Analisis Hasil Penelitian Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

4. Analisis Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah diperoleh dianalisa secara kualitatif dengan cara melakukan inventarisasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Analisis terhadap peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan dapat menemukan asas atau kaidah serta konsep dari peraturan tersebut sehingga diperoleh hubungan antar asas, kaidah danatau konsep dengan menggunakan kerangka teori yang selanjutnya dapat dirumuskan kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara

BAB II KURATOR DALAM HUKUM KEPAILITAN

A. Ketentuan Hukum Mengenai Kepailitan 1. Pengertian Pailit

Bila merujuk kepada berbagai macam literatur, maka kepailitan dapat diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan pailit. Istilah kepailitan berasal dari kata pailit. Istilah pailit dalam kamus bahasa Bahasa Indonesia berarti jatuh; bangkrut dan jatuh miskin. 52 Dalam bahasa Belanda disebut dengan failliet, yang artinya pemogokan atau kemacetan pembayaran. 53 Bahasa Perancis menggunakan istilah le failli artinya orang yang mogok atau berhenti membayar. 54 Untuk arti yang sama di dalam bahsa Belanda dipergunakan istilah failliet. 55 Istilah dalam bahasa Inggris disebut to fail artinya gagal. Adapun di negara-negara yang berbahasa Inggris, lebih dikenal istilah bankrupt dan bankruptcy. 56 Menurut Black’s Law Dictionary, istilah bankrupt berarti intebted beyond the means of payment berutang melebihi pembayaran. 57 52 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Dalam pengertian operasional, disebutkan sebagai a person who cannot meet current financial obligations; an Pustaka. 1996, hal. 715. 53 Lihat A. Broers. Engels Woordenboek. Batavia: Bij J.B., hal. 230. 54 Rahmadi Usman. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004, hal. 11. 55 Zainal Asikin. Hukum Kepailitan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2001, hal. 26. 56 Rahmadi Usman. Loc. Cit. 57 Bryan A. Garner ed.. Black’s Law Dictionary, eight edition. St. Paul: West Publishing and Co., 2004, hal. 156. Universitas Sumatera Utara insolvent person. 58 Sedangkan kebangkrutan bankruptcy adalah a statutory procedure by which a Insolvent debtor obtains financial relief and undergoes a judicially supervised reorganization or liquidation of the debtor’s assets for the benefit of creditors. 59 Menurut Faillissements verordening FV Staatsblad 1905 Nomor 217 Jo. Staatblad Nomor 348 yang dimaksud dengan pailit adalah setiap berutang debitor yang ada dalam keadaan berhenti membayar baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berutang kreditor dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit. Perundang-undangan Indonesia tidak memberikan arti otentik tentang pailit atau kepailitan. Namun dalam Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Pernyataan pailit ini harus melalui proses pemeriksaan di pengadilan setelah memenuhi persyaratan di dalam Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa Bryan A. Garner menegaskan pengertian pailit sebagai ketidakmampuan untuk membayar atas utang-utang yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan, baik yang dilakukan secara suka rela oleh debitor sendiri ataupun atas permintaan pihak ketiga di luar debitor. 58 Ibid. 59 Ibid. Universitas Sumatera Utara pengajuan permohonannya. Ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Kewajiban Utang disebut UUKPKPU menyatakan bahwa ”kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini”. Esensi kepailitan dari pengertian tersebut menurut Rahayu Hartini secara singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas harta kekayaan debitur baik yang ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang pada waktu kreditur dinyatakan pailit mempunyai utang, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. 60 Akan tetapi dikecualikan dari kepailitan adalah: 61 a. Semua hasil pendapatan debitur pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatanjasa, upah pensiun, uang tungguuang tunjangan, sekedar atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim pengawas. b. Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memnuhi kewajiban pemberian nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan Pasal 213, 225,321 KUHPerdata. c. Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas dari pendapatan hak nikmat hasil seperti dimaksud dalam Pasal 311 KUHPerdata. d. Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh debitur pailit berdasarkan Pasal 318 KUHPerdata. Sejalan dengan pengertian dalam Pasal 1 ayat 1 tersebut di atas, Munir Fuady mengatakan: kepailitan atau bangkrut itu adalah suatu sitaaan umum atas seluruh 60 Rahayu Hartini. Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press. 2008, hal.6. 61 Ibid. Universitas Sumatera Utara harta debitor agar dicapainya perdamaian antara para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil diantara kreditor. 62 Pembagian harta debitor tersebut adalah untuk kepentingan semua kreditor, hal ini senada dengan pendapat Adrian Sutedi yang menyatakan bahwa 63 “kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur orang-orang yang berutang untuk kepentingan semua kreditor-kreditornya orang-orang berpiutang”. Sementara itu, Sentosa Sembiring mengemukakan bahwa: 64 “kepailitan memiliki makna ketidakmampuan pihak penghutang debitor untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak pemberi utang kreditor tepat pada waktu yang sudah ditentukan. Jika terjadi ketidakmampuan untuk membayar utang, maka salah satu solusi hukum yang dapat ditempuh baik oleh debitor maupun kreditor melalui pranata hukum kepailitan”. Kepailitan juga dapat diartikan dari sudut pandang bisnis seperti yang dikemukakan oleh Andriani Nurdin yakni: 65 “kepailitan atau kebangkrutan adalah suatu keadaan keuangan yang memburuk untuk suatu perusahaan yang membawa akibat pada rendahnya kinerja untuk jangka waktu tertentu yang berkelanjutan, yang pada akhirnya menjadikan perusahaan tersebut kehilangan sumber daya dan dana yang dimiliki. Dalam teori keuangan, kesulitan keuangan financial distress ini dibedakan dalam beberapa kategori: a. Kegagalan ekonomi atau economic failure, dimana pendanaan perusahaan tidak dapat menutup biaya termasuk biaya modal. Badan usaha yang mengalami kegagalan ekonomi hanya dapat meneruskan kegiatannya sepanjang kreditor berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian di bawah tingkat bunga pasar. b. Kegagalan bisnis atau business failure, dimana perusahaan menghentikan kegiatannya dengan akibat kerugian bagi kreditor. c. Technical insolvency atau secara teknis sudah tidak solven, dimana perusahaan 62 Munir Fuady. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktik. Bandung: Citra Aditya. 2000, hal.8. 63 Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia. 2009, hal. 24. 64 Sentosa Sembiring. Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Kepailitan. Bandung: CV. Nuansa Aulia. 2006, hal. 13. 65 Andriani Nurdin. Op. Cit., hal. 127-128. Universitas Sumatera Utara dinyatakan pailit apabila tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar utang yang jatuh waktu. d. Insolvency in Bankcruptcy, dimana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai asset perusahaan dan keadaan ini lebih parah dibandingkan dengan technical insolvency, yang dapat mengarah ke likuidasi. e. Kepailitan menurut hukum atau legal bankcruptcy yakni kepailitan yang dijatuhkan oleh pengadilan sesuai dengan undang-undang. Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepailitan adalah suatu keadaan hukum yang menjadi alternatif untuk memberikan jaminan kepada para kreditor dengan jalan mempailitkan debitor akibat tidak dapat melunasi utangnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU. Jadi pengertian tersebut bertujuan agar hasil penjualan semua harta kekayaan debitor dapat dibagi-bagi secara adil antara kreditornya dengan mengingat pemegang hak istimewa. Berdasarkan rumusan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, jelaslah bahwa kepailitan atau pailit adalah suatu keadaan di mana seorang debitor tidak mampu melunasi utang-utangnya pada saat jatuh tempo. Ketentuan ‘tidak membayar lunas’ memiliki arti bahwa utang tidak dibayar lunas dan tuntas dari kewajiban yang seharusnya. Jika debitor hanya membayar sebagian dari kewajiban seharusnya, maka debitor masuk kategori ‘tidak membayar lunas’ karenanya memenuhi salah satu syarat untuk dimohonkan pailit. 66 66 M. Hadi Shubhan. Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Prenada Media Group.2008, hal. 82. Pernyataan pailit ini tidak serta merta terjadi begitu saja ketika utang jatuh tempo, tetapi harus didahului dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan sendiri secara suka rela maupun atas permintaan seorang kreditor Universitas Sumatera Utara atau lebih. Oleh sebab itu, selama seorang debitor belum dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka selama itu pula yang bersangkutan masih dianggap mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Sistem yang dipergunakan dalam perubahan UUKPKPU adalah tidak melakukan perubahan secara total, tetapi hanya mengubah pasal-pasal tertentu yang perlu diubah dan menambah berbagai ketentuan baru ke dalam undang-undang yang sudah ada. Pokok-pokok penyempurnaan tersebut meliputi antara lain: 67 Pertama, penyempurnaan di sekitar syarat-syarat dan prosedur permintaan pernyataan kepailitan. Termasuk di dalamnya, pemberian kerangka waktu yang pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit. Kedua, penyempurnaan pengaturan yang bersifat penambahan ketentuan tentang tindakan sementara yang dapat diambil oleh pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya oleh kreditor atas kekayaan debitor sebelum adanya putusan pernyataan pailit. Ketiga, peneguhan fungsi kurator dan penyempurnaan yang memungkinkan pemberian jasa-jasa tersebut di samping institusi yang selama ini telah dikenal, yaitu Balai Harta Peninggalan. Keempa t, penegasan upaya hukum yang dapat diambil terhadap putusan pernyataan kepailitan. Dalam UUKPKPU dikatakan bahwa untuk setiap putusan 67 Kartini Muljadi. “Perubahan pada Faillessmentverordening dan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 jo. UU Nomor 4 Tahun 1998 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 1998 tentang perubahan atas UU tentang kepalilitan menjadi UU”, makalah dalam Seminar Perkembangan Hukum Bisnis di Indonesia. Jakarta 25 Juli 2003. Universitas Sumatera Utara pernyataan pailit, upaya hukum yang dapat diajukan hanyalah kasasi ke Mahkamah Agung. Kelima, dalam rangka kelancaran proses kepailitan dan pengamanan berbagai kepentingan secara adil, dalam rangka penyempurnaan ini juga ditegaskan adanya mekanisme penangguhan pelaksanaan hak kreditor dengan hak preferens, yang memegang hak tanggungan, hipotik, gadai atau agunan lainnya. Keenam, penyempurnaan dilakukan pula terhadap ketentuan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga UUKPKPU. Ketujuh, penegasan dan pembentukan peradilan khusus yang akan menyelesaikan masalah kepailitan secara umum. Lembaga ini disebut dengan Pengadilan Niaga, dengan hakim-hakim yang juga akan bertugas secara khusus. 68 Kekhususan Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan adalah: a. Pengadilan ini tidak mengenal banding, sehingga jika ada pihak yang merasa tidak puas dapat mengajukan upaya hukum dengan cara kasasi ke Mahkamah agung. b. Jangka waktu proses pendaftaran, pemeriksaan dan penjatuhan putusan pada tingkat Pengadilan Niaga diatur secara tegas yaitu 30 hari. c. Jangka waktu kasasi di Mahkamah Agung maksimal 30 hari. 69 Pelaksanaan kepailitan dilihat dari hukum kepailitan memiliki tujuan dan 68 http:www.solusihukum.comartikel36.php, diakses tanggal 19 April 2014 jam 15.30 wib. 69 http:www.bappenas.go.idindex.php , diakses tanggal 19April 2014 jam 15.35 wib. Universitas Sumatera Utara fungsi. Sutan Remy Sjahdeni mengemukakan bahwa tujuan dari hukum kepailitan adalah sebagai berikut: 70 a. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada atau yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan debitor yaitu dengan memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan- tagihannya terhadap debitor. Menurut hukum Indonesia asas jaminan tersebut dijamin dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan saling rebut diantara kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang Kepailitan, akan terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapat bagian yang lebih banyak dari kreditor yang lemah. b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor Konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing kreditor tersebut. Di dalam hukum Indonesia asas pari passu dijamin dalam Pasal 1332 KUH Perdata. c. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan seorang debitor pailit, debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari harta kekayaan debitor menjadi harta pailit. Sejalan dengan tujuan dari hukum kepailitan, Adrian Sutedi juga mengemukakan beberapa tujuan dari hukum kepailitan yakni: 71 a. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa semua harta debitor baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada atau yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan debitor yaitu dengan memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan- tagihannya terhadap debitor. Menurut hukum Indonesia asas jaminan tersebut dijamin dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan saling rebut diantara kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang Kepailitan, akan terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapat bagian yang lebih banyak dari 70 Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-undang No.4 Tahun 1998. Jakarta: Pustaka Grafiti. 2002, hal.38. 71 Adrian Sutedi. Op. Cit., hal. 29-30. Universitas Sumatera Utara kreditor yang lemah. b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai dengan asas pari passu membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor Konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing kreditor tersebut. Di dalam hukum Indonesia asas pari passu dijamin dalam Pasal 1332 KUH Perdata. c. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan seorang debitor pailit, debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta kekayaannya. d. Hukum kepailitan Amerika Serikat memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum kepailitan Amerika, seorang debitur perorangan individual debtor akan dibebaskan dari utang-utangnya setelah selesainya tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta kekayaannya. Sekalipun nilai harta kekayaannya setelah dilikuidasi atau dijual oleh likuidator tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya kepada para kreditornya, debitur tersebut tidak lagi diwajibkan untuk melunasi utang-utang tersebut. e. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk, sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi dan dinyatakan pailit oleh pengadilan. f. Memberikan kesempatan kepada debitur dan para kreditornya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang-utang debitur. Sementara untuk fungsi hukum kepailitan menurut Sutan Remy Sjahdeini sebagaimana dikutip oleh Bernard Nainggolan menyatakan bahwa: 72 a. Sebelum harta kekayaan debitor dibenarkan oleh hukum untuk dijual dan kemudian dibagi-bagikan hasil penjualan tersebut kepada kreditornya, terlebih dahulu harta kekayaan debitor itu harus diletakkan oleh pengadilan di bawah sita umum dilakukan penyitaan untuk kepentingan semua kreditornya dan bukan hanya untuk kreditor tertentu saja. b. Apabila harta kekayaan debitor tidak terlebih dahulu diletakkan di bawah sita umum sebelum dijual, yang akan terjadi adalah para kreditor akan saling mendahului untuk memperoleh pelunasan dari harta kekayaan debitor dengan sebutan menguasai dan menjual harta kekayaan debitor yang berhasil dikuasainya. Agar harta kekayaan debitor tersebut secara hukum dapat diletakkan di bawah sita umum, harus terlebih dahulu debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan. 72 Bernard Nainggolan. Perlindungan Hukum Seimbang Debitor, Kreditor dan Pihak-pihak Berkepentingan dalam Kepailitan. Bandung: P.T. Alumni. 