Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

3 murid meniru gurunya, sebaliknya kalau guru berakhlak buruk ada kemungkinan anak didiknya juga berakhlak buruk. Hal ini diperkuat oleh tulisan Zakiah Darajat dalam bukunya Kepribadian Guru, beliau mengatakan: Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil tingkat sekolah dasar dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa tingkat menengah. 6 Dalam kitab Ihya Ulumu al-Din, al-Ghazali yang dikutip dan diterjamahkan oleh Zaenuddin, dkk Apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam segala hal, maka mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu. Maka mengajarkannya adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu. 7 Jadi mengajar dan mendidik adalah sangat mulia, karena cara naluri orang yang mulia itu dimuliakan dan dihormati oleh orang. Dengan kehormatan dan kemuliaan itu membawa konsekuensi logis bahwa pendidik lebih dari sekedar petugas gajian. Dia sebagai figur teladan yang mesti ditiru dan diharapkan dalam memperlakukan anak didiknya tidak seperti domba atau ternak yang perlu digembala. Anak didik sebagai manusia yang mudah dipengaruhi, yang sifat-sifatnya mesti dibentuk dan dituntun olehnya untuk mengenal peraturan moral yang dianut oleh masyarakat. Itulah sebabnya, seorang pendidik tak cukup hanya mengandalkan kepandaian atau pemilikan otoritas disiplin ilmu tertentu saja. Dia haruslah orang yang berbudi dan beriman sekaligus amalnya, yang perbuatannya sendiri dapat memberikan pengaruh jiwa anak didiknya. Jika hal ini dapat dimanifestasikan, maka rasa hormat dan tawadhu anak didik terhadap pendidik akan datang dengan mudah merasuk ke dalam otak anak didiknya, dan pada akhimya nanti anak didik pun akan menjadi manusia yang terhormat sekaligus dihormati. Disinilah 6 Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005, Cet. IV, h.9. 7 Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, Cet. I, h. 50 4 letak kemuliaan seorang guru atau pendidik sebagaimana yang diungkapkan secara tersirat oleh al-Ghazali tersebut. Dewasa ini sebagian sarjana pendidikan muslim apalagi non muslim lebih mengkonsentrasikan pada literatur-literatur karya Socrates, Plato, John Locke, Frobel dan sebagainya daripada mengenal tokoh-tokoh seperti al- Kindi, al-Farabi, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, al-Ghazali dan sarjana-sarjana muslim lainnya. Mukhtar Yahya pernah menyarankan pentingnya menggali buku-buku yang ditulis oleh para pakar pendidikan muslim pada abad pertengahan: ...akan kelihatanlah bahwa di dalam sejarah pendidikan Islam terdapat butir-butir pendidikan dan pengajaran yang menjadi suri teladan serta praktek-praktek pendidikan dan pengajaran yang patut dicontoh dalam usaha mendidik dan mengajar dalam abad modern ini, dan layak untuk diperjelas serta dikembangkan dan dimanfaatkan dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih tokoh pendidikan yaitu al-Ghazali. Al-Ghazali merupakan ulama yang memiliki banyak keistimewaan, terutama dalam teori pendidikan yang dimajukannya, yakni penyatuan kepentingan-kepentingan jasmani, akal dan rohani, ilmiah dan jiwa agama. Hampir di setiap kitab yang dihasilkannya selalu menyentuh aspek pendidikan. Dalam kitab Ihya Ulumu al-Din, al-Ghazali melukiskan betapa penting kepribadian bagi seorang pendidik, Seorang guru mengamalkan ilmunya lalu perkataannya jangan membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan kata hati, sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang mempunyai mata kepala lebih banyak. 8 Pernyataan al-Ghazali tersebut dapat diartikan bahwa aura perbuatan, perilaku, akhlak dan kepribadian seorang pendidik adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Karena kepribadian seorang guru akan diteladani dan dilihat oleh anak didiknya baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja. 8 Ibid., h. 54 5 Dari sejumlah pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru selain harus menguasai materi yang akan diajarkan sebagai modal profesionalnya sebagai pendidik. Seorang guru juga harus memiliki kepribadian serta akhlak yang baik, karena pendidik adalah panutan bagi anak didiknya, segala perilaku yang dilakukan pendidik akan ditiru baik secara langsung maupun tidak langsung oleh anak didiknya. Oleh karena itu seorang guru atau pendidik hendaknya memiliki kepribadian dan akhlak, karena akhlak guru menjadi titik tolak terpenting yang akan menjadi penentu apakah peserta didik akan menjadi baik sesuai norma yang berlaku atau menjadi buruk. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah para guru sudah memiliki kepribadian atau akhlak? karena hal itu berpengaruh kepada kompetensi dalam diri guru itu sendiri, yang tentunya akan berpengaruh terhadap proses belajar dan peserta didik yang dididiknya. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih lanjut akhlak-akhlak yang harus dimiliki guru, yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul Akhlak Guru Menurut al-Ghazali .

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, hanya akan dibahas tentang kriteria akhlak guru yang ideal menurut konsep Islam yaitu kepribadian guru dan akhlak guru kepada murid dalam pandangan al-Ghazali.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana pandangan al-Ghazali tentang akhlak guru?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui akhlak guru menurut al-Ghazali. 6 2. Manfaat Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, penulis memberikan beberapa manfaat yaitu: a. Hasil penelitian ini sedikit banyaknya dapat menambah kontribusi dalam ilmu pengetahuan khususnya di bidang pendidikan. b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para guru agar memiliki akhlak yang mulia sebagai modal awal dalam mendidik. c. Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh penulis berikutnya. 7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Akhlak

Pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yang berarti perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama. Secara Linguistik kebahasaan Kata akhlak merupakan isim Jamid atau ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut begitu adanya. Kata akhlaq adalah jama’ dari kata Khulqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya di dalam al- Qur’an maupun al-Hadits. 1 Dilihat dari segi terminologi akhlak terdapat definisi beberapa pakar yang diutarakan antara lain: a. Muhamad bin `Illaan ash-Shadiqy Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik dengan cara yang mudah tanpa dorongan dari orang lain. 2 b. Abdullah Dirroz Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar dalam hal akhlak yang baik atau pihak yang jahat dalam hal akhlak yang jahat 3 c. Ibrahim Anis Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik dan buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. 4 1 Moh. Ardani, akhlak – Tasawuf Jakarta: Karya Mulia, 2005, Cet. II, h. 25. 2 Mahjudin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, Cet. V , h. 3. 3 H. A. Musthofa, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, Cet. III, h. 14. 4 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo, 2003, Cet. V , h. 4.