Perencanaan Strategik Rumah Sakit Melalui Analisis Penjadwalan Ruang Operasi

(1)

ABSTRACT

MUCHAMAD ENDRO PRASETYO. Hospital Strategic Plan by Analyzing the Schedule of Operating Rooms. Under supervision of TONI BAKHTIAR and FARIDA HANUM.

Hospitals usually have limited sources to serve surgery demands. These limitations are caused by some factors, such as the number of operating rooms, the number of surgeons, and duration of working time. Due to these limitations, an operation may either be postponed or cancelled. In this work we model the operating rooms scheduling problem in the framework of a mixed integer programming. The objective of the problem is to minimize the cost caused by postponed and cancelled operation, as well as the idle time of operating rooms. To solve the problem, some data on inpatient, outpatient, and emergency surgery demands, and number of operating rooms based on specialty are needed. We used LINGO 11.0 software to obtain the solution, i.e. the number of operating rooms used, as well as the number of postponed and cancelled operations both for inpatient and outpatient. The results of this work can be utilized by hospital management to evaluate its resources availability. In order to fulfill the increasing surgery demands, the hospitals can predict the optimal condition of the number of surgeons, duration of working time, and the number of available operating rooms in the future.


(2)

ii ABSTRAK

MUCHAMAD ENDRO PRASETYO.Perencanaan Strategik Rumah Sakit Melalui Analisis Penjadwalan Ruang Operasi. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan FARIDA HANUM.

Rumah sakit memiliki keterbatasan dalam melayani operasi yang diperlukan oleh pasien. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain banyaknya ruang operasi, banyaknya ahli bedah, dan jam kerja di rumah sakit. Dengan adanya keterbatasan tersebut maka operasi dapat ditunda atau dibatalkan. Penjadwalan operasi dapat dilakukan dengan menggunakan model matematika. Salah satu metode penjadwalan ruang operasi di rumah sakit adalah menggunakan mixed integer programming. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah memodelkan masalah penjadwalan ruang operasi dalam bentuk mixed integer programming dan menyelesaikan model tersebut untuk meminimumkan biaya yang disebabkan oleh adanya penundaan pelaksanaan operasi, pembatalan pelaksanaan operasi, dan kekurangan jam penggunaan ruang operasi. Masalah penjadwalan ini memerlukan data perkiraan permintaan operasi pasien rawat inap, rawat jalan, dan pasien darurat, dan banyaknya ruang operasi berdasarkan spesialisasi pengobatan. Penyelesaian dengan menggunakan software LINGO 11.0 memberikan beberapa informasi antara lain banyaknya penggunaan ruang operasi biasa dan darurat, penundaan operasi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, dan banyaknya operasi pasien rawat inap dan rawat jalan yang dibatalkan. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh rumah sakit untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya yang ada. Seiring dengan peningkatan permintaan operasi pihak rumah sakit dapat memperkirakan kondisi optimal dari banyaknya ruang operasi, ahli bedah, dan jam kerja di masa yang akan datang.


(3)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia. Berbagai cara dilakukan orang untuk mendapat pelayanan kesehatan yang terbaik, sehingga sebagai salah satu sarana umum yang memberikan pelayanan kesehatan, rumah sakit mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Menurut American Hospital Association (1974) dalam Azrul dan Azwar (1996), rumah sakit merupakan suatu organisasi yang memiliki tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.Orang yang mendapatkan perawatan di rumah sakit mengharapkan pelayanan yang baik dan biaya perawatan yang minimum. Pada kenyataannya harapan tersebut tidak sesuai dengan yang dialami oleh pasien. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pasien adalah biaya perawatan yang besar akibat penundaan pelaksanaan operasi.

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 983 tahun 1992 Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik dengan misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatan derajat kesehatan masyarakat. Sebagian besar pasien yang mendapatkan perawatan di rumah sakit umum merupakan pasien dengan golongan pendapatan rendah (Prasetijono 2009). Biaya pengobatan di rumah sakit menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi pasien selain penyakit yang dideritanya. Bagi pasien rawat inap, biaya pengobatan yang ditanggung meliputi biaya obat, biaya perawatan dokter, dan biaya penggunaan kamar rawat inap. Pada kebanyakan rumah sakit, pasien yang menjalani rawat inap, sebagian besar memerlukan layanan operasi berdasarkan jenis penyakit yang diderita selama tinggal di rumah sakit (Prasetijono 2009).

Untuk mengurangi masa tinggal pasien di rumah sakit dan juga dipandang dari sudut

kesehatan pasien, sangat ideal jika operasi dapat dilakukan sesegera mungkin begitu operasi tersebut dibutuhkan. Pada kenyataannya, pasien rawat inap harus menunggu beberapa waktu dikarenakan adanya penundaan operasi yang akan dijalani dalam satu hari bahkan lebih. Pasien rawat jalan juga tidak selalu menjalani operasi sesuai dengan jadwal, meskipun secara tidak langsung memengaruhi penghitungan masa tinggal di rumah sakit.

Ada banyak kemungkinan alasan untuk penundaan operasi. Sebagai contoh, seorang pasien dalam kondisi darurat yang dianggap membutuhkan operasi sesegera mungkin, akan mendapatkan prioritas lebih daripada pasien lain yang telah menunggu selama seminggu dan telah memiliki penjadwalan operasi. Contoh lainnya adalah: misalkan sebagian besar pasien rumah sakit membutuhkan pembedahan darurat yang memakai sebagian besar ruang operasi yang jumlahnya terbatas. Akibatnya beberapa pasien rawat inap atau rawat jalan akan mengalami penundaan operasi, sehingga menimbulkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh pasien.

Karya ilmiah ini dapat digunakan oleh rumah sakit untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya yang ada, misalnya jumlah ahli bedah, jam kerja ahli bedah, dan ruang operasi. Manfaat lain dari penulisan karya ilmiah ini adalah dapat memberikan informasi kepada rumah sakit mengenai perencanaan operasi terhadap pasien, sehingga operasi dapat terjadwalkan dengan baik.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. memodelkan masalah penjadwalan ruang operasi dalam bentuk mixed integer programming,

2. menyelesaikan model tersebut untuk meminimalkan biaya yang disebabkan oleh adanya penundaan pelaksanaan operasi, pembatalan pelaksanaan operasi, dan kekurangan jam penggunaan ruang operasi.


(4)

2

II

MIXED INTEGER PROGRAMMING

Untuk membangun penjadwalan ruang operasi rumah sakit diperlukan pemahaman teori Pemrograman Linear (PL) atau Linear Programming (LP) dan Pemrograman Linear Mixed Integer (PMI) atau Mixed Integer Programming (MIP).

2.1 Pemrograman Linear

Fungsi linear dan pertidaksamaan linear merupakan salah satu konsep dasar yang harus dipahami terkait dengan konsep pemrograman linear.

Definisi 1 (Fungsi Linear)

Suatu fungsi f dalam variabel-variabel 1, 2,…, adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk suatu himpunan konstanta 1, 2,…, , f dapat ditulis sebagai 1, 2,…, = 1 1+ 2 2+ + .

(Winston 2004) Contoh, 1, 2 = 5 1+ 8 2 merupakan fungsi linear, sementara 1, 2 = 1 22 bukan fungsi linear.

Definisi 2 (Pertidaksamaan dan Persamaan Linear)

Untuk sembarang fungsi linearf dan

sembarang bilangan c, pertidaksamaan 1, 2,…, dan 1, 2,…,

adalah pertidaksamaan linear, sedangkan 1, 2,…, = merupakan persamaan linear.

(Winston 2004) Pemrograman linear (PL) adalah suatu masalah optimasi yang memenuhi hal-hal berikut:

a. Tujuan masalah tersebut adalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari suatu variabel keputusan. Fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan ini disebut fungsi objektif.

b. Nilai variabel-variabel keputusannya harus memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap kendala harus berupa persamaan linear atau pertidaksamaan linear.

c. Ada pembatasan tanda untuk setiap variabel dalam masalah ini. Untuk sembarang variabel , pembatasan tanda menentukan harus tidak negatif 0 atau tidak dibatasi

tandanya (unrestricted in sign).

(Winston 2004)

Definisi 3 (Bentuk Standar Pemrograman Linear)

Misalkan diberikan suatu PL dengan kendala dan variabel (dilambangkan dengan

1, 2,…, ). Bentuk standar dari PL tersebut adalah:

max = 1 1+ 2 2+ + , (atau min)

dengan kendala

11 1+ 12 2+ + 1 = 1 (1) 21 1+ 22 2+ + 2 = 2 (2) ...

1 1+ 2 2+ + = (3)

0, = 1,2,3,…,

Jika didefinisikan:

=

11 … 1

1 …

,�=

1 2

,

=

1 2 ,

maka kendala pada (1), (2), dan (3) dapat ditulis dengan sistem persamaan

�= . (4)

(Winston 2004) Solusi Pemrograman Linear

Suatu masalah PL dapat diselesaikan dalam berbagai teknik, salah satunya adalah metode simpleks. Metode ini dapat menghasilkan suatu solusi optimum bagi masalah PL dan telah dikembangkan oleh Dantzig sejak tahun 1947 (Winston 2004), dan dalam perkembangannya merupakan metode paling umum digunakan untuk menyelesaikan PL. Metode ini berupa metode iteratif untuk menyelesaikan PL berbentuk standar.

Pada PL (4), vektor x yang memenuhi kendala Ax = b disebut solusi dari PL (4). Misalkan matriks A dinyatakan sebagai A = (B N), dengan B adalah matriks taksingular berukuran m × m yang elemennya berupa koefisien variabel basis dan N merupakan matriks berukuran m × (n – m) yang elemen-elemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Dalam hal ini matriks B disebut matriks basis untuk PL (4).

Misalkan x dinyatakan sebagai vektor x = ��� , dengan � adalah vektor variabel basis dan �� adalah vektor variabel nonbasis, maka Ax = b dapat dinyatakan sebagai:


(5)

3 �= � ��� = � +��= . (5)

Karena matriks B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (5) � dapat dinyatakan sebagai:

� = −� − −��� . (6) Kemudian fungsi objektifnya berubah menjadi:

min = �� − ��.

(Winston 2004) Definisi 4 (Daerah Fisibel)

Daerah fisibel dari suatu PL adalah himpuan semua titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada PL tersebut.

(Winston 2004) Definisi 5 (Solusi Basis)

Misalkan terdapat sistem Ax = b yang terdiri atas persamaan linear dan variabel (diasumsikan ). Solusi basis pada sistem Ax = b tersebut diperoleh dengan memberi nilai − variabel sama dengan nol dan menyelesaikan nilai yang menyisakan

variabel. Asumsi pengaturan − variabel sama dengan nol akan membuat nilai yang unik untuk variabel yang tersisa atau

sejenisnya, dan kolom-kolom untuk sisa dari variabel merupakan bebas linear.

