Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) terhadap Tingkat Kestabilan Harga Jual Gabah di Desa Sekip, Kecamatan Lubukpakam, Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA

EKONOMI PEDESAAN (DPM-LUEP)TERHADAP TINKAT

KESTABILAN HARGA JUAL GABAH DI DESA SEKIP,

KEC. LUBUKPAKAM, KAB. DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH

WENNY KURNIA SARI

050304058

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA

EKONOMI PEDESAAN (DPM-LUEP)TERHADAP TINKAT

KESTABILAN HARGA JUAL GABAH DI DESA SEKIP,

KEC. LUBUKPAKAM, KAB. DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna

Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh

Wenny Kurnia Sari 050304058

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) terhadap Tingkat Kestabilan Harga Jual Gabah di Desa Sekip, Kecamatan Lubukpakam, Kabupaten Deli Serdang

Nama : Wenny Kurnia Sari NIM : 050304058

Deprtemen : Agribisnis Program Studi : Agribisnis

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Satia Negara Lubis MEc.) (Ir. Luhut Sihombing, MP ) NIP : 131 177 416 NIP : 132 005 055

Mengetahui,

Ketua Departemen Agibisnis

( Ir. Luhut Sihombing, MP) NIP : 132 005 055


(4)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... ... ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... ` vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori ... 15

Kerangka Pemikiran... 28

Hipotesis Penelitian ... 31

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ... 32

Metode Pengambilan Sampel ... 32

Metode Pengumpulan Data ... 33

Metode Analisis Data ... 34

Defenisi ... 37

Batasan Operasional... 38

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Deskripsi Daerah Penelitian ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN Kestabilan Harga Gabah Sebelum dan Selama Program DPM-LUEP ... 48

Pengaruh Fahtor Luas Lahan, Jumlah Tenaga Kerja, dan Keikutsertaan Petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan Terhadap Produksi Padi Sawah di Daerah Penelitian ... 65

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 73

Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(5)

ABSTRAK

WENNY KURNIA SARI : Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP) terhadap Tingkat Kestabilan Harga Jual Gabah di Desa Sekip, Kecamatan Lubukpakam Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis Mec. dan Ir. Luhut Sihombing, MP.

Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM – LUEP) belum banyak diteliti terutama di daerah penelitian. Untuk itu dilakukan penelitian guna mengetahui kestabilan harga jual gabah selama dan setelah program DPM – LUEP di daerah penellitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – September 2009 dengan menganalisis pergerakan harga jual gabah dari sebelum program DPM – LUEP (1998 sampai 2002) dan selama program DPM – LUEP ( 2003 sampai 2007 ) serta menganalisis pengaruh faktor produksi luas lahan, jumlah tenaga kerja, serta keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kestabilan harga jual gabah lebih

stabil selama program DPM – LUEP dibandingkan sebelum program DPM – LUEP yang ditunjukkan dengan pergerakan harga jual gabah yang terus

meningkat dari tahun ke tahun dan berda di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Faktor produksi luas lahan, jumlah tenaga kerja, serta keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian, tetapi secara parsial hanya faktor produksi luas lahan dan jumlah tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sei. Karang pada tanggal 27 Agustus 1988 dari ayah Haryanto, BA dan ibu Listriani. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Lubukpakam dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Agribisnis Departemen Agribisnis.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian sebagai bendahara umum dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Desa Parbuluan I, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi dari tanggal 16 Juni sampai 18 Juli 2009.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunioaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP) terhadap Tingkat Kestabilan Harga Jual Gabah di Desa Sekip, Kecamatan Lubukpakam Kabupaten Deli Serdang”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Mama Listriani dan Papa Haryanto, BA yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini, juga kepada adinda Rizky Tri Sanjaya serta kakanda Wisnu Tri Ari yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis Mec. dan Ir. Luhut Sihombing, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai ujian akhir. Khusus kepada Bapak Bambang selaku ketua kelompok tani di daerah penelitian dan pihak Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.


(8)

DAFTAR TABEL

Hal

Keadaan Tata Guna Tanah Desa Sekip Tahun 2007 ... ... 40

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2007 .. ... 41

Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2007 ... ... 42

Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Tahun 2007 ... ... 43

Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2007... 44

Karakterisitik Petani Sampel Desa Sekip Tahun 2009 ... 46

Perkembangan Harga Gabah GKP (Rp/kg) sebelum Program DPM-LUEP Tahun 1998 - 2002... 49

Perubahan Harga Gabah Tiap Bulan Sebelum Prgram DPM – LUEP... 52

Perkembangan Rata-rata Harga Gabah Sebelum Program DPM –LUEP... 55

Perbandingan Harga Gabah GKP (Rp/kg) Sebelum Program DPM-LUEP Tahun 1998 - 2002 ... ... 56

Perubahan Harga Gabah Tiap Bulan Selama Prgram DPM – LUEP ... ... 59

Perbandingan Harga Gabah GKP (Rp/kg) Sebelum Program DPM-LUEP Tahun 2003 - 2007... 61

Analisis Regresi Linear Berganda Penagruh Luas Lahan, Jumlah Tenaga Kerja, dan Keikutsertaan Petani pada LUEP di Daerah Penelitian ... ... 66


(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal Bagan teori pengaruh lembaga terhadap peningkatan produksi... 19 Bagan teori pengaruh lembaga terhadap peningkatan kestabilan harga.... 21 Gambar kurva permintaan dan penawaran gabah ... ... 25 Skema kerangka pemikiran ... 30 Grafik perkembangan harga gabah (GKP) sebelum program DPM-LUEP (1998 sampai 2002) ... ... 62 Grafik perkembangan harga gabah (GKP) selama program DPM-LUEP (2003 sampai 2007) ... ... 63


(10)

ABSTRAK

WENNY KURNIA SARI : Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP) terhadap Tingkat Kestabilan Harga Jual Gabah di Desa Sekip, Kecamatan Lubukpakam Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis Mec. dan Ir. Luhut Sihombing, MP.

Analisis Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM – LUEP) belum banyak diteliti terutama di daerah penelitian. Untuk itu dilakukan penelitian guna mengetahui kestabilan harga jual gabah selama dan setelah program DPM – LUEP di daerah penellitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – September 2009 dengan menganalisis pergerakan harga jual gabah dari sebelum program DPM – LUEP (1998 sampai 2002) dan selama program DPM – LUEP ( 2003 sampai 2007 ) serta menganalisis pengaruh faktor produksi luas lahan, jumlah tenaga kerja, serta keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kestabilan harga jual gabah lebih

stabil selama program DPM – LUEP dibandingkan sebelum program DPM – LUEP yang ditunjukkan dengan pergerakan harga jual gabah yang terus

meningkat dari tahun ke tahun dan berda di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Faktor produksi luas lahan, jumlah tenaga kerja, serta keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian, tetapi secara parsial hanya faktor produksi luas lahan dan jumlah tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian.


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar, sehingga ketersediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat harus selalu terjamin. Dengan terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat maka masyarakat akan memperoleh hidup yang tenang dan akan lebih mampu berperan dalam pembangunaan (Sunanda U ,2008).

Penyediaan pangan yang cukup, merata dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan suatu prioritas yang terpenting guna mewujudkan ketersedian pangan. Karena pada dasarnya beras adalah komoditas strategis dan merupakan pangan pokok bangsa Indonesia. Konsumsi beras setiap tahun selalu meningkat seiring dengan laju penambahan penduduk. Sudah banyak upaya untuk mengerem laju konsumsi beras dengan penganekaragaman pangan lokal namun tampaknya setiap tahun selalu mengalami kenaikan (Sunanda U ,2008).

Berdasarkan posisi strategisnya, pemerintah berkepentingan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan, karena gejolak harga yang tajam dapat berdampak terhadap usahatani dan kesejahteraan masyarakat, terutama para petani dan buruh tani, serta para konsumen. Apabila kejadian ini berlanjut dari tahun ke tahun, dikhawatirkan akan menjadi disinsentif bagi para petani dalam berusahatani padi yang dapat menurunkan produktivitas dan produksi secara Nasional (Anonimous,2007).


(12)

Beras merupakan salah satu makanan pokok bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perhatian akan beras atau tanaman padi tidak ada henti-hentinya. Perjalanan bangsa Indonesia dalam pengadaan beras pun berliku-liku yang pada akhirnya dapat berswasembada beras pada tahun 1984. Keadaan tersebut tentunya perlu dipertahankan hingga sekarang (Sunanda U ,2008).

Bagaimanakah keadaan produksi padi di Indonesia? Kebutuhan padi sebagai bahan makanan pokok di negara kita selalu mengalami kenaikan. Produksi yang dihasilkan dari hasil tanaman dalam negeri masih belum memenuhi kebutuhan. Tiap tahun pemerintah masih harus mengimpor beras ratusan ribu ton dari luar negeri. Hal itu bukan berarti kita tidak mempunyai usaha untuk meningkatkan hasil pertanian (Sugeng, 2001).

Peningkatan produksi padi, selain untuk menjamin adanya stok pangan (beras) Nasional, juga merupakan salah satu upaya untuk menaikkan pendapatan/ kesejahteraan petani dan keluarganya. Namun peningkatan produksi yang di capai petani pada panen raya, pada kenyataannya belum membawa petani pada peningkatan pendapatan/kesejahteraan tersebut. Sesuai dengan pola produksi tahunan, produksi gabah pada saat panen raya di daerah sentra produksi selalu melimpah, sedangkan permintaan gabah/beras bulanan relatif stabil, mengikuti hukum ekonomi, dimana penawaran meningkat permintaan akan menurun, maka demikian juga yang dialami petani pada musim panen raya, dimana harga gabah turun sampai dibawah harga dasar bahkan sampai titik terendah, sehingga tidak memberi keuntungan kepada petani.


(13)

Sebaliknya pada musim paceklik, sering kali produksi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan sehingga harganya meningkat, bahkan sampai tidak terjangkau oleh petani yang pada saat itu justru tidak memiliki lagi produksi gabah. Pada saat panen raya (Maret - April), harga gabah di tingkat petani turun, dengan harga titik terendah pada bulan April. Keadaan berbeda terjadi pada musim panen (Juni - Juli), harga gabah lebih tinggi daripada musim panen raya. Harga akan terus menaik pada bulan berikutnya dengan harga tertinggi terjadi pada bulan Desember – Januari (Anonimous,2007).

Mengingat beras masih merupakan komoditi strategis dalam kehidupan sosial ekonomi Nasional, dimana sebagian besar penduduk Indonesia konsumsi bahan pokoknya adalah beras, dan rumah tangga petani bergantung pada sumber pendapatan usaha tani padi, maka pada posisi yang strategis tersebut, gejolak atau instabilitas harga beras akan berdampak negatif terhadap usahatani, kesejahteraan para petani dan buruh tani, serta para konsumen beras terutama masyarakat miskin.

