Tipe Agroforestry Berbasis Salak Berdasarkan StrukturKomponen Penyusun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tipe Agroforestry Berbasis Salak Berdasarkan StrukturKomponen Penyusun

Berdasarkan hasil pengamatan lapang, sistem agroforestry berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan ditinjau dari struktur atau komponen penyusunnya dapat diketahui bahwa sedikitnya terdapat 70 jenis komoditi yang merupakan komponen penyusun dalam sistem agroforestry berbasis salak di wilayah tersebut. Komponen penyusun sistem agroforestry berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat dikelompokkan kedalam komoditi tanaman buah-buahan, komoditi tanaman pangan, komoditi tanaman perkebunan dan industri, komoditi tanaman hutan, komoditi tanaman sayuran, rerumputan pakan ternak dan ikan kolam. Kelompok komoditi tersebut beserta jumlah dan persentase petani sampel pemelihara, luas lahan, populasi tanaman dan rataan populasi perhektarnya disajikan berturut-turut pada Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Sistem agroforestry berbasis salak yang diterapkan di lokasi penelitian ditinjau dari struktur atau komponen penyusunnya terdiri dari 3 tiga tipe yaitu, agrisilvikultural, agrosilvopastural, dan agroaquaforestry. Tipe agroforestry dapat dibedakan lagi kedalam beberapa subtipe berdasarkan kekhasan dan tata letak komponen penyusunnya. Seperti diketahui bahwa sistem agroforestry menurut Satjapradja 1981, Nair 1989a, Chundawat dan Gautam 1993 disamping sebagai asosiasi tanaman pohon dan non pohon yang tumbuh tertutup dalam satu kesatuan kehutanan dan agronomis juga sebagai suatu bentuk kombinasi komoditi biologis berdaur pendek dan berdaur panjang, baik ditanam secara serentak maupun berurutan di dalam dan atau di luar kawasan hutan. Keadaan tersebut secara keseluruhan terdapat di lokasi penelitian sebagaimana disajikan pada Tabel 10. Universitas Sumatera Utara Tabel 10. Subtipe agroforestry berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan, berdasarkan komponen penyusunnya, Tahun 2012. Tipe Agroforestry Berbasis Salak Subtipe Agroforestry Berbasis Salak Responden Jumlah Agrisilvikultural Kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan dan tanaman buah-buahan ASCkpb Kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan dan tanaman semusim ASCkpbs 10 10 33.33 33.34 Agrosilvopastural Kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, dan ternak ASPkpbt Kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, tanaman semusim, dan ternak ASPkpbst 3 3 10.00 10.00 Agroaquaforestry Kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, dan kolam AQFkpbi Kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, tanaman semusim, dan kolam AQFkpbsi 1 3 3.33 10.00 Jumlah 30 100.00 Subtipe agroforestry berbasis salak yang dominan ditemui di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah subtipe agrisilvikultural kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan 33.33, dan kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, dan tanaman semusim 33.34 seperti terlihat pada Tabel 10. Hal ini terjadi karena pada umumnya agroforestry terbentuk dari pembukaan sebagian lahan hutan untuk budidaya tanaman salak tanaman pertanianperkebunan dengan meninggalkan sebagian pepohonan. Ada juga petani yang mengintroduksikan pepohonan seperti Mahoni, Jati, dan Ingul ke sistem agroforestry berbasis salak. Universitas Sumatera Utara Setiap subtipe agroforestry berbasis salak yang ditemui di lokasi penelitian Tabel 10 memiliki karakteristik dasar yang merupakan ciri khas dan dapat membedakan satu subtipe dengan subtipe lainnya. Ciri khas tersebut terutama dapat dilihat dari kombinasi dan tata letak komponen penyusun serta lokasi diterapkannya sistem agroforestry berbasis salak tersebut. 