Kehidupan Anak Penyusun Batu Bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

(1)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA

DI JALAN PELAK DESA SEKIP

KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

MUTIARA GINTING

127024003/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUTIARA GINTING 127024003/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Mutiara Ginting Nomor Induk : 127024003

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si) (Husni Thamrin, S. Sos, MSP)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Telah Diuji Pada Tanggal 7 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si Anggota : 1. Husni Thamrin, S.Sos, MSP

2. Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A 3. Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc, Sc 4. Hatta Ridho, S.Sos, MSP


(5)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014 Penulis,


(6)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Pekerja anak merupakan salah satu masalah sosial karena berkaitan erat dengan tingginya tingkat keluarga miskin di suatu negara. Anak-anak keluarga miskin dibiarkan bekerja dengan upah yang rendah untuk membantu perekonomian keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan anak. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam perkembangan diri anak tersebut. Anak menjadi kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan yang memadai sehingga berpengaruh buruk pada pembangunan di suatu negara karena anak merupakan generasi penerus bangsa. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Keseluruhan proses penelitian, sejak persiapan, observasi, wawancara, studi kepustakaan, analisis data dan penulisan laporan berlangsung selama 5 bulan. Wawancara dilakukan terhadap 14 orang informan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kehidupan pekerja anak, faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja dan dampak bekerja bagi diri anak tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain faktor ekonomi, lingkungan sosial merupakan faktor pendorong lain anak bekerja. Pengaruh dari teman sebaya yang juga memiliki latar belakang keluarga miskin dan cenderung bekerja membantu ekonomi keluarga, mendorong anak-anak lainnya yang juga berasal dari keluarga miskin ikut terlibat bekerja. Interaksi yang terjadi di antara para pekerja anak menimbulkan solidaritas diantara mereka. Pekerja anak cenderung didik dengan pola asuh otoriter dan menjadi korban dari kemiskinan struktural dalam sebuah keluarga. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa dampak pada diri anak, diantaranya: proses enkulturasi pada anak, rendahnya kualitas belajar anak serta mengakibatkan anak menjadikan bekerja sebagai suatu kebutuhan hidup mereka. Kata kunci: Pekerja anak, Keluarga Miskin, Teman Sebaya dan Kilang Batu Bata


(7)

THE LIFE OF CHILD LABOR OF BRICKS IN JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRACT

Child labor is one of social problems that is related closely to high rates of poor families in a country. Children of poor families were left to work with low wages to help the economy of the family so that it can meet the needs of the child. It caused negative impact on the development of the child’s self. Children become less attention and adequate education so that resulting the bad effect on development in a country because they are the nation’s next generation. The research method is descriptive qualitative. This research was conducted in Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. The entire process, from the preparation of the study, observation, interviews, the study of libraranship, analysis of data and report writing lasted for 5 months. The interview was conducted to 14 persons informant. The study aims to describe the lives of child labor, the factors that cause children to work, and the impact of the work for theirself. The results showed that in in addition to economic factors, the social environment is another factor children worked. The influence of peers who also have poor family background and tend to work to help the family economy, push other children from poor families get involved work. Interactions that occur between child labors raising solidarity among them. Child labor tend to be educated by authoritarian parenting and became victims of structural poverty in a family. This has resulted in the emergence of some impact on children, among them: the process of enculturation in children, poor quality of learning and resulting in a child makes working as a requirement of their lives.


(8)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Allah yang Esa yang saya sembah di dalam Yesus sebagai Tuhan, yang menjadi pusat pengharapan dan tujuan hidup saya. Oleh karena kemurahan dan penyertaan-Nya, saya mampu menyelesaikan program studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Atas anugerah-Nya, saya dapat menyusun dan menyelesaikan Tesis yang berjudul

Kehidupan Pekerja Anak Penyusun Batu Bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

Saya mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua saya, yaitu Bapak J. Ginting dan Mama H. Br. Barus, Spd yang telah memberikan perhatian, kasih sayang dan doa di sepanjang hidup saya. Saya sungguh merasakan kasih Allah melalui kehidupan mereka. Demikian pula, abang yang terkasih Pdt. Natal Nael Ginting, STh yang memberikan dukungan, motivasi dan doa kepada saya sehingga saya merasakan kasih sayang seorang abang untuk adiknya. Kiranya kita menjadi keluarga yang mengasihi Allah melebihi apapun dan menjadi berkat dimanapun.

Dalam pengerjaan tesis ini saya menyadari bahwa ada banyak pihak yang telah terlibat bahkan yang memberikan doa, semangat dan kerja sama yang membuat saya terus berjuang dalam memberikan yang terbaik sebagai mahasiswa berprestasi. Oleh karena itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU)

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Seketaris Program Studi Magister Studi Pembangunan sekaligus sebagai dosen pembimbing I saya yang telah memberikan waktu, semangat dan saran-saran yang membangun guna mendukung pengerjaan tesis ini menjadi sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan.

5. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, MSP selaku dosen pembimbing II saya yang telah memberikan waktu, semangat dan saran-saran yang membangun guna mendukung pengerjaan tesis ini menjadi sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Bapak Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc.Sc dan Bapak Hatta Ridho, S.Sos, MSP selaku dosen pembanding yang telah memberikan banyak masukan di dalam proses penulisan tesis saya.


(9)

7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada saya.

8. Seluruh pegawai pada Program Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Terima kasih kepada kak Tika, kak Dina, Bang Iwan dan Ibu Nisa, yang telah banyak membantu saya dalam proses penyusunan administrasi dan memberikan semangat. 9. Ibu Dr. Harmona Daulay, S.Sos, M.Si yang menjadi salah satu motivator

dan sahabat saya dalam belajar menjadi mahasiswa berprestasi. Terima kasih karena telah memberikan banyak waktu untuk sharing, memberikan perhatian seorang ibu kepada anaknya, dan yang telah membimbing saya dengan kasih sayang.

10.Teman-teman KTB saya, kakak Dorismawati, S.Sos, kakak Rosianna Simarmata, S.Sos, kakak Rusmawati Nainggolan, S.Sos, Abang Daniely Aroz Daeli, S.Sos, Abang Nalon Ginting, S.Sos. Terima kasih telah menjadi bagian dalam proses belajar dalam pengenalan akan Allah dan dalam pengaplikasian firman Allah.

11.Ketiga kelompok kecil adik-adik rohani saya, kelompok kecil Joel Isahya dari departemen Ilmu Komunikasi Stambuk 2009 (Rebekka Purba, S.Ikom, Rina Maria Hutagaol, S.Ikom, Sarah Rogatianni Artati, S.Ikom), kelompok kecil Calvary Evangelion dari departemen Sosiologi Stambuk 2010 (Sri Handayani Ginting, Yolanda F. Sembiring, Santiur Manurung) dan kelompok kecil Reminiscere Deveno dari departemen Sosiologi stambuk 2012 (Putri Pakpahan, Binsar S. Pirngadi Lumban Gaol, Riana Astrinda Sitompul). Saya mengucap syukur kepada Allah yang telah mempercayakan mereka di dalam proses pertumbuhan iman saya. Terima kasih atas dukungan semangat dan doa adik-adik semua. Semakin menjadi berkat dan terus menjadi hamba Allah yang setia.

12.Sahabat doa saya yang senantiasa setia mendoakan saya.