(Winston 2004) Definisi 6 (Solusi Fisibel Basis)

Solusi fisibel basis adalah solusi basis pada PL yang semua variabel-variabelnya tak negatif.

(Winston 2004) Definisi 7 (Solusi Optimum)

Untuk masalah maksimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terbesar. Untuk masalah minimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil.

(Winston 2004) 2.2 Mixed Integer Programming

Pemrograman linear dengan sebagian variabel yang harus digunakan berupa bilangan bulat (integer) disebut mixed integer programming. Jika semua variabel yang digunakan harus berupa integer maka disebut pure integer programming.

(Winston 2004)

III MODEL PENJADWALAN

3.1 Penggunaan Ruang Operasi

Sebagian besar rumah sakit mengklasifikasikan pasien berdasarkan proses operasional dan spesialisasi pengobatan. Klasifikasi pasien berdasarkan proses operasional meliputi pasien darurat, pasien rawat inap, dan pasien rawat jalan. Berdasarkan spesialisasi pengobatan terdapat pasien luka bakar, pasien jantung, pasien trauma, pasien syaraf, dan sebagainya. Rumah sakit menganalisis dan mendiskusikan proses pelayanan yang diberikan kepada pasien (antara lain rencana dan jadwal pembedahan) berdasarkan klasifikasi tersebut.

Ruang operasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ruang operasi darurat dan ruang operasi biasa. Rumah sakit biasanya hanya memiliki sedikit ruang operasi darurat dan lainnya merupakan ruang operasi biasa. Ruang operasi darurat hanya digunakan untuk pasien darurat yang memerlukan pembedahan. Biasanya operasi semua spesialisasi pengobatan dapat dilakukan di ruang ini, sedangkan ruang operasi biasa digunakan pada spesialisasi pengobatan tertentu. Meskipun ruang operasi biasa digunakan pada kasus operasi nondarurat (misalnya pada

pasien rawat inap dan pasien rawat jalan), pada keadaan khusus ruang operasi tersebut juga dapat digunakan operasi terhadap pasien darurat. Hal ini dapat terjadi dalam situasi di mana pasien darurat mendapatkan prioritas lebih utama untuk mendapat perawatan di ruang operasi biasa dari pada pasien nondarurat.

Di banyak rumah sakit, perencanaan dan penjadwalan operasi dilaksanakan sebagai berikut. Setiap minggu atau setiap bulan, bagian perencanaan operasi atau badan lain yang dibentuk oleh rumah sakit, mengeluarkan jadwal penggunaan ruang operasi, atau juga disebut sebagai block time schedule, yang mengalokasikan penggunaan ruang operasi untuk operasi darurat dan non- darurat. Satu blok waktu setara dengan satu hari kerja seorang staf ruang operasi.

Setiap sebelum hari kerja, dokter akan menentukan pasien rawat inap yang akan menjalani operasi pada hari berikutnya. Ketika membuat keputusan ini, mereka juga akan melihat jadwal operasi pasien rawat jalan untuk hari berikutnya karena hal ini telah dijadwalkan pada beberapa hari sebelumnya. Selain itu mereka juga mempertimbangkan


(6)

3 �= � ��� = � +��= . (5)

Karena matriks B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (5) � dapat dinyatakan sebagai:

� = −� − −��� . (6) Kemudian fungsi objektifnya berubah menjadi:

min = �� − ��.

(Winston 2004) Definisi 4 (Daerah Fisibel)

Daerah fisibel dari suatu PL adalah himpuan semua titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada PL tersebut.

(Winston 2004) Definisi 5 (Solusi Basis)

Misalkan terdapat sistem Ax = b yang terdiri atas persamaan linear dan variabel (diasumsikan ). Solusi basis pada sistem Ax = b tersebut diperoleh dengan memberi nilai − variabel sama dengan nol dan menyelesaikan nilai yang menyisakan

variabel. Asumsi pengaturan − variabel sama dengan nol akan membuat nilai yang unik untuk variabel yang tersisa atau

sejenisnya, dan kolom-kolom untuk sisa dari variabel merupakan bebas linear.

(Winston 2004) Definisi 6 (Solusi Fisibel Basis)

Solusi fisibel basis adalah solusi basis pada PL yang semua variabel-variabelnya tak negatif.

(Winston 2004) Definisi 7 (Solusi Optimum)

Untuk masalah maksimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terbesar. Untuk masalah minimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil.

(Winston 2004) 2.2 Mixed Integer Programming

Pemrograman linear dengan sebagian variabel yang harus digunakan berupa bilangan bulat (integer) disebut mixed integer programming. Jika semua variabel yang digunakan harus berupa integer maka disebut pure integer programming.

(Winston 2004)

III MODEL PENJADWALAN

3.1 Penggunaan Ruang Operasi

Sebagian besar rumah sakit mengklasifikasikan pasien berdasarkan proses operasional dan spesialisasi pengobatan. Klasifikasi pasien berdasarkan proses operasional meliputi pasien darurat, pasien rawat inap, dan pasien rawat jalan. Berdasarkan spesialisasi pengobatan terdapat pasien luka bakar, pasien jantung, pasien trauma, pasien syaraf, dan sebagainya. Rumah sakit menganalisis dan mendiskusikan proses pelayanan yang diberikan kepada pasien (antara lain rencana dan jadwal pembedahan) berdasarkan klasifikasi tersebut.

Ruang operasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ruang operasi darurat dan ruang operasi biasa. Rumah sakit biasanya hanya memiliki sedikit ruang operasi darurat dan lainnya merupakan ruang operasi biasa. Ruang operasi darurat hanya digunakan untuk pasien darurat yang memerlukan pembedahan. Biasanya operasi semua spesialisasi pengobatan dapat dilakukan di ruang ini, sedangkan ruang operasi biasa digunakan pada spesialisasi pengobatan tertentu. Meskipun ruang operasi biasa digunakan pada kasus operasi nondarurat (misalnya pada

pasien rawat inap dan pasien rawat jalan), pada keadaan khusus ruang operasi tersebut juga dapat digunakan operasi terhadap pasien darurat. Hal ini dapat terjadi dalam situasi di mana pasien darurat mendapatkan prioritas lebih utama untuk mendapat perawatan di ruang operasi biasa dari pada pasien nondarurat.

Di banyak rumah sakit, perencanaan dan penjadwalan operasi dilaksanakan sebagai berikut. Setiap minggu atau setiap bulan, bagian perencanaan operasi atau badan lain yang dibentuk oleh rumah sakit, mengeluarkan jadwal penggunaan ruang operasi, atau juga disebut sebagai block time schedule, yang mengalokasikan penggunaan ruang operasi untuk operasi darurat dan non- darurat. Satu blok waktu setara dengan satu hari kerja seorang staf ruang operasi.

Setiap sebelum hari kerja, dokter akan menentukan pasien rawat inap yang akan menjalani operasi pada hari berikutnya. Ketika membuat keputusan ini, mereka juga akan melihat jadwal operasi pasien rawat jalan untuk hari berikutnya karena hal ini telah dijadwalkan pada beberapa hari sebelumnya. Selain itu mereka juga mempertimbangkan


(7)

4 banyaknya kamar yang secara khusus

dialokasikan pada hari itu sesuai dengan urutan dan juga tingkat prioritas permintaan operasi dari pasien rawat inap. Biasanya, hanya sedikit tempat operasi yang dialokasikan untuk pasien rawat jalan dan sisanya disediakan untuk pasien rawat inap.

Selama hari kerja, ahli bedah akan berusaha untuk melaksanakan operasi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Selain itu, permintaan operasi darurat muncul hampir setiap hari dan ahli bedah akan berusaha melakukan operasi pada pasien darurat tersebut karena berada pada keadaan yang kritis. Biasanya pasien darurat akan dikirim ke ruang operasi darurat selama ruang operasi masih tersedia. Jika saat diperlukan ruang operasi darurat sudah penuh, maka pasien darurat tersebut akan dibawa ke salah satu ruang operasi biasa di mana operasi akan dilakukan. Akibatnya, beberapa jadwal operasi pasien rawat inap dan rawat jalan mungkin harus ditunda atau dijadwalkan ulang.

Pelaksanaan operasi yang sesuai dengan jadwal akan memudahkan ahli bedah dalam bekerja, karena setiap operasi tentu memerlukan beberapa persiapan yang meliputi peralatan operasi, prosedur operasi, dan ahli bedah yang akan melaksanakan operasi tersebut. Jika jadwal operasi mengalami perubahan maka akan terjadi perubahan kegiatan operasi berikutnya. Oleh karena itu kualitas dari jadwal operasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengukur kinerja operasional yang berkaitan dengan operasi terhadap pasien.

3.2 Model

Model dalam karya ilmiah ini sebagian besar didasarkan pada Blake dan Donald (2002) yang telah mengembangkan model integer programming untuk menjadwalkan ruang operasi. Dalam karya ilmiah ini pemodelan dilakukan untuk menentukan jadwal penggunaan ruang operasi yang dapat meminimumkan masa tinggal pasien rawat inap di rumah sakit. Jika masa tinggal pasien rawat inap di rumah sakit minimum, maka biaya yang ditanggung oleh pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit juga minimum. Output yang dihasilkan dalam model karya ilmiah ini meliputi: jadwal penggunaan ruang operasi berdasarkan spesialisasi pengobatan, jadwal penggunaan ruang operasi darurat, jadwal penundaan operasi terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan, dan banyaknya operasi yang dibatalkan.

3.2.1 Notasi

Dalam memodelkan jadwal penggunaan ruang operasi ditentukan notasi-notasi sebagai berikut:

I : himpunan jenis ruang operasi biasa berdasarkan perbedaan lokasi dan peralatan spesialisasi pengobatan yang terdapat pada ruang operasi,

J : himpunan spesialisasi pengobatan, D : himpunan hari kerja,

i : indeks untuk jenis ruang operasi biasa, i I,

j : indeks untuk spesialisasi pengobatan, j ∈ J,

k,l : indeks untuk hari, k,l ∈ D, s : banyaknya jam kerja per hari,

: banyaknya ruang operasi biasa dengan jenis i,

: lama waktu permintaan operasi pasien darurat dengan spesialisasi pengobatan j pada hari k (jam),

: lama waktu permintaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan j pada hari k (jam),

: lama waktu permintaan operasi pasien rawat jalan dengan spesialisasi pengobatan j pada hari k (jam),

: jumlah maksimum ruang operasi biasa dengan spesialisasi pengobatan j yang dapat digunakan pada hari k, ditentukan oleh banyaknya ahli bedah dan peralatan yang digunakan dalam pengobatan pada spesialisasi tersebut (unit),

� : besarnya biaya penalti karena penundaan operasi pasien rawat inap dari hari k sampai hari l (rupiah/jam), � : besarnya biaya penalti kerena

penundaan operasi pasien rawat jalan dari hari k sampai hari l (rupiah/jam), � � : besarnya biaya penalti terhadap

pembatalan operasi bagi pasien rawat inap (rupiah/jam),

� �: besarnya biaya penalti terhadap pembatalan operasi bagi pasien rawat jalan (rupiah/jam),

� : besarnya biaya penalti karena jam kerja suatu ruang operasi tidak mencukupi permintaan operasi (rupiah/jam), 3.2.2 Asumsi

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam memodelkan jadwal ruang operasi adalah sebagai berikut:

1 Satu periode penjadwalan penggunaan ruang operasi adalah satu minggu.


(8)

5 2 Pola pelaksanaan operasi pada minggu

berikutnya sama dengan minggu-minggu sebelumnya.

