Pembinaan Mental Rohani Pelaksanaan Pembinaan Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Studi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai)

program kreatif tetapi murah dan mudah serta memiliki dampak edukatif yang optimal bagi warga binaan pemasyarakatan. 10 Masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan pemasyarakatan. 69 Sistem pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai mengikuti petunjuk yang berdasarkan Surat Edaran Nomor: KP.10.13331 tanggal 8 Februari 1995 berupa:

1. Pembinaan Mental Rohani

Pembinaan mental dan rohani bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan ini berupa kegiatan kerohanian Islam berupa pengajian, zikir, sholat berjamaah, ceramah, sholat Jumat, dan kegiatan intensif pendidikan Islam yang bekerjasama dengan PIAI Pendidikan Intensif Agama Islam Kota Binjai termasuk kegiatan peringatan hari besar keagamaan. Tabel 5 Rekapitulasi Pembinaan Mental Rohani Islam di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai Tahun 2009 69 Dalam hal ini para petugas dituntut untuk mampu mengenal masalah-masalah lain yang berkaitan dengan warga binaan pemasyarakatan agar dapat mengatasinya dengan tepat. Umumnya masalah itu berkisar pada: a Sikap acuh tak acuh keluarga narapidana, karena masih ada keluarqa napi yang bersangkutan tidak memperhatikan lagi nasib narapidana tersebut. b Partisipasi masyarakat yang masih perlu juga ditingkatkan karena masih didapati kenyataan sebahagian anggota masyarakat masih enggan menerima kembali bekas narapidana. c Kerjasama dengan instansi badan tertentu baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung masih perlu ditingkatkan juga, karena masih ada diantaranya yang belum terketuk hatinya untuk membina kerjasama. d Informasi dan pemberitaan-pemberitaan yang tidak seimbang, bahwa cenderung selalu mendiskreditkan Lapas, RutanCabrutan dan Balai Bapas sehingga dapat merusak citra pemasyarakatan di mata umum. e xv No. Jadwal Peserta Pemateri 1. 2. 3. 4. 5. Senin, Minggu Pertama Jumat, Minggu Pertama Senin, Minggu Ketiga Jumat, Minggu Ketiga Senin, Minggu Keempat 20 sd 30 orang PIAI Sumber data : Wawancara dengan narapidana pada April 2009 di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai Keberadaan mesjid di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai sangat membantu narapidana dalam membina mental rohaninya dengan kondisi mesjid yang masih memungkinkan untuk beribadah dengan adanya sajadah sebanyak 15 lima belas buah layak pakai dengan daya tampung 130 seratus tiga puluh orang. Pembinaan bagi narapidana Kristen disediakan gereja yang kondisinya kurang layak pakai, seperti: jendela rusak, dinding retak, genteng bocor, pintu rusak, kamar mandi tidak ada, kipas angin kurang jumlahnya. Tabel 6 Rekapitulasi Pembinaan Mental Rohani Kristen di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai Tahun 2009 Jadwal Peserta Pemateri 16 pertemuanbulan 40 sd 45 orang Minggu: 80 orang 1. GPDI Maranata Medan 2. GPI Binjai 3. Yayasan Pekabaran Injil Solided Gloria Medan 4. GEPKIM Binjai 5. HKBP Jl. Uskup Agung Medan 6. GBKP Batang Serangan Sumber data : Wawancara dengan narapidana pada Februari 2009 di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai Restorative justice adalah suatu proses dimana semua pihak yang terlibat xvi dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah bagaimana menangani akibatnya di masa yang akan datang. Dilihat dengan kaca mata restorative justice, tindak pidana adalah suatu pelanggaran terhadap manusia dan relasi antar manusia. Tindak pidana menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati. 70 Kesadaran yang muncul, keinginan untuk memulihkan, dan pelaksanaan pemulihan kerugian atau kerusakan diharapkan muncul karena kerelaan dari pelaku tindak pidana bukan dikarenakan adanya paksaan dari pihak lain, Di sisi lain, masyarakat juga mempunyai kewajiban terhadap korban dan pelaku tindak pidana dalam mengintegrasikan mereka kembali ke dalam masyarakat dan menjamin terbukaluasnya kesempatan bagi pelaku untuk dapat memperbaiki diri dan kembali aktif di dalam masyarakat. 71 Meskipun dalam Undang-undang tentang penghukuman dalam sistem peradilan Indonesia tidak diatur secara detail perihal perlakuan minimal yang diberikan oleh negara. Konsep sistem pemasyarakatan maupun peraturan-peraturan standar minimum bagi perlakuan terhadap narapidana menganut filosofi penghukuman yang diwarnai pendekatan rehabilitatif, yaitu pendekatan yang menganggap pelaku pelanggar hukum sebagai pesaldtan dan karenanya harus 70 Menurut pandangan restorative justice, pelaku adalah orang yang menjadi target atau sasaran kejahatan, anggota keluarganya, saksi mata, anggota keluarga pelaku, dan masyarakat secara umum. Tindak pidana memunculkan kewajiban dan liabilitas. Pelaku harus dibantu untuk sadar akan kerugian atau kerusakan yang timbul dan dibantu dalam menunaikan kewajibannya untuk secara maksimal memulihkan kerugian atau kerusakan yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya 71 Konsep sistem pemasyarakatan dalam instrumen Nasional tentang reaksi negara terhadap orang yang telah divonis melanggar hukum, yang diilhami oleh 10 sepuluh prinsip pemasyarakatan dari Sahardjo, memperlihatkan kecenderungan nilai dan pendekatan yang hampir sama dengan nilai dan pendekatan yang terdapat dalam instrumen internasional tentang perlakuan terhadap tahanan dan narapidana, sebagaimana termuat dalam Peraturan-peraturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa Bangsa bagi Perlakuan terhadap Narapidana, resolusi 663 C XXIV1957 dan resolusi 20761977. xvii disembuhkan. 72

2. Pembinaan Umum

Dokumen yang terkait

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

7 100 143

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Pola Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wanita Tanjung Gusta Medan

5 92 134

Pembinaan Narapidana di Lembaga :Pemasyarakatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,(Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

0 32 344

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 12

PENUTUP PELAKSANAAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLATEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 4 6

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo).

0 0 91

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 1 90

SISTEM PEMIDANAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB KABUPATEN TUBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

0 0 40

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BENTUK PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sidoarjo) SKRIPSI

0 0 53