1. Subtipe Agrisilvikultural Berbasis Salak Kombinasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan, dan Tanaman Buah-buahan ASCkpb Karakteristik dasar dari subtipe ASCkpb ini adalah kombinasi pohon kayu yang tumbuh secara alami dan atau dibudidayakan andulpak, bambu, beringin, jati, dan gamal dengan tanaman perkebunan dan industri karet, coklat, aren, cengkeh, kulit manis, kelapa, pinang, kapas, serta tanaman buah-buahan durian, duku, pisang, langsat, nenas, kedondong, alpukat, nangka, jambu, jeruk. Deskripsi singkat karakteristik dasar dari subtipe agrisilvikultural berbasis salak di Kabupaten Tapanuli Selatan diuraikan berikut ini secara skematis pada Gambar 3-14. Jarak dan barisan tanaman umumnya tidak beraturan dan lahan sela ditumbuhi semak belukar dan atau pohon muda sehingga menyerupai hutan. Tanaman salak berada diseluruh lahan dengan jarak tanam yang pada mulanya beraturan, tetapi karena sifat salak yang selalu rebah, maka jarak tanam tidak beraturan lagi mengikuti condong arah rebahnya. Penebangan tanaman salak yang jantan juga mempengaruhi jarak tanamnya. Tanaman perkebunan yang dominan dibudidayakan adalah tanaman karet yang umumnya sudah berproduksi, disamping tanaman coklat, cengkeh, kopi, dan kulit manis. Sedangkan tanaman aren merupakan tanaman yang tumbuh secara alami berdampingan dengan tanaman lainnya. Universitas Sumatera Utara . Keterangan : = salak = durian = langsat = aren = jengkol = gamal = kelapa = karet = pokat = jati = andulpak = petai = pisang = pinang = bambu Gambar 3. Skema subtipe agrisilvikultural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, dan tanaman buah-buahan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012 . Gambar 4. Subtipe Agrisilvikultural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, dan tanaman buah-buahan ASCkpb di Desa Padang Lancat, Kec.Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara Kapas, kelapa, jengkol, dan petai serta pinang yang biasanya sebagai pagar lahanbatas termasuk tanaman industri yang juga umum terdapat pada subtipe ASCkbp ini. Penanaman pohon jati dilakukan di lahan kosong dan sebagai pagar lahan. Budidaya pohon jati ini dilakukan secara tradisionil tanpa pemupukan dan jarak tanam yang tidak beraturan. Pada saat penelitian dilakukan pohon jati telah berumur 12 tahun. 2. Subtipe Agrisilvikultural Berbasis Salak Kombinasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan, Tanaman Buah-buahan dan Tanaman Semusim ASCkpbs Subtipe ASCkpbs memiliki karakteristik dasar kombinasi pohon kayu yang tumbuh secara alami andulpak, bambu, beringin, gumbot, dan terap, maupun yang dibudidayakan jati, gamal dengan tanaman perkebunan dan industri karet, aren, cengkeh, kulit manis, kelapa, pinang, dan dengan tanaman buah-buahan durian, duku, pisang, papaya, langsat, manggis, nenas, kedondong, alpukat, nangka, jambu, kapundung, jeruk, sawo serta tanaman semusim ubi kayu, labu jipang, cabai, rimbang, dan padi Gambar 5 dan Gambar 6. Subtipe ASCkpbs ini umumnya merupakan modifikasi dari subtipe ASCkpb yang musim-musim tertentu sebagian lahan sela yang ditumbuhi semak belukar dibuka untuk penanaman semusim. Pada awal musim hujan sebagian lahan sela tersebut dibuka untuk penanaman tanaman sayuran labu jipang, cabai rawit, ubi kayu, dan rimbang. Di sisi lahan terdapat persawahan yang ditanami padi dengan irigasi. Universitas Sumatera Utara . Keterangan : = salak = durian = langsat = aren = jengkol = gamal = kelapa = karet = pokat = jati = andulpak = petai = pisang = pinang = bambu = cabai = rimbang = ubi kayu = labu jipang = sawah Gambar 5. Skema subtipe agrisilvikultural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, dan tanaman semusim di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Gambar 6. Subtipe Agrisilvikultural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan dan tanaman semusim ASCkpbs di Desa Situmbaga Julu, Kec.Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara Tanaman pohon juga tumbuh secara tidak beraturan, baik jarak maupun barisan tanamannya. Keberadaan tanaman pohon ini pada awalnya tumbuh secara alami yang kemudian diperkaya dengan jenis tanaman lainnya sejalan dengan ketersediaan dan kecenderungan minat petani. Begitu juga dengan tanaman perkebunan dan buah-buahan yang tumbuh secara alami secara tidak beraturan aren, dan kapundung yang kemudian diperkaya dengan tanaman buah-buahan yang lain yang bernilai ekonomis seperti durian, pokat, dan langsat. 3. Subtipe Agrosilvopastural Berbasis Salak Kombinasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan, Tanaman Buah-buahan dan Rumput Pakan Ternak ASPkpbt Subtipe ASPkpbt ini memiliki karakteristik dasar kombinasi pohon kayu yang dibudidayakan mahoni dan gamal dengan tanaman perkebunan dan industri karet, coklat, kapas, pinang, dan tanaman buah-buahan durian, langsat, mangga, manggis, pisang, papaya, jambu, nangka, rambutan, dan nenas. Di lahan sela pepohonan terdapat rumput dan keladi sebagai pakan ternak Gambar 7 dan Gambar 8. Ayam, itik, dan angsa dibiarkan lepas memakan rumput dan mengkais- kais di lahan sela tersebut, sedangkan kambing diikat di lahan yang penuh rumput. Keberadaan vegetasi rumput dan keladi pada lahan sela atau di bawah tegakan pepohonan terjadi dengan sendirinya. Vegetasi rumput tumbuh karena lahan sela cukup lebar, tetapi sedikit sekali cahaya matahari yang dapat menembus tajuk pepohonan sehingga lahan sela dan lahan dibawah tegakan pohon hanya ditumbuhi rerumputan atau vegetasi tanaman lain yang resisten terhadap naungan. Universitas Sumatera Utara . Keterangan : = salak = durian = langsat = aren = jengkol = gamal = kelapa = karet = pokat = mahoni = andulpak = petai = pisang = pinang = bambu K = semak K = keladi √ = rumput pakan ternak Gambar 7. Skema subtipe agrosilvopastural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, dan rumput pakan ternak di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Gambar 8. Subtipe Agrosilvopastural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan dan rumput pakan ternak ASPkpbt di Desa Aek Tinjak, Kec.Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. K K K K √ K √√√√ √ K K √K√√ √√√√√√√√√√√√√√√√√√√√ Universitas Sumatera Utara 4. Subtipe Agrosilvopastural Berbasis Salak Kombinasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan, Tanaman Buah-buahan, Tanaman Semusim dan Rumput Pakan Ternak ASPkpbst Subtipe ASPkpbst ini memiliki karakteristik dasar kombinasi pohon kayu yang umumnya tumbuh secara alami andulpak, bambu, dara-dara, dadap, beringin, dan hatopul dengan tanaman perkebunan dan industri karet, kulit manis, kopi, aren, kelapa, pinang serta tanaman buah-buahan durian, langsat, alpukat, jeruk, jambu, pisang, rambutan, dan markisa. Di lahan sela pepohonan terdapat rumput pakan dan keladi, dan sebagian ditanami tanaman semusim andaliman, cabai, terung, ubi kayu, rimbang, dan labu jipang Gambar 9 dan Gambar 10. Subtipe ASPkpbst ini merupakan modifikasi dari subtipe ASPkpbt yaitu dengan membudidayakan tanaman semusim pada sebagian lahan sela yang selama ini digunakan untuk vegetasi rumput. Namun demikian vegetasi rumput di bawah tegakan pohon tetap dibiarkan tumbuh. Tipe agrosilvopastural umumnya banyak dijumpai di daerah subtropis dengan curah hujan rendah. Di daerah tropis basah, tipe