3 Tidak ada kerja lembur.

4 Pelaksanaan operasi hanya dilakukan di hari kerja (Senin sampai dengan Jumat), hari ke-1 adalah Senin, hari ke-2 adalah Selasa, hari ke-3 adalah Rabu, hari ke-4 adalah Kamis, dan hari ke-5 adalah Jumat. Lama penundaan operasi dari hari k ke hari l adalah:

a) 24 × 7 jika k = l b) 24 × ( − ) jika k < l c) 24 × (7− + ) jika k > l

Diasumsikan biaya penalti penundaan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan adalah sebesar Rp 1,00 per jam, sehingga biaya penalti terhadap penundaan operasi pasien rawat inap adalah:

� =

24 × 7 jika = 24 × − jika < 24 × 7− + jika >

dengan satuan rupiah per jam. Jika k = l atau k > l, hari l menyatakan hari kerja pada minggu berikutnya. Jika k < l, maka hari kerja l berada pada minggu yang sama dengan hari k. Pada kasus k < l, maka tidak akan optimal menunda operasi ke hari (l + 7). Sebagai contoh yang lain, jika pada hari Jumat (hari ke-5) terdapat permintaan operasi dan mengalami penundaan sampai hari Senin minggu berikutnya (hari ke-1), hal ini menunjukkan kasus k > l, dengan �51= 24 × 7−5 + 1 = 72 rupiah/jam. Jika operasi ditunda lebih dari satu minggu, maka operasi tersebut dibatalkan dan memiliki biaya penalti yang besar. 5 Hanya terdapat satu ruang operasi yang

digunakan untuk operasi darurat per hari. 6 Permintaan penggunaan ruang operasi

diukur dengan lama penggunaan ruang operasi dalam satuan jam. Sebagai contoh, spesialisasi pengobatan j memiliki dua pasien darurat yang memerlukan operasi pada hari Rabu dan rata-rata lamanya operasi darurat setiap pasien adalah 1.6 jam, maka pelaksanaan operasi untuk spesialisasi pengobatan j di hari Rabu atau

3 adalah 3.2 jam.

7 Biaya pasien rawat inap di rumah sakit juga bertambah ketika mengalami penundaan pelaksanaan operasi. Karena penggunaan ruang operasi diukur dalam jam, maka biaya tambahan pasien rawat inap dapat dihitung dengan lama waktu

menggunakan ruang operasi yang ditunda banyaknya hari penundaan biaya rata-rata yang harus ditanggung pasien selama menjalani penundaan operasi. Jika operasi dilaksanakan pada hari saat operasi tersebut diperlukan, maka tidak ada biaya tambahan akibat penundaan, karena biaya yang ditanggung oleh pasien rawat inap yang mengalami penundaan pelaksanaan operasi lebih besar daripada pasien yang tidak mengalami penundaan pelaksanaan operasi.

8 Penundaan pelaksanaan operasi yang dialami pasien rawat jalan juga dikenakan penalti seperti pada kasus pasien rawat inap, dengan besar penaltinya adalah � . Diasumsikan � sama dengan � . 9 Semua pelaksanaan operasi darurat harus

dilaksanakan pada hari operasi tersebut diperlukan dan operasi biasa atau operasi bagi pasien rawat jalan dan rawat inap dapat ditunda.

10 Jika beberapa pelaksanaan operasi pasien nondarurat tidak dapat dilaksanakan pada hari operasi itu diperlukan, maka operasi dapat dilaksanakan pada hari kerja lainnya yang tidak lebih dari tujuh hari setelah operasi itu diperlukan. Jika penundaan operasi melebihi tujuh hari maka operasi tersebut dibatalkan. Pembatalan operasi ini bukan berarti operasi tidak jadi dilaksanakan, akan tetapi operasi akan dilaksanakan di luar hari kerja (lembur) atau pasien akan dirujuk ke rumah sakit lain untuk menjalani operasi tersebut. Terdapat dua biaya penalti terhadap operasi yang dibatalkan. Biaya penalti yang pertama adalah diberikan terhadap operasi pasien rawat inap yang dibatalkan, dinotasikan dengan � , sedangkan biaya penalti yang kedua adalah diberikan terhadap operasi pasien rawat jalan yang dibatalkan, dinotasikan dengan � . Untuk mencegah kemungkinan operasi yang dibatalkan maka biaya penalti pada kasus ini dibuat lebih besar dari pada biaya penalti yang lain. Nilai � dan � diasumsikan sama, yaitu 14.

11 Setiap operasi terhadap pasien nondarurat (pasien rawat inap dan jalan) hanya dilaksanakan di ruang operasi biasa. 12 Setiap operasi terhadap pasien darurat

dapat dilaksanakan di ruang operasi biasa dan ruang operasi darurat.

13 Setiap operasi dengan spesialisasi pengobatan tertentu dilaksanakan di ruang operasi yang sesuai dengan spesialisasi pengobatan tersebut.


(9)

6 3.2.3 Variabel Keputusan

: banyaknya ruang operasi jenis i yang dialokasikan di spesialisasi pengobatan j pada hari k (unit).

: lama waktu pelaksanaan operasi darurat spesialisasi pengobatan j yang harus dilakukan di ruang operasi darurat pada hari k (jam).

: lama waktu pelaksanaan operasi pasien rawat inap pada spesialisasi pengobatan j yang ditunda dari hari k ke hari l (jam).

: lama waktu pelaksanaan operasi pasien rawat jalan pada spesialisasi pengobatan j yang ditunda dari hari k ke hari l (jam).

: lama waktu operasi pasien rawat inap pada spesialisasi pengobatan j yang dibatalkan pada hari k (jam).

: lama waktu operasi pasien rawat jalan pada spesialisasi pengobatan j yang dibatalkan pada hari k (jam).

: lama waktu menganggur dari ruang operasi biasa yang dialokasikan pada spesialisasi pengobatan j di hari k (jam).

h : lama waktu menganggur untuk ruang operasi biasa (jam).

: kelebihan jam ruang operasi pada spesialisasi pengobatan j (jam). : kekurangan jam ruang operasi pada

spesialisasi pengobatan j (jam). 3.2.4 Formulasi

Fungsi objektif dalam masalah ini adalah meminimumkan biaya penalti yang disebabkan oleh penundaan operasi pasien rawat inap dan jalan, pembatalan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan, dan penalti yang disebabkan jam operasional ruang operasi yang tidak mencukupi permintaan operasi. Fungsi objektif tersebut dimodelkan sebagai berikut:

min ≔ 5 =1 ; dengan

1= �� � �� � , 2= ∈� � ∈� � , 3=� � � �� , 4=� � � �� , 5=� � .

Fungsi objektif pada formulasi tersebut mengandung lima jenis biaya penalti. Jenis

yang pertama, yaitu 1, adalah biaya penalti karena penundaan operasi bagi pasien rawat inap. Jenis yang kedua, yaitu 2, merupakan biaya penalti yang disebabkan oleh penundaan operasi bagi pasien rawat jalan. Untuk keperluan penjadwalan dan pengurutan antrean operasi pasien rawat inap, pihak rumah sakit ingin melaksanakan sejumlah operasi pasien rawat jalan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. Penyimpangan dari pelaksanaan operasi ini akan menyebabkan terjadinya penjadwalan ulang operasi pasien rawat jalan dan secara keseluruhan akan menambah besarnya biaya yang dikeluarkan (misalkan adanya kerja lembur, pasien tidak datang, dan sebagainya).

Jenis biaya penalti yang ketiga dan keempat, yaitu 3 dan 4, menyatakan biaya penalti yang diakibatkan pembatalan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan. Penalti terhadap pembatalan operasi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan lebih besar dari pada penalti yang lain. Jenis biaya penalti yang kelima, yaitu 5, merupakan penalti yang disebabkan oleh kekurangan jam penggunaan setiap ruang operasi biasa.

Kendala:

Jumlah penggunaan ruang operasi jenis i untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih besar dari banyaknya ruang operasi jenis i.

,∀ ,

∈ . (1) Pelaksanaan operasi di ruang operasi biasa yang digunakan untuk melayani spesialisasi pengobatan j setiap hari ke-k tidak melebihi kapasitas waktu yang ditawarkan ruang operasi tersebut.

− + �� +

,∀ , . (2) Pelaksanaan operasi nondarurat pada spesialisasi pengobatan j hari ke-k harus dilaksanakan pada hari tersebut atau ditunda pada hari kerja yang tidak lebih dari tujuh hari atau jika penundaan lebih dari tujuh hari maka operasi tersebut dibatalkan.

− − + �� +

− + �� + +

+ = + ,∀ , . (3) Jumlah pelaksanaan operasi spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat inap yang ditunda dari hari k ke hari l, tidak lebih besar dari permintaan operasi dengan spesialisasi


(10)

7 pengobatan j bagi pasien rawat inap pada hari

k.

,∀ ,

∈� . (4)

Jumlah pelaksanaan operasi spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat jalan yang ditunda dari hari k ke hari l, tidak lebih besar dari permintaan operasi dengan spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat jalan pada hari k.

,∀ ,

∈� . (5)

Jumlah pembatalan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari total permintaan operasi pasien rawat inap pada hari ke-k.

,∀ , . (6) Jumlah pembatalan operasi pasien rawat jalan dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari total permintaan operasi pasien rawat inap pada hari ke-k.

,∀ , . (7) Pendefinisian h sebagai jumlah jam ruang operasi biasa yang tidak dipakai selama satu minggu.

ℎ= ∈� . (8) Pendefinisian dan yang masing-masing merupakan kelebihan dan kekurangan waktu penggunaan ruang operasi biasa yang ditawarkan. Diberikan jumlah total jam kosong penggunaan ruang operasi biasa dalam satu minggu kemudian membagi dengan proporsi penggunaan ruang operasi

spesialisasi pengobatan tertentu dan penggunaan ruang operasi seluruh spesialisasi pengobatan selama satu minggu.

− ℎ ∈� +

+

�� �

∈� = − ,∀ .

(9) Operasi darurat dilaksanakan di ruang operasi darurat selama s jam kerja per hari.

�,∀

∈ . (10) Banyaknya ruang operasi jenis i yang digunakan untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari jumlah maksimum ruang operasi yang dialokasikan untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k.