2011, hal. 61. Universitas Sumatera Utara c. Undang-undang kepailitan mengatur bagaimana upaya perdamaian yang dapat ditempuh oleh debitor dengan para kreditornya, baik sebelum debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan maupun setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan. d. Undang-undang kepailitan mengatur bagaiamana caranya menentukan kebenaran mengenai adanya eksistensi suatu utang tagihan seorang kreditor, mengenai sahnya piutang tagihan tersebut dan mengenai jumlah yang pasti dari piutang tagihan tersebut, dengan kata lain melakukan pencocokan atau verifikasi piutang-piutang para kreditor. Hal senada juga dikemukakan oleh H. Man S. Sastrawidjaja bahwa 73 Fungsi dan tujuan hukum tersebut perlu didukung oleh asas hukum khusus dalam kepailitan yaitu asas-asas hukum kepailitan. Asas-asas hukum kepailitan terdapat dalam UUKPKPU yakni: “fungsi hukum kepailitan adalah untuk melindungi kepentingan baik debitor maupun kreditor, di mana perlindungan yang diberikan harus seimbang, tidak terlalu berat sebelah, baik kepada kreditor maupun kepada debitor”. 74 1. Asas Keseimbangan Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik. 2. Asas Kelangsungan Usaha Dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. 3. Asas Keadilan Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang- 73 H. Man S. Sastrawidjaja. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: P.T. Alumni. 2006, hal.73. 74 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya. 4. Asas Integrasi Asas Integrasi dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. Terkait dengan asas-asas hukum kepailitaan, Adrian Sutedi mengemukakan beberapa asas-asas hukum kepailitan yaitu: 75 a. Undang-undang kepailitan harus dapat mendorong gairah investasi asing, mendorong pasar modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri. b. Undang-undang kepailitaan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor, menjunjung keadilan dan memerhatikan kepentingan keduanya, meliputi segi-segi penting yang dinilai perlu untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang-piutang secara cepat, adil, terbuka dan efektif. c. Putusan pernyataan pailit seharusnya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas d. Permohonan pernyataan pailit seharusnya hanya diajukan terhadap debitor yang insolvent, yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor mayoritas. e. Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seharusnya diberlakukan keadaan diam standstill secara otomatis berlaku demi hukum. Dengan kata lain mulai memberlakukan automatic standstill atau automatic stay sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan di pengadilan. f. Undang-undang kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan. Lembaga hak jaminan harus dihormati oleh undang-undang. g. Permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut. h. Proses kepailitan harus terbuka untuk umum. i. Pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinyatakan pailit harus bertanggung jawab secara pribadi. j. Undang-undang kepailitan mengatur kemungkinan utang debitur direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. 75 Adrian Sutedi. Op. Cit., hal. 30-31. Universitas Sumatera Utara k. Undang-undang kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan debitur. Sutan Remy Sjahdeini juga mengemukakan hal yang sama menyangkut asas- asas kepailitan sebagaimana dikutip oleh Bernard Nainggolan, di mana undang-undang kepailitan seyogianya memuat asas-asas: 76 a. Undang-undang kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing, mendorong pasar modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri. b. Undang-undang kepailitaan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor. c. Putusan pernyataan pailit seyogianya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas. d. Permohonan pernyataan pailit seyogianya hanya dapat diajukan terhadap debitor yang insolven, yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor mayoritas. e. Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogianya diberlakukan keadaan diam standstill atau stay. f. Undang-undang kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan. g. Permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut. h. Proses kepailitan harus terbuka untuk umum. i. Pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinyatakan pailit harus bertanggung jawab secara pribadi. j. Undang-undang kepailitan seyogianya memungkinkan utang debitur diupayakan direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. k. Undang-undang kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan debitur. Lebih lanjut menurut Bernard Nainggolan bahwa hanya enam dari sebelas asas yang disebutkan oleh Sjahdeini yang dapat disebut sebagai asas hukum kepailitan yakni: 77 76 Bernard Nainggolan. Op. Cit. hal. 66. 77 Ibid. hal. 67. Universitas Sumatera Utara 1 Undang-undang kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor. 2 Putusan pernyataan pailit seyogianya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas. 3 Permohonan pernyataan pailit seyogianya hanya dapat diajukan terhadap debitor yang insolven, yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditor mayoritas. 4 Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogianya diberlakukan keadaan diam standstill atau stay. 5 Undang-undang kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan. 6 Undang-undang kepailitan seyogianya memungkinkan utang debitur diupayakan direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. 2. Par a Pihak dalam Pr oses Kepailitan Kepailitan merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa pihak yang saling terkait satu sama lain. Pihak-pihak tersebut terdiri dari: a. Pihak pemohon pailit. Pihak pemohon pailit adalah pihak yang mempunyai inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan. Menurut ketentuan UUKPKPU pihak yang dapat mengajukan kepailitan adalah pihak debitor sendiri, salah satu atau lebih pihak kreditor, pihak kejaksaan yang menyangkut dengan kepentingan umum, pihak Bank Indonesia jika debitornya adalah suatu bank, Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM jika debitornya adalah suatu perusahaan efek, yaitu perusahaan yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara efek, dan atau manager investasi, sebagaimana yang dimaksud dalam perundang-undangan di bidang pasar modal. Mengenai para pihak yang mengajukan pailit ini Sunarmi mengutip ketentuan Universitas Sumatera Utara UUKPKPU dengan mengemukakan bahwa pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit, yaitu : 78 1. Debitor sendiri; 2. Seorang atau beberapa orang kreditornya Pasal 2 ayat 1. 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum Pasal 2 ayat 2. 4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitornya adalah bank Pasal 2 ayat 3. 5. Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam, dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian Pasal 2 ayat 4. 6. Menteri Keuangan, dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau badan usaha milik negara yang bergerak dalam kepentingan publik Pasal 2 ayat 5. Berdasarkan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit tersebut dapat diketahui bahwa debitor maupun kreditor dapat mengajukan permohonan pailit, di mana hal ini sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 UUKPKPU yang menyatakan bahwa “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa debitor yang ingin mengajukan permohonan pailit harus memenuhi syarat yakni memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu. Selanjutnya kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum dan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit. 78 Sunarmi. Hukum Kepailitan. Medan: USU Press. 