Program Pembinaan Kerohanian HAMBATAN PEMBINAAN NARAPIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG

BAB III HAMBATAN PEMBINAAN NARAPIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A BINJAI Keberhasilan upaya pembinaan, pengayoman warga binaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan sangat tergantung kepada faktor-faktor pendukung lainnya, sementara yang diketahui saat ini adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai menghadapi permasalahan pokok, yaitu :

A. Program Pembinaan Kerohanian

1. Program pembinaan kerohanian Warga Binaan Pemasyarakatan yang belum dilaksanakan secara kontinyu. Pembinaan kerohanian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai masih dilaksanakan bila adanya pihak luar yaitu PIAI Pendidikan Intensif Agama Islam Kota Binjai yang melakukan kunjungan. Hal ini berarti masih belum dilakukan berdasarkan program yang ditentukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai. Didalam pelaksanaan pengayoman warga binaan ini di Lembaga Pemasyarakatan, pengayoman pemasyarakatan diberikan kepada warga binaan yang berorientasi pada masa depan yang cerah dapat diwujudkan, yaitu dengan cara: xlvii 1 Mempercepat kesadaran warga binaan. 2 Mempersiapkan kembali kemasyarakat. 3 Memberikan bekal untuk hidup bermasyarakat. 4 Adanya paradigma pengayoman melatar belakangi terjadinya konsep dasar tentang pemidanaan. Konsep klasik yang selama ini di terapkan adalah konsep retribusi, yang kemudian berubah menjadi konsep teleologis sehingga menimbulkan gabungan antara kedua konsep tersebut. Secara umum konsep ”menghukum” punishment to punishment berubah menjadi konsep ”membina” treatment philosophy. 116 84 Dalam pemberian pidana ada beberapa para sarjana yang memberikan pendapat mengenai tujuan pidana itu sendiri. Richard D. Schwartz dan Jerome H. Skolnick sanksi pidana dimaksudkan untuk : 1 Mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana to prevent recidivism. 2 Mencegah orang lain melakukan perbuatan yang sama seperti yang dilakukan si terpidana to deter other from the peformance of similar acts. 3 Menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-motif balas to provide a channel for the expression of realiatory motives. 117 Selanjutnya Emile Durkheim mengatakan mengenai fungsi dari pidana adalah untuk menciptakan kemungkinan bagi pelepasan emosi-emosi yang ditimbulkan atau diguncangkan oleh adanya kejahatan the function of punishment is to create a possibility for the release of emotion that are aroused by the time. 118 Roger Hood berpendapat bahwa sasaran pidana disamping untuk mencegah terpidana atau pembuat potensial melakukan tindak pidana, yaitu : 1 Memperkuat kembali nilai-nilai sosial reinforcing social values. 116 Tongat, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2002, hlm. 53. 117 Muladi, Op-Cit., hlm. 20. 118 Ibid., hlm. 22. xlviii 2 Menenteramkan rasa takut masyarakat terhadap kejahatan allaying public fear of crime. 119 Peter Hoefnagels mengemukakan tujuan pidana adalah : 1 Penyelesaian konflik conflict resolution, 2 Mempengaruhi para pelanggar dan orang-orang lain ke arah perbuatan yang kurang lebih sesuai dengan hukum influencing offenders and possibly other than offenders toward more or less law-conforming behavior. 120 2. Program pembinaan kerohanian Warga Binaan Pemasyarakatan belum adanya kesadaran bagi narapidana. Persoalan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai dalam hal pembinaan mental rohani yaitu kurangnya kesadaran sebagai manusia yang selalu diliputi kesalahan dan harus bertobat. Hal ini dapat dilihat dengan kurangnya minat untuk memberdayakan pemateri yang khusus didatangkan dari luar lembaga untuk memberikan pengajaran yang bersifat kerohanian. Kesadaran yang harus dimiliki tiap manusia adalah kesadaran agama tanpa adanya unsur paksaan dari siapapun. Kesadaran beragama adalah kesadaran manusia untuk tetap percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta. Membina narapidana sangat diperlukan agar kesadaran narapidana mengarahkannya untuk menjauhkan dirinya dari tindakan yang tidak terpuji, atau tindakan yang melanggar hukum. 121 3. Program pembinaan kerohanian Warga Binaan Pemasyarakatan belum memiliki sarana yang mencukupi. Setiap Warga Binaan Pemasyarakatan berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Ibadah tersebut dapat dilaksanakan di dalam Lapas ataupun diluar lapas sesuai dengan program pembinaan di Lembaga 119 Ibid., hlm. 21. 120 Muladi., Op-Cit., hlm. 1 121 Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta : Karya Uni Press, 1995, hlm. 273 xlix Pemasyarakatan Klas II A Binjai. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang syarat- syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak menyatakan setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan mendapatkan perawatan rohani dan jasmani. Perawatan rohani diberikan dalam bentuk bimbingan rohani dan pendidikan budi pekerti. Pada setiap Lapas wajib disediakan petugas untuk bimbingan rohani dan budi pekerti dan untuk keperluan itu Kalapas dapat menjalin kerjasama dengan instansi terkait, badan pemasyarakatan atau perorangan. Pembinaan rohani tidak akan berjalan bila sarana pendukung seperti tempat ibadah kurang memadai dengan jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai. Hal ini dapat dilihat di lapangan bahwa kondisi mesjid dan gereja kurang memadai.

B. Program Pembinaan Keterampilan dan Kegiatan Kerja

Dokumen yang terkait

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

7 100 143

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

5 92 134

Pembinaan Narapidana di Lembaga :Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 32 344

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 12

PENUTUP PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 6

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo).

0 0 91

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 1 90

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

0 0 40

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo) SKRIPSI

0 0 53