,∀ ,

∈ . (11)

Jumlah permintaan operasi darurat dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k yang dilaksanakan di ruang operasi darurat tidak melebihi dari seluruh permintaan operasi darurat pada hari tersebut.

,∀ , . (12) Kendala ketaknegatifan untuk semua variabel keputusan.

, , , , , , ,ℎ, , 0,

∀ , , , . (13) Pendefinisian variabel sebagai suatu integer.

integer , ∀ , , . (14)

IV STUDI KASUS

4.1 Deskripsi Masalah

Untuk memahami permasalahan penjadwalan ruang operasi di rumah sakit menggunakan mixed integer programming, dalam karya ilmiah ini diberikan suatu contoh kasus. Misalkan suatu rumah sakit umum memiliki beberapa layanan spesialisasi pengobatan, yaitu bedah perkemihan (urologi), bedah tulang (ortopedi), bedah tulang belakang, otak dan syaraf, luka bakar, bedah plastik, tumor, dan kanker. Setiap spesialisasi pengobatan ditangani oleh beberapa ahli bedah (lihat Tabel 1).

Tabel 1 Layanan spesialisasi pengobatan yang diberikan oleh rumah sakit

No Spesialisasi ( j )

Banyaknya ahli bedah (orang)

1 Urologi 3

2 Ortopedi 3

3 Tulang belakang 3 4 Otak dan syaraf 4

5 Luka bakar 2

6 Bedah plastik 2

7 Tumor 3


(11)

7 pengobatan j bagi pasien rawat inap pada hari

k.

,∀ ,

∈� . (4)

Jumlah pelaksanaan operasi spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat jalan yang ditunda dari hari k ke hari l, tidak lebih besar dari permintaan operasi dengan spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat jalan pada hari k.

,∀ ,

∈� . (5)

Jumlah pembatalan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari total permintaan operasi pasien rawat inap pada hari ke-k.

,∀ , . (6) Jumlah pembatalan operasi pasien rawat jalan dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari total permintaan operasi pasien rawat inap pada hari ke-k.

,∀ , . (7) Pendefinisian h sebagai jumlah jam ruang operasi biasa yang tidak dipakai selama satu minggu.

ℎ= ∈� . (8) Pendefinisian dan yang masing-masing merupakan kelebihan dan kekurangan waktu penggunaan ruang operasi biasa yang ditawarkan. Diberikan jumlah total jam kosong penggunaan ruang operasi biasa dalam satu minggu kemudian membagi dengan proporsi penggunaan ruang operasi

spesialisasi pengobatan tertentu dan penggunaan ruang operasi seluruh spesialisasi pengobatan selama satu minggu.

− ℎ ∈� +

+

�� �

∈� = − ,∀ .

(9) Operasi darurat dilaksanakan di ruang operasi darurat selama s jam kerja per hari.

�,∀

∈ . (10) Banyaknya ruang operasi jenis i yang digunakan untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari jumlah maksimum ruang operasi yang dialokasikan untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k.

,∀ ,

∈ . (11)

Jumlah permintaan operasi darurat dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k yang dilaksanakan di ruang operasi darurat tidak melebihi dari seluruh permintaan operasi darurat pada hari tersebut.

,∀ , . (12) Kendala ketaknegatifan untuk semua variabel keputusan.

, , , , , , ,ℎ, , 0,

∀ , , , . (13) Pendefinisian variabel sebagai suatu integer.

integer , ∀ , , . (14)

IV STUDI KASUS

4.1 Deskripsi Masalah

Untuk memahami permasalahan penjadwalan ruang operasi di rumah sakit menggunakan mixed integer programming, dalam karya ilmiah ini diberikan suatu contoh kasus. Misalkan suatu rumah sakit umum memiliki beberapa layanan spesialisasi pengobatan, yaitu bedah perkemihan (urologi), bedah tulang (ortopedi), bedah tulang belakang, otak dan syaraf, luka bakar, bedah plastik, tumor, dan kanker. Setiap spesialisasi pengobatan ditangani oleh beberapa ahli bedah (lihat Tabel 1).

Tabel 1 Layanan spesialisasi pengobatan yang diberikan oleh rumah sakit

No Spesialisasi ( j )

Banyaknya ahli bedah (orang)

1 Urologi 3

2 Ortopedi 3

3 Tulang belakang 3 4 Otak dan syaraf 4

5 Luka bakar 2

6 Bedah plastik 2

7 Tumor 3


(12)

8 Untuk melaksanakan beberapa operasi,

rumah sakit umum tersebut juga memiliki ruang operasi. Ruang operasi yang dimiliki oleh rumah sakit ini terdiri atas ruang operasi darurat dan ruang operasi biasa. Ruang operasi darurat hanya digunakan untuk melayani tindakan operasi bagi pasien darurat. Semua tindakan operasi pada spesialisasi pengobatan dapat dilaksanakan di ruang operasi darurat. Dalam studi kasus karya ilmiah ini, diasumsikan rumah sakit memiliki satu ruang operasi darurat. Ruang operasi biasa digunakan untuk melayani tindakan operasi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan. Ruang operasi biasa dibedakan jenisnya berdasarkan peralatan yang dimiliki dan lokasi ruang operasi tersebut. Dalam kasus ini, diasumsikan rumah sakit memiliki lima jenis ruang operasi biasa (lihat Tabel 2).

Tabel 2 Data ruang operasi biasa Jenis

( i )

Spesialisasi ( j )

Jumlah Kode

1 Urologi 1 ND A

2 Ortopedi dan tulang belakang

2 ND B1 dan ND B2 3 Otak dan

syaraf

1 ND C 4 Luka bakar

dan bedah plastik

2 ND D1 dan ND D2 5 Tumor dan

kanker

2 ND E1 dan ND E2

Spesialisasi pengobatan luka bakar dan bedah plastik memerlukan peralatan pengobatan yang hampir sama, sehingga digolongkan dalam satu jenis dan diasumsikan operasi dengan spesialisasi pengobatan tersebut dapat dilaksanakan di ruang operasi yang sama. Setiap ruang operasi digunakan melayani spesialisasi pengobatan sesuai jenis ruang operasi tersebut.

Dalam kasus normal, rumah sakit diasumsikan hanya melayani permintaan operasi pada hari kerja saja. Selama satu minggu diasumsikan terdapat lima hari kerja, yaitu hari Senin sampai Jumat dengan banyaknya jam kerja adalah delapan jam setiap hari. Seorang ahli bedah dan staf ruang operasi akan bekerja selama delapan jam setiap hari.

Data yang diperlukan dalam simulasi model penjadwalan pada karya ilmiah ini

adalah data perkiraan permintaan operasi pasien rawat inap, rawat jalan, dan darurat selama satu minggu. Dalam studi kasus karya ilmiah ini, diasumsikan data yang digunakan adalah perkiraan permintaan operasi pada minggu pertama bulan Januari 2011. Pada dasarnya, data tersebut dapat diperoleh melalui peramalan dari data deret waktu permintaan operasi, sehingga dapat diketahui perkiraan permintaan operasi pada waktu yang akan datang. Pada karya ilmiah ini, data perkiraan permintaan operasi merupakan data hipotetik dan bukan data yang diperoleh melalui peramalan data deret waktu (lihat Lampiran 1).

4.2 Formulasi Masalah

Dalam contoh kasus ini, variabel keputusan dideskripsikan untuk setiap spesialisasi pengobatan j = 1,2,3,…,8, jenis ruang operasi biasa i = 1,2,…,5, dan hari kerja

k,l = 1,2,…5. Parameter-parameter yang

digunakan dalam contoh kasus ini adalah (lihat Tabel 2), (lihat Lampiran 1), (lihat Lampiran 1), (lihat Lampiran 1), s = 8, dan (lihat Lampiran 2). Fungsi objektif masalah ini adalah sebagai berikut:

min =

5

=1

;

dengan

1 = 5=1 � 5=1 8=1 , 2= 5=1 � 5=1 8=1 , 3=� � 8=1 5=1 , 4=� � 8=1 5=1 , 5=� 8=1 .

Nilai biaya penalti � dan � sesuai dengan asumsi pemodelan yang sudah dibahas pada Bab 3. Biaya penalti yang disebabkan oleh operasi yang dibatalkan harus diberikan lebih besar dari biaya penalti yang lain. Pada kasus ini biaya penalti operasi pasien rawat inap yang dibatalkan sama dengan biaya penalti operasi pasien rawat jalan yaitu � � = � � = 14. Nilai parameter biaya penalti yang disebabkan oleh adanya kekurangan jam penggunaan ruang operasi ialah �= 1 (Zhang et al. 2009).


(13)

9 Kendala yang digunakan sebagai berikut:

Jumlah penggunaan ruang operasi jenis i untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih besar dari banyaknya ruang operasi jenis i.

,∀ ,

8

=1

dengan i = 1,2,3,4,5 dan k= 1,2,3,4,5. (1) Pelaksanaan operasi di ruang operasi biasa yang digunakan untuk melayani spesialisasi pengobatan j setiap hari ke-k tidak melebihi kapasitas waktu yang ditawarkan ruang operasi tersebut.

8 5=1 − + 5=1 +

,∀ ,

dengan j = 1,2,3,..,8 dan k = 1,2,3,4,5. (2) Pelaksanaan operasi nondarurat pada spesialisasi pengobatan j hari ke-k harus dilaksanakan pada hari tersebut atau ditunda pada hari kerja yang tidak lebih dari tujuh hari atau jika penundaan lebih dari tujuh hari maka operasi tersebut dibatalkan.

8 5=1 − − + 5=1 +

− + 5 + +

=1

+ = + ,∀ ,

dengan j = 1,2,3,..,8 dan k = 1,2,3,4,5. (3) Jumlah pelaksanaan operasi spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat inap yang ditunda dari hari k ke hari l, tidak lebih besar dari permintaan operasi dengan spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat inap pada hari k.

,∀ ,

5 =1

dengan j = 1,2,3,..,8 dan k = 1,2,3,4,5. (4) Jumlah pelaksanaan operasi spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat jalan yang ditunda dari hari k ke hari l, tidak lebih besar dari permintaan operasi dengan spesialisasi pengobatan j bagi pasien rawat jalan pada hari k.

,∀ ,

5 =1

dengan j = 1,2,3,..,8 dan k = 1,2,3,4,5. (5) Jumlah pembatalan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari total permintaan operasi pasien rawat inap pada hari ke-k.

,∀ ,

dengan j = 1,2,3,..,8 dan k = 1,2,3,4,5. (6) Jumlah pembatalan operasi pasien rawat jalan dengan spesialisasi pengobatan j pada

hari ke-k tidak lebih dari total permintaan operasi pasien rawat jalan pada hari ke-k.