Penurunan produktivitas akan menyebabkan produksi padi secara nasional akan stagnant, atau malahan menurun, apalagi dengan pertambahan penduduk yang tinggi yang akan menyebabkan kebutuhan impor beras menjadi sangat besar. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bagi ketahanan pangan Nasional dan ekonomi Nasional, bahkan stabilitas Nasional.


(14)

Walaupun Pemerintah dengan Inpres No. 9 Tahun 2002 tentang Penetapan Kebijakan Perberasan Nasional, telah menetapkan kebijakan Harga Dasar Pembelian Gabah oleh Pemerintah (HDPP), dimana untuk operasionalisasi kebijakan HDPP tersebut telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dengan Badan Urusan Logistik (BULOG) No. 02/SKB/BBKP/I/2003. Kep-08/UP/01/2003 tanggal 16 Januari 2003 tentang harga pembelian gabah oleh kontraktor pengadaan gabah/beras dalam negeri dari petani/kelompoktani. Namun demikian keadaan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak petani yang menjual gabahnya dibawah harga dasar. Hal ini disebabkan antara lain : kurangnya Akses Lembaga Usaha Ekonomi Pedesan (LUEP) terhadap desa untuk pengadaan gabah/beras, tidak adanya institusi penghubung antara Dolog dengan Petani/kelompoktani yang menjamin bahwa petani menerima harga sesuai HDPP (Anonimous,2007).

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan petani ini, maka pada tahun 2003 dikembangkan suatu kegiatan berupa pengembangan modal pemanfaatan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM - LUEP) untuk pembelian gabah/beras petani. Dengan menggunakan Dana APBN yang dikelola Departemen Pertanian(Anonimous,2007).


(15)

Adapun tujuan DPM – LUEP untuk pembelian gabah petani adalah : 1) Menjaga stabilitas harga jual di tingkat petani.

2) Meningkatkan pendapatan petani melalui harga jual gabah/beras melalui penerapan HDPP.

3) Menumbuhkembangkan kelembagaan usaha ekonomi di pedesaan. 4) Meningkatkan kerjasama antara LUEP dengan petani/kelompok tani.

5) Memperkuat posisi daerah dalam ketahanan pangan wilayah yang berakumulasi pada Ketahanan Pangan Nasional.

" Dana Talangan " kepada LUEP agar kemampuan pembiayaan mereka bertambah untuk membeli gabah petani pada saat panen raya sesuai HDPP. Dana Penguatan Modal LUEP untuk pembelian gabah petani adalah bersifat komplementer dan diharapkan selain memperkuat kegiatan serupa yang telah dilaksanakan oleh daerah serta mendorong daerah mengalokasikan/meningkatkan alokasi APBD untuk kegiatan serupa, dan berfungsi sebagai dana talangan (bridging fund) untuk modal kerja, yang pada jangka waktu tertentu dikembalikan kerekening kas negara. Kegiatan ini bersinergi dengan kegiatan lainnya seperti Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD) Tunda Jual, dan Pengadaan Gabah/Beras oleh Dolog (Anonimous,2007).

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan dan untuk mengetahui pengaruh LUEP terhadap peningkatan produksi dan kestabilan harga gabah, maka penelitian ini dilaksanakan di Kab. Deli Serdang yang tergolong sebagai salah satu kabupaten yang mendapat DPM-LUEP tepatnya di Desa Sekip Kecamatan Lubukpakam berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan.


(16)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang berhubungan dengan penelitian sebagai berikut :

1) Bagaimanakah kestabilan harga gabah sebelum dan setelah adanya program DPM-LUEP di daerah penelitian?

2) Bagaimana pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan terhadap produksi usahatani padi sawah di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mengetahui kestabilan harga gabah sebelum dan setelah adanya program DPM-LUEP di daerah penelitian

2) Mengetahui pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan terhadap produksi usahatani padi sawah di daerah penelitian .

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi para pembuat kebijaksanaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani melalui program DPM-LUEP. 2) Sebagai bahan informasi dan studi bagi semua puhak yang


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari sektor nonmigas. Besarnya kesempatan kerja yang dapat diserap dan besarnya jumlah penduduk yang masih bergantung pada sektor ini memberikan arti bahwa di masa mendatang sektor ini masih perlu terus ditumbuhkembangkan (Noor,1996).

Di Propinsi Sumatera Utara maupun secara Nasional beras merupakan komoditas strategis dalam kehidupan sosial ekonomi nasional, karena beras menjadi bahan makanan pokok sekitar 95% penduduk, dan menjadi sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga petani. Sebagai bangsa dengan penduduk dan potensi sumberdaya pertanian yang besar, Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri (Anonimous, 2007).

Salah satu kebijakan yang digulirkan pemerintah untuk membantu petani adalah melalui program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM LUEP). Program ini ingin membantu kelompok-kelompok tani dalam penyediaan modal lunak untuk membeli gabah dari anggota, terlebih saat harga gabah di pasaran jatuh (Anonimous, 2007).


(18)

Sebagai tindak lanjut pelaksanaan Inpres No. 13 Tahun 2005 yang kemudian disusul dengan penyempurnaan melalui Inpres No. 3 Tahun 2007 serta dalam rangka menjamin stabilitas harga gabah/beras di tingkat petani, meningkatkan pendapatan petani, mengembangkan kelembagaan ekonomi pedesaan, serta memperkuat posisi daerah dalam ketahanan pangan wilayah, maka Departemen Pertanian sejak tahun 2003 melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk Pengendalian Harga Gabah/Beras dan jagung petani.

Anggaran dimaksud bersifat pinjaman tanpa bunga (Dana Talangan) dan digunakan sebagai Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) yang memenuhi persyaratan untuk membeli gabah dari kelompoktani/petani di 11 (sebelas) Kabupaten yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Asahan, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, Serdang Bedagai, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Tapanuli Selatan dan Karo, sesuai dengan kesepakatan kerjasama antara Gubernur Sumatera Utara dengan masing-masing Bupati Pelaksana.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan pola produksi tahunan yang mengikuti musim, harga gabah/beras berfluktuasi. Pada saat panen raya, khususnya di daerah-daerah sentra, produksi melimpah melebihi kebutuhan konsumsi, sehingga harga cenderung turun sampai tingkat yang kurang menguntungkan petani. Sebaliknya pada saat paceklik, volume produksi lebih


(19)

rendah dari kebutuhan, sehingga harga cenderung meningkat yang dapat memberatkan konsumen.

Sejak Tahun 2003 Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang membantu petani memperoleh harga serendah-rendahnya sesuai HPP. Untuk mendukung kegiatan Pemberian Bantuan Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk pembelian Gabah/Beras petani ini, pemerintah melalui Departemen Pertanian menyediakan danan yang bersumber dari dana dekonsentrasi APBN serta dana pendukung pembinaan dari APBD Propinsi maupun APBD Kabupaten Pelaksana. Dana tersebut disalurkan kepada LUEP untuk menambah modal usaha mereka dalam membeli gabah/beras petani pada saat panen raya, pada tingkat yang wajar serendah-rendahnya sesuai HPP.

Pelaksanaan kegiatan DPM-LUEP pada Tahun 2003-2006 melibatkan LUEP yang bermitra dengan kelompoktani, sedangkan pada Tahun 2007 melibatkan :

a) LUEP perorangan atau kolektif yang telah membentuk organisasi Gapoktan dengan kelompoktani (Poktan) atau gabungan kelompoktani (Gapoktan) sehingga posisi LUEP merupakan unit usaha dalam Gapoktan

b) Koperasi Tani (Koptan); atau c) Koperasi Unit Desa (KUD)


(20)

Dari pemantauan yang dilaksanakan sebelum Tahun 2003, sering terjadi di beberapa daerah sentra produksi para petani menjual gabahnya di bawah harga dasar yang ditetapkan pemerintah. Namun sejak Tahun 2003, kondisi ini semakin berkurang dan hampir tidak ada berkat adanya sinergi kegiatan pembelian gabah Perum Bulog dan Kegiatan DPM-LUEP.

Adapun maksud penyelenggaraan kegiatan DPM-LUEP adalah :

a. Menjaga stabilitas harga gabah produksi petani agar tidak jatuh pada saat panen raya.

b. Memfasilitasi pengembangan ekonomi di pedesaan melalui usaha pembelian, pengolahan, dan pemasaran gabah beras.

c. Memperkuat kelembagaan petani sebagai sarana kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Untuk mencapai maksud tersebut, maka tujuan penyelenggaraan kegiatan DPM-LUEP adalah :

a. Melakukan pembelian gabah petani dengan harga serendah-rendahnya sesuai HPP.

b. Meningkatkan kemampuan para pelaku usaha pertanian di pedesaan dalam mengakses modal untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan, dan pemasaran gabah beras.

c. Mengembangkan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan usaha bersama yang lebih komersil.


(21)

Sasaran kegiatan pemberian bantuan Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan adalah sebagai berikut :

 Terlaksananya pembelian gabah oleh LUEP serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah.

 Meningkatnya kemampuan permodalan unit usaha milik kelompoktani/gapoktan, Koptan,atau KUD untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan, dan pemasaran beras/gabah.

 Meningkatnya kemampuan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan mengembangkan usaha bersama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Kepala BKP( Badan Ketahanan Pangan) Sumut Ir Effendy Lubis menyebutkan, realisasi dana LUEP ( Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan) untuk membeli gabah petani hingga Agustus 2007 sebesar Rp12,369 miliar atau 76,35 persen dari plafond 2007 yang disiapkan pemerintah sebesar Rp16,2 miliar. Penyaluran dana LUEP sangat membantu kilang padi dalam menyerap gabah petani. Dalam dua tahun terakhir yakni 2005 dan 2006 pengembaliannya cukup bagus, tidak ada tunggakan, kata Ir Effendy Lubis, kepada wartawan di kantornya di Jalan AH Nasution Rabu sore (26/9). Beliau didampingi Kepala Bidang Pengkajian Pangan Ir Erpison Moeis.Dia menjelaskan, dana LUEP tahun 2007 dialokasikan mampu membeli gabah petani sebanyak 10.000 ton dan direncanakan pula membeli gabah 10.333 ton yang dibeli oleh 81 kilang padi (LUEP) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Sumut. Hingga posisi


(22)

Agustus 2007, pembelian gabah petani sebanyak 5.590 ton atau setara beras 3.533 ton (Redaksi SIB, 2007).

