Pemahaman tentang mitra sejajar antara laki-laki dan perempuan dalam

86 kurang memberikan kesempatan bagi pendeta perempuan dalam memimpin gereja dengan alasan apapun. Karena pendeta laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan yang sama untuk melayani dan sebagai pemimpin gereja.

3.4. Pemahaman tentang mitra sejajar antara laki-laki dan perempuan dalam

kepemimpinan masih kabur Menurut NL, pendeta perempuan pertama di HKBP memahami bahwa mitra adalah te a sekerja kare a itu sali g ele gkapi da sharing power . 180 Selanjutnya dijelaskan masyarakat Batak sudah memperlakukan laki-laki dan perempuan sama, a u dala hal sharing power itu elu dite uka . I i dapat dilihat dala pemilihan majelis di tengah-tengah Gereja yang selalu lebih condong kepada orang kaya dan bukan spiritualitasnya. Akibatnya, dalam hal kepemimpinan yang didominasi laki- laki terutama yang memiliki karakter tidak dapat menerima perempuan sebagai mitra tetapi rival. 181 Menurut BRH, pendeta perempuan dan mantan kepala departemen perempuan HKBP, Kalau ada pe deta pere pua di distrik, ereka selalu dite patka dalam bagian perempuan dan tidak pernah memimpin bagian koinonia, diakonia dan marturia, posisi-posisi itu selalu didominasi laki-laki yang selalu memilih temannya laki- laki. 182 Menurut DPS, praeses perempuan pertama di HKBP, bahwa Gereja HKBP sendiri tidak berlaku adil dalam memperjuangkan kemitraan laki-laki dan perempuan. 183 Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam pengalamannya sebagai pendeta dan juga Praeses HKBP, dia mengobservasi kemitraan itu bersumber dari keluarga sebab banyak orang 180 NLT, Hasil wawancara. 181 Ibid. 182 BRH, Hasil wawancara. 183 DPS, Hasil wawancara. 87 melakukan kekerasan karena di rumah yang bersangkutan mengalaminya. 184 Jadi kalau kemitraan jelas dilakukan di dalam rumah maka ke luar tidak akan ada masalah lagi. Seharusnya kemitraan itu adalah sama dalam tugas panggilan Tuhan, laki-laki melayani sebagai laki-laki dan perempuan melayani sebagai perempuan sehingga masing-masing melakukan fungsinya. 185 Kemitraan itu saling mengisi, saling mendukung. Ada pekerjaan yang tidak dapat dilakukan laki-laki, namun dapat dilakukan perempuan demikian sebaliknya. 186 Oleh karena itu menurut BRH, kemitraan itu ad alah equal , menerima perempuan sebagai perempuan dan laki-laki sebagai laki-laki. Tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi tetapi saling menghormati. 187 Namun masih banyak perempuan belum mengerti kesetaraan jender karena dia lebih suka dipimpin oleh laki-laki. Padahal ditengah-tengah rumah tangga peran ibu sangat dominan. Untuk itu dibutuhkan pendeta perempuan lebih banyak lagi agar dapat membimbing perempuan terus melayani dan mampu meningkatkan spiritualitas dan ekonomi keluarga. 188 Dari data yang diungkapkan dapat dikatakan penempatan pendeta perempuan sebagai pemimpin di tingkat resort, distrik dan sinode sangat dipengaruhi oleh pemahaman kemitraan yang jelas. Oleh karena itu penulis dapat memahami bahwa paham kemitraan di kalangan para pendeta HKBP masih kabur. Letty M. Russel e jelaska ahwa ke itraa adalah koinonia , partner sehi gga e ga du g 184 DPS, Hasil wawancara. 185 MSS, Hasil wawancara. 186 DS, Hasil wawancara, 187 BRH, Hasil wawancara, 188 NL, Hasil wawancara. 88 partisipasi bersama dalam pelayanan dan melayani. 189 Kemitraan dapat berlangsung dalam hubungan ketergantungan dalam Tuhan sehingga masing-masing memiliki tanggungjawab baru mengarah kepada kebebasan bersama. Hal tersebut dapat membuat para pendeta HKBP melakukan pelayanan Gereja secara diakonia kuratif, diakonia prepentif dan diakonia prospektif. 