejia, Balkin, Cardy, 2001,

Managing Human Resources

, International

Edition, Prentice Hall, Inc.,New Jersey.

U.

11 Juli 2014.

https://id.wikipedia.org/wiki/ Pelatihan.

Gunawan Sudarmanto, 2005,

Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS

, Graha

Ilmu, Yogyakarta.

Hadari Nawawi. 1997.

Manajemen Sumber Daya Manusia

, Edisi Pertama Gajah

Mada University Press, Yogyakarta.

Hadi, Sutrisno, 1990

Metodologi Research

, Jilid 1 Andi Offset, Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2010.

Manajemen Sumber Daya Manusia.

Cetakan Kelima.

PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Ivancevick, John, M, dkk. 2008.

Perilaku dan Manajemen Organisasi,

jilid 1 dan 2

Erlangga. Jakarta.

Lutfi F.Ridwan. 2013,

Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran,

Bandung.

Mangkunegara, A. Anwar Prabu. 2001.

Perencanaan dan Pengembangan SDM

.

Refika Aditama, Bandung.

Mangkunegara, A. Anwar Prabu. 2002,

Manajemen Sumber Daya Manusia

, PT.

Remaja Rosda Karya, Bandung.

Mangkunegara, A. Anwar Prabu. 2005.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan

, Remaja Rosdakarya Bandung.

McCleland, David C. 1992.

Teori Motivasi dan Penerapannya Dalam Proses

Belajar

, Gramedia Pustaka, Jakarta

Moekijat. 1993.

Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas

.

Mandar Maju, Bandung.

Moekijat. 1998.

Asas-asas Perilaku Organisasi

, Alumni

,

Bandung.

Nadhim M, Sabig. 2013.

Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Perilaku

Altruisme Padqa Remaja Di MAN Pakem Sleman Yogyakarta

(Skripsi).

Pustaka UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Nasution. 1992,

Pengembangan Sumber Daya Manusia

. Refika Aditama, Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 1992.

Pengembangan Sumber Daya Manusia

. PT. Rineka


(5)

Rivai, Veithzal. 2004.

Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan

.

Cetakan Pertama. PT. Raja Grafindo. Jakarta.

Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd Basri. 2005.

Performance Appraisal

.

Cetakan Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ruky. Achmad S. 2001

. Sistem Manajemen Kinerja

. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Ruky, Achmad. 2003.

Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau

MBA

,

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sah A. K. 2000.

Metode

Pendidikan

dan

Pelatihan.

Rineka Cipta. Jakarta.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1999,

Psikologi Lingkungan,

Penerbit PT. Gramedia

Grasindo, Jakarta.

Siagian, P. Sondang. 1994.

Manajemen Sumber Daya Manusia.

Cetakan Kesembilan.

Bumi Aksara, Jakarta.

Simamora. 1997.

Pengembangan Program Pelatihan

. Mandar Maju. Bandung.

Stephen P. Robbins. 2003.

Perilaku Organisasi

:

Terjemahan.

Gramedia, Jakarta.

Sudrajat,

Akhmad.

2008.

Teori-Teori

Motivasi.

U.

15

Juli

2014.

https://akhmadsudrajat. wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/.

Sugiyono. 2010,

Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,

Alfabeta,

Bandung.

Sulistiyani. 2003.

Meningkatkan Kinerja dan Produktivitas Kerja

. Mandar Maju,

Bandung.

Suratno. 2009.

Profesionalisme Guru dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar

Siswa di MTS Al – Jami’ah Tegallega Cidolog Sukabumi.

(Skripsi).

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah. U. 14

November 2014. http:www.wordpress.com/html.

Umar, Husein. 2008.

Metodologi

Penelitian

. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Usmara, A. 2006.

Motivasi Kerja

. Amara Books, Yogyakarta, 2006.

Wilson, Gabriel. 2010. The Effects of External Rewards on Intrinsic Motivation. U. 11 Juli 2014. https://www.abcbodybuilding.com.

Keputusan Kepala LAN Nomor 193/XIII/10/6/2001.

Tentang Pedoman Umum

Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Jakarta.


(6)

106

Keputusan Menteri PAN Nomor 01/Kep/M.PAN/2001.

Tentang Jabatan Fungsional

Widyaiswara dan Angka Kreditnya.

Jakarta.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 1991.

Tentang Sistem Pelatihan Kerja

Nasional.

Jakarta.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 101 Tahun 2000.

Tentang Pendidikan dan Pelatihan

Jabatan PNS

, Jakarta.