Perempuan dalam Pendidikan Teologia di HKBP

65 tahun 1976 berubah menjadi Pendidikan Diakones HKBP. Sekolah tersebut terletak di Jalan Onanraja, Balige, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. 119 Adapun bidang studi yang dipelajari antara lain agama Kristen, diakoniapekerjaan sosial, perawatan kesehatan, ketrampilan dan seni musik. Pada tanggal 28 Agustus 1983 adalah penahbisan Diakones pertama di HKBP. Tugas Diakones sebagaimana tertera dalam Agenda HKBP yaitu: 120 1. Diakones adalah pelayan jemaat untuk mengerjakan pelayanan ditengah- tengah jemaat dan masyarakat dalam bentuk pelayanan diakonia. 2. Tugas itu dilakukan dalam bentuk menghibur orang yang berduka, memberi semangat, memberi bimbingan dalam kesehatan dan budi pekerti, memberi bantuan. 3. Diakones harus murah hati agar menjadi pelayan yang baik. Sebagaimana diuraikan di atas, Diakones melakukan pelayanan di tengah-tengah jemaat dan masyarakat hingga sekarang ini. Sama halnya dengan Bibelvrouw, mereka juga tidak dapat menjadi pemimpin di tingkat resort, distrik dan sinode. Namun berbeda dengan Sekolah Bibelvrouw yang dipimpin oleh Pendeta laki-laki, Sekolah Diakones dari awal hingga sekarang selalu dipimpin oleh Diakones.

a. Perempuan dalam Pendidikan Teologia di HKBP

Sejak tahun 1950-an HKBP sudah mengizinkan kaum perempuan ikut Sekolah Teologia Rendah di Sipoholon, Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Namun setelah menyelesaikan pendidikannya, mereka diterima sebagai guru jemaat bukan sebagai pendeta. Selanjutnya pada tahun 1954, HKBP membuka Fakultas Teologia di 119 Jubil Raplan Hutauruk, Lahir, berakar dan bertumbuh ... , 217 120 Agenda HKBP, Ibid, 56-57 66 Universitas HKBP Nommensen, Pematangsiantar, Sumatera Utara yang pada tahun 1978 berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Teologia STT-HKBP. 121 Tahun 1958, Fakultas Teologia HKBP Nommensen, Pematangsiantar telah menamatkan 17 orang dan dua diantaranya adalah perempuan. Demikian juga pada tahun 1960, lulusan ada 8 orang dan 2 diantaranya adalah perempuan. Tahun 1961, ada 17 lulusan dan satu orang diantaranya perempuan. Tahun berikutnya 1962 ada 33 orang lulusan dan dua diantaranya perempuan. 122 Ketujuh orang perempuan lulusan 1958, 1960, 1961 dan 1962 mengikuti masa praktek di jemaat-jemaat sesuai asal Gerejanya. Namun setelah mengikuti masa praktek mereka tidak diikutsertakan dalam menerima tahbisan pendeta. Demikian juga kerinduan dua orang perempuan tamatan STT-Jakarta ingin menerima tahbisan pendeta dari HKBP, tetapi tetap belum diizinkan. 123 Akibatnya sejak tahun 1963- 1985 minat kaum perempuan sirna. Perempuan menjadi pendeta baru pada tahun 1986. Artinya, ada pergumulan yang begitu panjang bagi HKBP untuk menerima perempuan sebagai pendeta, bahkan hampir selama 30 tahun sebab tahun 1950-an HKBP telah menerima perempuan mengikuti pendidikan teologia sebagai syarat menjadi pendeta. Penerimaan pendeta perempuan itu terwujud berdasarkan hasil keputusan Sinode 121 Jubil Raplan Hutauruk, Lahir, Berakar dan Bertumbuh .., 166. 122 Ibid, 166. 123 Ibid. 67 Godang pada tahun 1982, yaitu menetapkan keputusan bahwa seseorang, tanpa membedakan jender dapat ditahbiskan menjadi pendeta. 124 Keputusan tersebut dituangkan dalam Tata Gereja HKBP 1982 – 1992 bahwa mereka yang menerima penahbisan Pendeta adalah seorang warga jemaat yang telah menempuh pendidikan kependetaan, menerima tahbisan kependetaan dan dikukuhkan oleh Ephorus HKBP. 125 Sangat jelas bahwa Tata Gereja tersebut tidak membedakan jender dari seseorang dalam menerima tahbisan pendeta sehingga pada 27 Juli 1986 HKBP menahbiskan 10 orang pendeta dan satu diantaranya perempuan, yaitu Noortje P. Lumbantoruan. 126 Empat bulan kemudian, pada 8 November 1986, HKBP kemudian juga menahbiskan 14 pendeta dan dua diantaranya terdapat perempuan yaitu Renta Tianar Marpaung yang telah menantikan selama sembilan 9 tahun dan Minaria Sumbayak yang telah menantikan selama duapuluh tujuh 27 tahun. 127 Dalam penerimaan pendeta perempuan dan perealisasiannya di Gereja HKBP adalah sangat amat terlambat jika dibandingkan dengan penerimaan perempuan dalam pendidikan teologia. Hal itu sangat erat kaitannya dengan tradisi Batak yang menganut paham patrialisme. Walaupun demikian, hambatan dalam faktor budaya 124 Jubil Raplan Hutauruk, Lahir, Berakar..., 167. 125 Ibid. 126 Ibid dan Noortje Lumbantoruan, Hasil wawancara, 29 Maret 2012, Pdt Noortje lahir 1 Agustus 1958 di Jakarta dan telah lulus dari STT-Jakarta tahun 1983, menantikan 3 tahun dan menerima tahbisan kependetaan dalam usia 28 tahun. Kini cuti namun senantiasa tetap siap melayani khotbah jika diundang. 127 Ibid. Renta Tianar Marpaung, Hasil wawancara, 5 April 2012, lahir 20 Januari 1937, lulusan 1977 dari STT-HKBP Pematangsiantar menerima tahbisan dalam usia 49 tahun. Pdt Minaria Sihite-Sumbayak-, Hasil wawancara, 10 April 2012, lahir 7 Juni 1929 lulusan 1959 dari STT-Jakarta dan ditahbiskan dalam usia 57 tahun. 68 tersebut telah diperdebatkan dan dituangkan sebagai sebuah keputusan pada Sinode Godang 1982 yang dirumuskan dalam Tata Gereja sejak tahun 1982. Sejak 1986 hingga kini jumlah Pendeta Perempuan di HKBP semakin bertambah sehingga mencapai 277 orang dan ada 87 orang Calon pendeta perempuan. Dari 637 resort yang ada 30 4,3 diantaranya dipimpin oleh Pendeta Perempuan. 128 Dari 28 distrik yang ada baru pada Sinode Godang 2008, terpilih Praeses perempuan pertama 3,5 yaitu Pdt Debora Sinaga.

b. Syarat menjadi Pendeta HKBP