,∀ ,

dengan j = 1,2,3,..,8 dan k = 1,2,3,4,5. (7) Variabel h didefinisikan sebagai jumlah jam ruang operasi biasa yang tidak dipakai selama satu minggu.

ℎ= 5

=1 8

=1 . (8)

Pendefinisian dan yang masing-masing merupakan kelebihan dan kekurangan waktu penggunaan ruang operasi biasa yang ditawarkan. Diberikan jumlah total jam kosong penggunaan ruang operasi biasa dalam satu minggu kemudian membagi dengan proporsi penggunaan ruang operasi spesialisasi pengobatan tertentu dan penggunaan ruang operasi seluruh spesialisasi pengobatan selama satu minggu.

− ℎ 5=1 + + 5 =1 8 =1 5

=1 = − ,∀ ,

dengan j = 1,2,3,..,8. (9) Operasi darurat dilaksanakan di ruang operasi darurat selama 8 jam kerja per hari.

8,∀ ,

8 =1

dengan k = 1,2,3,4,5. (10) Banyaknya ruang operasi jenis i yang digunakan melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k tidak lebih dari jumlah maksimum ruang operasi yang dialokasikan untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k.

,∀ ,

5 =1

dengan j = 1,2,…,8 dan k = 1,2,3,4,5. (11) Jumlah permintaan operasi darurat dengan spesialisasi pengobatan j pada hari ke-k yang dilaksanakan di ruang operasi darurat tidak melebihi dari seluruh permintaan operasi darurat pada hari tersebut.

,∀ ,

dengan j = 1,2,…,8 dan k = 1,2,3,4,5. (12) Kendala ketaknegatifan untuk semua variabel keputusan.

, , , , , , ,ℎ, , 0,

∀ , , ,

dengan j = 1,2,…,8 dan i,k,l = 1,2,3,4,5. (13) Pendefinisian variabel sebagai suatu integer.

integer , ∀ , ,


(14)

10 4.3 Hasil

Penyelesaian masalah penjadwalan tersebut dapat diselesaikan dengan software LINGO 11.0. Program dan output dari LINGO 11.0 dituliskan pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Informasi yang diperoleh dari hasil running program LINGO 11.0 pada masalah penjadwalan dalam karya ilmiah ini meliputi jadwal penggunaan ruang operasi biasa, banyaknya penundaan dan pembatalan permintaan operasi, dan banyaknya penggunaan ruang operasi darurat untuk melayani tindakan operasi darurat.

Jadwal ruang operasi biasa yang ditawarkan pada rumah sakit disajikan di Tabel 3. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa setiap hari hampir semua ruang operasi dialokasikan untuk menangani permintaan

operasi sesuai dengan spesialisasi pengobatan yang dapat ditangani di ruang operasi tersebut. Spesialisasi pengobatan luka bakar dan bedah plastik dapat dilayani pada dua unit ruang operasi dengan kode ND D1 dan ND D2. Pada hari Senin, ruang operasi ND D1 dialokasikan untuk melayani permintaan spesialisasi pengobatan luka bakar selama 8 jam, sedangkan ruang operasi ND D2 dialokasikan untuk melayani spesialisasi pengobatan bedah plastik selama 8 jam. Pada hari Selasa, ruang operasi ND D1 dan ND D2 digunakan untuk melayani permintaan operasi luka bakar, sehingga pada hari tersebut ruang operasi biasa yang digunakan untuk melayani operasi luka bakar ialah sebesar 16 jam (lihat Tabel 3).

Tabel 3 Banyaknya alokasi waktu yang ditawarkan ruang operasi biasa (jam) Spesialisasi

pengobatan ( j )

Kode ruang operasi

Hari ( k )

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat

Urologi ND A 8 8 8 8 8

Ortopedi ND B1 8 8 8 8 8

ND B2 0 0 0 0 0

Tulang belakang

ND B1 0 0 0 0 0

ND B2 8 8 8 8 8

Otak dan

syaraf ND C 8 8 8 8 8

Luka bakar ND D1 8 8 8 8 8

ND D2 0 8 0 0 8

Bedah plastik ND D1 0 0 0 0 0

ND D2 8 0 8 8 0

Tumor ND E1 8 8 8 8 8

ND E2 0 0 0 0 0

Kanker ND E1 0 0 0 0 0

ND E2 8 8 8 8 0

Total 64 64 64 64 56

4.3.1 Pelaksanaan Operasi Darurat

Ruang operasi darurat digunakan untuk menangani permintaan operasi pada pasien darurat. Semua spesialisasi pengobatan dapat ditangani di ruang operasi darurat. Jika kapasitas ruang operasi darurat penuh, sedangkan ada kasus pasien darurat yang memerlukan tindakan operasi, maka pelaksanaan operasi pasien tersebut dialihkan ke ruang operasi biasa. Dari hasil LINGO 11.0 (lihat Lampiran 9) diperoleh jadwal pelaksanaan operasi darurat di ruang operasi

darurat (nilai variabel ) dan disajikan pada Tabel 4. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa permintaan operasi darurat dengan spesialisasi pengobatan otak dan syaraf paling banyak ditangani yaitu 15.1 jam atau 10.17% dari total permintaan operasi darurat. Sedangkan permintaan operasi darurat yang paling sedikit ditangani ialah spesialisasi pengobatan tumor dan kanker yaitu masing-masing sebesar 0 jam. Setiap hari, total penggunaan ruang operasi darurat adalah 8 jam.


(15)

11 Tabel 4 Lama waktu pelaksanaan operasi di ruang operasi darurat (jam)

Hari ( k )

Spesialisasi pengobatan ( j ) Urologi Ortopedi Tulang

belakang

Otak dan syaraf

Luka bakar

Bedah

plastik Tumor Kanker

Senin 0.1 3.5 0 3.9 0.5 0 0 0

Selasa 0.7 0 0 2.5 0 4.8 0 0

Rabu 0 3.6 2 2.4 0 0 0 0

Kamis 1.2 0 2.4 3.6 0.8 0 0 0

Jumat 0 2.4 0 2.7 0 2.9 0 0

Operasi darurat yang tidak dapat dilayani di ruang operasi darurat akan dialihkan pelaksanaannya di ruang operasi biasa. Pelaksanaan operasi darurat di ruang operasi biasa disajikan pada Tabel 5. Dari Lampiran 1 tentang perkiraan permintaan operasi darurat, diketahui bahwa permintaan operasi darurat untuk spesialisasi pengobatan urologi pada

hari Selasa adalah 5.2 jam sedangkan Tabel 4 menunjukkan permintaan tersebut mampu dilayani di ruang operasi darurat sebesar 0.7 jam, artinya sisa permintaan operasi sebesar 4.5 jam akan dilaksanakan pada ruang operasi biasa.

Tabel 5 Lama waktu operasi darurat yang harus dilaksanakan di ruang operasi biasa (jam)

Hari ( k )

Spesialisasi pengobatan ( j ) Urologi Ortopedi Tulang

belakang

Bedah otak dan

syaraf

Luka bakar

Bedah

plastik Tumor Kanker

Senin 4.6 2.7 4.8 1.1 7.7 0 5.2 4.5

Selasa 4.5 7.1 2.6 2 7.2 0 3.7 0

Rabu 3.2 2.2 2.2 1.4 5.2 4.9 4.2 0

Kamis 3 0 1.4 2.8 1.5 0 4.9 0

Jumat 0 1.4 4 2.3 6.2 0 0 0

4.3.2 Penundaan Pelaksanaan Operasi Karena permintaan operasi darurat menjadi prioritas untuk mendapatkan layanan operasi dengan sesegera mungkin, maka operasi darurat yang dialokasikan di ruang operasi biasa tidak boleh mengalami penundaan. Akibatnya pasien rawat inap dan rawat jalan yang memerlukan tindakan operasi dengan spesialisasi tertentu dapat mengalami penundaan pelaksanaan operasi, karena ruang operasi biasa yang dialokasikan untuk pasien rawat inap dan rawat jalan sudah penuh digunakan untuk melayani operasi darurat. Dari hasil running program LINGO 11.0 diperoleh informasi mengenai penundaan operasi pada pasien rawat inap (nilai variabel ) dan penundaan operasi pada pasien rawat jalan (nilai variabel ) yang disajikan pada Lampiran 3. Pelayanan operasi pasien rawat inap yang paling banyak mengalami penundaan adalah pada spesialisasi pengobatan tumor. Dalam seminggu

penundaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan tumor adalah sebesar 12.6 jam (lihat Lampiran 3) atau 8.42% dari total permintaan operasi pasien rawat inap. Sedangkan pelayanan operasi pasien rawat jalan yang paling banyak mengalami penundaan adalah pada spesialisasi pengobatan bedah plastik sebesar 1.9 jam (lihat Lampiran 3) atau 3.02% dari total permintaan operasi pasien rawat jalan.

Permintaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan ortopedi pada hari Rabu adalah 5.4 jam dan hari Jumat sebesar 6.3 jam (lihat Lampiran 1), sedangkan permintaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan ortopedi pada hari Rabu mengalami penundaan sebesar 1.7 jam (lihat Lampiran 3) yang akan dilaksanakan pada hari Kamis di minggu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan operasi bagi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan ortopedi pada hari Rabu ialah selama 3.7 jam (lihat Lampiran 7), sedangkan


(16)

12 pelaksanaan operasi bagi pasien rawat inap

dengan spesialisasi pengobatan ortopedi pada hari Kamis sebesar 8 jam (lihat Lampiran 7). Pada kasus permintaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan bedah plastik mengalami penundaan dari hari Jumat ke Senin selama 2.3 jam (lihat Lampiran 3), artinya operasi tersebut akan dilaksanakan hari Senin pada minggu berikutnya selama 2.3 jam.

4.3.3 Pembatalan Pelaksanaan Operasi Penundaan operasi yang melebihi tujuh hari digolongkan sebagai pembatalan operasi. Pembatalan ini bukan berarti operasi tidak dilaksanakan, melainkan operasi tersebut dapat dilaksanakan di luar jam kerja (lembur) atau dirujuk ke rumah sakit lain. Hasil running program LINGO 11.0 yang menunjukkan pembatalan operasi pasien rawat inap (nilai variabel ) dan pembatalan operasi rawat jalan (nilai variabel ) disajikan pada Lampiran 4. Pembatalan terhadap permintaan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan paling banyak dilakukan pada spesialisasi pengobatan urologi yaitu sebesar 6.5 jam (lihat Lampiran 4) atau 3.06% dari total permintaan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan.

Perkiraan permintaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi urologi pada hari Selasa sebesar 3.9 jam (lihat Lampiran 1), dari Lampiran 3 dapat dilihat bahwa operasi dengan spesialisasi pengobatan urologi pada hari Selasa dibatalkan sebesar 3.5 jam. Artinya permintaan operasi urologi yang dapat dilayani rumah sakit pada hari Selasa adalah sebesar 0.4 jam. Secara keseluruhan terdapat sembilan permintaan operasi yang dibatalkan. Operasi yang dibatalkan meliputi spesialisasi pengobatan urologi, ortopedi, tulang belakang, otak dan syaraf, luka bakar. dan bedah plastik.