2009, hal. 34. Universitas Sumatera Utara Maksud kepentingan umum di sini adalah kepentingan bangsa dan negara danatau kepentingan masyarakat luas, misalnya: 79 a. Debitor melarikan diri; b. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan; c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat; d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas; e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau f. dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum. Permohonan pailit lainnya terhadap bank sebagai debitor adalah Bank Indonesia. Hal ini ditentukan dalam Pasal 2 Ayat 3 UUKPKPU yakni “dalam hal debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia”. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan. 80 Badan Pengawas Pasar Modal juga dapat mengajukan permohonan pailit apabila debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan 79 Penjelasan Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Nomor Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 80 Penjelasan Pasal 2 Ayat 3 Undang-undang Nomor Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Ayat 4 yang menyatakan bahwa “dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal”. Permohonan pailit terhadap Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. 81 b. Pihak debitor pailit orang atau badan pribadi, debitor yang telah menikah, badan-badan hukum seperti perseroan terbatas, perusahaan negara, koperasi, perkumpulan-perkumpulan yang berstatus badan hukum misalnya yayasan serta harta warisan. Pihak yang memohondimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang. Adapun pihak yang dapat menjadi debitor pailit adalah debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak dapat membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pihak debitor pailit atau pihak yang dapat dipailitkan adalah 82 c. Hakim Niaga pada Pengadilan Niaga. Hakim niaga adalah hakim yang memeriksa dan mengadili serta memutus 81 Penjelasan Pasal 2 Ayat 3 Undang-undang Nomor Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 82 Rahayu Hartini. Penyelesaian Sengketa Kepaailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga dan Lembaga Arbitrase. Jakarta: Kencana. 2009, hal. 93. Universitas Sumatera Utara perkara kepailitan dalam lingkungan Pengadilan Niaga. Perkara kepailitan diperiksa oleh Hakim Majelis Pengadilan Niaga. Pasal 1 ayat 7 UUKPKPU menyatakan “pengadilan adalah pengadilan niaga dalam lingkungan peradilan umum.” Pengadilan Niaga, yang merupakan bagian dari peradilan umum, mempunyai kompetensi untuk memeriksa perkara-perkara sebagai berikut: 83 a. Perkara kepailiatan dan penundaan pembayaran, dan b. Perkara-perkara lainnya di bidang perniagaan yang telah ditetapkan dengan aturan pemerintah. Hakim-hakim yang bertugas di Pengadilan Niaga terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut : a. Hakim tetap, yaitu para hakim yang diangkat berdasarkan surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung untuk menjadi hakim Pengadilan Niaga, b. Hakim Ad Hoc, yaitu merupakan hakim ahli yang diangkat khusus dengan suatu Keputusan Presiden untuk Pengadilan Niaga di tingkat pertama. Hukum acara yang berlaku bagi Pengadilan Niaga adalah hukum acara perdata yang berdasarkan HIRRBg. Tetapi dalam undang-undang ditetapkan adanya pengecualian. d. Hakim Pengawas. Pasal 65 UUKPKPU menyatakan “Hakim Pengawas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit”. Untuk mengawasi 83 Munir Fuady. Hukum P ailit 1998 dalam Teori dan Praktik. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1996, hal.18. Universitas Sumatera Utara pelaksanaan pemberesan harta pailit, maka dalam keputusan kepailitan, oleh pengadilan harus diangkat seorang hakim pengawas di samping pengangkatan kuratornya. Dahulu, untuk hakim pengawas ini disebut dengan “Hakim Komisaris”. Selain mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit, hakim pengawas juga memberikan laporan atau pendapat kepada pengadilan Niaga sebelum Pengadilan Niaga memutuskan segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Ketetapan yang dibuat oleh hakim pengawas bukan bersifat final dan terhadap semua ketetapan yang dibuat oleh hakim pengawas dapat dimohonkan banding kepada Pengadilan Niaga kecuali untuk beberapa hal tertentu. 84 Adanya laporan atau pendapat dari hakim pengawas tersebut maka sebelum pengadilan mengambil suatu keputusan mengenai pemberesan atau pengurusan harta pailit, pengadilan wajib terlebih dahulu mendengar pendapat hakim pengawas. Hal ini sesuai dengan Pasal 66 UUKPKPU yang menyatakan bahwa “Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit”. Adanya kata “wajib” berarti menunjukkan pentingnya eksistensi hakim pengawas yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mengemban tugas tersebut. 85 Tugas hakim pengawas adalah sebagai pengawas dan pendamping kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit Pasal 65 UUKPKPU. Bagian 84 Andriani Nurdin. Op. Cit., hal. 235. 85 H. Man S. Sastrawidjaja. Op. Cit., hal.138. Universitas Sumatera Utara yang terpenting dari tugas hakim pengawas adalah pengawasan atas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Selain itu hakim pengawas berhak untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan mengenai kepailitan, mendengar saksi-saksi ataupun untuk memerintahkan diadakannya penyelidikan oleh ahli-ahli. Saksi-saksi tersebut harus dipanggil atas nama hakim pengawas. 86 Tugas dan kewenangan hakim pengawas menurut Rahayu Hartini adalah sebagai berikut: Apabila saksi bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan yang menetapkan putusan pernyataan pailit, maka hakim pengawas dapat melimpahkan pemeriksaan saksi tersebut kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal saksi Pasal 67 Ayat 4 UUKPKPU. 87 1 Memimpin rapat verifikasi; 2 Mengawasi tindakan dari kurator dalam melaksanakan tugasnya; memberikan nasehat dan peringatan kepada kurator atas pelaksanaan tugas tersebut; 3 Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para kreditur; 4 Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim pengadilan niaga yang memutus perkara itu; 5 Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan sebagainya; 6 Memberikan ijin atau menolak permohonan si pailit untuk bepergian meninggalkan tempat kediamannya. e. Kurator Peraturan kepailitan yang lama Faillisementwet Verordening menyebutkan hanya terdapat satu kurator dalam kepailitan yang ditetapkan oleh Pengadilan, yaitu Balai Harta Peninggalan BHP. Setelah berlakunya UU No. 4 86 Ahmad Yani Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis: Kepailitan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 1999, hal.73. 87 Rahayu Hartini. Op. Cit., hal.127. Universitas Sumatera Utara Tahun 1998, BHP bukan lagi sebagai lembaga tunggal yang mengurus dan membereskan harta pailit. UU No. 4 Tahun 1998 menentukan bahwa yang menjadi kurator dalam kepailitan adalah: 1 Balai Harta Peninggalan; atau 2 Kurator lainnya. Adanya dua kurator dalam kepailitan ini tetap dipertahankan dengan keluarnya UUKPKPU. Syarat untuk dapat didaftar pada Kementerian Hukum dan HAM diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia No. M. 01. HT. 05. 10. Tahun 2005 Tentang Pendaftaran Kurator. Syarat tersebut antara lain: 88 a. Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia; b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia; d. Sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi; e. Telah mengikuti pelatihan calon kurator dan pengurus yang diselenggarakan oleh organisasi profesi kurator dan pengurus bekerjasama dengan Departemen Hukum dan HAM RI; f. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman pidana lima tahun atau lebih berdasarka putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; g. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga; h. Membayar biaya pendaftaran; dan i. Memiliki keahlian khusus. Kurator mulai bertugas sejak kepailitan diputuskan karena debitor tidak berhak lagi untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya. Kurator merupakan satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditor 88 Sentosa Sembiring. Op. Cit. hal. 32. Universitas Sumatera Utara maupun debitor pailit. 