agrosilvopastural umumnya terbentuk akibat adanya upaya pembudidayaan vegetasi rumput di bawah tegakan pohon atau di sebagian lahan, terutama bagian lahan yang curam atau pada bibir-bibir teras Lal, 1995; Siagian dkk, 1993 sehingga dapat mengurangi limpasan permukaan dan laju erosi. Umumnya rumput pakan ternak di daerah tropis basah toleran terhadap naungan. Vegetasi rumput dapat tumbuh dengan baik meskipun cahaya yang masuk hanya sekitar 20 Mc.Ilroy, 1977. Universitas Sumatera Utara Keterangan : = salak = durian = langsat = aren = jengkol = gamal = kelapa = karet = pokat = andulpak = petai = pisang = pinang = bambu = cabai = rimbang = ubi kayu = labu jipang = habo = dadap = rumput dan semak Gambar 9. Skema subtipe agrosilvopastural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, tanaman semusim, dan rumput pakan ternak di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Gambar10. Subtipe Agrosilvopastural berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, tanaman semusim dan rumput pakan ternak ASPkpbst di Desa Padang Natikko, Kec.Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara 5. Subtipe Agroaquaforestry Berbasis Salak Kombinasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan, Tanaman Buah-buahan, dengan Kolam Ikan AQFkpbi Subtipe AQFkpbi ini merupakan salah satu tipe agroaquaforestry yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan karakteristik dasar pembudidayaan ikan mas, mujair, dan ikan nila yang dikombinasi dengan pohon kayu terutama mahoni, gamal, bambu, dan dadap, tanaman perkebunan karet, kulit manis, coklat, kelapa, dan pinang, dan tanaman buah-buahan durian, nangka, dan pisang. Kolam ikan dibuat pada daerah yang datar atau di bawah lereng dengan menyalurkan air yang berasal dari anak sungai. Sebagai pagar dari kolam ditanami pinang atau kelapa Gambar 11 dan Gambar 12. Keterangan : = salak = durian = langsat = aren = jengkol = gamal = kelapa = karet = pokat = mahoni = andulpak = petai = pisang = pinang = bambu = dadap = kolam Gambar 11. Skema subtipe agroaquaforestry berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan dengan kolam ikan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara Gambar 12. Subtipe Agroaquaforestry berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, dengan kolam ikan AQFkpbi di Desa Sanggarudang Tobotan, Kec.Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. 6. Subtipe Agroaquaforestry Berbasis Salak Kombinasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan, Tanaman Buah-buahan, Tanaman Semusim dengan Kolam Ikan AQFkpbsi Subtipe AQFkpbsi ini memiliki karakteristik dasar pembudidayaan ikan mas, mujair, dan ikan nila yang dikombinasikan dengan pohon kayu andulpak, bambu, ingul, trembesi, dadap, dan gamal, tanaman perkebunan karet, aren, sawit, kelapa, cengkeh, kulit manis, pinang, coklat, dan kemiri, tanaman buah-buahan durian, kedondong, jambu, alpukat, langsat, mangga, kuini, dan lengkeng Gambar 13 dan Gambar 14. Subtipe AQFkpbsi ini sebenarnya merupakan pengembangan atau modifikasi dari subtipe AQFkpbi yaitu dengan membudidayakan tanaman semusim tomat dan padi pada sebagian lahan kolam yang dikeringkan. Kolam ikan dibuat pada daerah bawah dari lereng, atau daerah yang datar. Pemanfaatan air berasal dari sungai-sungai kecil di lokasi penelitian untuk pemeliharaan ikan kolam disamping dapat meningkatkan produktivitas lahan melalui penerapan tipe agroaquaforestry juga memberikan pengaruh yang baik terhadap konservasi air. Universitas Sumatera Utara Untuk itu petani dituntut agar tetap melestarikan sumber-sumber air tersebut dengan pemeliharaan hutan vegetasi di bagian atas dan di sekitar sumber air. Keterangan : = salak = durian = langsat = aren = jengkol = gamal = kelapa = karet = pokat = andulpak = petai = pisang = pinang = bambu = cabai = rimbang = ubi kayu = dadap = kolam Gambar 13. Skema subtipe agroaquaforestry berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, tanaman semusim dengan kolam ikan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Gambar 14. Subtipe Agroaquaforestry berbasis salak kombinasi pohon kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, tanaman semusim dengan kolam ikan AQFkpbsi di Desa Sibongbong, Kec.Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012. Universitas Sumatera Utara Hal ini sesuai dengan pendapat Chundawat dan Gautam 1993 dan Young 1997 yang menyatakan bahwa lahan-lahan cekungan di kawasan hutan dan di sekitar bantaran sungai hingga ke daerah pantai khususnya di India dan Kenya merupakan rawa-rawa yang ditumbuhi pohon rumbia atau nipah dan vegetasi aquatic lainnya. Lahan seperti ini dapat memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi bila dilakukan pemeliharaan ikan, udang atau kepiting pada perairan diantara pohon rumbia atau nipah yang telah dibersihkan dari vegetasi rumput atau semak yang tumbuh di sekitarnya. Bentuk pemanfaatan lahan seperti ini dikenal dengan sistem agroaquaforestry. Kondisi lahan di lokasi penelitian umumnya bergelombang sampai bergunung sehingga tidak dijumpai sistem agroforestry berbasis salak di daerah ini yang berada pada lahan datar dengan kelerengan kurang 3. Terdapat 20 petani sampel yang memiliki lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 25, dan sekitar 20 petani menjalankan sistem agroforestrynya pada lahan dengan kemiringan lereng lebih 20. Sekitar 20 juga petani sampel yang membuka hutan untuk agroforestry berbasis salak tersebut pada lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 65 Lampiran 7. Berdasarkan kondisi kelerengan ini, maka penerapan sistem agroforestry berbasis salak di lokasi penelitian telah sesuai dengan kondisi wilayah. Dengan demikian lahan yang memiliki potensi terdegradasi cukup tinggi ini dapat tetap berproduksi secara optimal sekaligus dapat menjamin sumberdaya lahan dan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cohon dan Gautam 1993 dan Lal 1995 yang menyatakan bahwa diperlukan pengelolaan lahan yang komprehensif dan bijaksana agar lahan dapat berproduksi optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan Universitas Sumatera Utara lahan miring menggunakan teknik agroforestry sangat dianjurkan jika teknik mekanis terassering tidak dapat diterapkan karena faktor pembatas seperti solum tanah yang dangkal atau struktur tanah yang gembur. Penerapan sistem agroforestry di daerah perbukitan Desa Nanggela Kecamatan Japang Tengah Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 700 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lereng 20-30 telah diterapkan oleh Kelompok Tani Sadagori Siagian dkk, 1993. Menurut Siagian dkk. 1993 bahwa penerapan sistem agroforestry terutama tipe agrosilvopastural pada lahan miring seluas 25 hektar tersebut memiliki banyak keuntungan dibandingkan pembuatan teras diantaranya : a tenaga dan waktu tidak banyak diperlukan, b seluruh areal dapat ditanami sehingga areal yang dapat menghasilkan menjadi lebih luas, c dapat diterapkan di daerah berlereng curam dengan solum dangkal yang tidak direkomendasikan untuk dibuat teras, dan d penurunan produksi yang terjadi pada tahun I sampai ke III pada sistem teras tidak terjadi pada tipe agrosilvopastural. Untuk pembuatan teras pada lahan seluas satu hektar, khususnya teras bangku, diperlukan tambahan tenaga kerja sekitar 700 HOK.

B. Tingkat Penghasilan Petani Agroforestry Berbasis Salak di Kabupaten Tapanuli Selatan