190 Sangat jelas sekali, masyarakat Batak menganut sistim patriarkhi mengakibatkan perempuan sebagai kelompok marjinal dan subordinasi sehingga kebebasannya dibatasi. Hal ini menjadikan perempuan adalah korban karena itu tugas Gereja melakukan pelayanan diakonia kuratif, prefentif dan prospektif. Di samping itu, betapa dunia pada era ini sangat menekankan kesetaraan hal itu juga dikemukakan Hans Kung dalam bukunya berjudul Etik Global, ada 4 petunjuk yang tak terbatalkan yaitu: 191 1. Komitmen pada budaya non kekerasan dan hormat pada kehidupan 2. Komitmen kepada budaya solidaritas dan tata ekonomi yang adil 3. Komitmen pada budaya toleransi dan kehidupan yang tulus 4. Komitmen pada budaya kesejajaran hak dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan Dalam penjelasan selanjutnya tentang budaya kesejajaran hak dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan ditegaskan bahwa keduanya laki-laki dan perempuan berjuang menjalin kehidupan dan semangat kerja sama dan tindakan yang 189 Letty M. Russel, Church in the... 61. 190 Letty M. Russel, Human Liberation... 31-32 191 Hans Kung dan Karl-Yosef Kuschel, Etik Global, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 1999, 21 – 39. 89 bertanggungjawab. Agama, dalam hal ini Gereja HKBP wajib menentang dominasi atas jenis kelamin yang lain sehingga hubungan laki-laki dan perempuan seharusnya tidak bersifat patronasi atau eksploitasi melainkan dengan cinta, kerjasama dan saling mempercayai. 192 Itulah yang dapat membangun saling menghormati dan bukannya dominasi dan kemerosotan patriarkhal yang membentuk kekerasan. Membatasi perempuan dalam kepemimpinan adalah kekerasan dan menurut John Stott, semua pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia adalah bertentangan dengan kesamaan hak dan derajat yang kita miliki berdasarkan ciptaan. Kesederajatan laki-laki dan perempuan menjadikan hak yang sama bagi keduanya dan itu memang pemberian Tuhan dalam penciptaan. 193 Menurut Spong, Tuhan Yesus memahami bahwa seseorang tidak dapat menjadi manusiawi jika harus mendapatkan kekuasaan dengan mengurangi nilai kehidupan orang lain. Memperlakukan perempuan sebagai orang subhuman juga merusak laki-laki dan mengurangi kemanusiaannya. Memperlakukan seorang manusia lain sebagai subhuman selalu membuat pelaku subhuman juga karena tidak ada orang yang akhirnya dapat dibangun dengan mengorbankan orang lain. 194 Gereja dalam mewujudnyatakan martabat dan kesamaanderajat manusia senantiasa mengakui dan menerima tanggungjawab manusia seorang atas yang lain, tidak ada pembedaan jender, diskriminasi, yang lemah dan tak berdaya dibela, sehingga manusia bebas menjadi dirinya sebagaimana Tuhan menciptakan kita sesuai dengan keinginanNya. 192 Hans Kung dan Karl-Yosef Kuschel, Etik Global ... , 29-30. 193 John Stott, Isu-isu Global, Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina KasihOMF, 1994, 206 – 207. 194 Jhon Shelby Spong, Yesus bagi Orang-orang Non Religius, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2008, 313 –314. 90 Kepemimpinan Gereja menjadi tanggungjawab bersama karena semua orang adalah imam sebagaimana dipahami dalam I Petrus 2: 9. Imamat am orang percaya memberikan pemahaman bahwa siapa saja, baik laki-laki atau perempuan memiliki tanggungjawab yang sama karena itulah dia disebut dan boleh menjadi pemimpin. Untuk itulah pendeta perempuan maupun laki-laki terpanggil secara sama-sama dan bekerjasama dalam Gereja mewujudkan kesetaraan dan keadilan sehingga keduanya memiliki posisi yang setara. Hendaknya paham kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan lebih dipertegas dalam kepimpinan gereja HKBP sehingga kedua adalah mitra sejajar dalam pelayanan dan kepemimpinan gereja.

3.5. Pendeta Perempuan kurang mempersiapkan diri sebagai pemimpin