13.Seluruh Tim Pengurus Pelayanan dan keluarga besar UKM KMK USU UP PEMA FISIP dan UKM KMK USU yang telah memberikan dukungan semangat di dalam doa dan firman. Semoga Allah memberkati dan berkenan atas setiap pelayanan yang telah dipercayakan.

14.Seluruh mahasiswa program magister Studi Pembangunan FISIP USU Tahun 2012 Angkatan XXV. Terima kasih untuk setiap kebersamaannya dalam proses menggali ilmu pengetahun untuk mencapai gelar magister. Semoga kita dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah kita pelajari di lingkungan masyarakat secara bertanggung jawab.

15.Seluruh rekan satu kos maupun rekan-rekan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan terima kasih atas doa dan motivasi yang pernah diberikan.


(10)

16.Seluruh pekerja anak, keluarga pekerja anak, pekerja dewasa kilang batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dan masyarakat di sekitarnya yang telah membantu dalam memberikan informasi guna proses penyelesaian tesis ini.

17.Seluruh staf pegawai di kantor desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang sehingga saya dapat memperoleh data-data sekunder yang mendukung proses penelitian.

Medan, April 2014 Peneliti,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang memiliki nama lengkap Mutiara Ginting merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Jaramin Ginting dan Ibu Hokni Br Barus, Spd. Adik dari Pdt. Natal Nael Ginting, STh ini lahir di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 22 April 1989. Pendidikan Sekolah Dasar penulis, ditempuh SD Negeri 101898 dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menjalani pendidikan di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Pakam. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri yaitu di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan dinyatakan lulus dengan nilai Cumlaude pada bulan Juni 2011. Pada tahun 2012, penulis kembali melanjutkan pendidikan pada program studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan lulus pada bulan April 2014 dengan nilai Cumlaude.

Selama menikmati pendidikan S1, penulis aktif di Pemerintahan Mahasiswa FISIP USU dan pernah menjabat sebagai pengurus di bagian pembinaan KMK FISIP USU pada tahun 2010 sampai tahun 2011. Sejak tahun 2009 telah dipercayakan sebagai pemimpin kelompok kecil Penelaahan Alkitab (PA) KMK FISIP USU sampai sekarang. Pada tahun 2010, penulis pernah beberapa kali menjabat sebagai Enumerator dalam beberapa penelitian ilmiah, salah satunya dalam survei migrasi desa-kota The Rural-Urban Migration in China and Indonesia yang diadakan di kota

Setelah lulus dari pendidikan S1, penulis bekerja sebagai guru privat untuk anak sekolah dasar kelas 5 dan menjabat sebagai guru TK di sekolah Bethany Indonesia selama satu tahun hingga tahun 2013. Pada tahun 2014, penulis dipercayakan bekerja sebagai asisten dosen untuk mata kuliah Sosiologi Keluarga di Departemen Sosiologi Fisip USU.


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9

2.2. Definisi Anak ... 11

2.3. Pekerja Anak ... 11

2.4. Faktor Penyebab Anak Bekerja ... 13

2.5. Hak dan Kebutuhan Anak ... 17

2.5.1. Hak-hak Anak ... 17

2.5.2. Kebutuhan Anak ... 23

2.5.2.1. Pendekatan holistik pada tumbuh kembang anak 25 2.5.2.2. Gaya mendidik anak yang tidak efisien ... 26

2.6. Proses Enkulturasi Pada Anak ... 28

2.7. Perubahan Fungsi Keluarga ... 29


(13)

2.9. Kemiskinan ... 32

2.10. Definisi Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi Penelitian ... 36

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 37

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.5. Teknik Analisa ... 40

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1. Sejarah Kabupaten Deli Serdang ... 41

4.1.2. Deskripsi Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam ... 47

4.1.3. Deskripsi Kilang Batu Bata ... 52

4.2. Profil Informan ... 53

4.2.1. Pekerja Anak 4.2.1.1. Informan DV... 53

4.2.1.2. Informan PR ... 54

4.2.1.3. Informan RY ... 55

4.2.1.4. Informan RH ... 55

4.2.1.5. Informan RI ... 56

4.2.1.6. Informan YP ... 57

4.2.1.7. Informan VN... 57

4.2.1.8. Informan MR ... 58

4.2.2. Orangtua/Keluarga Pekerja Anak 4.2.2.1. Informan AS ... 59


(14)

4.2.3. Pekerja Dewasa

4.2.3.1. Informan AR ... 60

4.2.3.2. Informan AN... 61

4.2.3.3. Informan AD... 61

4.2.3.4. Informan AK... 62

4.3. Proses Kerja yang Berlangsung di Kilang ... 62

4.4. Kehidupan Pekerja Anak di Kilang Batu Bata ... 65

4.5. Kesehatan Para Pekerja Anak ... 69

4.6. Hubungan Patron-Klien diantara Mandor dan Para Pekerja Anak ... 70

4.7. Faktor Ekonomi Keluarga dan Lingkungan Sosial Mendorong Anak Bekerja ... 71

4.7.1. Faktor Ekonomi Keluarga ... 72

4.7.2. Faktor Lingkungan Sosial ... 74

4.8. Solidaritas Sesama Pekerja Anak ... 75

4.9. Pola Asuh Otoriter dalam Kehidupan Pekerja Anak ... 76

4.10. Pekerja Anak Korban dari Kemiskinan Struktural ... 79

4.11. Dampak Pekerja Anak Penyusun Batu Bata ... 82

4.11.1. Proses Enkulturasi Bekerja di Usia Dini Pada Anak . 82 4.11.2. Rendahnya Kualitas Belajar Pada Anak ... 84

4.11.3. Bekerja Sebagai Suatu kebutuhan ... 87

4.12. Pekerja Dewasa Mantan Pekerja Anak ... 88

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran ... 92

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 93


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Jenis Mata Pencaharian Penduduk ... 48

4.2 Industri Perekonomian ... 49

4.3. Sarana Rumah Ibadah ... 49

4.4. Tabel Sarana Kesehatan ... 50

4.5. Sarana Pendidikan ... 50

4.6. Jenis Rumah ... 51


(16)

DAFTAR BAGAN

No. Judul Halaman

2.1. Bagan Pendekatan Holistik Pada Tumbuh Kembang Anak ... 25 4.1. Bagan Proses dan Dampak Pekerja Anak ... 68


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Interview Guide Terhadap Pekerja Anak ... 98

2. Interview Guide Terhadap Orangtua/Keluarga ... 100

3. Interviw Guide Terhadap Pekerja Dewasa ... 102

4. Dokumentasi ... 104


(18)

