15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenal landasan teoritik yang terdiri dari defenisi, aspek-aspek, teori dan faktor-faktor
yang mempengaruhi masing-masing variabel. Selain itu juga dijelaskan mengenai hasil-hasil penelitian sebelumnya, kerangka
berpikir, hipotesis penelitian dan model penelitian.
2.1. MOTIVASI BERPRESTASI
2.1.1 Definisi motivasi berprestasi
Djamarah 2002 menyatakan, motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri individu yang berbentuk aktivitas
nyata berupa kegiatan fisik, di mana individu mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka individu mempunyai motivasi
yang kuat untuk mencapainya. Handoko 2006 menyatakan, motivasi sebagai suatu tenaga atau faktor yang ada di dalam diri
individu, yang
menimbulkan, mengarahkan
dan mengorganisasikan
tingkah laku.
Santrock 2007
juga menyatakan, bahwa motivasi adalah proses yang memberi
semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Selain itu juga motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dengan situasi. Setiap
individu memiliki dorongan motivasional dasar yang berbeda- beda. Motivasi juga merupakan proses yang menjelaskan
intensitas, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuan Robbins, 2008. Mc Donald, 2004, dalam Hamalik, 2011
16
m enyatakan, “motivation is an energy change within the person
characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction” motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri
pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Terry, 2001 dalam Hasibuan,
2012 mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan. McClelland 1987 menyatakan bahwa kebutuhan untuk
berprestasi need for achievement adalah suatu pikiran yang berhubungan dengan melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya,
lebih cepat dan lebih efisien dengan hasil akhir yang maksimal bila dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan sebelumnnya.
Motivasi berprestasi berhubungan dengan kemampuan untuk mengatasi rintangan dan memelihara semangat kerja yang tinggi,
bersaing melalui usaha keras, dan mengungguli orang lain Asnawi, 2002. Handoko 2003 menyatakan bahwa motivasi
berprestasi adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri individu untuk berusaha mencapai prestasi yang tinggi. Menurut
McClelland, 1987, dalam Rola Wulandari, 2004 menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan yang ada pada diri
individu untuk mencapai sutu keberhasilan. Davis, 2000, dalam Asnawi, 2002 juga menyatakan bahwa motivasi berprestasi
adalah dorongan untuk mengatasi rintangan dan mencapai keberhasilan, sehingga menyebabkan individu bekerja lebih baik
lagi. McClelland, 1987 dalam Hasibuan, 2012 menyatakan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu keinginan untuk
17
mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan, untuk kemajuan, dan pertumbuhan.
Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa motivasi berprestasi sangat penting untuk mendorong
individu mencapai kesuksesan. Kebutuhan yang mendorong individu melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan yaitu
menghasilkan prestasi yang lebih baik sesuai dengan standar keunggulan.
2.1.2 Teori motivasi berprestasi
Teori kebutuhan berprestasi dikembangkan David McClelland
1987 dan
rekan-rekannya. Teori
yang dikembangkan berfokus pada tiga kebutuhan yaitu: pencapaian,
kekuatan, dan hubungan. Ketiga model dimensi kebutuhan ini dapat didefenisikan sebagai berikut:
1. Kebutuhan pencapaian need of achievement: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha untuk
berhasil. 2. Kebutuhan kekuatan need of power: kebutuhan untuk
membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
3. Kebutuhan hubungan need of affiliation: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah
dan akrab.