Berdasarkan laporan akhir penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (Jamal, E dkk, 2006), tentang Analisis Kebijakan Penentuan Harga Gabah Terhadap Tingkat dan Stabilitas Harga Gabah di Tingkat Produsen terlihat bahwa harga pembelian gabah yang ditetapkan pemerintah (HPP) berpengaruh nyata terhadap harga GKP di tingkat petani parameternya bernilai 0,83255 (sangat nyata) dengan intercept 1,28814 (sangat nyata). Akan tetapi, dalam kurun waktu tersebut stabilitas harganya kurang baik karena nilai koefisien variasinya cukup tinggi, yakni sebesar 7,26%.

Tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Harga Gabah di Tingkat Produsen, secara mikro dari tingkat pedagang desa dan kecamatan, pada saat musim hujan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan GKP sampai menjadi beras untuk setiap kilogram gabah yang mereka beli, lebih besar dari GKG. Selisih biaya ini kecuali untuk Sumatera Barat, relatif besar antara GKP dan GKG. Pada saat musim kemarau, biaya yang dikeluarkan relatif sama. Perbedaannya hanya untuk biaya jemur dan itu jumlahnya relatif kecil. Keadaan itu membawa konsekuensi besar bagi marjin keuntungan yang diperoleh pedagang, pada saat musim hujan rata-rata marjin keuntungan dari GKG sekitar 30% sampai tiga kali lipat dari keuntungan GKP. Inilah juga menyebabkan kenapa harga jual GKP semakin terpuruk pada saat musim hujan, selain jumlah


(23)

produksi melimpah, pedagang kurang mempunyai inisiatif untuk membeli dalam bentuk GKP.

Dalam Laporan Akhir Penelitian (Yusdja, Y dkk, 2007) dikatakan bahwa dampak DPM terhadap harga jual gabah yang diterima petani hanya berlaku sesaat pada saat panen. Namun jika diukur tingkat harga yang diterima petani pada sepanjang tahun karena petani menjual gabahnya sebagian-sebagian pada saat-saat tertentu ternyata harga yang diterima petani di bawah HPP. Dengan demikian dapat dikatakan DPM LUEP tidak efektif dalam melindungi harga yang diterima petani.

Berdasarkan penelitian (Hadi, M.2007) tentang Pengaruh Program Pembelian Gabah Terhadap Peningkatan Pendapatan dikatakan bahwa dalam rangka melindungi petani sebagai produsen dari fluktuasi harga musiman dan sekaligus untuk mengendalikan harga gabah sesuai dengan Instruksi Presiden No. 13 / Tahun 2005, Pemerintah melakukan intervensi melalui dana Program Pembelian Gabah. Melalui Program ini pada saat panen raya lembaga usaha ekonomi pedesaan (KUD/Koptan/Koperasi non KUD/RMU) dapat berfungsi sebagai lembaga pemasaran petani. Petani sebagai produsen akan menjual hasil panennnya ke lembaga, dan lembaga akan memproses lebih lanjut dan dipasarkan ke konsumen akhir.

Sejak tahun 2003 program pembelian gabah telah diadopsi oleh Departemen Pertanian menjadi program nasional, yang dikembangkan melalui dukungan dana APBN menjadi suatu kegiatan berupa pengembangan model pemanfaatan Dana


(24)

Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM LUEP) untuk pembelian gabah/beras di tingkat petani. Kegiatan ini pada tahun 2003 dipandang sebagai suatu pemberian dana talangan kepada LUEP agar kemampuan pembiayaan mereka bertambah untuk membeli gabah petani pada saat panen raya dengan tingkat harga yang layak.

Pelaksanaan program ini dilakukan dengan cara menyalurkan dana pembelian gabah kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) atau Lembaga Pembelian Gabah (LPG) yang bergerak dalam bidang perdagangan beras/gabah. Dana digunakan untuk membeli gabah petani dengan harga minimal sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata pada pendapatan petani yang gabahnya dibeli dengan yang tidak dibeli oleh Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP). Petani yang gabahnya dibeli LUEP pelaksana program mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang gabahnya tidak dibeli, disamping lebih efisien dalam penggunaan biaya. Faktor kadar air gabah berpengaruh secara nyata terhadap harga gabah, sedangkan faktor jumlah petani dan jumlah gabah tidak berpengaruh secara nyata.


(25)

2.2. Landasan Teori

Besarnya perhatian dan keyakinan pemerintah Indonesia akan pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam membangun perhatian di negeri ini. Segala sarana dan prasarana telah disediakan, demikian pula segala kemudahan bagi petani, termasuk berbagai bentuk subsidi. Guna mencapai peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju (Slamet, 2003).

Ada empat faktor produksi yaitu alam yang terdiri dari udara, iklim, lahan, flora dan fauna; tenaga kerja; modal; pengelolaan (manajemen). Faktor produksi alam dan tenaga kerja sering disebut sebagai faktor produksi primer, faktor produksi modal dan pengelolaan disebut faktor produksi sekunder.

Tanpa faktor produksi alam tidak ada produk pertanian. Tanpa sinar matahari, udara dan cahaya tidak ada hasil pertanian. Tanah/lahan yang bersifat langka/terbatas (scarcity) dianggap sebagai faktor produksi. Baik yang bersifat

unscarcity atau scarcity termasuk faktor produksi. Pada tahap awal timbulnya

pertanian, faktor lahan bersifat unscarcity, makin lama sifatnya menjadi scarcity.

Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah suatu alat kekuasaan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi. Bila seorang petani mempunyai ternak sapi yang digunakan membajak sawah, atau suatu perkebunan yang mempunyai traktor


(26)

untuk mengolah tanah, apakah sapi dan traktor termasuk faktor produksi tenaga kerja? Sapi dan traktor bukan faktor tenaga kerja, tetapi masuk dalam faktor produksi modal. Faktor produksi tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dari manusia (Tarigan, K, 2002).

Kunci sukses pembangunan pertanian tidak hanya terletak pada sisi produksi maupun pemasaran. Lebih dari itu, aspek sumber daya manusia (SDM) memegang peranan utama sekaligus penetu keberhasilan pembangunan tersebut. Disamping penguatan SDM di pedesaaan, diperlukan pengembangan kelembagaan usahatani yang mendorong petani untuk berkelompok, mendirikan lembaga keuangan untuk pertanian seperti koperasi atau lembaga lain yang dapat menggerakkan kegiatan pembangunan pertanian di pedesaan (Subejo, 2005).

Setiap masyarakat hidup dalam bentuk dan dikuasai oleh lembaga-lembaga tertentu. Yang dimaksudkan lembaga di sini adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan menunjukkan kepada apa yang akan diwujudkan oleh suatu organisasi/lembaga. Visi menunjukkan ke arah mana lembaga/organisasi yang bersangkutan akan dikendalikan oleh para pengelolanya atau dapat menunjukkan apa yang dicita-citakan oleh organisasi/lembaga. Misi menunjukkan kepada apa yang akan dilakukan suatu organisasi/embaga dalam mewujudkan visi dan tujuannya. Lembaga-lembaga yang ada dalam sektor


(27)

pertanian dan pedesaan sekarang sebagian sudah melewati berbagai zaman yang sesuai dengan iklim pembangunan pertanian dan pedesaan. (Daniel, 2002).

Meskipun memakan waktu yang relatif lama, lembaga-lembaga yang ada di sektor pertanian mampu merubah khususnya para petani sub sektor pangan, dari sikap ”anti teknologi” ke sikap yang mau memanfaatkan teknologi pertanian modern. Perubahan sikap petani tersebut sangat berpengaruh terhadap kenaikan produktivitas sub-sektor pertanian pangan (Soetrisno, 2002).

Menurut Walker (1992), kelembagaan atau organisasi adalah kumpulan beberapa orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuannya dilakukan melalui program-program yang telah dibuat. Program merupakan kumpulan tindakan-tindakan yang akan dilaksanakan oleh lembaga bersangkutan. Dilihat dari sisi penawaran atau produksi, pentingnya kelembagaan dalam pembangunan pertanian lebih ditujukan pada upaya meningkatkan produksi dan kualitas produksi yang dihasilkan (Nasution, 2002).

Menurut Daniel (2002), aspek kelembagaan adalah sangat penting, tidak hanya dari segi ekonomi pertanian saja, tetapi juga dari segi ekonomi pedesaan yang merupakan basis perekonomian negara agraris. Salah satu kelembagaan yang mengkoordinasikan kegiatan di bidang produksi dan pemasaran adalah kelompoktani/kelompok usaha yang diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar para anggotanya (Antara, 2008). Kelompok tani merupakan wahana untuk


(28)

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani sehingga berubah dari petani yang pasif dan statis menjadi petani yang dinamis.

Azis, (1989) mengemukakan bahwa dalam banyak hal masalah kelembagaan cukup penting artinya dalam mengorganisasi guna meningkatkan produksi melalui kerjasama kelompok-kelompok tani. Baik sebagai penyedia input produksi maupun sebagai pemasar hasil pertanian, fungsi kelembagaan pada dasarnya adalah sebagai perantara yang dapat merangsang produktivitas petani. Pengorganisasian secara lebih mendalam dan baik, akan dapat meningkatkan daya kerja bukan saja dalam hal penyampaian teknologi baru tetapi juga dalam usaha meninggikan produksi secara keseluruhan (Nasution, 2002).

Sejalan dengan peningkatan produksi sebagai dampak positif penerapan teknologi dan input lainnya muncul berbagai permasalahan yang berkaitan dengan proses produksi, pascapanen (pengeringan, sortasi), penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran. Sejauh ini proses produksi dan penanganan hasil panen komoditas lebih banyak menekankan pada kemampuan dan keterampilan individu. Bagi sebagian besar wilayah eksistensi kelembagaan pertanian belum terlihat perannya. Padahal fungsi kelembagaan pertanian sangat beragam, antara lain adalah sebagai penggerak, penghimpun dan penyalur sarana produksi, pembangkit minat dan sikap, dan lain-lain (Anonimous, 2006).


(29)

Gambar 1. Bagan Teori Pengaruh Lembaga Terhadap Peningkatan Produksi

Keterangan:

Menyatakan Pengaruh Menyatakan Hubungan Menyatakan Memiliki

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap dianggap dapat mempengaruhi banyak perilaku, misalnya sikap positif terhadap pertanian modern akan mendorong adopsi bebagai macam inovasi (Ban dan H.S. Hawkins, 1999).

Lembaga Pertanian

• Orang

• Tujuan

• Visi

• Misi

• Aturan

• Struktur

Sikap Petani Perilaku Petani

Kinerja Petani

Peningkatan Produksi usahatani Program Lembaga


(30)

Kinerja dala organisasi yang telah ditetapkan. Berdasarkaan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi (Wikipedia, 2008).