89 Sutan Remy Sjahdeini mengutip dan telah menyetujui pendapat Andrew R. Keay dalam McPherson The Law of Company Liquidation, Fourth Edition, Sydney: LBC Information Service, 1999, P287. memberikan definisi mengenai Kurator sebagai berikut: “Kurator adalah perwakilan pengadilan dan dipercayai dengan mempertaruhkan reputasi pengadilan untuk melaksanakan kewajibannya dengan tidak memihak.” 90 3 . Syar at-syar at Per nyataan Pailit Syarat pernyataan pailit pertama kali dimuat dalam Pasal 1 butir 1 Faillissements verordening FV yang menyatakan bahwa setiap berutang yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, dengan putusan hakim, baik atas pelaporan sendiri, baik atas permintaan seorang atau lebih para berpiutangnya, dinyatakan dalam keadaan pailit. Berdasarkan rumusan di atas, Faillissements verordening FV hanya mencantumkan satu syarat bagi dikabulkannya permohonan pernyataan pailit, yaitu debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya. Perumusan syarat ini menimbulkan kesulitan, terutama dari segi pembuktian kondisi debitor berhenti membayar. 91 89 Munir Fuady. Op. Cit. hal.117. Prasyarat ini juga mengundang perdebatan di dalam permohonan pailit oleh pakar hukum kepailitan mengenai jumlah utang debitor untuk dapat dipailitkan. Hal-hal inilah yang kemudian menimbulkan kesulitan 90 Ibid . hal.37. 91 Arya Suyudi. et.al., Kepailitan di Negeri Pailit. Jakarta: PSHK. 2004, hal. 120. Universitas Sumatera Utara dalam pemeriksaan permohonan pailit. Kelemahan tersebut kemudian berusaha dikoreksi dalam ketentuan undang-undang kepailitan dengan memberikan suatu kondisi prasyarat yang lebih jelas. Prasyarat dikabulkannya suatu permohonan pernyataan pailit diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU yang dikaitkan dengan Pasal 6 ayat 3 UUKPKPU yang menegaskan Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, syarat pailit setidaknya ada dua yakni, pertama debitor mempunyai dua orang atau lebih kreditor. Ini berarti kalau debitor mempunyai seorang kreditor saja, maka tidak dapat menggunakan ketentuan kepailitan, kedua debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu atau dapat ditagih. Ketentuan pertama yang mensyaratkan debitor harus mempunyai lebih dari seorang kreditor selaras dengan ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUH Perdata yang menentukan pembagian secara teratur semua harta pailit kepada para kreditornya, yang dilakukan berdasarkan prinsip pari passu pro rata parte. 92 92 Pari passu artinya dengan gaya yang sama; pro rata artinya pembagian yang adil. Lihat lebih lanjut I.P.M. Ranuhandoko. Terminologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2000, hal. 432 dan 458. Dalam hal ini yang dipersyaratkan bukan berapa besar piutang yang mesti ditagih oleh seorang kreditor dari debitor yang bersangkutan, melainkan berapa banyak orang yang menjadi kreditor dari debitor Universitas Sumatera Utara yang bersangkutan. Disyaratkan bahwa debitor minimal mempunyai utang kepada dua orang kreditor. 93 Adapun persyaratan kedua, yakni debitor dalam keadaan berhenti membayar atau tidak membayar utang, ketentuan undang-undang tidak merinci dan memberi penjelasan lebih lanjut. Dengan sendirinya, ukuran atau kriteria debitor yang berhenti membayar atau tidak membayar utang tersebut diserahkan kepada doktrin dan hakim. Dengan demikian maka, pernyataan pailit dapat dimohonkan oleh seorang debitor, salah seorang atau lebih kreditor, atau juga oleh Jaksa Penuntut Umum untuk kepentingan umum. Kemudian, jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 8 ayat 4 UUKPKPU, menyatakan “ Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 angka 1 telah terpenuhi. Pembuktian secara sederhana ini lazim disebut sebagai pembuktian secara sumir. 94 Senada dengan syarat kepailitan tersebut di atas, Adrian Sutedi memberikan beberapa syarat kepailitan dengan mengutip ketentuan dalam UUKPKPU yaitu: 95 1 Pailit ditetapkan apabila debitur yang mempunyai dua kreditor atau lebih tidak mampu membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo Pasal 2 Ayat 1 UUKPKPU 2 Paling sedikit harus ada dua kreditor concursus creditorium 3 Harus ada utang. 4 Syarat utang harus telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 5 Syarat cukup satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 6 Debitur harus dalam keadaan insolvent yaitu tidak membayar lebih dari 50 lima puluh persen utang-utangnya. Debitur harus telah berada dalam 93 Rahmadi Usman. Op.Cit., hal. 15. 94 Ibid., hal.16. 95 Adrian Sutedi. Op. Cit., hal. 31-32. Universitas Sumatera Utara keadaan berhenti membayar kepada para kreditornya, bukan sekadar tidak membayar kepada satu atau dua kreditornya saja. Bila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana. Dengan demikian, proses pemeriksaan permohonan kepailitan cukup dilakukan secara sederhana tanpa harus mengikuti atau terikat prosedur dan sistem pembuktian yang diatur di dalam KUH Acara Perdata. Oleh karena pemeriksaan permohonan kepailitan bersifat sederhana, sikap aktif dari hakim amatlah diharapkan. Hakim diharapkan sedapat mungkin bisa mendengarkan kedua belah pihak debitor dan kreditor secara seksama di muka persidangan serta berusaha mendamaikan keduanya. Dengan sikap seperti ini, jatuhnya putusan kepailitan pun dapat dihindari, ini akan menguntungkan kedua pihak, sebab sesungguhnya putusan kepailitan kurang dapat dipertanggungjawab-kan dan berlarut-larut. 96 Pasal 8 ayat 4 UUKPKPU mensyaratkan pembuktian sederhana dalam menentukan dikabulkan atau tidaknya suatu permohonan kepailitan. Namun undang-undang tidak memberikan penjelasan yang rinci mengenai bagaimana pembuktian sederhana dilakukan dalam memeriksa permohonan pailit, kecuali menyatakan bahwa pembuktian sederhana adalah pembuktian sumir pada umumnya. Seandainya kata ’sederhana’ merupakan lawan dari kata ’tidak sederhana’ maka UUKPKPU tidak menjawab sejauhmana batasan pembuktian sederhana itu. Hal ini membuka ruang diskresi yang lebar bagi para hakim dalam 96 Arya Suyudi. Op. Cit., hal. 147. Universitas Sumatera Utara menafsirkan pengertian pembuktian sederhana dalam penyelesaian perkara pailit. Oleh karena waktu yang sempit, seringkali terjadi penolakan permohonan perkara pailit oleh Majelis Hakim dengan alasan perkara tersebut tidak dapat dibuktikan secara sederhana. 97 Mahkamah Agung berusaha memberikan batasan pembuktian sederhana pada Rakernas yang diadakan September 2002. Komisi yang membahas permasalahan kepailitan berpendapat bahwa pemeriksaan perkara permohonan tidak mengenal adanya eksepsi, jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan, seperti yang berlaku dalam perkara gugatan contentiosa yang bersifat partai. 98 Pada dasarnya, jenis penyelesaian perkara kepailitan adalah permohonan, dan pemeriksaannya bersifat sepihak. Seperti layaknya pemeriksaan permohonan, majelis hakim hanya bertugas memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan untuk dikabulkannya suatu permohonan dengan melakukan cross check dengan si pemohon atau pihak terkait. Bila ada bukti yang cukup dan otentik untuk menyatakan pailit, maka permohonan pernyataan pailit dapat dikabulkan. Dari ketentuan yang tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 8 ayat 4 UUKPKPU, maka prasyarat dikabulkannya suatu permohonan pailit adalah apabila; 1 terdapat minimal dua kreditor; 2 terdapat minimal satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan 3 kedua hal di atas dapat dibuktikan secara sederhana. 97 Ibid, hal.148. 98 Ibid. Eksepsi ialah bantahan tergugat atas gugatan yang belum menyangkut pokok perkara.Jawaban adalah bantahan tergugat atas gugatan yang sudah menyangkutpokok perkara. Replik adalah jawaban penggugat atas jawaban tergugat. Duplik adalah jawaban tergugat atas replik tergugat. Universitas Sumatera Utara