KEHIDUPAN PEKERJA ANAK PENYUSUN BATU BATA DI JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Pekerja anak merupakan salah satu masalah sosial karena berkaitan erat dengan tingginya tingkat keluarga miskin di suatu negara. Anak-anak keluarga miskin dibiarkan bekerja dengan upah yang rendah untuk membantu perekonomian keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan anak. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam perkembangan diri anak tersebut. Anak menjadi kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan yang memadai sehingga berpengaruh buruk pada pembangunan di suatu negara karena anak merupakan generasi penerus bangsa. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Keseluruhan proses penelitian, sejak persiapan, observasi, wawancara, studi kepustakaan, analisis data dan penulisan laporan berlangsung selama 5 bulan. Wawancara dilakukan terhadap 14 orang informan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kehidupan pekerja anak, faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja dan dampak bekerja bagi diri anak tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain faktor ekonomi, lingkungan sosial merupakan faktor pendorong lain anak bekerja. Pengaruh dari teman sebaya yang juga memiliki latar belakang keluarga miskin dan cenderung bekerja membantu ekonomi keluarga, mendorong anak-anak lainnya yang juga berasal dari keluarga miskin ikut terlibat bekerja. Interaksi yang terjadi di antara para pekerja anak menimbulkan solidaritas diantara mereka. Pekerja anak cenderung didik dengan pola asuh otoriter dan menjadi korban dari kemiskinan struktural dalam sebuah keluarga. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa dampak pada diri anak, diantaranya: proses enkulturasi pada anak, rendahnya kualitas belajar anak serta mengakibatkan anak menjadikan bekerja sebagai suatu kebutuhan hidup mereka. Kata kunci: Pekerja anak, Keluarga Miskin, Teman Sebaya dan Kilang Batu Bata


(19)

THE LIFE OF CHILD LABOR OF BRICKS IN JALAN PELAK DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRACT

Child labor is one of social problems that is related closely to high rates of poor families in a country. Children of poor families were left to work with low wages to help the economy of the family so that it can meet the needs of the child. It caused negative impact on the development of the child’s self. Children become less attention and adequate education so that resulting the bad effect on development in a country because they are the nation’s next generation. The research method is descriptive qualitative. This research was conducted in Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. The entire process, from the preparation of the study, observation, interviews, the study of libraranship, analysis of data and report writing lasted for 5 months. The interview was conducted to 14 persons informant. The study aims to describe the lives of child labor, the factors that cause children to work, and the impact of the work for theirself. The results showed that in in addition to economic factors, the social environment is another factor children worked. The influence of peers who also have poor family background and tend to work to help the family economy, push other children from poor families get involved work. Interactions that occur between child labors raising solidarity among them. Child labor tend to be educated by authoritarian parenting and became victims of structural poverty in a family. This has resulted in the emergence of some impact on children, among them: the process of enculturation in children, poor quality of learning and resulting in a child makes working as a requirement of their lives.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keadaan perekonomian negara yang sedang terpuruk harus diakui mempunyai pengaruh terhadap munculnya pekerja anak. Permasalahan pekerja anak di Indonesia tidak dapat disikapi dengan pilihan boleh atau tidak. Kenyataan menunjukkan bahwa keluarga miskin di Indonesia sangat membutuhkan pekerjaan bagi anak-anaknya, baik untuk membantu perekonomian keluarga, maupun melangsungkan hidupnya sendiri. Idealnya anak-anak memang tidak perlu bekerja, akan tetapi ketika keadaan sosial dan ekonomi memaksa mereka bekerja, maka menghapus pekerja anak dianggap sebagai tindakan yang tidak logis. Hal ini menegaskan bahwa pekerja anak tidak dapat dilarang, tetapi dengan ketentuan anak-anak tersebut masih mempunyai kesempatan untuk sekolah dan pekerja anak mengerjakan pekerjaan yang masih dalam batas kemampuannya. Pernyataan ini sesungguhnya menyebutkan bahwa anak-anak diperbolehkan bekerja, tetapi harus dilindungi dari eksploitasi pihak-pihak yang mempekerjakannya, dan menjaga hak-haknya agar senantiasa dipenuhi (Hardius Usman, 2004:2).

Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara pekerja anak yang ditemukan sekarang merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga pekerja anak. Mereka tidak punya banyak pilihan selain terus menjadi pekerja anak dan ini bisa berlangsung hingga generasi berikutnya. Kemiskinan juga membuat banyak orang tua dan anak tidak memiliki pemahaman dan akses yang cukup pada pendidikan.


(21)

Kondisi ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian masyarakat yang menganggap bekerja lebih menguntungkan daripada menuntut ilmu di sekolah.

Understanding Children's Work (UCW) melaporkan bahwa jumlah pekerja anak di Indonesia cukup tinggi. Sementara itu lebih dari dua pertiga orang muda memasuki dunia kerja dengan bekal pendidikan dasar atau kurang. Laporan menunjukkan sebanyak 2,3 juta anak berusia 7-14 tahun merupakan pekerja anak di bawah umur. Mereka tidak dapat menikmati hak-hak dasar atas pendidikan, keselamatan fisik, perlindungan, bermain, dan rekreasi. Kebanyakan anak-anak yang bekerja masih sekolah, namun waktu yang dihabiskan di dalam kelas jauh lebih sedikit dibandingkan anak-anak yang tidak bekerja.

Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2012 mencatat, ada sekitar 1,7 juta sebagai pekerja anak. Tingginya jumlah pekerja anak di Indonesia masih menjadi salah satu masalah serius yang harus ditangani secara komprehensif. Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei Nasional Pekerja Anak oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Labour Organization (ILO) tahun 2009, ada sekitar 4 juta anak Indonesia aktif secara ekonomi. Sekitar 1,8 juta dari mereka masuk dalam kategori pekerja anak. Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak juga mencatat 11 juta anak usia 7-8 tahun tidak terdaftar sekolah di 33 provinsi di Indonesia. Tingginya jumlah pekerja anak ini membuat ILO menjadikan Indonesia sebagai negara yang menjadi target utama dalam Program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak atau


(22)

sejak 1992 hingga sekarang, pemerintah Indonesia bersama sejumlah pihak terkait baik di tingkat pusat maupun daerah terus mengupayakan mengurangi jumlah pekerja anak secara signifikan terutama pada sejumlah jenis pekerjaan yang dikategorikan sebagai pekerjaan berbahaya bagi anak. Sejumlah pekerjaan berbahaya itu diantaranya adalah pelacuran, pertambangan, penyelam mutiara, sektor konstruksi, jermal, pemulung sampah, pekerjaan dengan proses produksi menggunakan bahan peledak, bekerja di jalan dan pembantu rumah tangga

Secara umum, yang dimaksud dengan pekerja anak atau buruh anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Dengan demikian, anak-anak tersebut bekerja bukan karena pilihan melainkan karena keterpaksaan hidup dan dipaksa orang lain. Faktor utama yang menyebabkan anak terpaksa bekerja adalah karena faktor kemiskinan struktural. Dalam keluarga miskin, anak-anak umumnya bekerja demi meningkatkan pendapatan keluarga. Sebagai tenaga kerja keluarga, anak-anak tersebut biasanya tidak mendapatkan upah karena mereka telah diberi makan. Sebagai buruh, anak-anak tersebut seringkali mendapatkan upah yang tidak layak.

Dalam era industrialisasi sekarang, pengusaha industri justru memperoleh keuntungan yang sangat besar dari pekerja anak. Bahkan pekerja anak sangat diminati karena mereka bisa bekerja secara produktif seperti orang dewasa umumnya, tetapi pekerja anak tersebut tidak mampu menuntut banyak dan bisa


(23)

diupah dengan murah. Intinya, dalam hubungan kerja, pekerja anak tersebut bisa dieksploitasi tanpa ada perlawanan. Berbeda dengan pekerja dewasa (apalagi memiliki serikat pekerja) yang sewaktu-waktu bisa memberontak dengan berbagai tuntutan seperti peningkatan upah.

