permasalahannya adalah mengenai; Kriteria untuk menentukan bahwa direktur telah melanggar prinsif fiduciary duty, Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kepailitan suatu perseroan terbatas, serta Tanggung jawab seorang direktur dalam hal terjadinya kepailitan terhadap perseroan
yang dipimpinnya. 2.
Atmawarni, tesis pada tahun 2003 dengan judul “Penyelesaian kredit macet melalui lembaga kepailitan studi terhadap putusan pailit permasalahannya
adalah; Penyelesaian kredit macet di lembaga perbankan, Mekanisme penyelesaian kredit macet melalui lembaga kepailitan, serta Kendala-kendala
yang dihadapi oleh bank dalam menggunakan lembaga kepailitan dalam penyelesaian kredit macet.
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori
Adanya perbedaan pandangan dari berbagai pihak terhadap suatu objek, akan melahirkan teori-teori yang berbeda, oleh karena itu dalam suatu penelitian termasuk
penelitian hukum, pembatasan-pembatasan kerangka baik teori maupun konsepsi merupakan hal yang penting agar tidak terjebak dalam polemik yang tidak
terarah. ”Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam penelitian hukum, seperti yang dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto
dan Sri Mamudji, bahkan menurut mereka kedua kerangka tersebut merupakan
Universitas Sumatera Utara
unsur yang sangat penting.
30
“Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat
ditentukan oleh teori”.
31
Apabila ditinjau secara teoritis, lahirnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah sebagai konsekwensi dari keadaan krisis ekonomi dan moneter di
Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan krisis sosial dan politik akibat terjadinya euphoria reformasi segala bidang. Maka untuk mengantisipasi adanya
kecenderungan dunia usaha yang bangkrut, Pemerintah pun menerbitkan Undang- Undang ini menjadi suatu kaedah hukum positif dalam sistem perundang-undangan di
Indonesia. ”Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep”.
32
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003, hal.7.
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum. Dalam Konteks aplikatif, kaedah
hukum positif tidak dapat dipisahkan dengan penegakan hukum, karena kaedah hukum akan tampak ketika penegakan hukum tersebut terjadi. Fungsi penegakan
hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah
31
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.1986, hal. 6.
32
Burhan Ashshofa. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.1996, hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
laku manusia sesuai dengan bingkai frame-work yang ditetapkan oleh suatu Undang-Undang atau hukum.
33
Bila hal itu dikaitkan dengan pembangunan hukum, maka pendekatannya tidak sekadar pembaharuan aturan-aturan hukum. Pembangunan hukum bertujuan
membentuk atau mewujudkan sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional Legal system. Dalam pembangunan, pembaharuan atau pembinaan sistem hukum Indonesia
yang bersifat nasional harus diikuti oleh pembangunan, pembaharuan atau pembinaan substansi dari sistem hukumnya. Substansi dari sistem hukum itulah yang akan
menentukan sejauh mana sistem hukum Indonesia yang bersifat nasional mencerminkan Indonesia baru dan mampu melayani kebutuhan Indonesia baru.
Dengan demikian dalam pembangunan sistem hukum nasional harus mencakup pembangunan bentuk dan isi dari peraturan perundang-undangan.
34
33
Calire Seltz et.,al:1977, seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia UI-Press.1986, hal. 9.
Bagaimana pembangunan, pembaharuan atau pembinaan bentuk dan isi dari peraturan
perundang-undangan inilah yang menjadi substansi dari kebijakan legislatif. Kebijakan Legislatif atau kebijakan perundang-undangan adalah kebijakan politik
dalam menyusun dan mewujudkan ide-ide para pembuat undang-undang Legislator dalam bentuk norma-norma baku yang terumus secara eksplisit dalam bentuk
34
Bagir Manan. Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian, Yogyakarta: FH UII Press. 2005, hal.157-158. Lihat juga pendapat Von Savigny yang dikutip Theo Huijbers, Filsafat Hukum
dalam Lintasan sejarah, Yogyakarta: Kanisius.1990, hal.114., yang menyatakan, hukum adalah pernyataan jiwa bangsa-Volgheist-karena pada dasarnya hukum tidak dibuat oleh manusia tetapi
tumbuh dalam masyarakat, yang lahir, berkembang, dan lenyap dalam sejarah. Dalam pembentukan hukum perlu pula diperhatikan cita-cita bangsa dan nilai – nilai yang terdapat dalam bangsa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan nasional, dengan berkekuatan sebagai apa yang dikatakan oleh Austin , “The Command of the Sovereign”.