4.3.4 Rekapitulasi Pelaksanaan, Penundaan, dan Pembatalan Operasi

Penundaan dan pembatalan operasi pada pasien rawat inap yang dihasilkan running program LINGO 11.0 dapat digunakan dalam menentukan rekapitulasi pelaksanaan, penundaan, dan pembatalan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan (lihat Lampiran 5 dan Lampiran 6). Pada Lampiran 5 dan Lampiran 6, kolom P menunjukkan pelaksanaan operasi. Nilai kolom P berasal dari jumlah permintaan operasi dikurangi dengan penjumlahan antara jumlah operasi

yang ditunda dengan jumlah operasi yang dibatalkan.

Perkiraan permintaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan urologi pada hari Rabu adalah 3.9 jam (lihat Lampiran 1). Berdasarkan hasil running program LINGO 11.0 pada kasus permintaan operasi tesebut tidak ada penundaan dan pembatalan, sehingga pelaksanaan operasi dengan spesialisasi pengobatan pada hari tersebut adalah 3.9 jam. Jika terdapat penundaan operasi pada hari ke-k sampai hari ke-l, maka pelaksanaan operasi pada hari ke-l adalah ditambah dengan jumlah operasi yang ditunda pada hari ke-k. Permintaan operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan luka bakar pada hari Senin ialah 4.6 jam dan hari Selasa sebesar 5 jam (lihat Lampiran 1). Berdasarkan hasil running program LINGO 11.0 operasi pasien rawat inap dengan spesialisasi pengobatan luka bakar mengalami penundaan dari hari Senin ke hari Selasa sebesar 0.9 jam (lihat Lampiran 3) dan pembatalan pada hari Senin sebesar 3.4 jam (lihat Lampiran 4), sehingga pelaksanaan operasi untuk spesialisasi pengobatan luka bakar pada hari Senin ialah 4.6 – (0.9+3.4) = 0.3 jam, sedangkan pelaksanaan operasi pada hari Selasa adalah sebesar 5 + 0.9 = 5.9 jam. 4.3.5 Pelaksanaan Operasi di Ruang Operasi Biasa

Setiap ruang operasi darurat dan ruang operasi biasa melayani tindakan operasi maksimal delapan jam per hari. Ruang operasi biasa digunakan melayani operasi pasien rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien darurat yang tidak bisa dilayani tindakan operasinya di ruang operasi darurat. Dengan adanya jadwal pelaksanaan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan serta jadwal permintaan operasi darurat yang harus dilaksanakan di ruang operasi biasa maka dapat ditentukan penggunaan ruang operasi biasa (lihat Lampiran 7). Lampiran 7 menunjukkan pelaksanaan operasi di ruang operasi biasa untuk melayani permintaan operasi pasien rawat inap, rawat jalan, dan darurat. Setiap ruang operasi biasa memiliki alokasi waktu sesuai dengan Tabel 3, sehingga pelaksanaan operasi tidak boleh melebihi alokasi waktu yang dimiliki oleh ruang operasi tersebut.

Pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa total pelaksanaan operasi ortopedi di ruang operasi ND B1 setiap hari adalah 8 jam, sedangkan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa waktu yang dialokasikan oleh ruang operasi ND B1 yang


(17)

13 digunakan melayani operasi bedah tulang

adalah 8 jam setiap hari. Hal ini menunjukkan waktu yang disediakan oleh ruang operasi ND B1 untuk melayani permintaan operasi ortopedi sudah digunakan secara maksimal. Pelaksanaan operasi dengan spesialisasi pengobatan tulang belakang di ruang operasi ND B2 pada hari Selasa adalah 7.9 jam, alokasi yang dimiliki ruang operasi tersebut adalah 8 jam, sehingga terdapat waktu kosong pada ruang operasi tersebut sebesar 0.1 jam. Selain pada ruang operasi ND B2.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat waktu kosong pada ruang operasi biasa dengan kode ruang ND E1, ND E2, ND D2, dan ND B2. Banyaknya waktu ruang operasi yang dialokasikan untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan tumor pada hari Jumat adalah 8 jam (lihat Tabel 3), sedangkan pelaksanaan operasi pada kasus tersebut adalah 4.4 jam (lihat Lampiran 7) sehingga waktu kosong ruang operasi tersebut adalah sebesar 3.6 jam.

Tabel 6 Total waktu operasi kosong pada ruang operasi biasa (jam) Kode

ruang operasi

Spesialisasi

pengobatan Hari

Waktu kosong (jam) ND B2 Tulang

belakang Selasa 0.1 ND D2 Bedah

plastik Senin 2.8 ND E1 Tumor Jumat 3.6 ND E2 Kanker Rabu 5.3 Kamis 0.6

4.3.6 Fungsi Objektif

Pada formulasi model karya ilmiah ini, terdapat lima jenis biaya penalti dalam fungsi objektif. Jenis penalti 1 merupakan biaya penalti disebabkan adanya penundaan pelaksanaan operasi pasien rawat, 2 merupakan biaya penalti yang disebabkan oleh penundaan pelaksanaan operasi terhadap pasien rawat jalan, 3 dan 4 menyatakan penalti yang disebabkan oleh pelaksanaan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan yang dibatalkan, dan 5 merupakan jumlah dari biaya penalti yang dikarenakan kekurangan jam penggunaan setiap ruang operasi biasa. Nilai setiap jenis biaya penalti disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa biaya penalti yang paling besar adalah jenis ketiga yaitu 3 . Hal ini menunjukkan operasi pasien rawat inap yang dibatalkan lebih banyak dari pada pasien rawat jalan. Biaya penalti yang paling rendah adalah jenis kedua yang berarti bahwa penundaan operasi pasien rawat jalan lebih rendah dari pada pasien rawat inap.

Tabel 7 Biaya penalti pada fungsi objektif (rupiah)

Jenis Biaya penalti (rupiah)

1 42.9

2 3.8

3 140

4 121.8

5 7.66

Total 316.17

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Rumah sakit memiliki keterbatasan dalam melayani setiap operasi yang diperlukan oleh pasien. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain banyaknya ruang operasi, banyaknya ahli bedah, dan jam kerja di rumah sakit. Dengan adanya keterbatasan tersebut maka operasi dapat ditunda atau dibatalkan. Setiap rumah sakit berusaha untuk memenuhi permintaan operasi. Dalam memenuhi setiap permintaan layanan operasi, rumah sakit harus melakukan penjadwalan pelaksanaan operasi dengan baik. Jika tindakan operasi bagi pasien terlambat, maka akan berdampak pada kesehatan pasien dan bahkan nyawa pasien.

Penjadwalan operasi dapat dilakukan dengan menggunakan model matematika. Salah satu metode penjadwalan tersebut adalah menggunakan mixed integer programming. Diperlukan data perkiraan permintaan operasi pasien nondarurat (rawat inap dan rawat jalan) dan pasien darurat, banyaknya ruang operasi, dan spesialisasi pengobatan yang ada di rumah sakit sebagai input pemodelan ini. Penyelesaian dengan menggunakan software LINGO 11.0 memberikan beberapa informasi antara lain banyaknya penggunaan ruang operasi biasa dan darurat, penundaan operasi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, dan banyaknya operasi pasien rawat inap dan rawat jalan yang dibatalkan.


(18)

13 digunakan melayani operasi bedah tulang

adalah 8 jam setiap hari. Hal ini menunjukkan waktu yang disediakan oleh ruang operasi ND B1 untuk melayani permintaan operasi ortopedi sudah digunakan secara maksimal. Pelaksanaan operasi dengan spesialisasi pengobatan tulang belakang di ruang operasi ND B2 pada hari Selasa adalah 7.9 jam, alokasi yang dimiliki ruang operasi tersebut adalah 8 jam, sehingga terdapat waktu kosong pada ruang operasi tersebut sebesar 0.1 jam. Selain pada ruang operasi ND B2.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat waktu kosong pada ruang operasi biasa dengan kode ruang ND E1, ND E2, ND D2, dan ND B2. Banyaknya waktu ruang operasi yang dialokasikan untuk melayani operasi dengan spesialisasi pengobatan tumor pada hari Jumat adalah 8 jam (lihat Tabel 3), sedangkan pelaksanaan operasi pada kasus tersebut adalah 4.4 jam (lihat Lampiran 7) sehingga waktu kosong ruang operasi tersebut adalah sebesar 3.6 jam.

Tabel 6 Total waktu operasi kosong pada ruang operasi biasa (jam) Kode

ruang operasi

Spesialisasi

pengobatan Hari

Waktu kosong (jam) ND B2 Tulang

belakang Selasa 0.1 ND D2 Bedah

plastik Senin 2.8 ND E1 Tumor Jumat 3.6 ND E2 Kanker Rabu 5.3 Kamis 0.6

4.3.6 Fungsi Objektif

Pada formulasi model karya ilmiah ini, terdapat lima jenis biaya penalti dalam fungsi objektif. Jenis penalti 1 merupakan biaya penalti disebabkan adanya penundaan pelaksanaan operasi pasien rawat, 2 merupakan biaya penalti yang disebabkan oleh penundaan pelaksanaan operasi terhadap pasien rawat jalan, 3 dan 4 menyatakan penalti yang disebabkan oleh pelaksanaan operasi pasien rawat inap dan rawat jalan yang dibatalkan, dan 5 merupakan jumlah dari biaya penalti yang dikarenakan kekurangan jam penggunaan setiap ruang operasi biasa. Nilai setiap jenis biaya penalti disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa biaya penalti yang paling besar adalah jenis ketiga yaitu 3 . Hal ini menunjukkan operasi pasien rawat inap yang dibatalkan lebih banyak dari pada pasien rawat jalan. Biaya penalti yang paling rendah adalah jenis kedua yang berarti bahwa penundaan operasi pasien rawat jalan lebih rendah dari pada pasien rawat inap.

Tabel 7 Biaya penalti pada fungsi objektif (rupiah)

Jenis Biaya penalti (rupiah)

1 42.9

2 3.8

3 140

4 121.8

5 7.66

Total 316.17

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Rumah sakit memiliki keterbatasan dalam melayani setiap operasi yang diperlukan oleh pasien. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain banyaknya ruang operasi, banyaknya ahli bedah, dan jam kerja di rumah sakit. Dengan adanya keterbatasan tersebut maka operasi dapat ditunda atau dibatalkan. Setiap rumah sakit berusaha untuk memenuhi permintaan operasi. Dalam memenuhi setiap permintaan layanan operasi, rumah sakit harus melakukan penjadwalan pelaksanaan operasi dengan baik. Jika tindakan operasi bagi pasien terlambat, maka akan berdampak pada kesehatan pasien dan bahkan nyawa pasien.