Masalah eksploitasi terhadap pekerja anak bukan hanya soal upah, melainkan soal jam kerja yang panjang, resiko kecelakaan, gangguan kesehatan, dan menjadi obyek pelecehan dan kesewenang-wenangan orang dewasa. Berdasarkan peraturan yang ditetapkan Pemerintah tentang Ketenagakerjaan (UU Nomor 13 Tahun 2003), usia kurang dari 12 tahun tidak boleh bekerja, usia 13-14 tahun hanya boleh bekerja 3 jam per hari, dan usia 15-17 tahun boleh bekerja 8 jam per hari tetapi dalam kondisi yang tidak membahayakan fisik dan mental. Kenyataan di lapangan, pekerja anak sebagian besar berusia 13-14 tahun yang bekerja rata-rata selama 6-7 jam per hari. Bahkan banyak anak-anak tersebut bekerja di sektor berbahaya dan tidak manusiawi untuk dilakukan oleh anak-anak. Berdasarkan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk mengeliminasi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, ada empat pekerjaan terburuk bagi ana yakni:

1. Semua bentuk perbudakan atau praktik yang menyerupai praktik perbudakan, seperti penjualan dan perhambaan, serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk terlibat dalam konflik bersenjata;


(24)

2. Penggunaan, penyediaan, dan penawaran anak untuk kegiatan prostitusi, produksi pornografi, atau pertunjukkan pornografi;

3. Penggunaan, penyediaan, dan penawaran anak untuk kegiatan terlarang, terutama untuk produksi dan penyelundupan narkotika dan obat-obatan psikotropika;

4. Pekerjaan yang pada dasarnya dan lingkungannya membahayakan kesehatan, keselamatan, dan moral anak.

Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara pekerja anak yang ditemukan sekarang merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga pekerja anak. Mereka tidak punya banyak pilihan selain terus menjadi pekerja dan ini bisa berlangsung hingga generasi berikutnya. Kemiskinan juga membuat banyak orang tua dan anak tidak memiliki pemahaman dan akses yang cukup pada pendidikan. Kondisi ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian masyarakat yang menganggap bekerja lebih menguntungkan daripada menuntut ilmu di sekolah.

UU RI Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 menjamin bahwa hak anak untuk mendapatkan kehidupan layak, tumbuh kembang, hak yang terbaik bagi anak, tidak diskriminasi dan hak berpartisipasi dalam menyatakan pendapat. Kesejahteraan anak merupakan Hak Asasi Manusia yang melekat pada setiap anak-anak Indonesia.

Secara hukum, negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak, baik hak sipil, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Akan tetapi, pada kenyataannya negara masih belum mampu memenuhi kewajibannya untuk melindungi hak-hak anak. Salah satu permasalahan yang masih terjadi adalah keberadaan pekerja anak. Bukan hanya melanggar hak-hak anak, bekerja juga


(25)

membawa dampak-dampak buruk bagi anak-anak, baik secara fisik maupun psikis. Lebih jauh, bekerja dikhawatirkan akan menggangu masa depan anak-anak untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Pekerja anak tersebut kehilangan kesempatan untuk tumbuh berkembang secara wajar dalam hal fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan. Mereka kehilangan masa di mana mereka seharusnya menikmati masa bermain, belajar, bergembira, dan mendapatkan kedamaian. Tidak sedikit dari pekerja anak tersebut terpaksa putus sekolah atau yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Mereka putus sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarga, dan juga karena mereka tak sanggup memikul beban ganda sebagai pekerja dan sebagai pelajar. Bagaimanapun juga mereka akan kesulitan untuk membagi waktu dan perhatian. Oleh karena itu, pekerja anak rentan putus sekolah.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa permasalah besar yang dihadapi pekerja anak, khususnya pada anak yang tingkat ekonomi keluarganya sangat rendah dan berada dalam kondisi kemiskinan adalah anak dituntut untuk mencari nafkah dengan bekerja sebagai pekerja anak untuk menolong perekonomian keluarga. Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan kehidupan pekerja anak, dalam hal ini adalah pekerja anak penyusun batu bata dan apa saja faktor-faktor yang mengakibatkan anak bekerja di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.


(26)

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah kehidupan pekerja anak penyusun batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang?

2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja di kilang batu bata tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menjelaskan kehidupan pekerja anak penyusun batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja

3. Menjelaskan dampak dari bekerja bagi diri anak tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa studi pembangunan serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat maupun pemerintah.


(27)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah tentang pekerja anak penyusun batu bata di kilang batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Hasil studi yang dilakukan Bagong Suyanto pada tahun 2001 dalam jurnal yang ditulis Eny Hikmawati, menyebutkan jumlah pekerja anak usia 7-14 tahun di Indonesia meningkat 1,64 juta pada bulan Oktober 1997 menjadi 1,73 juta pada Agustus 1998, dan meningkat menjadi 1,81 juta pada Desember 1998. Pertambahan jumlah pekerja anak ini meningkat 6 kali lipat di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah pedesaan. Hasil penelitian juga mengungkap munculnya pekerja anak berusia 5-9 tahun yang jumlahnya mencapai 203 ribu orang pada Desember 1998 (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial: 2011, 43)

Dari hasil penelitian oleh Tuti Atika, dkk, dalam Jurnal Studi Pembangunan Magister Studi Pembangunan USU diperoleh bahwa faktor penyebab anak bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang sering tidak bisa dipenuhi seluruhnya oleh orang tuanya. Adapun alasan yang lain adalah untuk membantu ekonomi keluarga. Keadaan ekonomi keluarga yang tidak mencukupi, mendorong anak bekerja meringankan beban ekonomi keluarga. Selain itu, motivasi anak bekerja karena ingin memperoleh penghasilan sendiri. Hal ini berkaitan dengan gesekan-gesekan sosial dan globalisasi ide tentang gaya hidup menyebarnya budaya konsumerisme yang menyebabkan pentingnya akses terhadap uang bagi anak (Jurnal Studi Pempangunan, 2006 : 76)

Dari survei mengenai pekerja anak yang dilaksanakan oleh YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia) tahun 1984 ditemukan bahwa ketidakmampuan


(29)

orangtua untuk memenuhi kebutuhan anak dan ketidakmampuan untuk membiayai sekolah anak (84%) merupakan faktor utama yang mendorong anak untuk bekerja. (Abu Huraerah, 2007: 80)

Hasil riset yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sebelas Maret (P3G LPPM UNS) dengan koordinator peneliti Drs. D. Priyo Sudibyo, M.Si, dkk pada tahun 2010 mengkaji tentang pekerja anak dengan mendasarkan atas Konvensi Hak Anak (KHA) dari PBB serta pemberlakuan UU No. 23 Tahun 2002, menunjukkan bahwa dari 45 anak yang terdiri dari 12 anak perempuan (10 anak berusia 10 - 17 tahun) dan 33 anak laki-laki (16 anak berusia 10 - 17 tahun), bekerja di berbagai sektor atau bidang diantaranya, 5 anak bekerja di sektor konstruksi, 5 anak terlibat AYLA (anak yang dilacurkan), 6 anak sebagai pemulung sampah, 10 anak menjadi anak jalanan, 1 anak sebagai PRT, 11 anak bekerja di industri rumahan dan 7 anak bekerja di sektor mengandung bahan kimia berbahaya. Bila dilihat dari jam kerjanya, 32 anak bekerja 4-8 jam, 6 anak bekerja selama kurang dari 4 jam dan 7 anak lebih dari 8 jam. Sedangkan berdasarkan pendapatan 28 anak memperoleh pendapatan kurang dari Rp. 25.000,00 sehari dan 17 anak memperoleh lebih atau sama dengan Rp. 25.000,00 perhari. Untuk pemanfaat atau penggunaan pendapatan anak-anak yang dieksplorasi mengungkapkan untuk diri sendiri dan orang tua sebanyak 19 anak dan ada sebanyak 18 anak yang menggunakan untuk diri sendiri


(30)

2.2. Definisi Anak

Menurut The Minimum Age Convention nomor 138 (1973), pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam

Convention on the Rights of the Child (1989) yang diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebuthkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. (Abu Huraerah, 2007:31)

Jika dicermati, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial serta pertimbangan kematangan sosial, kematangan peribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah sese0rang melampaui usia 21 tahun.