Pengembangan kinerja kelembagaan dapat berupa : (a) pengembangan aktivitas kolektif dalam kegiatan agribisnis, misalnya melalui pembentukan Kelompok Tani; (b) pengembangan dan pembentukan lembaga agribisnis yang dapat meningkatkan aksesibilitas petani terhadap pasar input, pasar output, informasi pasar dan teknologi. Dengan kata lain, petani semakin mudah untuk memperoleh input usaha tani yang dibutuhkan, memasarkan hasil usaha taninya, memperoleh informasi pasar, dan memperoleh informasi dan menerapkan teknologi yang dibutuhkan (Anonimous, 2006).


(31)

Gambar 2. Bagan Teori Pengaruh Lembaga Terhadap Kestabilan Harga

Keterangan:

Menyatakan Pengaruh Menyatakan Hubungan Menyatakan Memiliki

Harga (+) : Harga yang sesuai dengan kebijakan pemerintah

Harga merupakan salah satu faktor yang sulit dikendalikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mengenai yang satu ini, tetapi sampai saat ini tetap saja harga merupakan masalah, malah lebih berkembang lagi menjadi masalah nomor wahid bagi petani. Kebijaksanaan mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang, seperti surat keputusan menteri atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan

Pemerintah Lembaga Pertanian

• Orang

• Tujuan

• Visi

• Misi

• Aturan

• Struktur

Petani/kelom poktani : - sikap - perilaku - kinerja

Usahatani

Produksi

• Jumlah produksi

• Harga (+)

Kestabilan Harga Program


(32)

menstabilkan perekonomian. Dasar penetapan harga adalah hubungan antara input dengan output dalam proses produksi suatu komoditas (Daniel,2002).

Penurunan harga gabah di tingkat petani pada saat panen raya, bila tidak diatasi akan sangat merugikan petani berupa penurunan pendapatan bahkan sering membuat usahatani petani gabah merugi. Keadaan ini selain menurunnkan kesejahteraan petani juga akan mengurangi gairah (insentif) petani untuk berproduksi gabah pada periode berikutnya yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional bahkan berdampak luas bagi perekonomian.

Melihat kondisi yang demikian, Departemen Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan sejak tahun 2003 melakukan terobisan inovasi kelembagaan pengamanan harga gabah pada musim panen raya, berupa pengembangan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP). Pada dasarnya DPM-LUEP merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan kelembagaan perberasan di tingkat lokal seperti koperasi, lumbung desa, usaha penggilingan dan pedagang beras/gabah melalui penguatan modal usaha tanpa bunga, sehingga dapat memiliki kemampuan membeli surplus gabah dari petani khususnya pada musim panen raya. Dengan demikian harga gabah di tingkat petani tidak jatuh (paling sedikit sama dengan harga pembelian yang ditetapkan pemerintah).

Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) pada dasarnya merupakan pemberdayaan lembaga usaha ekonomi yang selama ini berperan dalam pembelian dan distribusi gabah petani di pedesaan


(33)

(sentra produksi gabah). Lembaga usaha ekonomi yang dimaksud adalah usaha penggilingan padi (rice milling), lumbung pangan, lumbung desa, dan para pedagang gabah lokal.

Secara teoritis program DPM LUEP dapat menstabilkan harga gabah di tingkat petani. Pada musim paceklik, harga gabah cenderung tinggi karena produksi gabah yang tersedia sedikit. Sebaliknya pada saat panen raya, produksi gabah petani melimpah dan pada saat itu harga cenderung turun. Tanpa adanya intervensi dari pemerintah, maka kisaran fluktuasi harga di tingkat petani sangat lebar.

Dengan program DPM-LUEP, tingkat fluktuasi harga gabah di tingkat petani menjadi rendah atau makin stabil dari bulan ke bulan dalam satu tahun. Stabilitasi harga dasar gabah yang demikian memberi manfaat bagi petani maupun rangsangan (insentif) berproduksi bagi petani. Dengan demikian, dalam jangka panjang keadaan yang demikian akan menyumbang pada terbangunnya sistem ketahanan pangan yang makin kokoh, khususnya di tingkat daerah.

Kegiatan yang dilakukan dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah peningkatan ketersediaan pangan di masyarakat, pengembangan diversifikasi pangan, pengembangan kelembagaan pangan, dan pengembangan usaha pengolahan pangan. Pelaksanaan program DPM-LUEP secara umum dimaksudkan untuk memberdayakan mekanisme pasar khususnya dari segi permintaan gabah melalui peningkatan kapasitas pembelian gabah oleh LUEP,


(34)

sehingga harga gabah pada saat musim panen raya minimal sama dengan HPP yang ditetapkan pemerintah. Dengan terjaminnya (terkendalikan) harga gabah akan memberi kepastian berusaha bagi petani padi yang pada gilirannya diekspresikan pada peningkatan produktivitas dan luas areal (Hanani, dkk,2003).

Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) pada dasarnya merupakan pemberdayaan lembaga usaha ekonomi yang selama ini berperan dalam pembelian dan distribusi gabah petani di pedesaan (sentra produksi gabah). Lembaga usaha ekonomi yang dimaksud adalah usaha penggilingan gabah (rice milling), lumbung pangan, lumbung desa, lumbung modern (warehouse), dan para pedagang gabah lokal.

Sedangkan pemberdayaan yang dimaksud adalah penyediaan/penguatan modal usaha tanpa bunga dari APBN yang kemudian dikembalikan ke kas negara sebagai penerimaan negara non pajak. Dengan penguatan modal tersebut kapasitas lembaga usaha ekonomi tersebut dalam membeli gabah petani khususnya pada musim panen raya akan meningkat sedemikian rupa sehingga harga gabah yang biasanya jatuh pada musim panen raya dapat diatasi.

Dalam membeli gabah petani, LUEP diwajibkan membeli gabah dengan mengacu pada harga pembelian pemerintah yang ditetapkan. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) ini merupakan pengganti dasar harga gabah (floor price) di masa lalu, yang memperhitungkan biaya produksi gabah dan keuntungan petani gabah. Secara konseptual (teori ekonomi), mekanisme Program DPM-LUEP dalam


(35)

Q1 Pc

Pg

Q2 Q3

mengendalikan harga gabah pada musim panen raya dapat diperagakan melalui Gambar 3. berikut :

Keterangan :

D1 = Kurva permintaan gabah di tingkat petani tanpa DPM-LUEP S1 = Kurva penawaran gabah di tingkat petani musim paceklik S2 = Kurva penawaran gabah di tingkat petani musim panen raya Pc = harga gabah di tingkat petani musim paceklik

Pr = harga gabah di tingkat petani musim panen raya Pg = harga pembelian pemerintah

D2 = Kurva permintaan gabah di tingkat petani dengan program DPM-LUEP

Gambar 1.1. mengasumsikan pasar gabah di sentra produksi gabah terisolasi dari pasar gabah dunia, serta produksi gabah berfluktuasi antara nusim paceklik dengan musim panen raya. Artinya, produksi gabah petani tidak ditentukan oleh

A

B C

G H

D1 D2 I

F

S1 S2

Pr Harga Gabah

Volume Gabah


(36)

tingkat harga pada saat panen, melainkan oleh harga musim panen sebelumnya. Selain itu juga diasumsikan, bahwa bantuan modal melalui program DPM-LUEP pada lembaga usaha ekonomi benar-benar diterima dan direalisasikan untuk pembelian gabah petani di daerah kerjanya.

Dengan asumsi yang demikian, maka kurva penawaran gabah pada musim paceklik adalah S1 dan kurva penawaran gabah pada musim panen raya adalah S2. Kurva permintaan gabah di tingkat petani tanpa DPM-LUEP adalah D1 sedangkan kurva permintaan gabah di tingkat petani dengan DPM-LUEP adalah D2.

Bila tidak ada intervensi pemerintah baik langsung maupun tidak langsung, maka harga gabah yang terbentuk pada musim paceklik adalah Pc, sedangkan pada musim panen raya adalah Pr. Dengan demikian, kisaran fluktuasi harga di tingkat petani (resiko harga gabah) sangat lebar sebesar Pc-Pr. Hal ini tercermin dari koefisien variasi harga gabah bulanan setiap tahun.

Dengan adanya penguatan modal bagi lembaga usaha ekonomi pedesaan melalui program DPM-LUEP, berarti volume pembelian gabah oleh lembaga akan meningkat untuk setiap harga, sehingga kurva permintaan gabah di tingkat petani menjadi D2. Posisi keseimbangan D2 dan S2 tergantung pada HPP yang ditetapkan pemerintah sebagai acuan LUEP. Misalkan HPP yang ditetapkan sebesar Pg, maka keseimbangan harga gabah di tingkat petani pada musim panen


(37)

raya sebesar Pg, dan setelah panen raya berangsur-angsur akan bergerak naik dari Pg ke Pc.

Dengan demikian, secara teoritis program DPM-LUEP dapat menstabilkan harga gabah di tingkat petani yang ditunjuk oleh kisaran pergerakan harga yang semakin sempit Pc-Pg (bandingkan tanpa DPM-LUEP, selebar Pc-Pr). Kisaran fluktuasi harga yang makin sempit akan tecermin dalam koefisien variasi harga gabah bulanan setiap tahun di tingkat petani.

Secara empiris, stabilisasi harga yang demikian akan memberi manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (social warefare improvement), dalam arti manfaat yang dinikmati petani lebih besar dari kerugian yang dialami konsumen (Massel, 1970;Bourguignon, et.al. 1995). Dalam gambar 3 dapat dilihat perbandingan bahwa luas Pr I F Pg (tambahan manfaat yang dinikmati petani gabah) lebih besar dari luas Pr I c Pg (kerugian yang dialami konsumen). Para peneliti lain Newbery dan Stiglitz (1981) dan Kanbur (1984) bahkan membuktikan stabilisasi harga dapat menguntungkan produsen maupun konsumen. Untuk konsumen pada Gambar 1.1. tergantung pada apakah area ACF lebih besar atau lebih kecil dari area Pr I C Pg.

Dengan kata lain, program DPM-LUEP potensial memberi manfaat bagi para petani gabah berupa : (1) peningkatan pendapatan petani gabah; dan (2) pengurangan resiko yang ditimbulkan ileh fluktuasi harga gabah. Penurunan


(38)

resiko ini sangat penting bagi petani gabah, karena para petai Indonesia umumnya bersikap anti resiko (risk averter).

2.3. Kerangka Pemikiran

Pemerintah melalui Departemen Pertanian melahirkan sebuah program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan sebagai respon dari perubahan fungsi Bulog dalam menopang harga gabah di tingkat petani. Dalam praktiknya, Bulog yang ditugaskan Pemerintah membeli gabah petani pada saat musim panen raya, ternyata tidak langsung membeli gabah ke petani melainkan melalui para pedagang gabah, penggilingan padi yang ada di sekitar petani yang disebut Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan. Melihat fakta yang demikian pada akhir 2002 merancang pemberian dana APBN untuk LUEP melalui dana APBN tanpa bunga. Diharapkan kehadiran LUEP mampu menstabilkan harga gabah pada saat panen raya maupun paceklik serta meningkatkan kapasitas LUEP menjadi penggerak ekonomi pedesaan sesuai dengan otonomi daerah.