18
Dalam bidang pendidikan, jenis motivasi yang paling penting adalah motivasi berprestasi yang mendorong individu
untuk mencapai prestasi. Menurut Salam Ada, 2003, dalam motivasi berprestasi terdapat kemampuan yang terorganisir pada
diri individu untuk mewujudkan suatu keadaan yang lebih tinggi, sehingga perasaan ingin suksesnya dapat tercapai. Selain itu, di
dalam motivasi berprestasi juga mengandung kondisi psikologis yang mendorong atau mengerakkan individu untuk memenuhi
keinginan atau kebutuhannya Salam Ada, 2003. Dengan kata lain, adanya kemampuan maupun kondisi psikologi, maka
individu bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan needs. Berkaitan dengan needs, Maslow 1970 dengan teori
hirarkinya mengatakan bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan
dasar. Kebutuhan-kebutuhan
tersebutlah yang
membangkitkan dan mengarahkan tingkah laku individu. Maslow membagi kebutuhan dalam 5 kategori, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologi Physiological needs, seperti rasa lapar, rasa haus, kebutuhan akan perumahan dan
sebagainya. 2. Kebutuhan rasa aman sefety needs, yaitu kebutuhan
bebas dari bahaya, merasa aman, dan terlindung. 3. Kebutuhan rasa cinta dan sayang needs for love and
belongingness, yaitu kebutuhan yang mendorong individu untuk menjalin hubungan afektif atau emosional
dengan orang
lain serta
merasa diterima
oleh kelompoknya dan terlibat di dalamnya.
19
4. Kebutuhan akan penghargaan needs for self esteem, yaitu kebutuhan memperoleh penghargaanberprestasi,
berkompetensi dan
mendapatkan dukungan
serta pengakuan baik yang diberikan oleh orang lain maupun
yang dapat dirasakan sendiri. 5. Kebutuhan aktualisasi diri needs for self actualization,
kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk menunjukan kemampuan dirinya.
Individu yang dapat mengaktualisasikan dirinya adalah orang-orang yang kreatif, ekpresif dan dapat menjadi apa saja
menurut kemampuannya. Maslow, 1970 dalam Koeswara, 1991 mengemukakan bahwa motivasi seseorang turut dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan sekitarnya dan keadaan sosial masyarakat. Bila lingkungan tidak memberikan dukungan bagi pemenuhan
kebutuhan maka akan menghambat perkembangan dirinya. Selain Maslow,
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu : E=Existence kebutuhan akan eksistensi, R=Relatedness kebutuhan untuk berhubungan
dengan pihak
lain, dan
G=Growth kebutuhan
akan pertumbuhan. Tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal
penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer.
Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada
dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep
20
Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer
disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih
rendah telah dipuaskan;
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk
memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat
pragmatisme oleh manusia yang menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang
dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. Herzberg juga memberikan
kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini yang dimaksud faktor
motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang,
sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau
21
pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan diatas penulis
memilih teori McClelland yang berdasarkan pada kebutuhan pencapaian
need of
achievement. McClelland
1987 mengatakan bahwa individu yang memiliki dorongan yang kuat
untuk berhasil. Mereka lebih berjuang untuk memperoleh pencapaian pribadi daripada memperoleh penghargaan dan juga
memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Dorongan ini
merupakan kebutuhan pencapaian nAch. Dalam penelitian terhadap kebutuhan menemukan bahwa individu dengan prestasi
yang tinggi membedakan diri mereka dari individu lain menurut keinginan mereka untuk melakukan hal-hal yang lebih baik
Luthans, 2006.
2.1.3 Ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi.
Dalam kaitannya dengan belajar, motivasi sangat penting bagi individu. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi akan mencapai prestasi yang baik. Apabila tidak ada motivasi berprestasi dalam diri siswa maka akan menimbulkan
rasa malas dalam mengikuti proses belajar dan kesulitan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Menurut McClelland 2002 ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yaitu:
22
1. Pengambilan resiko sedang, yaitu memilih pencapaian prestasi
dengan resiko
sedang sehingga
dalam pengambilan tugas individu memiliki keyakinan dapat
meraih sukses dan menghindari kegagalan, serta sukses yang dicapai dengan cara yang inovatif.
2. Menginginkan umpan balik, yaitu individu menyukai aktivitas yang dapat memberikan umpan balik berharga
dan cepat mengenai kemajuan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian ini individu perlu memanfaatkan waktu
secara efektif, baik dalam belajar maupun dalam mengerjakan tugas-tugas.
