Keadaan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

a Sub Seksi Keamanan, mempunyai tugas untuk mengatur jadwal tugas pengamanan, melakukan pengawasan dan pengontrolan penggunaan perlengkapan keamanan, pembagian tugas pengamanan, dan memberikan penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai bawahan. b Sub Seksi Pelaporan dan Tata Tertib, bertugas untuk menerima laporan harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas, menyiapkan laporan berkala di Seksi Keamanan dan Tata Tertib, dan menilai pelaksanaan pekerjaan pegawai bawahan. 6 Kesatuan pengamanan lembaga pemasyarakatan Terdiri dari petugas-petugas pengamanan antara lain Rupam dan Ruport yang bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan dengan melakukan fungsinya dalam penjagaan dan pengawasan terhadap narapidanaanak didik, melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban, melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan dan pengeluaran narapidanaanak didik, melakukan pemeriksaan terhadap pelanggar keamanan, membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan, serta mengesahkan penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai bawahan.

5. Keadaan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai mempunyai kapasitas hunian sebanyak 400 empat ratus orang. Akantetapi jumlah hunian yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai pada bulan April 2009 adalah sebesar 788 vii tujuh ratus delapan puluh delapan orang. 58

B. Pola Pembinaan Narapidana

Kejahatan adalah suatu gejala atau suatu persoalan yang melekat dalam masyarakat, merupakan teori Frank Tannenbaum dalam preface buku “Horizons in Criminology” karya Barnes Teeters; “Crime is Eternal as Eternal as Society”. Manusia sesuai dengan kodratnya lahir dan hidup dalam kelompok-kelompok tipe dan corak organisasi kemanusiaan. 59 Dari hal di atas kelihatannya bahwa kejahatan sama sekali tidak dikehendaki oleh masyarakat, tetapi justru kejahatan itu selalu ada dan dilakukan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Dengan demikian maka agak sulit diterima bahwa kejahatan pasti dapat dihilangkan dan dilenyapkan secara tuntas dari muka bumi. Sejalan dengan keadaan yang demikian itu maka salah satu jalan yang ditempuh adalah berusaha untuk mencegah dan menekan timbulnya kejahatan, dan juga memperbaiki para penjahat agar bisa kembali sebagai warga masyarakat yang berguna dan dapat dituntut rasa tanggung jawabnya baik sebagai manusia pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Herbert L. Packer dalam bukunya “the units of the criminal sanction” menyebutkan bahwa sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama atau 58 Wawancara dengan Ibu Nurmawaty selaku Ka. Sub Bag. TU di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai pada tanggal 3 Maret 2009 59 Sifat-sifat manusia tidak selalu sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh tuntutan masyarakat, termasuk dalam hal ini perilaku manusia yang dinamakan dengan kejahatan. Oleh karena itulah kejahatan tidak dapat dihapuskan dari masyarakat, kecuali dalam pikiran utopistis sebenarnya tidak akan ada. viii terbaik dan suatu ketika merupakanpengancam yang utama dari kebebasan manusia itu sendiri. Sanksi pidana merupakan penjaminapabila dipergunakan secara hemat, cermat, dan manusiawi. Sementara sebaliknya, bisa merupakan ancaman jika digunakan secara sembarangan dan secara paksa. 60 Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Dengan adanya sistem pemasyarakatan akan menjadi suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat. 61 John Delaney mengatakan bahwa pengintegrasian kembali narapidana ke dalam masyarakat harus dilakukan lewat tahapan “self realisation process” yaitu satu proses yang memperhatikan dengan seksama pengalaman, nilai-nilai, pengharapan dan cita-cita narapidana, termasuk di dalamnya latar belakang budayanya, kelembagaannya dan kondisi masyarakat dari mana ia berasal. 62 David Rothman mengatakan bahwa rehabilitasi adalah kebohongan yang 60 Konsep Lembaga Pemasyarakatan pada level empirisnya, sesungguhnya, tak ada bedanya dengan penjara. Bahkan ada tudingan bahwa Lembaga Pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan. Sebab orang justru menjadi lebih jahat setelah menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan. Ini menjadi salah satu faktor dominan munculnya seseorang bekas narapidana melakukan kejahatan lagi, yang biasa disebut dengan residivis. 61 Sistem pemasyarakatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, serta tidak akan mengulangi tindak pidana sehingga diharapkan dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berpedan aktif dalam pembangunan, serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. 