2.3. Pekerja Anak

Secara umum, yang dimaksud dengan pekerja anak atau buruh anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu,


(31)

dengan menerima imbalan atau tidak (Bagong Suyanto, 2010). Dengan demikian, anak-anak tersebut bekerja bukan karena pilihan melainkan karena keterpaksaan hidup dan dipaksa orang lain.

Pekerja anak merupakan suatu istilah yang seringkali menimbulkan perdebatan, meskipun sama-sama digunakan untuk menggantikan istilah buruh anak. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan istilah anak-anak yang terpaksa bekerja. Biro Pusat Statistik menggunakan istilah anak-anak yang aktif secara ekonomi. Definisi Pekerja Anak menurut ILO/ IPEC adalah anak yang bekerja pada semua jenis pekerjaan yang membahayakan atau mengganggu fisik, mental, intelektual dan moral. Konsep pekerja anak didasarkan pada Konvensi ILO No 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang menggambarkan definisi internasional yang paling komprehensif tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, mengacu secara tidak langsung pada “kegiatan ekonomi”. Konvensi ILO menetapkan kisaran usia minimum dibawah ini dimana anak-anak tidak boleh bekerja. Usia minimum menurut Konvensi ILO No 138 untuk negara-negara dimana perekonomian dan fasilitas pendidikan kurang berkembang adalah semua anak berusia 5 – 11 tahun yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pekerja anak sehingga perlu dihapuskan. Anak-anak usia 12 – 14 tahun yang bekerja dianggap sebagai pekerja Anak-anak, kecuali jika mereka melakukan tugas ringan. Sedangkan usia sampai dengan 18 tahun tidak diperkenankan bekerja pada pekerjaan yang termasuk berbahaya.

Pekerjaan ringan dalam Konvensi No 138 Pasal 7, menyatakan bahwa pekerjaan ringan tidak boleh menggangu kesehatan dan pertumbuhan anak atau


(32)

menggangu sekolahnya serta berpartisipasinya dalam pelatihan kejuruan atau “kapasitas untuk memperoleh manfaat dari instruksi yang diterimanya. Tugas yang dilaksanakan dalam pekerjaan ringan tidak boleh merupakan pekerjaan yang berbahaya dan tidak boleh lebih dari 14 jam per minggu. Ambang batas ini didukung oleh Konvensi ILO no 33 tahun 1932 mengenai usia minimum (Pekerja di bidang Non Industri) dan temuan tentang dampak anak bekerja terhadap tingkat kehadiran prestasi di sekolah dan terhadap kesehatan anak.

Pekerja anak melakukan pekerjaan tertentu sebagai aktifitas rutin harian, jam kerjanya relatif panjang. Ini menyebabkan mereka tidak dapat bersekolah, tidak memiliki waktu yang cukup untuk bermain dan beristirahat, dan secara tidak langsung aktifitas tersebut berbahaya bagi kesehatan anak. Sedangkan anak bekerja, mereka melakukan aktifitas pekerjaan hanya sebagai latihan. Kegiatan tersebut tidak dilakukan setiap hari, jam kerja yang digunakan juga sangat pendek, dan aktifitasnya tidak membahayakan bagi kesehatan anak serta mendapatkan pengawasan dari orang yang lebih dewasa atau ahlinya. Dalam hal ini anak masih melakukan aktifitas rutinnya seperti sekolah, bermain dan beristirahat.

2.4. Faktor Penyebab Anak Bekerja

Keterlibatan anak dalam dunia kerja tidaklah terjadi dengan sendirinya, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebab tersebut ada yang berasal dari dalam diri anak maupun karena pengaruh lingkungan terdekat


(33)

dengan anak. Secara garis besar faktor penyebab ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik.

Faktor pendorong merupakan faktor yang berasal dari dalam diri si anak, yang mendorong anak untuk melakukan aktifitas tertentu yang menghasilkan uang. Dengan hasil yang diperoleh anak akan menjadi senang dan dorongan tersebut akan terpuaskan. Faktor pendorong yang menyebabkan anak memilih menjadi pekerja anak antara lain : kemiskinan yang dialami orangtua, adanya budaya dan tardisi yang memandang anak wajib melakukan pekerjaan sebagai bentuk pengabdian kepada orangtua, relatif sulitnya akses ke pendidikan, tersedianya pekerjaan yangmudah diakses tanpa membutuhkan persyaratan tertentu, dan tidak tersedianya fasilitas penitipan anak pada saat orangtua bekerja.

Faktor penarik adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor inilah yang menjadi alasan bagi dunia kerja untuk menerima anak bekerja. Anak dipandang sebagai tenaga kerja yang murah dan cenderung tidak banyak menuntut. Pekerja anak dipandang tidak memiliki kemampuan yang memadai, baik secara fisik maupun kemampuan. Dengan demikian para pengusaha akan cenderung memilih anak karena upah yang diberikan akan cenderung lebih murah dari pada orang dewasa. Di samping itu anak lebih patuh dan penurut terhadap instruksi yang diberikan oleh orang dewasa.

Selain beberapa faktor di atas, penyebab anak memasuki dunia kerja dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain: ekonomi, sosial, budaya dan faktor-faktor lain. Dari faktor ekonomi, kemiskinan keluarga menyebabkan ketidak mampuannya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Kondisi ini menyebabkan anak


(34)

dengan kesadaran sendiri atau dipaksa oleh keluarga untuk bekerja, sehingga kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi dan membantu keluarga dalam mencari nafkah. Secara sosial ketidak harmonisan hubungan antar anggota keluarga dan pengaruh pergaulan dengan teman, merupakan faktor yang menyebabkan anak bekerja. Bagi anak, bekerja bukan sekedar kegiatan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Tetapi juga sebagai pelampiasan atas ketidak harmonisan hubungan diantara anggota keluarga. Di samping itu pekerjaan dan teman-teman di tempat bekerja merupakan tempat yang dapat dijadikan tempat bergantung bagi anak.

Faktor budaya yang menyebabkan anak bekerja adalah adanya pandangan dari sebagian masyarakat yang lebih menghargai anak yang bekerja. Mereka menganggap bahwa anak yang bekerja merupakan bentuk pengabdian kepada orangtua. Faktor-faktor lain yang turut menjadi penyebab anak memasuki dunia kerja adalah tersedianya sumber lokal yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi anak, pola rekriutmen yang mudah dan anak merupakan tenaga kerja yang murah dan mudah diatur.