B. Prosedur Permohonan Pailit

Proses permohonan dan putusan pernyataan pailit diatur dalam Pasal 6 sd Pasal 11 Undang-undang Kepailitan. Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Pemohon mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan niaga melalui panitera. 99 a. Bahwa panitera walaupun merupakan jabatan di pengadilan, tetapi kepada jabatan tersebut seharusnya hanya diberikan tugas teknis administrasi yustisial dalam rangka memberikan dukungan terhadap fungsi yustisial yang merupakan kewenangan hakim. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 2 Pengadilan Niaga wajib mendaftarkan permohonan tersebut pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. Pasal 6 ayat 3 UUKPKPU mewajibkan panitera untuk menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. Pasal 6 ayat 3 Undang-undang Kepailitan ini pernah diajukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor: 071PUU-II2004 dan Perkara Nomor 001-002PUU.III2005 telah menyatakan bahwa pasal 6 ayat 3 beserta penjelasannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan- pertimbangan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi antara lain: 99 Rahayu Hartini. Op. Cit., hal. 72. Universitas Sumatera Utara Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004, ditentukan bahwa tugas pokok panitera adalah menangani administrasi perkara dan hal-hal administrasi lain yang bersifat teknis peradilan dan tidak berkaitan dengan fungsi peradilan rechtsprekende functie, yang merupakan kewenangan hakim. Menolak pendaftaran suatu permohonan pada hakikat termasuk ranah domain yustisial. Panitera diberikan tugas, wewenang, dan tangung jawab melaksanakan fungsi yustisial, hal tersebut bertentangan dengan hakikat dan kekuasaan kehakiman yang merdeka, serta penegakan hukum serta keadilan sebagaimana terkandung dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945. b. Menimbang pula bahwa sejak lama telah diakui asas hukum yang berbunyi bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Asas ini telah termuat dalam pasal 22 AB Algemene Bepalingen yang berbunyi, de regter, die wegert regt te spreken, onder voorwendsel van stilzwigjen, duitsterheid of onvolledigheid der wet, kan uit hoofde van regtsweigering vervolgd worden. Rv. 859 v.; Civ. 4. Terakhir asas ini dicantumkan dalam pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Dengan menggunakan penafsiran argumentum a contratio, pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang hukumnya jelas mengatur perkara yang diajukan kepada pengadilan. Universitas Sumatera Utara c. Apabila panitera diberikan wewenang untuk menolak mendaftarkan permohonan pernyataan pailit suatu perusahaan asuransi, hal tersebut dapat diartikan panitera telah mengambil alih kewenangan hakim untuk memberi keputusan atas suatu permohonan. Kewenangan demikian menghilangkan hak pemohon untuk mendapatkan penyelesaian sengketa hukum dalam suatu proses yang adil dan terbuka untuk umum. Hal ini bertentangan dengan prinsip due process of law dan access to courts yang merupakan pilar utama bagi tegaknya rule of law sebagaimana dimaksud oleh pasal 1 ayat 3 UUD 1945. d. Meskipun hasil akhir atas permohonan yang bersangkutan boleh jadi sama, yaitu tidak dapat diterimanya niet ontvankelijkheid permohonan yang bersangkutan, karena tidak terpenuhinya syarat kedudukan hukum legal standing sebagaimana ditentukan dalam pasal 2 ayat 5 undang-undang a quo, yang menurut tidak bertentangan dengan UUD 1945, keputusan demikian harus dituangkan dalam putusan yang berkepala ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. e. Menimbang karena penjelasan pasal 6 ayat 3 merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari pasal yang dijelaskan, dengan sendirinya penjelasan pasal tersebut diperlakukan sama dengan pasal yang dijelaskannya. Terhadap rumusan Pasal 3 UUKPKPU dapat diketahui bahwa setiap permohonan pernyataan pailit harus diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitor dengan ketentuan sebagai berikut: a. Putusan pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan yang daerah hukumnya Universitas Sumatera Utara meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor. b. Apabila debitor telah meninggalkan wilayah negara Republik Indonesia pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor. c. Dalam hal debitor adalah persero suatu firma, pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan. d. Dalam hal debitor tidak berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia pengadilan yang berwenang memutuskan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia. e. Dalam hal debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya. Berikut prosedur permohonan pailit yang harus dilalui debitor dalam pengajuan permohonan pailit berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 UUKPKPU: 1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan 2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal Universitas Sumatera Utara yang sama dengan tanggal pendaftaran. 3. Panitera wajib menolak pendaftaran pemohonan pernyataan pailit bagi institusi sebangaimana yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3, ayat4, dan ayat5 jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. 4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan paling lambat dua2 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan 5. Dalam jangka waktu paling lama tiga 3 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. 6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat dua puluh 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. 7. Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat lima 5 sampai dengan paling lambat dua puluh lima 25 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. 8. Pengadilan memanggil para pihak baik debitur dan kreditur. Pemanggilan dilakukan oleh juru sita paling lambat tujuh hari sebelum siding pemeriksaan pertama diselenggarakan. 100 9. Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang 100 Pasal 8 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 terpenuhi. 101 10. Putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 enampuluh hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. 102 11. Salinan putusan pengadilan wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat kepada debitur, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit, kurator dan hakim pengawas paling lambat 3 tiga hari setelah tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan. 103 Pasal 7 UUKPKPU Menyatakan: 1. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 43, pasal 56, pasal 57, pasal 58, pasal 68, pasal 161, pasal 171, pasal 207 dan pasal 212 harus diajukan oleh seorang advokat 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam hal permohonan diajukan oleh kejaksaan, bank indonesia, badan pengawas pasar modal, dan menteri keuangan. Ketentuan Pasal 6 UUKPKPU di atas dapat diketahui bahwa prosedur permohonan pernyataan pailit memiliki timeframe kerangka waktu yang sangat 101 Pasal 8 ayat 4 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 102 Pasal 8 ayat 5 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 103 Pasal 9 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara singkat yang berbeda dengan peraturan kepailitan yang lama. 104 1 Pengadilan: www.hukumonline.com Kerangka waktu tersebut dijabarkan dalam Pasal 8 UUKPKPU, yaitu: a. wajib memanggil debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan; b. Dapat memanggil kreditor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi. 2 Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 tujuh hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan. 3 Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh debitor, jika dilakukan oleh juru sita sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. 4 Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah dipenuhi. 5 Putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 enam puluh hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. 6 Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 wajib memuat pula: 104 Sunarmi. Hukum Kepailitan. Op. Cit., hal.70. Universitas Sumatera Utara a. pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan danatau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan b. pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis. 7 Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat 6 yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk: a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor ; b. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi: 1 Pengelolaan usaha debitor; dan 2 Pembayaran kepada debitor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator Pengadilan hanya dapat mengabulkan permohonan tersebut apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan kreditor. Ratio legis logika ketentuan dari norma ini adalah agar dalam proses kepailitan sebelum putusan dijatuhkan harta yang dimiliki debitor pailit tidak dialihkan atau ditransaksikan, sehingga kemungkinan jika dialihkan atau Universitas Sumatera Utara ditransaksikan bisa merugikan kreditor nantinya. Instrumen hukum yang namanya actio pauliana dikenal di dalam hukum kepailitan, yakni suatu gugatan pembatalan atas transaksi yang dilakukan oleh debitor pailit yang merugikan kreditor. Namun, instrumen actio pauliana ini jauh lebih rumit dan dalam praktik belum pernah ada gugatan actio pauliana yang dikabulkan hakim. Jika dibandingkan dengan hukum kepailitan di Amerika Serikat, disana berlaku ketentuan automatic stay, yakni begitu debitor diajukan pailit maka secara otomatis semua harta debitor dalam keadaan stay diam tidak boleh ditransaksikan apapun. Jadi di Amerika tidak diperlukan adanya sita jaminan tersebut. Menurut Pasal 8 ayat 5, putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 enam puluh hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Inilah yang membedakan antara pengadilan niaga dan peradilan umum dimana hakim diberi batasan waktu untuk menyelesaikan perkara. Putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan harus memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan danatau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis dissenting opinion. Menurut Pasal 8 ayat 7 undang-undang kepailitan, putusan atas permohonan pernyataan pailit di pengadilan niaga dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum atau putusan Universitas Sumatera Utara tersebut bersifat serta merta. Undang-undang kepailitan mewajibkan kurator untuk melaksanakan segala tugas dan kewenangannya untuk mengurus dan atau membereskan harta pailit terhitung sejak putusan pernyataan pailit ditetapkan. Meskipun putusan pailit tersebut di kemudian hari dibatalkan oleh suatu putusan yang secara hirarki lebih tinggi.