62 Bandingkan dengan pendapat Robert Martison yang telah mempelajari ratusan program reformasi selama jangka waktu dua dasawarsa mengambil kesimpulan bahwa penjara yang telah melakukan segala usaha untuk merehabilitasi penjahat tidak akan berhasil. ix diagung-agungkan. Pernyataan Rothman ini muncul setelah ia melihat kenyataan yang sebenarnya bahwa penjara mengasingkan penjahat dari cara hidup yang wajar sehingga la tidak siap untuk hidup di jalan yang benar setelah ia dibebaskan dari penjara. Juga kenyataan adanya kekerasan dalam penjara yang merendahkan martabat manusia di penjara. 63 Selain itu jenis keterampilan atau pekerjaan yang ada sangat terbatas dengan upah yang tidak memadai. Ironisnya, hampir seluruh tindak kejahatan yang ditangani oleh sistem peradilan pidana Indonesia selalu berakhir di penjara. Padahal penjara bukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah-masalah kejahatan, khususnya tindak kejahatan di mana “kerusakan” yang ditimbulkan oleh tindak kejahatan tersebut masih bisa di restorasi sehingga kondisi yang telah “rusak” dapat dikembalikan ke keadaan semula, di mana dalam keadilan restoratif mi dimungkinkan adanya penghilangan stigma dari individu pelaku. 64 Studi lapangan field study} yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran yang detil, mendalam dan memadai mengenai situasi program pembinaan ketrampilan kerjalatihan kerja yang sekarang ini berjalan di dalam dan luar lembaga, Mencari faktor signifikansi program tersebut untuk menjadi faktor penghalang seorang mantan penghuni penjara kembali ke dalam penjara. Dalam hal pembinaan dan perlakuan narapidana dapat dilakukan dengan indikator relevansi program dengan kemampuan survival bagi orang-orang yang telah dibebaskan dalam 63 Yang dimaksud Rothman adalah penjara telah mengasingkan penjahat dari cara hidup yang wajar melalui sikap para petugas penjara terhadap para terpidana yang selalu diiringi rasa was-was, mereka merasa setiap saat dalam keadaan bahaya karena mereka dikelilingi oleh penjahat yang dicurigai setiap saat memberontak. 64 Dalam menyikapi tindak kejahatan yang dianggap dapat di restorasi kembali, dikenal suatu paradigma penghukuman yang disebut sebagai restorative justice, di mana pelaku di dorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya kepada korban, keluarganya dan juga masyarakat. Berkaitan dengan kejahatan yang kerusakan masih bisa diperbaiki, pada dasarnya masyarakat menginginkan agar bagi pelaku diberikan “pelayanan” yang bersifat rehabilitatif. Masyarakat mengharapkan para pelaku kejahatan akan menjadi lebih baik dibanding sebelurn mereka masuk kedalam institusi penjara. x mencegah residivisme. 65 Sistem pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang baru berorientasi bottom up approach yaitu permbinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang berdasarkan kebutuhan belajar Warga Binaan Pemasyarakatan sesuai dengan hasil pre test sebelum dilakukan pembinaan. Pada pertengahan dilakukannya pembinaan, akan dilakukan mid test untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dan setelah pembinaan selesai dilakukan akan diberikan post test untuk mengevaluasi pembinaan yang diberikan. 66 Dalam melaksanakan pembinaan di lingkungan Lapas, RutanCabrutan dan Balai Bapas, terdapat faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian karena dapat berfungsi sebagai faktor pendukung dan dapat pula menjadi faktor penghambat. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain: 1 Pola dan tata letak bangunan Pola dan tata letak bangunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PL.01.01 Tahun 1985 tanggal 11 April 1985 tentang Pola Bangunan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara perlu diwujudkan, karena pola dan tata letak bangunan merupakan faktor yang penting guna mendukung pembinaan, sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. 67 2 Struktur organisasi 65 Kerangka berpikir yang dipergunakan untuk menganalisa berangkat dari pemikiran- pemikiran tersebut pada akhirnya memunculkan peacemaking criminology yang menawarkan suatu pilihan tentang bentuk penghukuman yang bersifat non-violence dilakukan diluar Lembaga Pemasyarakatan, melibatkan partisipasi aktif korban, bersatu untuk mengintegrasikan pelaku ke dalam masyarakat, melalui suatu mekanisme mediasi. 66 Ady Suyatno, Himpunan Perundang-undangan Tentang Pemasyarakatan, Jakarta : Dirjen Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2003, hlm. 20. 