Dampak dari pekerja anak yang secara tidak langsung akan ditanggung oleh masyarakat dan negara antara lain : pertama, anak tidak memiliki bekal pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga akan memperpanjang siklus kemiskinan yang selama ini sudah dialami keluarga anak. Kedua, Anak yang bekerja pada usia dini akan cenderung memilliki fisik yang lebih rapuh, merasa takut dan tidak memiliki rasa percaya diri ketika berinteraksi dengan orang lain yang baru dikenalnya.


(35)

Memperhatikan pada dampak negatif terhadap perkembangan anak tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pekerja anak merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian berbagai pihak. Masalah pekerja anak bukanlah masalah yang memiliki faktor penyebab tunggal, sehingga penanganannya pun perlu melibatkan beberapa pihak yang berhubungan dengan anak. Pandangan yang mempermasalahkan pekerja anak juga dapat dilihat dari perspektif hak anak. Perspektif hak anak memandang bahwa hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara Internasional. Setiap anak tanpa terkecuali memiliki 4 hak dasar yang meliputi : hak atas kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak untuk mendapatkan perlindungan dan hak untuk berpartisipasi. Hak untuk tumbuh kembang merupakan hak anak untuk memperoleh pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama serta hak anak cacat atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus.

Membiarkan anak untuk menjadi pekerja anak merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak anak, terutama hak untuk berkembang. Pekerja anak menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja. Ini menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan lagi untuk memperoleh pendidikan, melakukan aktfitas yang berkaitan dengan seni dan budaya, tidak memiliki waktu luang yang memungkinkannya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan cenderung berada pada situasi yang berbahaya bagi kelangsungan hidupnya.


(36)

2.5. Hak dan Kebutuhan Anak

Setiap anak memiliki hak dan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orangtua atau keluarga maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya. Pemenuhan hak dan kebutuhan pada anak akan berpengaruh besar pada tumbuh kembang anak, baik dalam hal fisik maupun emosional anak sebagai generasi penerus bangsa. Semakin terpenuhinya hak dan kebutuhan anak maka semakin besar kemungkinan untuk menghasilkan generasi yang membangun bangsa dan negaranya.

2.5.1. Hak-hak Anak

Anak merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang kelak diharapkan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya demi kelestarian bangsa dan negara. Membuat perencanaan masa depan tanpa memperhitungkan variabel anak adalah sebuah pikiran amoral dan historis, karena tidak meletakkan manusia sebagai faktor determinan dalam perubahan masyarakat. Bila itu terjadi, maka dalam prosesnya akan dengan mudah melupakan faktor-faktor kepentingan anak dan lebih untuk menuruti egoisme manusia dewasa yang berfikir hanya untuk kepentingan sesaat. Anak-anak karena ketidakmampuan ketergantungaan dan ketidakmatangan, baik fisik, mental maupun intelektual, perlu mendapat perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa). Perawatan, pengasuhan dan pendidikan anak adalah kewajiban agama dan kemanusiaan yang harus dilaksanakan mulai dari keluarga, masyarakat dan negara.


(37)

Dalam sebuah keluarga terdapat anak-anak yang menjadi tanggung jawab orang tua, baik yang masih dalam kandungan, masa bayi hingga anak mencapai usia dewasa dan mandiri. Sebagai bagian dari masyarakat bangsa, anak juga memiliki hak yang berguna dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya. Pengakuan terhadap hak anak secara Internasional dilakukan oleh PBB melalui suatu konvensi yaitu pada tahun 1989. Prinsip-prinsip yang dianut dalam Konvensi Hak Anak adalah (Buletin Kalingga: November-Desember 2004)

1. Non Diskriminasi (Pasal 2). Semua hak anak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa perbedaan apapun.

2. Kepentingan terbaik untuk anak (Pasal 3). Semua tindakan yang menyangkut anak, pertimbangannya adalah apa yang terbaik untuk anak.

3. Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui atas perkembangan hidup dan perkembangannya harus dijamin.

4. Penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 12). Pendapat anak terutama yang menyangkut hal-hal yang dapat mempengaruhi kehidupannya perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.

Konvensi hak anak tersebut diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa anak memiliki hak-hak antara lain: hak untuk hidup layak, hak untuk


(38)

berkembang, hak untuk dilindungi, hak untuk berperan serta, hak untuk menolak menjadi pekerja anak, dan hak untuk memperoleh pendidikan.

Sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 (disetujui DPR RI tanggal 23 September 2002), perlindungan bagi anak Indonesia telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh. Hak anak relatif lebih lengkap dan cukup banyak dicantumkan dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Pasal-pasal yang berkaitan dengan hak-hak anak tersebut adalah sebagai berikut.

Pasal 4 : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 5 : Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

Pasal 6 : Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orangtua.

Pasal 7 : (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orangtuanya sendiri.

(2) Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam


(39)

keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8 : Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial

Pasal 9 : (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus

Pasal 10 : Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.


(40)

Pasal 11 : Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 12 : Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 13 : (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

1. Diskriminasi;

2. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; 3. Penelantaran;

4. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; 5. Ketidakadilan; dan

6. Perlakuan salah lainnya

(2) Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman

Pasal 14 : Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan / atau aturan hukum yang sah


(41)

menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15 : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari:

1. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; 2. Pelibatan dalam sengketa bersenjata; 3. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

4. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan

5. Pelibatan dalam peperangan

Pasal 16 : (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai hukum.

(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana pendjara anak hanya dilakukan apabila dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Pasal 17 : (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

1. Mendapat perlakukan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;


(42)

2. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlakuuu dan

3. Membela diri dan memperoleh memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan

Pasal 18 : Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

2.5.2. Kebutuhan Anak

Huttman dalam Abu Huraerah (2012:38) merinci kebutuhan anak adalah:

1. Kasih sayang orangtua 2. Stabilitas emosional 3. Pengertian dan perhatian 4. Pertumbuhan kepribadian 5. Dorongan kreatif


(43)

7. Pemeliharaan kesehatan

8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan memadai

9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif 10.Pemeliharaan, perawatan, dan perlindungan.

Menurut Suharto yang dikutip oleh Abu Huraerah (2012 : 39), untuk menjamin pertumbuhan fisik anak, anak membutuhkan makanan yang bergizi, pakaian, sanitasi, dan perawatan kesehatan. Semasa kecil, mereka memerlukan pemeliharaan dan perlindungan dari orangtua sebagai perantara dengan dunia nyata. Untuk menjamin perkembangan psikis dan sosialnya, anak memerlukan kasih sayang, pemahaman, suasana rektratif, stimulasi kreatif, aktualisasi diri, dan pengembangan intelektual. Sejak dini, mereka perlu pendidikan dan sosialisasi dasar, pengajaran tanggung jawab sosial, peran-peran sosial dan ketrampilan dasar agar menjadi warga masyarakat yang bermanfaat. Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak negatif pada pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan sosial anak. Anak bukan saja mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan juga menalami hambatan mental, lemah daya nalar, dan bahkan perilaku-perilaku mal-adaptif, seperti: autis, ‘nakal’, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia ‘tidak normal’ dan pelaku kriminal.