Penjadwalan operasi dapat dilakukan dengan menggunakan model matematika. Salah satu metode penjadwalan tersebut adalah menggunakan mixed integer programming. Diperlukan data perkiraan permintaan operasi pasien nondarurat (rawat inap dan rawat jalan) dan pasien darurat, banyaknya ruang operasi, dan spesialisasi pengobatan yang ada di rumah sakit sebagai input pemodelan ini. Penyelesaian dengan menggunakan software LINGO 11.0 memberikan beberapa informasi antara lain banyaknya penggunaan ruang operasi biasa dan darurat, penundaan operasi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, dan banyaknya operasi pasien rawat inap dan rawat jalan yang dibatalkan.


(19)

14 5.2 Saran

Penelitian ini masih dapat dilanjutkan. Disarankan data permintaan operasi pasien rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien darurat diperoleh secara langsung dari rumah sakit. Dengan data yang didapatkan secara langsung dari rumah sakit, diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh rumah

sakit untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya yang ada. Seiring dengan peningkatan permintaan operasi pihak rumah sakit dapat memperkirakan kondisi optimal dari banyaknya ruang operasi, ahli bedah, dan jam kerja di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Azrul R, Azwar. 1996. Menuju Pelayanan

Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta: IDI.

Blake JT and Donald J. 2002. Mount Sinai Hospital uses integer programming to allocate operating room time. Interfaces 32(2):63-73.

Prasetijono PS. 2009. Rancangan Sistem Informasi Pemanfaatan Kamar Operasi (KO) Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang [tesis]. Semarang: Magister

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

Winston WL. 2004. Operations Research Applications and Algorithms. 4th ed. New York: Duxbury.

Zhang B, P Murali, MM Dessouki, D Belson. 2009. A mixed integer programming for allocating operating room capacity. Journal of the Operational Research Society 60:663-673.


(20)

PERENCANAAN STRATEGIK RUMAH SAKIT MELALUI ANALISIS

PENJADWALAN RUANG OPERASI

MUCHAMAD ENDRO PRASETYO

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(21)

14 5.2 Saran

Penelitian ini masih dapat dilanjutkan. Disarankan data permintaan operasi pasien rawat inap, pasien rawat jalan, dan pasien darurat diperoleh secara langsung dari rumah sakit. Dengan data yang didapatkan secara langsung dari rumah sakit, diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh rumah

sakit untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya yang ada. Seiring dengan peningkatan permintaan operasi pihak rumah sakit dapat memperkirakan kondisi optimal dari banyaknya ruang operasi, ahli bedah, dan jam kerja di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Azrul R, Azwar. 1996. Menuju Pelayanan

Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta: IDI.

Blake JT and Donald J. 2002. Mount Sinai Hospital uses integer programming to allocate operating room time. Interfaces 32(2):63-73.

Prasetijono PS. 2009. Rancangan Sistem Informasi Pemanfaatan Kamar Operasi (KO) Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang [tesis]. Semarang: Magister

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.

Winston WL. 2004. Operations Research Applications and Algorithms. 4th ed. New York: Duxbury.

Zhang B, P Murali, MM Dessouki, D Belson. 2009. A mixed integer programming for allocating operating room capacity. Journal of the Operational Research Society 60:663-673.


(22)

PERENCANAAN STRATEGIK RUMAH SAKIT MELALUI ANALISIS

PENJADWALAN RUANG OPERASI

MUCHAMAD ENDRO PRASETYO

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(23)

ABSTRACT

MUCHAMAD ENDRO PRASETYO. Hospital Strategic Plan by Analyzing the Schedule of Operating Rooms. Under supervision of TONI BAKHTIAR and FARIDA HANUM.

Hospitals usually have limited sources to serve surgery demands. These limitations are caused by some factors, such as the number of operating rooms, the number of surgeons, and duration of working time. Due to these limitations, an operation may either be postponed or cancelled. In this work we model the operating rooms scheduling problem in the framework of a mixed integer programming. The objective of the problem is to minimize the cost caused by postponed and cancelled operation, as well as the idle time of operating rooms. To solve the problem, some data on inpatient, outpatient, and emergency surgery demands, and number of operating rooms based on specialty are needed. We used LINGO 11.0 software to obtain the solution, i.e. the number of operating rooms used, as well as the number of postponed and cancelled operations both for inpatient and outpatient. The results of this work can be utilized by hospital management to evaluate its resources availability. In order to fulfill the increasing surgery demands, the hospitals can predict the optimal condition of the number of surgeons, duration of working time, and the number of available operating rooms in the future.


(24)

ii ABSTRAK

MUCHAMAD ENDRO PRASETYO.Perencanaan Strategik Rumah Sakit Melalui Analisis Penjadwalan Ruang Operasi. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan FARIDA HANUM.

Rumah sakit memiliki keterbatasan dalam melayani operasi yang diperlukan oleh pasien. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain banyaknya ruang operasi, banyaknya ahli bedah, dan jam kerja di rumah sakit. Dengan adanya keterbatasan tersebut maka operasi dapat ditunda atau dibatalkan. Penjadwalan operasi dapat dilakukan dengan menggunakan model matematika. Salah satu metode penjadwalan ruang operasi di rumah sakit adalah menggunakan mixed integer programming. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah memodelkan masalah penjadwalan ruang operasi dalam bentuk mixed integer programming dan menyelesaikan model tersebut untuk meminimumkan biaya yang disebabkan oleh adanya penundaan pelaksanaan operasi, pembatalan pelaksanaan operasi, dan kekurangan jam penggunaan ruang operasi. Masalah penjadwalan ini memerlukan data perkiraan permintaan operasi pasien rawat inap, rawat jalan, dan pasien darurat, dan banyaknya ruang operasi berdasarkan spesialisasi pengobatan. Penyelesaian dengan menggunakan software LINGO 11.0 memberikan beberapa informasi antara lain banyaknya penggunaan ruang operasi biasa dan darurat, penundaan operasi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan, dan banyaknya operasi pasien rawat inap dan rawat jalan yang dibatalkan. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh rumah sakit untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya yang ada. Seiring dengan peningkatan permintaan operasi pihak rumah sakit dapat memperkirakan kondisi optimal dari banyaknya ruang operasi, ahli bedah, dan jam kerja di masa yang akan datang.


(25)

iii

PERENCANAAN STRATEGIK RUMAH SAKIT MELALUI ANALISIS

PENJADWALAN RUANG OPERASI

MUCHAMAD ENDRO PRASETYO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(26)

iv

Judul Skripsi : Perencanaan Strategik Rumah Sakit Melalui Analisis

Penjadwalan Ruang Operasi

Nama

: Muchamad Endro Prasetyo

NIM

: G54070056

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc.

NIP. 19720627 199702 1 002

Pembimbing II

Dra. Farida Hanum, M.Si.

NIP. 19651019 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Matematika

Dr. Berlian Setiawaty, M.S.

NIP. 19650505 198903 2 004


(27)

v

PRAKATA

Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perencanaan Strategik Rumah Sakit Melalui Analisis Penjadwalan Ruang Operasi. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW.

Ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarya diberikan kepada:

1 Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. dan Dra. Farida Hanum, M.Si. selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah dengan sabar dan penuh perhatian memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyusun karya ilmiah ini,

2 Drs. Ali Kusnanto selaku pembimbing akademik, Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. selaku dosen penguji, dan seluruh dosen Departemen Matematika FMIPA IPB,

3 Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan dengan penuh kasih sayang,

4 Bapak Heru Karyanto dan Ibu Sisca selaku orang tua asuh penulis yang telah memberikan beasiswa kepada penulis dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai PerguruanTinggi (PT),

5 Ninik Widyawati dan Zavia Ananda Safitri selaku kakak dan adik penulis, serta seluruh keluarga besar di Lasem yang selalu memberikan motivasi dan doa,

6 Ida Nur’aini, Maya, Irwanto, Novi, Yayan, Sumisih, Muntamah, Betari, Mimin, Lilis, Mustofa, Yunda, Woro, Ria, Risa, dan Pipit sebagai saudara di HKRB 44 yang selalu memberikan motivasi dan doa,

7 seluruh kakak kelas di HKRB: mas Deva, mas Hanif, mas Agung, mbak Adis, mbak Dina, mas Haris, mbak Herlin, dan mbak Sri terima kasih atas nasihat dan motivasi selama mengerjakan karya ilmiah ini,

8 saudara-saudara di Wisma Dampo Awang: Mustofa, Irwanto, Yayan, mas Dodik, mas Diki, mas Deni, Puying, dan Hendri yang senantiasa menghibur dan memberikan motivasi,

9 Kamal, Vita, Sabti, Zizah, Ninggar, Harum, Angga, Yulifa, Candra, Mega, Tega, Nining, Arum, Kukuh, Fia, Nofita, dan seluruh adik-adik di HKRB lainnya yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis dalam menyusun karya tulis ini,

10 teman-teman Matematika 44 Ruhiyat, Anis, Nurul, Pepi, Fajar, Sri, Sari, Melon, Imam, Ima, Dora, Ayung, Rahma, Rofi, Ayum, Wahyu, Indin, Nurus, Deva, Puying, Ipul, Lukman, Yuli, Ririh, Yuyun, Istiti, Denda, Lugina, Yanti, Ali, Aswin, Aze, Eka, Fani, Kodok, Dela, Tyas, Pandi, Dian, Wenti, Nurul, Solih, Naim, Nadiroh, Dhika, Ikhsan, Aqil, Lilis, Abe, Diana, Yogi, Tendi, Tita, Lingga, Mariyam, Cita, Arina, Lina, Masay, dan Siska yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan karya tulis ini, 11 seluruh staf Departemen Matematika Bapak Yono, Ibu Susi, Mas Heri, Mas Deni, Bapak

Bono, dan Ibu Ade yang telah membantu penulis dalam administrasi dan sebagainya,

12 teman kelas B 24 TPB IPB 2007 dan matrikulasi MAT 17 2007 serta Seluruh teman-teman Asrama TPB IPB 2007-2008 yang telah memberikan inspirasi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini,

Penulis menyadari pada karya tulis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, September 2011


(28)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Rembang pada tanggal 8 September 1989, anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis merupakan putra dari Muchamad Muchson dan Sri Utami. Penulis menghabiskan masa sekolah TK dan SMA di Rembang. Lulus dari TK Aisyiah Lasem dilanjutkan di Madrasah Ibtidaiyyah Annashriyyah, kemudian dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Lasem. Setelah lulus dari sekolah lanjutan pertama, pendidikan dilanjutkan di SMA Negeri 1 Rembang. Penulis lulus dari sekolah lanjutan atas pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan tingkat tinggi di Departemen Matematika FMIPA IPB melalui jalur USMI pada tahun yang sama.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (DPM FMIPA) - Divisi pengawasan eksternal pada tahun kepengurusan 2008-2009. Penulis juga pernah aktif di Gugus Mahasiswa Matematika (Gumatika) - Divisi Forum Silaturahmi Civitas Matematika (FORSMAT). Selain itu penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB).