C. Ketentuan Tentang Kurator

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa kurator adalah Balai Harta Peninggalan BHP atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim Pengawas sesuai dengan undang-undang. Berdasarkan pengertian ini dapat diketahui bahwa kurator tersebut terdiri dari dua yakni BHP dan orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan. Orang perseorangan tersebut merupakan kurator lainnya selain BHP seperti yang ditentukan dalam Pasal 70 ayat 1 UUKPKPU yang menentukan bahwa kurator adalah balai harta peninggalan atau kurator lainnya. Syarat untuk menjadi kurator lain selain BHP adalah: a. Harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 tiga perkara. 105 105 Pasal 15 ayat 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara b. Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus danatau membereskan harta pailit. 106 c. Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan. 107 Kegiatan pengurusan sebagai fungsi kurator dalam kepailitan yang mengharuskan kurator tidak memiliki benturan kepentingan, Gunawan Widjaja memberikan pendapat berikut ini: 108 “Jika memperhatikan fungsi kurator dalam kepailitan, dapat dikatakan bahwa kegiatan pengurusan adalah suatu kegiatan yang “going concern” yang merupakan perbuatan “arm’s length transaction”. Yang dinamakan dengan “going concern” adalah “ a commercial enterprise actively engaging in business with expectation of indefinite continuance”. Ini berari pengurusan hanya ada pada suatu keadaan yang akan berlangsung terus-menerus, tidak akan berhenti. Jika keadaan tersebut kemudian berhenti, maka fungsi pengurusan tidak diperlukan lagi, yang ada hanyalah pemberesan semata-mata. Selanjutnya yang merupakan “arm’s length” adalah “of relating to dealings between two parties who are not related or not on close terms and who are presumed to have roughly equal bargaining power; not involving a confidential relationship an arm’s-length transaction does not create fiduciary duties between the parties”. Dari pengertian arm’s-length transaction tersebut dapat diketahui bahwa suatu perbuatan atau tindakan atau transaksi dikatakan arm’s-length jika transaksi tersebut sama sekali tidak memiliki benturan kepentingan atau sama sekali tidak menyebabkan pihak yang satu “menanggung kewajiban fiduciary” terhadap pihak lainnya. Jadi dalam hal ini jelaslah seorang pengurus dilarang untuk melakukan tindakan pengurusan yanag dapat melahirkan benturan kepentingan, yang dapat mengakibatkan pengurus tersebut tidak dapat menjalankan kegiatan pengurusannya dengan baik. Setiap tindakan yang tidak arm’s-length, hal tersebut memerlukan kuasa atau ijin dari pengadilan. 106 Pasal 70 ayat 2 huruf a Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 107 Pasal 70 ayat 2 huruf b Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 108 Gunawan Widjaja. Seri Aspek Hukum dalam Bisnis: Pemilikan, Pengurusan, Perwakilan Pemberian Kuasa dalam Sudut Pandang KUHPerdata. Jakarta: Kencana. 2006, hal. 144-145. Universitas Sumatera Utara Kurator yang tidak memiliki benturan kepentingan adalah merupakan prasyarat untuk mencapai kinerja yang maksimal seorang kurator. Sebelum penunjukan kurator, kurator harus menolak penunjukan jika ternyata bahwa pada saat penunjukan terdapat benturan kepentingan atau berdasarkan informasi yang diperoleh, kurator berpendapat bahwa benturan kepentingan mungkin akan muncul. 109 Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan danatau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. 110 Kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 tiga bulan. Laporan tersebut terbuka untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma. Serta hakim pengawas dapat memperpanjang jangka waktu apabila belum selesai tugasnya. 111

D. Hak dan Kewajiban Kurator Menurut UUKPKPU 1. Kewajiban Kurator

Terkait dengan hak dan kewajiban kurator menurut UUKPKPU maka bila dikaitkan dengan kewajiban dari seorang kurator dalam proses kepailitan meliputi tugas 109 Imran Nating. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2004, hal. 65. 110 Pasal 72 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 111 Pasal 74 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara dan wewenang dari seorang kurator dalam proses eksekusi putusan kepailitan yang mana tidak terlepas dari peran hakim pengawas Supervisory Judge yang diangkat oleh pengadilan niaga. Hakim pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap tugas kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, dengan tujuan agar kurator tetap bekerja sesuai aturan hukum yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Sebaliknya kurator dalam melaksanakan tugasnya harus bersifat transparan dan penuh tanggung jawab dan tidak memihak, di mana tugas utamanya adalah melakukan pengurusan danatau pemberesan harta pailit. 112 Hakim pengawas tidak boleh ikut serta dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit, tetapi tugas pengawasan itu meliputi juga memberi nasehat dan peringatan kepada kurator. Dalam pelaksanaan tugasnya baik kurator maupun hakim pengawas harus sama-sama saling mengetahui tugas keduanya, sehingga keduanya saling memahami kapan harus berakhir hubungan kerja. Hubungan kurator dan hakim pengawas layaknya bersifat regional. Keduanya harus bekerja sama dalam penanganan perkara kepailitan. Memang kurator harus meminta persetujuan hakim pengawas dalam beberapa hal, dan hal ini terkadang disalah gunakan sebagai subordinasi. Dalam menjalankan tugasnya kurator tidak diharuskan meminta persetujuan dan menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ perusahaan. Meskipun dalam keadaan 112 Pasal 69 ayat 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan sedemikian syaratnya. 113 Kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga kurator perlu membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai, atau hak agunan atas kebendaan lain, maka pinjaman tersebut harus mendapat persetujuan lebih dahulu dari hakim pengawas. Pembebanan harta pailit tersebut hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta pailit yang belum dijadikan jaminan utang. 114 Tugas pertama yang harus dilakukan oleh kurator sejak mulai pengangkatannya, menurut Pasal 98 UUKPKPU adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. Kurator dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan, berdasarkan alasan untuk mengamankan harta pailit, melalui hakim pengawas. 115 113 Bernadette Waluyo. Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju.1999, hal. 11. Penyegelan dilakukan oleh juru sita ditempat harta tersebut berada dengan dihadiri oleh 2 dua saksi yang salah satunya adalah wakil pemerintah daerah setempat. Dalam menjalankan tugasnya, kurator baik kurator pemerintah dan kurator swasta harus terhindar dari benturan kepentingan. Kurator hanya dapat menjalankan tugasnya jika pada setiap waktu tidak memiliki benturan kepentingan dalam penugasan tersebut, diantaranya kurator tidak menjadi masalah salah satu kreditor, tidak 114 Andriani Nurdin. Op. Cit., hal. 233. 115 Sunarmi. Op.Cit, hal.134. Universitas Sumatera Utara mempunyai hubungan kekeluargaan dengan pemegang saham dari perseroan yang dinyatakan pailit dan bukan dalam posisi sebagai pegawai, dewan komisaris ataupun direksi perusahaan yang pailit. Balai harta peninggalan sebagai kurator pemerintah atau kurator swasta dilarang untuk menyewa jasa seorang pengacara untuk beracara di pengadilan karena seorang kurator dalam melaksanakan tugasnya dituntut untuk dapat beracara di Pengadilan. Disamping tugas utama tersebut, kurator juga mempunyai sejumlah kewajiban yang dapat diinventarisasi dari UUKPKPU antara lain : 116 a. Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. b. Kurator wajib mengumumkan putusan atau membatalkan putusan pailit dalam berita negara RI dan dua surat kabar harian pasal 17ayat 1 UUKPKPU. c. Kurator wajib menyelamatkan harta pailit. d. Menyusun inventaris harta pailit. e. Menyusun daftar utang dan piutang harta pailit f. Melanjutkan usaha debitor g. Berwenang membuka surat yang ditunjuk pada yang pailit h. Menerima pengaduan mengenai si pailit i. Berwenang memberi nafkah bagi yang pailit atas ijin hukum pengawas. j. Memindah tangankan harta paiit k. Menyimpan harta pailit. l. Memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit. m. Memberikan pernyataan pendapat tertulis tentang rencana perdamaian dalam rapat n. Mengumumkan perdamaian o. Membungakan uang tunai p. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga q. Memberikan pertanggung jawaban kepada debitor di hadapan hakim pengawas. r. Memberikan kepastian kepada pihak yang mengadakan perjanjian timbal balik. s. Kurator harus menyampaikan laporan bersifat terbuka untuk umum mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya setiap 3 bulan. 116 Jono. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika. 2008, hal. 144-146. Universitas Sumatera Utara Kewajiban kurator tersebut sejalan dengan pendapat Faisal Santiago, di mana tugas kurator dalam menjalankan perkara kepailitan setelah mendapat penetapan dari pengadilan, yakni: 117 a. Mengambil alih hak debitur pailit dalam mengatur danatau melikuidasi debitur pailit dan pemberesan harta pailit. b. Melakukan pengawasan terhadap budel pailit dengan segala cara yang dianggap perlu dan segera mengambil alih atas seluruh dokumen-dokumen, uang, perhiasan, saham dan surat berharga lainnya. c. Dengan alasan untuk melindungi budel pailit, maka budel pailit dapat disegeldisita dengan persetujuan hakim pengawas. d. Segera melaksanakan inventarisasi atas seluruh budel pailit. e. Dengan persetujuan dapat melanjutkan usaha debitur pailit. f. Bertindak untuk dan atas nama debitur pailit dalam menagani perkara-perkara yang melibatkan debitur pailit, baik dari kreditur ataupun dari debitur pailit. g. Mempunyai hak dengan persetujuan hakim pengawas untuk mendapatkan pinjaman, dalam rangka meningkatkan harta pailit. h. Melaporkan kondisi debitur dan budel pailit dan pelaksanaan tugas serta kewajibannya sebagai kurator setiap 3 tiga bulan. Terhadap pengurusan dan pemberesan harta pailit kurator mempunyai hak untuk menjual aset dengan persetujuan hakim pengawas. Penjualan aset yang pailit yang berbentuk benda bergerak dilakukan terbuka untuk umun dengan cara pelelangan, tetapi benda tidak bergerak tidak dilakukan terbuka untuk umum sepanjang untuk meningkatkan harta pailit. Selama menjalankan tugasnya kurator dapat diganti dengan kurator lain setiap waktu oleh pengadilan dimana pengadilan terlebih dahulu memanggil dan mendengar keterangan kurator tersebut. Kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit diserahkan kepada kurator, karena sejak adanya pernyataan pailit, demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaan yang dimasukan dalam 117 Faisal Santiago. Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2012, hal. 95. Universitas Sumatera Utara kepailitan. 118 Kurator yang akan mengurus dan membereskan harta perusahaan yang pailit harus diangkat oleh pengadilan atas permohonan pailit. Oleh karena itu kurator tidak hanya harus bertindak untuk kepentingan yang terbaik bagi kreditor, tetapi kurator juga harus memerhatikan kepentingan debitor yang pailit. Kepentingan- kepentingan ini tidak boleh diabaikan sama sekali. Kurator wajib memastikan bahwa semua untuk kepentingan harta pailit. Kemudian ditentukan bahwa jika debitor atau kreditor tidak mengajukan pengangkatan kurator lain pada pengadilan, maka BHP yang akan bertindak selaku kurator. Kurator mempunyai kekuasaan atas kekayaan milik debitor. Untuk melaksanakan tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Undang-Undang Kepailitan : a. Kewenangan yang dapat dilakukan tanpa harus memberitahukan atau mendapat persetujuan terlebih dahulu dari debitor atau salah satu organ debitor. Meskipun untuk tindakan tersebut jika dalam keadaan diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian tidak dipersyaratkan. b. Kewenangan yang dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pihak lain, dalam hal ini hakim pengawas. c. Melanjutkan kegiatan usaha atau operational debitor pailit, apabila dipandang menguntungkan dan memaksimalkan budel pailit. d. Melakukan pencocokan terhadap utang piutang. e. Mewakili debitor pailit baik didalam maupun diluar pengadilan. f. Melakukan pinjaman dan, apabila diperluan yaitu samata-mata dalam rangka meningkatkan harta pailit. g. Menjual budel pailit semata-mata untuk mempertahankan dan membayar biaya-biaya kepailitan h. Kurator mempunyai hak untuk menjual asset sebelum diadakan rapat para kreditor. 118 Pasal 22 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara i. Membagikan hasil penjualan asset kepada kreditor. Terkait dengan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, Andriani Nurdin berpendapat bahwa kewenangan kurator dapat berupa: 119 “mengumumkan putusan hakim tentang pernyataan pailit dalam Berita Negara dan surat-surat kabar yang ditetapkan oleh hakim Pengawas dan menyelamatkan harta pailit meliputi seluruh harta debitor, membuat pencatatan atau menyusun inventaris harta pailit, dan melakukan penilaian atas harta pailit itu untuk disahkan oleh hakim pengawas, menyusun daftar utang dan piutang harta pailit, dan memberikan kepada para kreditor dan pihak lain salinan surat-surat yang diletakkan di kantornya dan yang dapat dilihat dengan bebas oleh umum”. Hal yang penting yang harus dilakukan oleh para kreditor dalam rangka menyukseskan tugas kurator adalah membantu kurator secara terbuka untuk menunjukan keberadaan harta pailit yang diketahuinya. Kemudian kreditor senantiasa mengukuti aturan yang telah ditentukan oleh undang-undang atau berdasarkan hasil putusan rapat panitia kreditor. Hal ini dilakukan bertujuan agar penyelesaian kepailitan terlaksana sesuai jadwal yang telah direncanakan dan juga menghindari terjadinya sengketa antara kreditor dengan kurator.

2. Hak Kurator Menurut UUKPKPU

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

9 92 121

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

HAK DAN KEWAJIBAN KURATOR DALAM PROSES PENYELESAIAN HARTA PAILIT PADA PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT (Studi Kasus Kepailitan Antara PT. Citra Dana Asia Dengan CV. Pasim Teknologi).

0 1 11

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBEBANAN IMBALAN JASA KURATOR SETELAH TERJADINYA PEMBATALAN STATUS PAILIT OLEH MAHKAMAH AGUNG.

0 0 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 25

Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 14

Penerapan Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 704 k/Pdt.Sus/2012 Antara PT. Telkomsel Melawan PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 14

BAB II KURATOR DALAM HUKUM KEPAILITAN A. Ketentuan Hukum Mengenai Kepailitan 1. Pengertian Pailit - Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya I

0 0 47

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

0 0 25