(44)

2.5.2.1. Pendekatan holistik pada tumbuh kembang anak

Seorang psikiater terkenal, Dadang Hawari berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak seutuhnya dipengaruhi empat faktor yang saling berinteraksi satu dengan yang lain: faktor organobiologik, psiko-edukatif, sosial-budaya, dan spritual (agama). Anak akan tumbuh dan berkembang sehat apabila keempat faktor tersebut terpenuhi dengan baik. interaksi dari keempat faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Abu, Huraerah, 2012 : 40) :

Gambar 2.1. Bagan Pendekatan Holistik Pada Tumbuh Kembang Anak

Dalam hal agama, anak harus mendapapat pendidikan agama sejak dini sehingga dapat menjalankan peraturan dengan pemahaman yang benar. Dalam hal organo-biologik, anak membutuhkan pemenuhan jasmaninya secara fisik demikian pula dengan tingkat gizi yang seharusnya mereka terima sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara sehat. Dalam hal psiko-edukatif, anak membutuhkan pendidikan

Agama/ Spiritual

Organo-Biologik

Psiko-Edukatif

Sosial-Budaya Anak


(45)

baik secara formal maupun informal yang sangat berpengaruh pada kecerdasan dan mental anak guna masa depan yang baik. Dalam sosial-budaya, anak membutuhkan pola-pola interaksi yang baik dan ajaran budaya yang bernilai positif untuk dijalankan sebagai makhluk sosial.

2.5.2.2. Gaya mendidik anak yang tidak efisien

Daniel Golemen mengungkapkan tiga gaya mendidik anak yang secara emosional pada umumnya tidak efisien, yaitu:

1. Sama sekali mengabaikan perasaan

Orangtua seperti ini memperlakukan masalah emosional anaknya sebagai hal kecil atau gangguan, sesuatu yang mereka tunggu-tunggu untuk dibentak. Mereka gagal memanfaatkan momen emosional sebagai peluang untuk menjadi lebih dekat dengan anak atau untuk menolong anak untuk memperoleh pelajaran-pelajaran dalam ketrampilan emosional.

2. Terlalu membebaskan

Orangtua seperti ini peka akan perasaan anak, tetapi jarang berusaha memperlihatkan respon-respon alternatif kepada anaknya. Mereka mencoba menenangkan semua kekecewaan, dan misalnya


(46)

akan menggunakan tawar-menawar serta suap agar anak berhenti bersedih hati dan marah.

3. Menghina dan tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak

Orang tua seperti ini suka mencela, mengecam, dan menghukum keras anak mereka. Misalnya, mereka mencegah setiap ungkapan kemarahan anak dan menjadi kejam jika melihat tanda kemarahan paling kecil sekalipun. Mereka adalah orangtua yang akan berteriak marah pada anak yang mecoba menyampaikan alasannya, “Jangan Membantah!” (Hermanta dalam Abu Huraerah, 2012 : 42)

Gaya mendidik anak yang tidak efisien akan menimbulkan pengaruh negatif terhadap perkembangan anak. Anak yang didik dengan pola dan aturan tertentu di dalam sebuah keluarga, cenderung akan mengikuti dan meregenerasikan pola dan aturan yang sudah ia terima sebelumnya tersebut. Jika pola dan aturan yang anak terima bersifat menyimpang, maka anak akan cenderung melakukan tindakan menyimpang, demikian pula sebaliknya.


(47)

2.6. Proses Enkulturasi Pada Anak

Istilah yang sesuai untuk kata enkulturasi adalah “pembudayaan”. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah institutionalization. Proses enkulturasi adalah proses seorang individu nmempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. (Koentjaraningrat, 2009: 189)

Proses enkulturasi sudah berlangsung sejak kecil, mulai dari lingkungan kecil (keluarga) ke lingkungan yang lebih besar (masyarakat). Anak kecil mulai belajar dengan cara menirukan tingkah laku orang-orang di sekitarnya, yang lama kelamaan menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang mengatur tingkah lakunya “dibudayakan”. Selain di lingkungan keluarga, norma-norma tersebut dapat pula dipelajari dari pengalamannya bergaul dengan sesama warga masyarakat dan secara formal di lingkungan sekolah.

Pada mulanya, yang dipelajari oleh seorang anak tentu hal-hal yang menarik perhatiannya dan yang konkret. Kemudian sesuai dengan perkembangan jiwanya, ia mempelajari unsur-unsur budaya lainnya yang lebih kompleks dan bersifat abstrak. Meskipun enkulturasi hampir memiliki makna yang sama dengan sosialisasi, namun keduanya memiliki arti yang berbeda. Di dalam enkulturasi seorang anak mempelajari dan menyesuaikan alam pikirannya dengan lingkungan yang telah menjadi kebudayaannya. sedangkan di dalam sosialisasi, seorang anak melakukan proses penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya.


(48)

2.7. Perubahan Fungsi Keluarga

Perubahan fungsi keluarga dapat menimbulkan munculnya disorganisasi keluarga. Keluarga tradisional merupakan suatu lembaga multifungsi dan mempunyai berbagai fungsi ekonomi, perlindungan, pendidikan, religi, rekreasi, biologis, kasih sayang dan status. Perubahan sosial telah merubah fungsi-fungsi dari keluarga kepada lembaga-lembaga yang lain, dan dalam banyak hal keluarga sekarang merupakan bayangan dari yang lama itu sendiri. (Khairuddin, 1999 : 123)

Fungsi ekonomi, misalnya, merupakan kepentingan yang menentukan karena keluarga bukanlah selamanya merupakan unit produksi yang utama. Kecenderungan menempatkan beban pendidikan formal hampir sepenuhnya pada masyarakat, dan keluarga telah kehilangan sebagian besar fungsi pendidikannya kecuali pada masa-masa awal si anak. Sekolah gereja moderen telah banyak mengambil alih pendidikan agam dan sama sekali memperkecil fungsi agama keluarga. Negara telah memegang hak untuk melindungi kesejahteraann wargannya mulai dari ayunan sampai kel liang kubur. Pada satu tujuan tentang perjalanan hidup, negara telah meningkatkan peranan perlindungannya atas si anak, pada tujuan lain, program-program bantuan terhadap orang-orang jompo seterusnya telah menurun fungsi perlindungan keluarga terhadap mereka-mereka yang berusia lanjut.

Fungsi-fungsi tradisional tertentu sebagian besar telah dipegang oleh lembaga-lembaga atau asosiasi-asosiasi lain. Rekreasi yang bersifat komersil telah menjadi begitu kuat, sehingga hampir menutupi fungsi rekreasi keluarga, khususnya pada


(49)

pusat-pusat kota. Fungsi status yang ada dalam suatu negara berubah terus menerus dan tidak dapat diganti oleh agen yang sama. Pada awalnya, status sebagian besar ditentukan oleh kelahiran. Posisi dalam masyarakat dengan ukuran luas menghasilkan keanggotaan seseorang dalam suatu keluarga khusus. Sekarang banyak yang lebih menekankan pada individu dan prestasinya daripada berdasarkan keanggotaannya di dalam suatu kelompok keluarga. Hal ini cenderung untuk demokratis, dan hal ini juga memperlihatkan menurunnya fungsi tradisional. Nilai pokok dari keluarga zaman sekarang terletak pada tiga hal yang fungsinya tidak dapat dijalankan oleh lembaga lain yakni fungsi biologis, fungsi sosialisasi, dan fungsi kasih sayang.

Fungsi biologis menentukan peranan keluarga dalam melaksanakan hubungan sosial yang serasi yang didalamnya anak-anak dikandung dan dilahirkan. Fungsi biologis merupakan alat pengerahan masyarakat dengan tambahan angota-anggota baru. Hal ini merupakan fungsi yang terpenting dari segala fungsi-fungsi, tanpa dengan ini keluarga dan masyarakat biasanya akan bertambah buruk dan musnah.