Petani adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha tani. Usaha tani padi sawah di Indonesia sudah ada sejak dahulu. Usahatani dapat diartikan bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien untuk mencapai keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dalam menjalankan usahatani, diperlukan beberapa faktor produksi yakni luas lahan, jumlah tenaga kerja. Dan untuk melihat perbedaan produksi antara peserta maupun bukan peserta LUEP, maka keikutsertaan petani terhadap LUEP menjadi faktor pendukung.


(39)

Peranan lembaga pertanian turut membantu perkembangan usaha tani meskipun tidak secara langsung. Salah satunya adalah LUEP (Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan) yang merupakan lembaga berbadan hukum yang diberikan bantuan modal oleh pemerintah melalui dana APBN untuk membeli gabah petani. LUEP sendiri telah berjalan sejak tahun 2003. LUEP merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk menyerap pasar. LUEP diberi pinjaman tanpa bunga dengan batas waktu pengembalian yang telah disepakati biasanya setiap tanggal 15 Desember pada tahun peminjaman. LUEP merupakan nama komersial. Untuk padi sendiri, LUEP biasanya merupakan kilang padi untuk gabah. LUEP akan menyerap gabah dari petani anggota yang tergabung dalam kelompok tani yang merupakan mitra dari LUEP.

Seperti diketahui, pada saat panen raya, harga jual gabah cenderung turun bahkan di bawah harga dasar. Sebaliknya, pada musim paceklik, harga jual gabah melambung tinggi. Untuk mengatasinya dan menghindari petani dari cengkeraman para tengkulak, diharapkan adanya DPM-LUEP, gabah petani dapat diserap oleh LUEP dengan harga serendah-rendahnya sesuai HPP (Harga Pembelian Pemerintah.


(40)

Harga Jual

Kestabilan Harga Gabah

Faktor Produksi

• Luas Lahan

• T.kerja

• Keikutsertaan

petani

Harga Jual

Produksi

Kestabilan Harga Gabah Sebelum Program Setelah Program

Petani Petani

Usahatani Usahatani

Produksi

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Menyatakan hubungan Menyatakan pengaruh

Pemerintah

Faktor Produksi

• Luas Lahan

• T.kerja

• Keikutsertaan

petani

Program (DPM-LUEP)


(41)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran dapat diidentifikasikan hipotesis yang berhubungan dengan penelitian sebagai berikut :

1) Faktor luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian.


(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun, M, 1995). Lokasi penelitian terpilih di Desa Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Dengan pertimbangan, wilayah tersebut dipilih menjadi daerah penelitian karena di daerah tersebut terdapat kilang padi penerima DPM-LUEP serta kelompok petani peserta LUEP untuk wilayah Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah petani padi sawah baik peserta maupun bukan peserta LUEP di Desa Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Jumlah keseluruhan populasi adalah 599 orang. Penetapan jumlah sampel dan penentuan sampel dilakukan dengan metode

Simple Random Sampling (Sampling Acak Sederhana) yakni sampel diambil

sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun, M, 1995).


(43)

Formula yang digunakan adalah sebagai berikut : n =

2

1 Ne N

+

Keterangan :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi).

(Sevilla, 1993).

Dengan asumsi nilai kritis 15% maka besarnya sampel untuk petani peserta dan bukan peserta LUEP adalah sebagai berikut :

n =

2

) 15 , 0 ( 599 1

599

+

n = 40 orang

Dari 40 petani sampel, diambil 20 petani peserta dan 20 petani bukan peserta LUEP.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Adapun data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari data hasil wawancara langsung antara peneliti dan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari lembaga atau instansi serta dinas


(44)

yang terkait dengan penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik dan Badan Ketahanan Pangan (Pabundu, M, 2006).

3.4. Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dan ditabulasi secara sederhana, selanjutnya di analisis sebagai berikut :

Identifikasi masalah 1 dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan mengidentifikasi pergerakan harga gabah dari tahun kemudian membandingkan kestabilan harga antara sebelum program DPM-LUEP (1998-2002) dan setelah program DPM-LUEP (2003-2007).

Identifikasi masalah 2 (Hipotesis 1) dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode pendekatan kuadrat terkecil (Ordinary

Least Square/OLS) dengan alat bantu SPSS 12 (Djalal, N.2002), dengan model

penduga sebagai berikut:

Keterangan:

Ŷ = Produksi padi a = Koefisien Intercept b1, b2, b3, = koefisien regresi X1 = Luas Lahan (Ha)

X2 = Jumlah tenaga kerja (Orang)

D1 = Keikutsertaan petani(Variabel Dummy, untuk peserta =1, bukan peserta = 0)

µ = Variabel lain yang tidak diteliti


(45)

Variabel bebas (luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan keikutsertaan petani pada LUEP) pada hipotesis 1 diuji secara serempak dan parsial untuk mengetahui apakah variabel tersebut mempunyai pengaruh dominan atau tidak terhadap variabel terikat (produksi padi sawah).

Uji simultan (Uji F) digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat. Jika variabel tersebut berpengaruh secara serempak maka digunakan uji F yakni :

( )

1

/

(

1

)

/

2 2

=

k

n

r

k

r

F

Keterangan :

r2 = Koefisien determinasi n = Jumlah responden k = Derajat bebas pembilang n-k-1 = Derajat bebas penyebut Kriteria uji:

Pengujian dilakukan dengan membandingkan F-hit dengan F-tabel pada derajat signifikan 5%.

F-hit ≤ F-tabel... H0 diterima (H1 ditolak) F-hit > F-tabel... H0 ditolak (H1 diterima) Keterangan:

H0 : βi = 0, artinya variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat


(46)

Uji Parsial (Uji t) dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.

Jika variabel berpengaruh secara parsial maka digunakan Uji t yakni :

Keterangan:

b = Parameter (i = 1,2,3,4) n-k-1 = derajat bebas

S2bi = Standart error parameter b S2y1234 = Standart error estimates xi = Variabel bebas (i = 1,2,3) Kriteria uji:

Pengujian dilakukan dengan membandingkan t-hit dengan t-tabel pada derajat signifikan 95%.

t-hit ≤ t-tabel... H0 diterima (H1 ditolak) t-hit > t-tabel... H0 ditolak (H1 diterima) (Sudjana., 2002)

Keterangan:

H0 : βi = 0, artinya variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel terikat

H1 : βi ≠ 0, artinya variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel terikat

1 1

Sb

b

T

hit

=

S2y123 =

1 2 − −       −

k n y y

S2b1

(

)

= 2 2

123 2 1 i i R X y S


(47)

Proses pengujian X terhadap Y : Hipotesis

H0 : koefisien regresi tidak signifikan (H0 : b1 = 0) H1 : Koefisien regresi signifikan (H1 : b1 ≠ 0) Dengan ketentuan : (berdasarkan nilai signifikansi)

Jika nilai sigifikansi > α0,05 maka H0 diterima Jika nilai sigifikansi ≤α0,05maka H0 ditolak

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam usulan penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1. Defenisi

1) Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) adalah Lembaga yang dapat berbentuk Koperasi, Koperasi Tani (Koptan), KUD (Koperasi Unit Desa) dan Penggilingan Padi (Rice Milling Unit / RMU).

2) Kestabilan Harga adalah kondisi yang menunjukkan pergerakan harga yang tidak berfluktuatif terhadap Harga Pembelian Pemerintah.

3) Harga Jual Gabah adalah nilai jual dari gabah yang diproduksi petani. 4) Harga Pembelian Pemerintah (HPP) adalah harga yang ditetapkan

pemerintah untuk komoditi padi khususnya gabah untuk melindungi petani.

5) Gabah adalah hasil tanaman padi yang telah dilepaskan dari tangkainnya dengan cara perontokan.


(48)

6) Usaha tani padi sawah adalah setiap usaha penanaman padi hingga panen yang menggunakan areal persawahan.

7) Produksi adalah padi, yang dihasilkan dari usaha tani padi sawah baik dari petani peserta LUEP maupun bukan peserta.

8) DPM-LUEP adalah salah satu kegiatan pembangunan yang membantu petani memperoleh harga serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah/beras melalui dana talangan yang diberikan pemerintah kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) dalam meningkatkan kapasitas dari LUEP untuk membeli gabah petani.

9) Kelompok Tani adalah : Kumpulan petani yang berusaha tani padi dan melakukan kerjasama dengan LUEP dalam penjualan dan pembelian gabah dengan memanfaatkan dana penguatan modal.

10)Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang bermitra dengan LUEP.

3.5.2 Batasan Operasional

1) Penelitian dilaksanakan pada Tahun 2009.

2) Lokasi penelitian adalah Desa Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang.

3) Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan adalah kilang padi yang merupakan penerima DPM-LUEP Tahun 2004 di daerah penelitian.

4) Petani sampel adalah petani yang mengusahakan padi sawah baik peserta LUEP dan bukan peserta LUEP di daerah penelitian


(49)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang dan yang menjadi daerah penelitian adalah Desa Sekip.

a. Luas dan Letak Geografis

Desa Sekip berada di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara ±1,5 km dari Lubuk Pakam (ibukota Kecamatan) dan 2,5 km dari Pakam (ibukota Kabupaten Deli Serdang). Dengan luas 471 Ha. Secara administratif desa Sekip mempunyai batas-batas sebagai berikut :

o Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Emp. Kwala Namu

o Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pagar Jati/ Kelurahan Cemara

o Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bakaran Batu

o Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukamandi Hilir

Desa Sekip memiliki tipologi berupa desa pantai/pesisir dengan suhu rata-rata 320C dan curah hujan 0,6 mm dengan ketinggian 50 m di atas permukaan laut. (Kantor Kepala Desa Sekip (2008)


(50)

b. Tata Guna Tanah

Pola penggunaan tanah di desa Bakaran Batu dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Keadaan Tata Guna Tanah Desa Bakaran Batu Tahun 2007

No Jenis Penggunaan Tanah Luas ( Ha ) Persentase ( % ) 1. Tanah Sawah

 Sawah Irigasi Teknis 178,25 39,41

 Sawah Irigasi ½ Teknis 22,75 5,03

Sawah Tadah Hujan - 2. Tanah Kering

 Tegal/ladang -

 Pemukiman 250,75 55,44 3. Tanah Fasilitas Umum

 Perkantoran dan Pemerintahan

0,5 0,11

Jumlah 452,25 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sekip (2008).

Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa luas wilayah desa Sekip adalah 452,25 Ha. Sebagian besar digunakan untuk bangunan pemukiman seluas 250,75 Ha (55,44%). Tanah sawah irigasi teknis seluas 178,25 Ha (39,41%) dan tanah sawah irigasi ½ teknis seluas 22,75 Ha (5,03%).


(51)

c. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk desa Sekip menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2007

No Umur Jumlah (Jiwa)

1 0-4 1.166 2 5-9 1.358 3 10-14 1.529 4 15-19 1.601 5 20-24 1.529 6 25-29 1.567 7 30-34 1.559 8 35-39 1.593 9 40-44 1.098 10 45-49 1.478 11 50-54 1.226 12 55-59 1.102 13 60 + 857

Jumlah 17.663

Sumber : Kecamatan Lubuk Pakam Dalam Angka BPS, 2008

Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa Jumlah penduduk di Desa Sekip adalah 17.663, dimana umur 0-4 berjumlah 1.166 jiwa, 5-9 berjumlah 1.358 jiwa, 10-14 berjumlah 1.529 jiwa, 15-19 berjumlah 1.601 jiwa, 20-24 berjumlah 1.529 jiwa dan umur 25-29 berjumlah 1.567 jiwa, 30-34 berjumlah 1.559 jiwa, 35-39 berjumlah 1.593 jiwa, 40-44 berjumlah 1.098 jiwa, 45-49 berjumlah 1.478 jiwa, 50-54 berjumlah 1.226 jiwa, 55-59 berjumlah 1.102 jiwa, 60+ berjumlah 857 jiwa, sehingga jumlah (jiwa) penduduk desa Sekip sebesar 17.663 jiwa terdiri dari 8.719 jiwa laki-laki dan 8.945 jiwa perempuan.


(52)

Jumlah penduduk menurut agama yang dianut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Agama Tahun 2007

No Agama Jumlah (Jiwa)

1. Islam 16.475 2. Kristen Protestan 330 3. Kristen Katholik 324 4. Hindu 22 5. Budha 512

Jumlah 17.663

Sumber : Kecamatan Lubuk Pakam Dalam Angka BPS, 2008.

Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Sekip menurut agama beranekaragam jenisnya, sebagian besar di Desa Sekip penduduknya menganut agama Islam sebanyak 16.475 jiwa, penduduk yang menganut agama Kristen Protestan sebanyak 330 jiwa, penduduk yang menganut agama Kristen Khatolik sebanyak 324 jiwa, penduduk yang menganut agama Hindu sebanyak 22 jiwa, dan yang menganut agama Budha sebanyak 512 jiwa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Sekip mayoritas beragama Islam.


(53)

Distribusi penduduk menurut pendidikan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Tahun 2007

No Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. Buta huruf 50 1,14

2. Tidak tamat SD 200 4,55 3. Tamat SD 500 11,36 4. Tamat SLTP 1200 27,27 5. Tamat SLTA 2000 45,45 6. Tamat D-1 300 6,82 7. Tamat D-2 70 1,59 8. Tamat D-3 30 0,68 9. Tamat S1 50 1,14

Jumlah 4400 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sekip (2008).

Dari tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa penduduk desa Sekip masih ada yang tergolong buta huruf yakni sebanyak 50 jiwa (1,14%). Sebagian besar penduduk desa Sekip yang berpendidikan SLTA sebanyak 2000 jiwa (45,45%), yang berpendidikan SLTP sebanyak 1200 jiwa (27,27%), yang berpendidikan SD sebanyak 500 jiwa (11,36%), yang berpendidikan Sarjana sebanyak 50 jiwa (1,14%), sedangkan yang berpendidikan Diploma hanya 400 jiwa (9,09%).


(54)

Distribusi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2007

No Mata Pencaharian Jumlah (kk) Persentase (%) 1 Pertanian 1912 42,42

2 Pegawai Swasta 1336 29,64 3 Pegawai Negeri 218 4,84

4 ABRI 14 0,31

5 Karyawan Perkebunan 27 0,6 6 Perdagangan 381 8,45

7 Nelayan - -

8 Lainnya 619 13,73 Jumlah 4507 100

Sumber : Kecamatan Lubuk Pakam Dalam Angka BPS, 2008.

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa penduduk Desa Sekip mempunyai sumber mata pencaharian utama sebagai petani sebanyak 1912 kk (42,42%), penduduk yang bermata pencaharian sebagai pegawai swasta sebanyak 1336 kk (29,64%), penduduk yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sebanyak 218 kk (4,84%), penduduk yang bermata pencaharian sebagai ABRI sebanyak 14 kk (0,31%), penduduk yang bermata pencaharian sebagai karyawan perkebunan sebanyak 27 kk (0,6%), penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang sebanyak 381 kk (8,45%) dan lainnya sebanyak 619 kk (13,73%)..


(55)

d. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di desa Bakaran Batu dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6. Sarana dan Prasarana Desa Bakaran Batu Tahun 2007

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah (unit) 1 Sarana Ibadah

Mesjid Musholla Wihara 7 17 - 2 Sarana Kesehatan

Puskesmas Pustu Poliklinik Posyandu Apotik Praktek dokter 1 1 7 10 1 2 3 Pendidikan

TPA TK SD SLTP SLTA Perpustakaan 4 4 6 1 - 1 5 Kantor Kepala Desa 1

Sumber : Kantor Kepala Desa Sekip (2008).

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana di desa Sekip sudah baik. Karena sarana ibadah, kesehatan, komunikasi dan lainnya sudah lengkap.


(56)

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel pada penelitian ini dicirikan oleh faktor umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, luas lahan, dan pengalaman bertani. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 7. Karakteristik Petani Sampel di Desa Sekip Tahun 2009

No Uraian Range Rataan

1 Umur (tahun) 36-75 53,5 2 Tingkat Pendidikan 6-12 7,275 3 Pengalaman (tahun) 1250 31,25 4 Jumlah Tanggungan (jiwa) 0-4 1,65 5 Luas Lahan (Ha) 0,2-4 0,25

Sumber : Data diolah dari lampiran 1,1a,1b,1c

Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata umur petani padi sawah adalah 53,5 tahun. Hal ini berarti bahwa petani di daerah penelitian masih tergolong usia yang produktif sehingga petani masih potensial untuk mengembangkan usahatani padi sawah.

Rata-rata tingkat pendidikan petani sukun di daerah penelitian adalah 7,275 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani setingkat dengan lulusan SD ataupun SMP.

Rata-rata pengalaman bertani dari petani yang ada di daerah penelitian adalah 31,25 tahun. Hal ini dikarenakan petani yang ada di daerah penelitian merupakan penduduk yang telah lama berdomisili di daerah penelitian turun-temurun. Pengalaman yang telah cukup lama menggambarkan bahwa usahatani mereka telah berjalan dengan baik.


(57)

Rata-rata jumlah tanggungan petani adalah 1,65 jiwa. Hal ini berarti bahwa petani memiliki tanggungan sekitar satu sampai dua orang anak. Anak dalam suatu usahatani dapat diberdayakan sebagai tambahan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat membantu usahatani padi sawah

Rata-rata luas lahan yang digunakan oleh petani padi sawah di Desa Sekip adalah 0,25 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani padi mempunyai luas lahan yang sedikit, rata-rata hanya seprempat hektar.


(58)

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kestabilan Harga Gabah Sebelum dan Selama Program DPM-LUEP Harga merupakan salah satu faktor yang sulit dikendalikan. Kebijaksanaan mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang. Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan perekonomian (Daniel,2002).

Departemen Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan sejak tahun 2003 melakukan terobisan inovasi kelembagaan pengamanan harga gabah pada musim panen raya, berupa pengembangan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP). Pada dasarnya DPM-LUEP merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan kelembagaan perberasan di tingkat lokal seperti koperasi, lumbung desa, usaha penggilingan dan pedagang beras/gabah melalui penguatan modal usaha tanpa bunga, sehingga dapat memiliki kemampuan membeli surplus gabah dari petani khususnya pada musim panen raya. Dengan demikian harga gabah di tingkat petani tidak jatuh (paling sedikit sama dengan harga pembelian yang ditetapkan pemerintah).

Secara teoritis program DPM LUEP dapat menstabilkan harga gabah di tingkat petani. Pada musim paceklik, harga gabah cenderung tinggi karena produksi gabah yang tersedia sedikit. Sebaliknya pada saat panen raya, produksi gabah petani melimpah dan pada saat itu harga cenderung turun. Tanpa adanya


(59)

intervensi dari pemerintah, maka kisaran fluktuasi harga di tingkat petani sangat lebar (Hanani, dkk, 2003).

Stabilisasi harga gabah hasil panen petani pada saat panen raya merupakan aspek yang sangat penting dan menentukan pendapatan dan ketahanan pangan petani padi. Dengan meningkatnya pembelian gabah oleh LUEP dengan harga yang tinggi diharapkan dapat mempengaruhi harga gabah di wilayah dan menggerakkan agribisnis perberasan secara keseluruhan. Stabilisasi harga gabah dapat dilihat dari perkembangan harga gabah sebelum program DPM-LUEP dan setelah program DPM-LUEP. Perkembangan harga gabah sebelum program DPM-LUEP disajikan pada tabel 8.

Tabel 8. Perkembangan Harga Gabah GKP (Rp/kg) Sebelum Program DPM- LUEP (1998-2002)

Bulan Harga (Rp/kg) 1998 Harga (Rp/kg) 1999 Harga (Rp/kg) 2000 Harga (Rp/kg) 2001 Harga (Rp/kg) 2002 Januari 573 1.100 992 1.150 1.287 Februari 607 1.025 983 1.115 1.287 Maret 632 823 933 1.070 1.270 April 683 1.108 950 1.150 1.237 Mei 731 1.082 940 1.160 1.212 Juni 825 1.138 940 1.200 1.228 Juli 900 1.130 1.049 1.240 1.245 Agustus 992 1.130 1.016 1.150 1.253 September 992 1.088 1.034 1.140 1.370 Oktober 925 1.088 1.000 1.190 1.395 November 867 1.088 1.000 1.180 1.412 Desember 1.008 1.088 1.000 1.160 1.429 Rata-rata 811 1.074 986 1.159 1.302 Sumber : Data diolah dari lampiran 3,4,5,6,dan 7


(60)

Perkembangan harga gabah dari tahun ke tahun sebelum program DPM-LUEP (1998-2002) cenderung mengalami kenaikan. Dari tabel 8 terlihat bahwa rata-rata harga gabah (Rp/kg GKP) untuk Tahun 1998 adalah Rp. 811, Tahun 1999 adalah Rp 1.074, Tahun 2000 adalah Rp 986, Tahun 2001 adalah Rp 1.159, dan Tahun 2002 adalah Rp 1.302. Dari tahun 1998 ke tahun 1999 terjadi kenaikan harga gabah sebesar Rp 263 atau 32,43%. Sementara itu, dari tahun 1999 ke tahun 2000 terjadi penurunan harga gabah sebesar Rp 88 atau 8,19%. Dari tahun 2000 ke tahun 2001 kembali terjadi kenaikan harga gabah sebesar Rp 173 atau 17,55%. Dan dari tahun 2001 ke tahun 2002 kenaikan harga gabah sebesar Rp 143 atau 12,34%.

