Perumusan Masalah Hipotesis Manfaat Penelitian Kerangka Konsep Pengetahuan Knowledge

1.2. Perumusan Masalah

1. Pemberantasan cacing dengan cara pengobatan belum memadai. 2. Keadaan infeksi cacing yang tetap tinggi dari tahun ketahun disebabkan oleh adanya infeksi yang berulang-ulang. Reinfeksi STH dapat terjadi bila pencemaran tanah oleh telur terus-menerus berlangsung. Tanah di sekitar rumah merupakan salah satu sumber infeksi cacingan bagi anak-anak karena tanah sering dimanfaatkan sebagai tempat bermain. 3. Kebersihan pribadi dan lingkungan, adalah merupakan faktor yang penting untuk pencegahan cacingan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pencemaran tanah oleh telur cacing dan perilaku anak usia SD dengan infeksi STH di Kelurahan Tembung.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui intensitas infeksi STH pada anak usia SD di Kelurahan Tembung. 2. Untuk mengetahui proporsi pencemaran tanah oleh telur STH di Kelurahan Tembung. 3. Untuk mengetahui perilaku anak usia SD yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi STH di Kelurahan Tembung. Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pencemaran tanah oleh telur cacing dengan infeksi STH di Kelurahan Tembung. 2. Ada hubungan antara perilaku anak usia SD dengan infeksi STH di Kelurahan Tembung.

1.5. Manfaat Penelitian

Diperolehnya gambaran yang jelas tentang pola hubungan antara pencemaran tanah oleh telur cacing dengan perilaku anak pada infeksi STH untuk penataan program pemberantasan cacingan.

1.6. Kerangka Konsep

Pencemaran tanah oleh telur STH Infeksi STH pada Anak usia SD Status gizi Sosial ekonomi Higienesanitasi Perilaku Anak Usia SD Keterangan : ___________ diamati pada penelitian ----------------- sebagai data pendukung Gambar 1.1. Kerangka Konsep Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Soil Transmitted Helminths

Soil – Transmitted Helmints STH adalah cacing yang untuk menyelesaikan siklus hidupnya perlu hidup di tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk yang infektif bagi manusia. Prevalensi Soil Transmitted Helminths yang paling banyak di Indonesia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan cacing tambang Gandahusada et al, 1998; Margono, 2003.

2.1.1. Morfologi dan Daur Hidup

2.1.1.1. Ascaris lumbricoides

Cacing jantan berukuran 10 – 30 cm, sedangkan yang betina 22 – 35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat berelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju laring, sehingga menimbulkan rangsangan pada laring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan. Ascaris lumbricoides dapat hidup 12 – 18 bulan Brown, 1979; Ganda Husada, 1998. Gambar 2.1. Daur Hidup Ascaris lumbricoides Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008

2.1.1.2. Trichuris trichiura

Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior halus seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3 5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk kedalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000 – 10.000 butir. Telur berukuran 50 – 54 x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning- kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 minggu di tanah. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung yaitu bila secara kebetulan hospes menelan telur matang, larva keluar melalui dinding telur dan masuk kedalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak melalui siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30 – 90 hari Gandahusda, et al, 1998. Trichuris trichiura dapat hidup bertahun-tahun, kira-kira 5 – 14 tahun Brown, 1979; Markell, et al, 1999. Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 Gambar 2.2. Daur Hidup Trichuris trichiura 2.1.1.3.Cacing Tambang Cacing dewasa hidup dirongga usus halus, dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina N. americanus tiap hari mengeluarkan telur kira- kira 9000 butir, sedangkan A. duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih dari 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 A. duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Pada mulut N. americanus terdapat kitin, sedangkan pada mulut A. duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks. Telur yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis, di dalamnya terdapat beberapa sel. Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1 – 1,5 hari keluarlah larva rhabditiform yang berukuran kira-kira 250 mikron. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rhabditiform tumbuh menjadi larva filariform yang berukuran kira-kira 600 mikron dan dapat hidup selama 7 – 8 minggu di tanah. Larva filariform akan menembus kulit dan ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Larva menembus alveoli dan masuk ke bronkus lalu ke trakea dan laring dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi A. duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform. Cacing tambang dapat hidup 1 – 14 tahun Zaman, 1988. Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 Gambar 2.3. Daur Hidup Cacing Tambang