67 Lokasi Lembaga Pemasyarakatan Binjai terletak di Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 72 kota Binjai, dengan luas areal seluruhnya adalah 30.980,00 m2 yang terdiri dan bangunan seluas ± 10.755.20 m2. Perlu adanya perluasan bangunan untuk mengantisipasi over kapasitas narapidana yang kian meningkat tiap tahunnya. xi Mekanisme kerja, khususnya hubungan dan jalur-jalur perintah komando dan staf hendaknya mampu dilaksanakan secara berdaya guna agar pelaksanaan tugas di setiap unit kerja berjalan dengan lancar. Setiap petugas harus mengerti dan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya masing- masing. Namun demikian, disiplinpenerapan struktur organisasi hendaknya tidak menjadikan tugas-tugas menjadi lamban apabila sampai terlambat. Dengan perkataan lain struktur organisasi tidak boleh menjadi faktor penghambat, sehingga harus diperlakukan secara luwes, sepanjang tidak melanggar ketentuan yang ada. 3 Kepemimpinan Kalapas, KarutanKacabrutan dan Kabapas Kepemimpinan Kalapas, KarutanKacabrutan dan Kabapas akan mampu menjadi faktor pendukung apabila kepemimpinannya mampu mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan memantapkan disiplin, tanggung jawab dan kerjasama serta kegairahan bekerja. Demikian juga kemampuan profesional dan integritas moral Kalapas, Karutan Kacabrutan dan Kabapas, sangat dituntut agar kepemimpinannya dapat menjadi faktor pendukung sekaligus menjadi teladan. 4 Kualitas dan kuantitas petugas Kualitas petugas harus mampu menjawab tantangan-tantangan dan masalah- masalah yang selalu di lingkungan Lapas, RutanCabrutan dan Balai Bapas disamping penguasaan terhadap tugas-tugas rutin. Kekurangan dalam kualitasjumlah petugas hendaknya dapat diatasi dengan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang rapih, sehingga tidak menjadi factor penghambat atau bahkan menjadi ancaman bagi xii pembinaan dan keamananketertiban. Petugas pemasyarakatan dituntut untuk mengikuti asas-asas sistem pembinaan, yaitu: a Pengayoman adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat. b Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membeda- bedakan orang. c Pendidikan dan pembimbingan adalah penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila antaralain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah. d Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan tetap diperlakukan sebagai manusia. e Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan adalah bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada didalam Lembaga Pemasyarakatan untuk jangka waktu yang tertentu sehingga negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di Lembaga Pemasyarakatan, Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-hak yang lain seperti layaknya manusia. f Terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa meskipun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di Lembaga Pemasyarakatan tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 68 5 Manajemen Hal ini berkaitan erat dengan mutu kepemimpinan, struktur organisasi dan kemampuanketerampilan pengelolaan managerial skill dari pimpinan maupun staf sehingga pengelolaan administrasi di lingkungan Lapas, RutanCabrutan dan Balai Bapas dapat berjalan tertib dan lancar. Dalam kaitan ini perlu dikaji terus-menerus 68 Dwidja Priyatno, Materi Diklat, Jakarta : Departemen Hukum dan HAM, 2000, hlm. 10. xiii mengenai tipe manajemen pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia. 6 Sarana dan fasilitas pembinaan Kekurangan sarana dan fasilitas baik dalam jumlah maupun mutu telah menjadi penghambat pembinaan bahkan telah menjadi salah satu penyebab rawannya keamananketertiban. Adalah menjadi tugas dan kewajiban bagi Kalapas, Karutan Kacabrutan dan Kabapas untuk memelihara dan merawat semua saranafasilitas yang ada dan mendayagunakannya secara optimal. 7 Anggaran Sekalipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan seluruh program pembinaan, namun diusahakan memanfaatkan anggaran yang tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna. 8 Sumber daya alam Sebagai konsekwensi dari pelaksanaan konsep pemasyarakatan terbuka dan produktif, maka sumber daya alam merupakan salah satu faktor pendukung. Namun demikian, tanpa sumber daya alampun pembinaan tetap harus dapat berjalan dengan memanfaatkan sarana dan fasilitas-fasilitas yang ada. 9 Kualitas dan ragam program pembinaan Kualitas bentuk-bentuk program pembinaan tidak semata-mata ditentukan oleh anggaran ataupun sarana dan fasilitas yang tersedia. Diperlukan program- xiv program kreatif tetapi murah dan mudah serta memiliki dampak edukatif yang optimal bagi warga binaan pemasyarakatan. 10 Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan pemasyarakatan. 69 Sistem pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai mengikuti petunjuk yang berdasarkan Surat Edaran Nomor: KP.10.13331 tanggal 8 Februari 1995 berupa:

1. Pembinaan Mental Rohani

Dokumen yang terkait

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

7 100 143

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

5 92 134

Pembinaan Narapidana di Lembaga :Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 32 344

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 12

PENUTUP PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 6

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo).

0 0 91

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 1 90

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

0 0 40

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo) SKRIPSI

0 0 53