Sementara itu, dari tabel 8 juga terlihat perubahan harga gabah dalam tiap bulan per tahunnya. Pada tahun 1998, harga gabah tiap bulan terus mengalami peningkatan. Hanya saja pada bulan Oktober terjadi penurunan harga dari Rp 992/kg GKP pada bulan September menjadi Rp 925/kg GKP pada bulan Oktober. Penurunan yang terjadi tidak telalu besar, yakni Rp 67/kg GKP. Harga gabah tertinggi untuk tahun 1998 adalah sebesar Rp 1.008/kg GKP, dan ini terjadi pada bulan Desember. Sedangkan harga gabah terendah untuk tahun 1998 adalah sebesar Rp 573/kg GKP dan terjadi pada bulan Januari.

Pada tahun 1999, pergerakan harga gabah tiap bulan terus berubah. Dari bulan Januari hingga Maret, harga gabah cenderung turun dari Rp 1.100/kg GKP menjadi Rp 823/kg GKP. Dan pada bulan April hingga Desember, harga gabah kembali naik di atas Rp 1.000/kg GKP. Namun, harga gabah pada bulan


(61)

Desember mengalami penurunan jika dibandingkan dengan harga gabah pada bulan Januari yakni dari Rp 1.100/kg GKP menjadi Rp 1.088/kg GKP. Harga gabah tertinggi untuk tahun 1999 adalah sebesar Rp 1.138/kg GKP, dan ini terjadi pada bulan Juni. Sedangkan harga gabah terendah untuk tahun 1999 adalah sebesar Rp 823/kg GKP dan terjadi pada bulan Maret.

Pada tahun 2000, harga gabah juga mengalami perubahan dalam tiap bulannya, baik peningkatan maupun penurunan. Harga gabah pada bulan Januari, hanya sebesar Rp 992/kg GKP. Namun, pada bulan Desember, harga gabah mengalami peningkatan menjadi Rp 1.000/kg GKP. Harga gabah tertinggi untuk tahun 2000 adalah sebesar Rp 1.049/kg GKP, dan ini terjadi pada bulan Juli. Sedangkan harga gabah terendah untuk tahun 2000 adalah sebesar Rp 933/kg GKP dan terjadi pada bulan Maret.

Begitu juga halnya untuk tahun 2001. Harga gabah juga mengalami perubahan, baik penigkatan maupun peunrunan harga gabah dalam tiap bulannya. Harga gabah pada bulan Januari sebesar Rp 1.150/kg GKP. Dan pada bulan Desember harga gabah meningkat menjadi Rp 1160/kg GKP. Harga gabah tertinggi untuk tahun 2001 adalah sebesar Rp 1.240/kg GKP, dan ini terjadi pada bulan Juli. Sedangkan harga gabah terendah untuk tahun 2001 adalah sebesar Rp 1.070/kg GKP dan terjadi pada bulan Maret.

Pada tahun 2002, harga gabah pada bulan Januari sebesar Rp 1.287/kg GKP dan pada akhir tahun 2002, harga gabah lebih tinggi dari bulan Januari yakni sebesar


(62)

Rp 1.429/kg GKP. Harga gabah tertinggi untuk tahun 2002 adalah sebesar Rp 1.429/kg GKP, dan ini terjadi pada bulan Desember. Sedangkan harga gabah terendah untuk tahun 2002 adalah sebesar Rp 1.212/kg GKP dan terjadi pada bulan Mei.

Untuk lebih memperjelas perubahan harga gabah baik peningkatan maupun penurunan yang terjadi dalam tiap bulannya, disajikan pada tabel 9 berikut.

Tabel 9. Perubahan Harga Gabah Tiap Bulan Sebelum Program DPM-LUEP

Bulan

Harga GKP

1998 1999 2000 2001 2002

Jan-Feb ↑ Rp 34,00 ↓ Rp 75,00 ↓ Rp 9,00 ↓ Rp 35,00 Tetap Feb-Mar ↑ Rp 25,00 ↓ Rp 202,00 ↓ Rp 50,00 ↓ Rp 45,00 ↓ Rp 17,00 Mar-Apr ↑ Rp 51,00 ↑ Rp 285,00 ↑ Rp 17,00 ↑ Rp 80,00 ↓ Rp 33,00 Apr-Mei ↑ Rp 48,00 ↓ Rp 26,00 ↓ Rp 10,00 ↑ Rp 10,00 ↓ Rp 25,00 Mei-Jun ↑ Rp94,00 ↑ Rp 56,00 Tetap ↑ Rp 40,00 ↑ Rp 16,00 Jun-Jul ↑ Rp 75,00 ↓ Rp 8,00 ↑ Rp 109,00 ↑ Rp 40,00 ↑ Rp 17,00 Jul-Ags ↑ Rp 92,00 Tetap ↓ Rp 33,00 ↓ Rp 90,00 ↑ Rp 8,00 Ags-Sept Tetap ↓ Rp 42,00 ↑ Rp 18,00 ↓ Rp 10,00 ↑ Rp 117,00 Sept-Okt ↓ Rp 67,00 Tetap ↓ Rp 34,00 ↑ Rp 50,00 ↑ Rp 25,00

Okt-Nov ↓ Rp 58,00 Tetap Tetap ↓ Rp 10,00 ↑ Rp 17,00

Nov-Des ↑ Rp 141,00 Tetap Tetap ↓ Rp 20,00 ↑ Rp 17,00 Sumber : Data diolah dari lampiran 3,4,5,6,dan 7

Dari tabel 9 dapat dilihat perubahan harga gabah baik peningkatan maupun penurunan yang terjadi tiap bulan dalam setiap tahunnya sebelum program DPM-LUEP. Pada tahun 1998, kenaikan harga gabah paling tinggi terjadi pada bulan November ke Desember yakni naik sebesar Rp 141,00/kg GKP. Dan penurunan harga gabah paling tinggi dari bulan September ke Oktober yakni Rp 67,00/kg GKP. Pada tahun 1998, hanya dua kali terjadi penurunan harga yakni dari bulan September ke Oktober dan dari bulan Oktober ke November.

Sedangkan pada tahun 1999, penurunan harga gabah terjadi sebanyak lima kali. Perubahan harga gabah yang cukup drastis terjadi pada bulan Februari ke Maret


(63)

dimana harga gabah turun Rp 202,00/kg GKP. Namun, pada bulan Maret ke April, harga gabah kembali mengalami kenaikan yang cukup tinggi sebesar Rp 285,00/kg GKP.

Pada tahun 2000, kenaikan harga gabah paling tinggi terjadi pada bulan Juni ke Juli. Kenaikan harga gabah sebesar Rp 109,00/kg GKP. Sedangkan penurunan harga gabah paling tinggi yakni dari bulan Februari ke Maret sebesar Rp 50,00/kg GKP. Penurunan harga gabah pada tahun 2000 juga terjadi sebanyak lima kali.

Pada tahun 2001, kenaikan maupun penurunan harga gabah seimbang. Kenaikan harga gabah terjadi sebanyak enam kali, begitu juga dengan penurunan harga gabah. Kenaikan harga gabah terbesar yakni dari bulan Maret ke April sebesar Rp 80,00/kg GKP. Sedangkan penurunan harga gabah paling tinggi yakni dari bulan Juli ke Agustus sebesar Rp 90,00/kg GKP.

Pada tahun 2002, penurunan harga gabah hanya terjadi sebanyak tiga kali. Penurunan harga gabah paling tinggi sebesar Rp 33,00/kg GKP yang terjadi pada bulan Maret ke April. Sedangkan kenaikan paling tinggi terjadi pada bulan Agustus ke September yakni sebesar Rp 117,00/kg GKP.

Naik turun harga gabah yang terjadi tiap bulan dalam tiap tahunnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni panen raya, musim hujan, dan hari-hari besar. Pada saat musim hujan, kandungan air dalam gabah cukup tinggi, akibatnya kualitas gabah menjadi turun, dan harga menjadi turun. Dengan demikian petani tidak


(64)

dapat berbuat apa-apa. Petani tidak memiliki posisi tawar yang bagus sehingga berserah pada harga yang ditetapkan pengumpul. Sebab jika gabah tidak segera dijual maka gabah petani akan menjadi rusak dan lebih parahnya petani tidak akan mendapat apa-apa jika gabah telah rusak.

Panen raya merupakan kondisi dimana jumlah padi yang diproduksi melimpah akibat pola tanam yang memang serempak dilakukan oleh para petani di daerah penelitian maupun daerah lain yang dekat dengan daerah penelitian. Pola tanam yang serempak ini menyebabkan panen padi secara bersamaan sehingga jumlah gabah menjadi banyak sedangkan kebutuhan akan gabah diasumsikan tetap. Akibatnya harga gabah menjadi turun sesuai dengan hukum permintaan, yakni jika penawaran meningkat maka harga akan menjadi turun.

Hari-hari besar keagamaan juga turut menjadi faktor yang mempengaruhi harga gabah. Ketika panen padi bertepatan dengan menjelangnya hari besar seperti lebaran, harga gabah bisa meningkat karena meningkatnya permintaan. Sedangkan di sisi lain, panen padi yang mendekati hari besar keagamaan juga dapat menyebabkan harga gabah menjadi turun. Terbatasnya aktivitas penggilingan padi di kilang karena tenaga kerja pada umumnya sudah banyak yang mudik menyebabkan kelangkaan tenaga kerja. Kalaupun ada pihak kilang harus membayar lebih mahal, sehingga biaya produksi menjadi meningkat, dan petani harus berserah pada harga yang ditetapkan oleh kilang dan biasanya lebih rendah dari harga biasanya untuk menekan biaya produksi.


(65)

Untuk membandingkan rata-rata harga gabah sebelum program DPM-LUEP (1998-1999) dengan kebijakan harga dasar yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi produsen, dalam hal ini petani padi sawah di daerah penelitian, maka dapat kita lihat pada tabel 10.