2.1.2. Aspek Klinis

Larva Ascaris lumbricoides di paru-paru dapat menyebabkan gejala-gejala: batuk, sesak, demam, pada roentgen foto terlihat bayangan infiltrat yang setiap hari berubah dan akan bersih setelah 1 – 2 minggu. Sedangkan cacing dewasanya menyebabkan gangguan usus yang ringan. Pada infeksi berat terutama pada anak dapat menyebabkan malabsorbsi, dan juga dapat terjadi penggumpalan cacing dalam Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 usus sehingga terjadi ileus. Dapat juga terjadi ectopic infection, cacing dewasa mengembara ke organ lain misalnya appendiks dan saluran empedu. Pada trikuriasis ringan gejala-gejala yang muncul seperti mual atau diare. Pada infeksi berat dapat menimbulkan sindrom disentri bahkan dapat menyebabkan prolapsus rectiani. Infeksi oleh cacing tambang pada saat larva filariform menembus kulit menyebabkan terjadinya perubahan pada kulit yang disebut “ground itch” sedangkan cacing dewasa menyebabkan terjadinya anemi defisiensi besi.

2.1.3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur, larva atau cacing dewasa dalam tinja.

2.1.4. Epidemiologi

Infeksi STH tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang padat dan kumuh merupakan sasaran yang sangat mudah terkena infeksi. Pada umumnya frekwensi tertinggi infeksi Ascaris dan Trichuris pada anak umur 5 – 15 tahun. Cacing tambang frekwensi dan intensitas tinggi pada orang dewasa. Epidemiologi Soil Transmitted Helminths dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor parasit manusia dan lingkungan. Yang termasuk dalam faktor lingkungan faktor iklim, tanah, kelembaban dan faktor sosio ekonomi. Faktor Iklim Iklim tropis sangat sesuai untuk pertumbuhan telur dan larva cacing untuk mencapai tahap infektif. Suhu optimal untuk perkembangan telur-telur Ascaris Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 lumbricoides sekitar 25 °C - 30 °C. Telur Trichuris trichiura kira-kira 30 °C, telur Necator americanus 28 °C – 32 °C, sedangkan A.duodenale 23 °C – 25 °C. Sesuai dengan iklim, cacing tambang yang paling banyak di Indonesia adalah Necator americanus. Panas yang langsung, akan mematikan telur dan larva pada suhu 45 °C – 50 °C Faktor Tanah Tanah yang sesuai untuk pertumbuhan telur A. lumbricoides dan Trichuris trichiura adalah tanah liat. Untuk pertumbuhan larva cacing tambang diperlukan tanah berpasir. Diantara butir-butir tanah pasir ini larva dapat dengan leluasa mengambil O 2 . Faktor Kelembaban Kelembaban yang tinggi akan menunjang pertumbuhan telur dan larva. Telur Ascaris dan Trichuris dapat bertahan ditanah lembab bertahun-tahun Depary, 1994. Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura mempunyai sifat-sifat epidemiologi yang sama sehingga infeksi keduanya selalu bersamaan pada orang yang sama. Faktor Manusia Masih kurangnya perhatian tentang kebersihan lingkungan dan perorangan mempertinggi prevalensi infeksi cacing usus. Pembuangan tinja di halaman sekitar rumah akan memungkinkan telur dan larva berkembang terus menjadi bentuk infektif. Kebiasaan memakan sayuran yang tidak dimasak dan terkontaminasitercemar telur cacing yang matang, karena dipupuk dengan tinja juga menambah reinfeksi. Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 Pada anak-anak perilaku atau kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan memperbesar faktor penularan cacing usus terutama yang ditularkan melalui tanah. Selain itu kebiasaan tidak memakai alas kaki mempermudah terjadinya infeksi oleh cacing tambang.

2.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia. Perilaku merupakan bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Menurut Notoatmojo, Perilaku Kesehatan adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Menurut Becker 1979, perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya Notoatmojo, 2003.

2.2.1. Domain Perilaku

Secara teori perubahan perilaku atau seseorang mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap yaitu Pengetahuan Knowledge, Sikap Attitude dan Praktek Practice atau K A P.

a. Pengetahuan Knowledge

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui Helma Samad : Hubungan Infeksi Dengan Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung, 2009 USU Repository © 2008 pancaindera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behaviour. Penelitian Rogers 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: Awereness kesadaran, Ineterest, Evalution, Trial dan Adoption. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas Notoatmojo, 2003. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng long lasting. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama Notoatmojo, 2003. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.

b. Sikap attitude