3. Puas dengan prestasi, yaitu orang yang tingkat prestasinya tinggi
menganggap bahwa
menyelesaikan tugas
merupakan hal yang menyenangkan secara pribadi, mereka tidak mengharapkan penghargaan material, namun
mereka memiliki pemikiran yang berorientasi pada pengharapan akan penghargaan di masa depan.
4. Totalitas terhadap tugas, yaitu individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung total dan gigih
dengan mengerjakan
tugas, hingga
dapat menyelesaikannya dengan sukses. Mereka tidak mau
meninggalkan pekerjaan terbengkalai dan tidak cepat puas dengan diri sendiri sehingga mereka menggunakan usaha
maksimal dan memperoleh hasil yang optimal, dan dalam bekerja lebih mengutamakan pencapaian prestasi dari
pada hubungan sosial.
23
Menurut Ivancevich dkk. 2006, karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah:
1. Suka menerima tanggung jawab dalam memecahkan masalah.
2. Cenderung menetapkan pencapaian yang moderat dan cenderung
mengambil resiko
yang telah
diperhitungkan. 3. Menginginkan umpan balik atas kinerja.
Berdasarkan beberapa pandangan mengenai ciri-ciri motivasi berprestasi di atas, dalam penelitian ini menggunakan
ciri-ciri motivasi berprestasi yang dikemukan oleh McClelland 2002 dan motivasi berprestasi dalam penelitian ini dikaitkan
dalam akademik studi. Hal ini disebabkan karena di dalam cirri- ciri yang dikemukan oleh McClelland 2002 terkandung semua
ciri-ciri oleh tokoh lain.
2.1.4 Faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi
Setiap individu memiliki tingkat motivasi berprestasi yang berbeda-beda, tetapi semua itu tergantung dari faktor-faktor yang
memengaruhi. Heckhausen Haditono, 1979 menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah:
1. Faktor intrinsik, meliputi: tujuan yang ditetapkan, harapan yang diinginkan, cita-cita yang dimiliki, memiliki
kepercayaan diri yang positif, rasa takut untuk sukses atau kecenderungan menghindari sukses, pengalaman, dan
potensi dasar yang dimiliki dalam hal ini inteligensi.
24
2. Faktor ekstrinsik, meliputi: situasional, norma kelompok, timbulnya resiko sebagai akibat dari potensi yang
diperolah, sikap terhadap kehidupan dan lingkungan. Lingkungan yang baik dan memberikan dukungan
terhadap individu
sangat mempengaruhi
motivasi berprestasi. Dalam hal ini anak sangat membutuhkan
dukungan sosial orangtua sebagai orang yang paling dekat dan lebih mengenal kehidupan anak. Sejalan dengan hal
tersebut Crow dan Crow 1984, mengemukakan bahwa sikap terhadap lingkungan akan mempengaruhi motivasi
berprestasi, artinya sikap terhadap lingkungan merupakan petunjuk tentang pandangan dan penilaian individu
terhadap lingkungannya.
Sikap positif
terhadap lingkungan akan meningkatkan motivasi berprestasi,
sedangkan sikap negatif terhadap lingkungan akan menurunkan motivasi berprestasi.
Hurlock 1999, mengatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi terbagi dalam dua bagian
yaitu: 1. Faktor pribadi yang meliputi: keinginan untuk mencapai
apa yang dicita-citakan untuk masa depan, dan apa yang pernah dialami di masa lampau.
2. Faktor lingkungan yang meliputi: harapan sosial, tekanan dari teman sebaya, penghargaan sosial bagi prestasi yang
tinggi dan penolakan sosial bagi prestasi yang rendah.
25
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor tersebut harus diperhatikan oleh orangtua dan guru sehingga motivasi
berprestasi siswa terus ditingkatkan dalam mencapai prestasi yang lebih baik.
2.2. DUKUNGAN SOSIAL