(1)

30 V62 2.700000 0.000000

V72 0.000000 11.80966 V82 0.000000 13.80966 V13 2.300000 0.000000 V23 0.000000 0.000000 V33 1.000000 0.000000 V43 0.000000 0.000000 V53 0.000000 0.000000 V63 0.000000 13.80966 V73 0.000000 12.80966 V83 0.000000 14.80966 V14 0.000000 0.000000 V24 0.000000 1.000000 V34 0.000000 0.000000 V44 0.000000 0.000000 V54 0.000000 0.000000 V64 0.000000 2.000000 V74 0.000000 13.80966 V84 0.000000 14.80966 V15 0.000000 1.000000 V25 1.000000 0.000000 V35 0.000000 1.000000 V45 0.000000 0.000000 V55 0.000000 1.000000 V65 1.700000 0.000000 V75 0.000000 14.80966 V85 0.000000 14.80966 Q1 1.389592 0.000000 Q2 1.229255 0.000000

Q3 1.157993 0.000000 Q4 1.353962 0.000000 Q5 1.514299 0.000000 Q6 1.046648 0.000000 Q7 0.000000 1.000000 Q8 0.000000 1.000000 X111 1.000000 -112.0000 X112 1.000000 -112.0000 X113 1.000000 -112.0000 X114 1.000000 -112.0000 X115 1.000000 -104.0000 X221 1.000000 -112.0000 X231 1.000000 -80.00000 X222 1.000000 -104.0000 X232 1.000000 -72.00000 X223 1.000000 -112.0000 X233 1.000000 -112.0000 X224 1.000000 -104.0000 X234 1.000000 -112.0000 X225 1.000000 -112.0000 X235 1.000000 -104.0000 X341 1.000000 -112.0000 X342 1.000000 -112.0000 X343 1.000000 -112.0000 X344 1.000000 -112.0000 X345 1.000000 -112.0000 X451 1.000000 -112.0000 X461 1.000000 -88.00000 X452 2.000000 -104.0000


(2)

31 X462 0.000000 -112.0000

X453 1.000000 -112.0000 X463 1.000000 -104.0000 X454 1.000000 -112.0000 X464 1.000000 -96.00000 X455 2.000000 -104.0000 X465 0.000000 -112.0000 X571 1.000000 -25.52274 X581 1.000000 -9.522738 X572 1.000000 -17.52274 X582 1.000000 -1.522738 X573 1.000000 -9.522738 X583 1.000000 6.477262 X574 1.000000 -1.522738 X584 1.000000 6.477262 X575 1.000000 6.477262 X585 0.000000 6.477262 Y11 0.1000000 0.000000 Y21 3.500000 0.000000 Y31 0.000000 4.000000 Y41 3.900000 0.000000 Y51 0.5000000 0.000000 Y61 0.000000 3.000000 Y71 0.000000 10.80966 Y81 0.000000 12.80966 Y12 0.7000000 0.000000 Y22 0.000000 1.000000 Y32 0.000000 5.000000 Y42 2.500000 0.000000

Y52 0.000000 1.000000 Y62 4.800000 0.000000 Y72 0.000000 11.80966 Y82 0.000000 13.80966 Y13 0.000000 0.000000 Y23 3.600000 0.000000 Y33 2.000000 0.000000 Y43 2.400000 0.000000 Y53 0.000000 0.000000 Y63 0.000000 1.000000 Y73 0.000000 12.80966 Y83 0.000000 14.80966 Y14 1.200000 0.000000 Y24 0.000000 1.000000 Y34 2.400000 0.000000 Y44 3.600000 0.000000 Y54 0.8000000 0.000000 Y64 0.000000 2.000000 Y74 0.000000 13.80966 Y84 0.000000 14.80966 Y15 0.000000 1.000000 Y25 2.400000 0.000000 Y35 0.000000 1.000000 Y45 2.700000 0.000000 Y55 0.000000 1.000000 Y65 2.900000 0.000000 Y75 0.000000 14.80966 Y85 0.000000 14.80966 B11 0.000000 13.80966


(3)

32 B21 0.000000 13.80966

B31 0.000000 9.809658 B41 0.000000 13.80966 B51 0.000000 13.80966 B61 0.000000 10.80966 B71 0.000000 4.000000 B81 0.000000 2.000000 B12 0.000000 13.80966 B22 0.000000 12.80966 B32 0.000000 8.809658 B42 0.000000 13.80966 B52 0.000000 12.80966 B62 0.000000 13.80966 B72 0.000000 3.000000 B82 0.000000 1.000000 B13 0.000000 13.80966 B23 0.000000 13.80966 B33 0.000000 13.80966 B43 0.000000 13.80966 B53 0.000000 13.80966 B63 0.000000 0.000000 B73 0.000000 2.000000 B83 5.300000 0.000000 B14 0.000000 13.80966 B24 0.000000 12.80966 B34 0.000000 13.80966 B44 0.000000 13.80966 B54 0.000000 13.80966 B64 0.000000 11.80966

B74 0.000000 1.000000 B84 0.6000000 0.000000 B15 0.000000 12.80966 B25 0.000000 13.80966 B35 0.000000 12.80966 B45 0.000000 13.80966 B55 0.000000 12.80966 B65 0.000000 13.80966 B75 3.600000 0.000000 B85 0.000000 0.000000 H 9.500000 0.000000 P1 0.000000 1.000000 P2 0.000000 1.000000 P3 0.000000 1.000000 P4 0.000000 1.000000 P5 0.000000 1.000000 P6 0.000000 1.000000 P7 2.780497 0.000000 P8 4.937975 0.000000 X211 0.000000 0.000000 X311 0.000000 0.000000 X411 0.000000 0.000000 X511 0.000000 0.000000 X121 0.000000 0.000000 X321 0.000000 0.000000 X421 0.000000 0.000000 X521 0.000000 0.000000 X131 0.000000 0.000000 X331 0.000000 0.000000


(4)

33 X431 0.000000 0.000000

X531 0.000000 0.000000 X141 0.000000 0.000000 X241 0.000000 0.000000 X441 0.000000 0.000000 X541 0.000000 0.000000 X151 0.000000 0.000000 X251 0.000000 0.000000 X351 0.000000 0.000000 X551 0.000000 0.000000 X161 0.000000 0.000000 X261 0.000000 0.000000 X361 0.000000 0.000000 X561 0.000000 0.000000 X171 0.000000 0.000000 X271 0.000000 0.000000 X371 0.000000 0.000000 X471 0.000000 0.000000 X181 0.000000 0.000000 X281 0.000000 0.000000 X381 0.000000 0.000000 X481 0.000000 0.000000 X212 0.000000 0.000000 X312 0.000000 0.000000 X412 0.000000 0.000000 X512 0.000000 0.000000 X122 0.000000 0.000000 X322 0.000000 0.000000 X422 0.000000 0.000000

X522 0.000000 0.000000 X132 0.000000 0.000000 X332 0.000000 0.000000 X432 0.000000 0.000000 X532 0.000000 0.000000 X142 0.000000 0.000000 X242 0.000000 0.000000 X442 0.000000 0.000000 X542 0.000000 0.000000 X152 0.000000 0.000000 X252 0.000000 0.000000 X352 0.000000 0.000000 X552 0.000000 0.000000 X162 0.000000 0.000000 X262 0.000000 0.000000 X362 0.000000 0.000000 X562 0.000000 0.000000 X172 0.000000 0.000000 X272 0.000000 0.000000 X372 0.000000 0.000000 X472 0.000000 0.000000 X182 0.000000 0.000000 X282 0.000000 0.000000 X382 0.000000 0.000000 X482 0.000000 0.000000 X213 0.000000 0.000000 X313 0.000000 0.000000 X413 0.000000 0.000000 X513 0.000000 0.000000


(5)

34 X123 0.000000 0.000000

X323 0.000000 0.000000 X423 0.000000 0.000000 X523 0.000000 0.000000 X133 0.000000 0.000000 X333 0.000000 0.000000 X433 0.000000 0.000000 X533 0.000000 0.000000 X143 0.000000 0.000000 X243 0.000000 0.000000 X443 0.000000 0.000000 X543 0.000000 0.000000 X153 0.000000 0.000000 X253 0.000000 0.000000 X353 0.000000 0.000000 X553 0.000000 0.000000 X163 0.000000 0.000000 X263 0.000000 0.000000 X363 0.000000 0.000000 X563 0.000000 0.000000 X173 0.000000 0.000000 X273 0.000000 0.000000 X373 0.000000 0.000000 X473 0.000000 0.000000 X183 0.000000 0.000000 X283 0.000000 0.000000 X383 0.000000 0.000000 X483 0.000000 0.000000 X214 0.000000 0.000000

X314 0.000000 0.000000 X414 0.000000 0.000000 X514 0.000000 0.000000 X124 0.000000 0.000000 X324 0.000000 0.000000 X424 0.000000 0.000000 X524 0.000000 0.000000 X134 0.000000 0.000000 X334 0.000000 0.000000 X434 0.000000 0.000000 X534 0.000000 0.000000 X144 0.000000 0.000000 X244 0.000000 0.000000 X444 0.000000 0.000000 X544 0.000000 0.000000 X154 0.000000 0.000000 X254 0.000000 0.000000 X354 0.000000 0.000000 X554 0.000000 0.000000 X164 0.000000 0.000000 X264 0.000000 0.000000 X364 0.000000 0.000000 X564 0.000000 0.000000 X174 0.000000 0.000000 X274 0.000000 0.000000 X374 0.000000 0.000000 X474 0.000000 0.000000 X184 0.000000 0.000000 X284 0.000000 0.000000


(6)

35 X384 0.000000 0.000000

X484 0.000000 0.000000 X215 0.000000 0.000000 X315 0.000000 0.000000 X415 0.000000 0.000000 X515 0.000000 0.000000 X125 0.000000 0.000000 X325 0.000000 0.000000 X425 0.000000 0.000000 X525 0.000000 0.000000 X135 0.000000 0.000000 X335 0.000000 0.000000 X435 0.000000 0.000000 X535 0.000000 0.000000 X145 0.000000 0.000000 X245 0.000000 0.000000 X445 0.000000 0.000000

X545 0.000000 0.000000 X155 0.000000 0.000000 X255 0.000000 0.000000 X355 0.000000 0.000000 X555 0.000000 0.000000 X165 0.000000 0.000000 X265 0.000000 0.000000 X365 0.000000 0.000000 X565 0.000000 0.000000 X175 0.000000 0.000000 X275 0.000000 0.000000 X375 0.000000 0.000000 X475 0.000000 0.000000 X185 0.000000 0.000000 X285 0.000000 0.000000 X385 0.000000 0.000000 X485 0.000000 0.000000