Tabel 10. Perbandingan Rata-rata Harga Gabah sebelum Program DPM-LUEP (1998-2002) dengan HPP

Harga Gabah

Harga (Rp/kg)

1998 1999 2000 2001 2002

Rata-rata 811 1.074 986 1.159 1.302

HPP 616 895 985 1.095 1.230

Ket > HPP > HPP > HPP > HPP > HPP Sumber :Data diolah dari lampiran 3, 4, 5, 6, 7, dan 13

Dari tabel 10 terlihat bahwa secara keseluruhan dari tahun 1998-1999, rata-rata harga gabah selalu berada di atas HPP. Pada tahun 1998, rata-rata harga gabah adalah Rp 811/kg GKP, sedangkan HPP pada tahun 1998 Rp 616/kg GKP. Hal ini berarti rata-rata harga gabah pada tahun 1998 berada di atas HPP. Selisih harga antara keduanya sebesar Rp 195 kg/GKP.

Pada tahun 1999, rata-rata harga gabah adalah Rp 1.074/kg GKP, sedangkan HPP pada tahun 1999 Rp 895/kg GKP. Hal ini berarti rata-rata harga gabah pada tahun 1999 berada di atas HPP. Selisih harga antara keduanya sebesar Rp 179/kg GKP.

Pada tahun 2000, rata-rata harga gabah adalah Rp 986/kg GKP, sedangkan HPP pada tahun 2000 Rp 985/kg GKP. Hal ini berarti rata-rata harga gabah pada tahun 2000 berada di atas HPP. Selisih harga antara keduanya sangat tipis yakni sebesar Rp 1/kg GKP.


(66)

Pada tahun 2001, rata-rata harga gabah adalah Rp 1.159/kg GKP, sedangkan HPP pada tahun 2001 Rp 1.095/kg GKP. Hal ini berarti rata-rata harga gabah pada tahun 2001 berada di atas HPP. Selisih harga antara keduanya sebesar Rp 64/kg GKP.

Pada tahun 2002, rata-rata harga gabah adalah Rp 1.302/kg GKP, sedangkan HPP pada tahun 2002 Rp 1.230/kg GKP. Hal ini berarti rata-rata harga gabah pada tahun 2002 berada di atas HPP. Selisih harga antara keduanya sebesar Rp 72/kg GKP.

Sedangkan perkembangan harga gabah (GKP) petani selama program DPM-LUEP (2003-2007) disajikan pada tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11. Perkembangan Harga Gabah GKP (Rp/kg) Selama Program DPM-LUEP (2003-2007)

Bulan Harga (Rp/kg) 2003 Harga (Rp/kg) 2004 Harga (Rp/kg) 2005 Harga (Rp/kg) 2006 Harga (Rp/kg) 2007 Januari 1.250 1.234 1.500 1.980 2.175

Februari 1.138 1.147 1.588 2.075 2.180

Maret 1.213 1.185 1.719 1.950 2.200

April 1.288 1.225 1.700 2.075 2.200

Mei 1.338 1.225 1.550 2.075 2.200

Juni 1.288 1.225 1.550 2.075 2.225

Juli 1.225 1.225 1.644 2.225 2.200

Agustus 1.150 1.225 1.738 2.050 2.225

September 1.175 1.548 1.738 1.600 2.175

Oktober 1.225 1.225 1.578 1.600 2.150

November 1.225 1.275 1.704 2.050 2.150

Desember 1.225 1.225 1.538 2.000 2.175

Rata-rata 1.228 1.247 1.629 1.980 2.188 Sumber : Data diolah dari lampiran 8,9,10,11,dan 12


(67)

Perkembangan harga gabah dari tahun ke tahun selama program DPM-LUEP (2003-2007) cenderung mengalami kenaikan. Dari tabel 11 terlihat bahwa rata-rata harga gabah (Rp/kg GKP) naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 adalah Rp. 1.228, tahun 2004 adalah Rp 1.247, tahun 2005 adalah Rp 1.629, tahun 2006 adalah Rp 1.980, dan tahun 2007 adalah Rp 2.175. Dari tahun 2003 ke tahun 2004 terjadi kenaikan harga gabah sebesar Rp 19 atau 1,55%. Kemudian dari tahun 2004 ke tahun 2005 terjadi kenaikan harga gabah sebesar Rp 382 atau 30,63%. Dari tahun 2005 ke tahun 2006 kembali terjadi kenaikan harga gabah sebesar Rp 351 atau 21,55%. Dan dari tahun 2006 ke tahun 2007 kenaikan harga gabah sebesar Rp 208 atau 10,5%.

Dari tabel 11 terlihat perubahan harga gabah dalam tiap bulan per tahunnya. Pada tahun 2003, harga gabah tiap bulan terus mengalami perubahan. Harga gabah pada awal tahun 2003 yakni bulan Januari sebesar Rp 1.250/kg GKP dan pada akhir tahun 2003 yakni bulan Desember harga gabah lebih rendah dari bulan Januari yakni sebsesar Rp 1.225/kg GKP. Harga gabah tertinggi untuk tahun 2003 adalah sebesar Rp 1.338/kg GKP, dan ini terjadi pada bulan Mei. Sedangkan harga gabah terendah untuk tahun 2003 adalah sebesar Rp 1.138/kg GKP dan terjadi pada bulan Februari.

Pada tahun 2004, perubahan harga gabah tiap bulan terus terjadi baik peningkatan maupun penurunan. Pada bulan Januari harga gabah sebesar Rp 1.234/kg GKP. Dari bulan Januari hingga Maret, harga gabah cenderung turun dari Rp 1.234 menjadi Rp 1.185/kg GKP. Dan pada bulan April harga gabah kembali naik


(1)

Dari hasil pengolahan melalui regresi diketahui hanya variabel luas lahan dan tenaga kerja yang berpengaruh terhadap produksi tetapi untuk keikutsertaan petani pada LUEP tidak berpengaruh. Luas lahan dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang memang harus ada dalam proses produksi. Sedangkan keikutsertaan petani pada LUEP hanya sebagai faktor pendukung dan tidak berpengaruh langsung terhadap produksi. Keikutsertaan petani diharapkan mempengaruhi pola pikir petani untuk terus termotivasi dalam memproduksi padi dengan adanya jaminan kilang padi yang akan menampung hasil produksi mereka dengan harga yang stabil sehingga peningkatan produksi tercapai.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Harga jual gabah lebih stabil setelah program DPM-LUEP dibandingkan sebelum program DPM-LUEP. Hal ini ditunjukkan dengan selisih harga rata-rata tahunan dengan HPP yang bergerak naik pada saat setelah program DPM-LUEP dibandingkan sebelum program DPM-LUEP yang pergerakannya lebih fluktuatif

2. Penggunaan input produksi berupa luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F-hitung sebesar (168,105) dengan nilai signifikansi (0,000). Namun, secara parsial hanya variabel luas lahan dan jumlah tenaga kerja yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (0,000) ≤ α = 5 %. Tetapi keikutsertaan petani pada LUEP secara signifikan tidak berpengaruh terhadap produksi padi sawah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi (0,241) >α = 5 %.


(3)

SARAN

1. Perlu dipertahankan kestabilan harga gabah di atas HPP dengan menjadikan LUEP (kilang padi) yang berada di daerah penelitian menjadi penerima DPM-LUEP yang secara kontiniu memperoleh dana bantuan penguatan modal agar menambah kemampuan kilang padi dalam menyerap gabah petani di musim panen raya dan paceklik sehingga harga gabah dapat terkendali dan berada di atas HPP.

2. Diharapkan dapat ditingkatkan jumlah LUEP penerima dana bantuan penguatan modal di daerah penelitian demi menjaga kestabilan harga gabah karena harga gabah cenderung stabil setelah program DPM-LUEP dibandingkan sebelum adanya program DPM-LUEP.

3. Diharapkan kepada petani yang menjadi mitra LUEP untuk dapat menjalin hubungan baik (menjadi mitra LUEP secara kontiniu) dengan kilang padi yang merupakan LUEP penerima DPM-LUEP agar keikutsertaan petani menjadi mitra LUEP dapat memotivasi petani dalam berusahatani sehingga dapat meningkatkan produksi padi sawah di daerah penelitian. 4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti masalah-masalah

yang dihadapi dalam pelaksanaan DPM-LUEP serta dampak program DPM-LUEP terhadap petani.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2006. Kajian Kelembagaan dan Organisasi Sistem Agribisnis Komoditas Unggulan. http://sultra.litbang.deptan.go.id.

__________, 2007. Evaluasi Pelaksanaan DPM-LUEP Tahun 2007 Di Propinsi Sumatera Utara. Badan Ketahanan Pangan. Medan.

__________, 2007. Studi Dampak Program DPM-LUEP Tahun Anggaran 2007. Laporan Akhir. Pusat Distribusi Pangan Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian.

Antara, M., 2008. Pendekatan Agribisnis Dalam Pembangunan Pertanian Lahan Kering.

Ban, AW dan HS Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

BAPPENAS., 2007. Kinerja Organisasi. http://ibkk.bappenas.co.id Daniel, M., 2002, Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Djalal, N dan Hardius Usman., 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hadi, M., 2007. Pengaruh Program Pembelian Gabah Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani dan Harga Gabah di Kabupaten Lumajang.

Hanani, N dkk., 2003. Strategi Pembangunan Pertanian. LAPPERA PUSTAKA UTAMA. Yogyakarta.


(5)

Jamal,E.dkk., 2006. Analisis Kebijakan Penentuan Harga Gabah. Laporan Akhir Tahun 2006. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian.

Nasution, M., 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan Untuk Agroindustri. IPB Press. Bogor.

Noor, M., 1996. Padi Lahan Marjinal. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pabundu,M., 2006. Metodologi Riset Bisnis. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. PERHEPI., 1994. Pembangunan Pertanian dalam Menaggulangi Kemiskinan.

Jakarta.

Redaksi SIB. 2007. Kepala BKP Sumut:Realisasi Dana LUEP di Sumut Rp12,369 Milyar. Sinar Indoneisa Baru. Medan.

Sevilla,C.dkk., 1993. Pengantar Metode Penelitian. UI Press. Jakarta

Singarimbun, M dan Sofian Effendi., 1995. Metode Penelitian Survei. PT Pustaka LP3S. Jakarta.

Slamet, M., 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembagunan. IPB Press. Bogor.

Soetrisno, L., 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Subejo., 2005. Pengembangan Agribisnis dan Permasalahan Petani. Indonesia.mht.

Sudjana., 2002. Metoda Statistika. Tarsito, Bandung.


(6)

Sunanda, U., 2008. Analisis Padi Sawah di Kab. Pandeglang. http// www.dispertanak.pandeglang.go.id.10 nov 20008.

Yusdja, Y.dkk., 2007. Kaji Ulang Program Pembanguna Pertanian. Laporan Akhir Tahun 2007. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian