Dari definisi-definisi tersebut diatas, Nair 1989a dan juga Chundawat dan Gautam 1993 membatasi agroforestry dengan kriteria sebagai berikut : a dalam
bentuk yang normal, agroforestry terdiri dari dua atau lebih spesies tanaman danatau hewan, b agroforestry selalu memiliki dua atau lebih produk, c siklus
dari sistem agroforestry selalu lebih dari satu tahun, dan d sistem agroforestry lebih komplek daripada sistem monokultur dengan sekaligus memenuhi
keuntungan secara ekologis struktur dan fungsinya dan keuntungan secara ekonomis.
B. Sistem Agroforestry Berbasis Salak
Penelitian di Kabupaten Malang, Jawa Timur menunjukkan bahwa tanaman salak pada umumnya diusahakan di lahan pekarangan secara sambilan. Estimasi
tentang persentase luas pengusahaan salak berdasarkan sistem pengusahaannya disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Estimasi persentase usahatani tanaman salak berdasarkan sistem
pengusahaannya Sistem Pertanian
luasan
1. 2.
3. Salak diusahakan pada lahan pekarangan dan ruang publik
Salak diusahakan pada lahan penghijauan, tegalan dan tumpangsari dengan tanaman pangan
Salak diusahakan pada lahan tegalan secara monokultur 40 – 50
30 ± 5
Sumber: Soemarno et al, 2000. Sistem Usahatani tanaman salak di lahan tegalan dan pekarangan penduduk
tidak mendapatkan perawatan secara memadai, pemupukan dilakukan ala kadarnya, pemangkasan tajuk tidak dilakukan Soemarno et al, 2000. Deskripsi ringkas
sistem usahatani salak yang dilakukan oleh petani disajikan dalam Tabel 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Deskripsi sistem usahatani salak yang dilakukan petani Kondisi aktual
1. Rata-rata jumlah pohon 15 -50 pohon
2. Lahan yang digunakan Lahan pekarangan, tegalan, HRKR
3. Jarak tanam Tidak beraturan
4. Sistim penanaman Sebagian besar berasal dari bibit
grafting dan okulasi 5. Jenis Salak yang banyak diusahakan Suwaru dan Lokal
6. Pemangkasan Umumnya dilakukan pada
waktu tanaman umur 1-3 tahun 7. Pemupukan
Umumnya dilakukan pada waktu tanaman umur 1-2 tahun
8.Pemberantasan hama dan penyakit Jarang dilakukan
Sumber: Soemarno et al, 2000. Ketersediaan sarana produksi untuk pengembangan salak yang terpenting
adalah bibit yang kualitasnya baik. Potensi bibit salak di Jawa Timur masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan permintaan pasar. Market share petani dari harga
beli konsumen hanya sebesar lebih kurang 45 Tabel 3. Tabel 3.
Pemasaran salak dari Kabupaten Malang ke luar wilayah Kabupaten Aktivitas
Nilai Pangsa
Rpkg buah 1. Petani
Harga jual di tingkat lahan 1.200
24.00 2. Tengkulak desa
Harga beli Harga jual ke pengumpul
Keuntungan 1.200
2.000 800
16.00 2. Pedagang pengumpul
a. Harga beli dari tengkulak 2.000
b. Biaya 1.000
20.00 c. Harga jual
5.000 100.00
d. Keuntungan 2.000
40.00 Sumber: Soemarno et al, 2000.
Dalam rangka penyediaan bibit salak, peranan masyarakat dalam usahatani pembibitan salak dipandang perlu dilibatkan, karena usahataninya cukup
efisien dan meningkatkan pendapatan petani. Penguasaan agroteknologi salak oleh
Universitas Sumatera Utara
penduduk pada umumnya sudah menguasai syarat minimal, akan tetapi untuk menuju kepada usahatani yang lebih intensif masih diperlukan tambahan informasi
teknologi inovatif. Teknologi bibit dan pembibitan, penanaman bibit dan perawatan tanaman, serta fungsi pascapanen sederhana telah dikuasai penduduk Soemarno et
al, 2000. Keadaan sosio teknologi budidaya salak disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Keadaan sosio-teknologi budidaya salak di wilayah Kabupaten Malang
Malang: Pekarangan
Kebun rakyat I. Bibit dan Pembibitan
a. Asal bibit - Sendiri
75.0 35
- Membeli 25.0
65 b. Cara Pembibitan : Biji
75.0 65.0
- Sambungan 0.0
0.0 - Okulasi
0.0 0.0
- Cangkok 25.0
35.0 c. Jarak Tanam; m
- Tak teratur 5 x 5
- - Teratur
10 x 10 12 x 12
d. Sistim Penanaman - Tumpangsari
100 75
- Monokultur -
25 II. Pemeliharaan
a. PemangkasanBenalu 60.00
40.75 b. Pemupukan
11.00 55.00
c. Pemberantasan hama penyakit 5.00
45.00 d. Penyiangan
40.00 75.00
III. Jumlah rata-rata 15-50 pohon
500 pohon setiap orang
Sumber: Soemarno et al, 2000. Berdasarkan estimasi cash flow selama 20 tahun diperoleh informasi bahwa
tanaman salak baru mendatangkan keuntungan setelah umur 5-6 tahun. Sedangkan apabila modalnya berasal dari kredit akan dapat terlunasi pada tahun ke-8-10.
Besarnya keuntungan Salak pada discount rate 22 persen per tahun dengan Net Present Value NPV sekitar Rp.4.000.000,- sedangkan besarnya Internal Rate of
Return IRR sekitar 32.5 persen. Dengan informasi ini dapat disimpulkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
secara finansial usahatani salak sangat menguntungkan Soemarno et al, 2000. Analisis keuntungan usahatani salak disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis keuntungan usahatani kebun salak untuk setiap hektar pertanaman salak
Keterangan Keadaan
1. Umur mulai berproduksi 4 tahun
2. Umur impas permodalan 8-10 tahun
3. Net Present Value NPV dengan DF = 22
Rp. 4.000.000 4. Internal Rate of Return IRR
32.00 5. Nilai Break Event Point BEP
a. Produksi 50 tandan pohon th
b. Harga Rp. 20-25 buah
Sumber: Soemarno et al, 2000. C. Klasifikasi Sistem Agroforestry
Keragaman sistem agroforestry dapat dikelompokkan kedalam empat dasar utama Nair, 1989b; Chundawat dan Gautam, 1993 yaitu 1 berdasarkan
strukturnya structural basis yang berarti penggolongan sistem agroforestry dilihat dari komposisi komponen penyusunnya tanaman pertanian, hutan, pakan danatau
ternak; 2 berdasarkan fungsinya functional basis, penggolongan sistem agroforestry ditinjau dari fungsinya seperti fungsi produksi dan fungsi proteksi atau
perlindungan; 3 berdasarkan sosial ekonominya socioeconomic basis yang ditinjau dari segi tingkat pengelolaan dan tujuan komersialnya, serta 4
berdasarkan ekologisnya ecological basis yang didasarkan pada kondisi ekologis tempat atau lokasi sistem agroforestry diterapkan atau ditemukan.
Berdasarkan strukturnya, sistem agroforestry dibedakan atas beberapa tipe Nair, 1989b; Chundawat dan Gautam, 1993; Lal, 1995 : 1 Agrisilvicultural
yaitu sistem agroforestry yang mengkombinasikan tanaman pohon hutan dengan
Universitas Sumatera Utara
tanaman pertanian. Alley cropping, kebun pepohonan multispesies, tanaman pagar, pohon penahan angin dan sejenisnya termasuk kedalam tipe agrisilvicultural; 2
Silvopastural yaitu sistem agroforestry yang mengkombinasikan tanaman pakan dan atau ternak dengan tanaman pohon hutan. Tanaman pohon yang digunakan
terutama yang dapat menjadi sumber pakan ternak seperti tanaman leguminosa dan pohon buah-buahan; dan 3 Agrosilvopastural atau sistem campuran yaitu sistem
agroforestry yang mengkombinasikan sekaligus tanaman pohon hutan, tanaman pertanian, dan tanaman pakan danatau ternak.
Chundawat dan Gautam 1993 melengkapi tipe agroforestry berdasarkan strukturnya : 1 Apicultural yaitu kombinasi budidaya tanaman pohon dengan
pemeliharaan lebah madu, dan 2 Aquaforestry atau Agroaquaforestry yaitu sistem agroforestry yang mengkombinasikan pemeliharaan ikan dengan tanaman pohon
hutan dan tanaman pertanian. Interaksi antara sistem hutan, pertanian dan kolam ikan merupakan bentuk yang lazim ditemui, selain penanaman pohon bernilai
ekonomis yang mampu tumbuh dalam kondisi tergenang dalam rawa atau gambut termasuk ke dalam tipe aquaforestry.
Berdasarkan fungsinya, sistem agroforestry dapat dibedakan menjadi : 1 fungsi produksi yaitu sistem agroforestry yang lebih ditujukan untuk mendapatkan
hasil produksi bahan pangan, pakan, bahan bakar kayu, serat, kayu dan lain-lain; dan 2 fungsi proteksi yaitu sistem agroforestry yang lebih ditujukan untuk
perlidungan atau pencegahan dari kerusakan sumberdaya lingkungan dan sekaligus pemeliharaan sistem produksi seperti tanaman pagar, pematah angin, kebakaran,
konservasi tanah dan air, penguat bantaran sungai Nair, 1989b; Chundawat dan Gautam, 1993.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan sosial ekonomis, sistem agroforestry dibedakan atas : 1 tujuan komersial yaitu pengelolaannya dimaksudkan terutama untuk menghasilkan
produk bernilai ekonomis tinggi melebihi sistem monokultur; 2 Subsistence yaitu sistem agroforestry yang dikelola tanpa mempertimbangkan input dan output,
berbasis tenaga keluarga dan umumnya merupakan dampak dari sistem perladangan berpindah; dan 3 Intermediate yaitu sistem agroforestry yang
memiliki sifat diantara komersil dan subsisten dengan tingkat pengelolaan dan pencapaian produksi yang medium dan tetap mempertimbangkan input meski pada
tingkat yang tidak maksimal Nair, 1989b; Chundawat dan Gautam, 1993. Berdasarkan ekologisnya, sistem agroforestry dapat dibedakan kedalam tiga
kategori yaitu sistem agroforestry pada dataran rendah humid dan subhumid, pada daerah arid dan semi arid serta pada dataran tinggi Nair, 1989b; Chundawat dan
Gautam, 1993. Di Indonesia khususnya di Sumatera, sistem agroforestry banyak dijumpai pada daerah dataran tinggi atau lereng-lereng bukit yang umumnya
terbentuk akibat konversi penggunaan lahan hutan menjadi lahan budidaya Michon, Mary dan Bompard, 1989.
D. Keuntungan dan Kelemahan Sistem Agroforestry 1. Keuntungan Sistem Agroforestry