35
Teori Kepastian hukum mengandung 2 dua pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan. Terkait dengan hal ini, maka dalam hukum kepailitan khususnya menyangkut hak dan kewajiban kurator, perbuatan yang boleh dan yang
tidak boleh dilakukan oleh kurator ditentukan berdasarkan kewajiban yang ditetapkan melalui aturan hukum dalam hukum kepailitan dalam hal ini tertuang dalam
UUKPKPU dan aturan pelaksanaannya yang dijelaskan dalam bab 2. Kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan
adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.
Berdasarkan pengaturan hukum yang bersifat umum tersebut, negara dalam hal ini melalui undang-undang tentang kepailitan memberikan kepastian hukum akan
keamanan individukurator terhadap jasa dari kurator dalam pelaksanaan tugasnya terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit. Atas jasa kurator tersebut, maka
kurator mendapatkan imbalan jasa yang ditetapkan melalui putusan hakim, sehingga melalui putusan hakim tersebut akan berdampak pada putusan hakim berikutnya
dalam kasus yang serupa menjadi konsisten, sebab kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi
35
Oko Setyono dalam Muladi Edt. Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama. 2005, hal.123.
Universitas Sumatera Utara
dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.
36
Menurut Gustav Radbruch bahwa kepastian hukum merupakan bagian dari tujuan hukum .
37
Tujuan hukum menurut Utrecht adalah untuk menjamin suatu kepastian di tengah-tengah masyarakat dan hanya keputusan dapat membuat
kepastian hukum sepenuhnya, maka hukum bersifat sebagai alat untuk mencapai kepastian hukum.
38
Kepastian hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat tetap, yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah.
39
Kepastian hukum dalam hal menjamin adanya imbalan jasa bagi kurator yang ditentukan di dalam UUKPKPU maupun peraturan yang khusus mengatur imbalan
jasa bagi kurator perlu diimplementasikan dalam suatu keputusan baik di tingkat Pengadilan Niaga maupun tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Imbalan jasa sebagai
hak kurator yang ditentukan dalam Pasal 17 ayat 2, ayat 4, Pasal 18 ayat 3-7 serta Pasal 75 dan Pasal 76 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang UUKPKPU dan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : m.09-ht.05.10 Tahun 1998 Tentang pedoman Besarnya imbalan
jasa bagi kurator dan pengurus disingkat Kepmen bahwa ketentuan Pasal 69
36
Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Pranada Media Group. 2008, hal. 158.
37
Muhamad Erwin. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011, hal. 123.
38
Utrecht Moh. Saleh Jindang. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru.1983, hal. 14.
39
Theo Huijbers. Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius. 1992, hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
dan Pasal 247 ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan yang telah
ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan menjadi undang-undang menentukan bahwa besarnya imbalan jasa yang harus dibayarkan kepada kurator
dan pengurus sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus perlu ditegakkan di persidangan melalui penetapan
hakim mengenai imbalan jasa kurator. Melalui penetapan hakim tersebut perlindungan hukum akan hak kurator juga dapat dijamin dan direalisasikan.
Melalui peraturan-peraturan yang mengatur imbalan jasa kurator diharapkan kepastian hukum akan tercipta akan tetapi dalam kenyataannya pola penetapan
imbalan kurator yang dilakukan hakim pasca putusan pembatalan pailit PT. Telkomsel pada tingkat kasasi sudah bertentangan dengan hukum positif yang
berlaku di Indonesia.
2. Kerangka Konsepsi