Dalam fungsi sosialisasi, proses kepribadian si anak ditentukan lewat interaksi sosial. Agen utama dalam hubungan ini adalah keluarga dan masyarakat. Setiap masyarakat seharusnya mengajar si anak untuk menjadi anggota yang bertanggung jawab dan paling utama adalah melalui keluarga. Melalui keluarga si anak belajar menerima norma-norma sosial, sikap-sikap, nilai-nilai, serta pola-pola tingkah laku sehingga bahasa, pola-pola-pola-pola seks, keyakinan agama, sopan santun, dan cara pengaplikasian elemen-elemen kebudayaan diatasi melalui keluarga.


(50)

Fungsi kasih sayang termasuk pengertian simpatik, kepuasan diri, perasaan aman, dan keinginan untuk dicintai dan dihargai. Fungsi kasih sayang juga memerlukan kasih sayang perkawinan, perasaan cinta dan penghargaan diantara pasangan suami istri, akan tetapi kebutuhan-kebutuhan perkawinan lebih daripada sekedar kasih sayang romantis untuk memastikan keabadiannya.

2.8. Pekerja Anak Rawan Eksploitasi

Hampir semua studi tentang pekerja anak membuktikan adanya tindakan yang merugikan anak. Para pekerja anak umumnya selain dalam posisi tak berdaya, juga sangat rentan terhadap eksploitasi ekonomi. Di sektor industri formal, mereka umumnya berada dalam kondisi jam kerja yang panjang, berupah rendah, menghadapi resiko kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan atau menjadi sasaran pelecehan dan kesewenang-wenangan orang dewasa.

Kecenderungan eksploitasi terhadap anak berkaitan secara signifikan dengan ranah eksternal makro yang saling mempengaruhi dengan keterdesakan dan atau marginalisasi kelompok anak-anak baik secara sosial, psikologis, dan ketahanan mental dari serangan budaya atau gaya hidup materialistis yang semakin meluas. Dinamika sosial ekonomi secara tidak disadari telah menimbulkan persoalan yang tidak terduga, sebagaimana pelacuran anak, fenomena ABG (Anak Baru Gede), aborsi, dan pornografi anak.

Keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi, bila dilakukan secara proporsional dan mengikuti aturan hukum yang berlaku barangkali persoalan ini tidak akan terlalu merisaukan. Dengan latar belakang kondisi sosial ekonomi


(51)

masyarakat yang relatif belum berkembang, peran anak sebagai salah satu sumber penghasilan keluarga bagaimnapun tidak akan dapat diingkari begitu saja. Tetapi yang memprihatinkan meski secara resmi pemerintah telah menerbitkan sejumlah aturan hukum, dalam praktik berbagai pelanggaran tetap saja terjadi.

Di berbagai daerah, pekerja anak sering dipekerjakan pada malam hari dan sering 10-12 jam sehari bahkan tidak jarang lebih. Studi yang dilakukan Irwanto dkk (Bagong Suyanto : 2010) menemukan bahwa sekitar 71,9 % pekerja anak bekerja selama lebih dari 7 jam sehari. Pekerja anak yang menjadi pembantu rumah tangga dan mereka yang bekerja di jermal bahkan bekerja lebih dari 12 jam sehari. Tidak sedikit anak-anak juga bekerja dalam kondisi lingkungan kerja yang buruk dan berbahaya.

2.9. Kemiskinan

Dalam membicarakan masalah kemiskinan dan/atau pemiskinan, akan ditemui istilah kategoritatif kemiskinan (Johanes Mardinin: 1996), diantaranya:

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien. Orang yang dalam kondisi ini sangat ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi tersebut akan mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan, terutama untuk dapat


(52)

bekerja. Di Indonesia garis batas minimum kebutuhan hidup yang ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori per kapita per hari.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain. Misalnya, Karto adalah orang yang sangat kaya di desanya, tetapi setelah dibandingkan dengan orang-orang di kota ternyata Karto tergolong miskin.

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural lebih menunjuk kepada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah. Mereka tetap miskin atau menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya, tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada sistem atau struktur masyarakat yang berlaku.

4. Kemiskinan Situasional atau Kemiskinan Natural

Kemiskinan situasional atau kemiskinan natural terjadi jika seseorang atau sekelompok orang tinggal di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan oleh karenanya mereka menjadi miskin. Dengan kata lain, kemiskinan itu terjadi sebagai akibat dari situasi yang tidak menguntungkan seperti kemarau panjang, tanah tandus, gagal panen, atau bencana-bencana alam.


(53)

5. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur masyarakatnya. Masyarakat rela dengan keadaan miskinnya karena diyakini sebagai upaya untuk membebaskan diri dari sikap serakah yang pada gilirannya akan membawa kepada ketamakan. Misalnya, masyarakat yang menganut pietisme-dualistis mempunyai anggapan bahwa manusia terdiri dari dua bagian yang saling bertentangan, yaitu jiwa (suci) dan raga (yang dianggap hina). Sementara itu, mereka juga beranggapan bahwa keselamatan manusia sangat ditentukan oleh pietas, yaitu kesalehan yang menolak kehinaan.

2.10. Definisi Konsep

1. Pekerja anak merupakan setiap anak yang berusia antara 5 sampai dengan 17 tahun yang telah bekerja sebagai penyusun batu bata minimal selama 1 tahun di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam.

2. Kilang batu bata merupakan tempat terjadinya proses produksi dan perdagangan batu bata yang menjadi lingkungan anak penyusun batu bata bekerja untuk memperoleh uang.

3. Teman sebaya adalah anak yang menjadi teman bermain dan bekerja pekerja anak yang di dalam hubungannya merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lain, seperti usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat mempererat interaksi sosialnya.


(54)

4. Kehidupan sosial ekonomi merupakan perilaku sosial dari anak yang menyangkut interaksinya dan perilaku ekonomi dari anak yang berhubungan dengan pendapatan dan pemanfaatannya

5. Kondisi pekerja anak adalah kondisi kerja anak yang meliputi jam kerja, upah atau gaji, jenis dan sifat pekerjaan, resiko pekerjaaan, dan interaksi anak yang bekerja dengan sesama pekerja anak lainnya.

6. Keluarga adalah orang yang pernah mengasuh, mendidik dan merawat si anak hingga anak tersebut bekerja sebagai penyusun batu bata dan diakui oleh si anak sebagai keluarga.

7. Hak-hak anak merupakan hak untuk dilindungi baik secara jasmani maupun rohani, hak untuk mendapat perhatian dan kasih sayang secara penuh dari keluarga dan lingkungan sosial di sekitarnya, hak untuk memperoleh pendidikan dan hak untuk menolak menjadi pekerja anak.

8. Enkulturasi merupakan proses anak menjadikan aktifitas bekerja di usia dini sebagai budaya dalam kehidupan sehari-hari sehingga menganggap bekerja sebagai sebuah kewajaran untuk membantu orangtua.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan kondisi kehidupan sosial ekonomi pekerja anak penyusun batu bata. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial. Dalam pendekatan ini yang menjadi sasaran penelitian adalah kehidupan sosial dan masyarakat sebagai satu kesatuan atau seebuah kesatuan yang menyeluruh (Rudianto dan Famiola, 2008:78-79)

Maksud dari pendekatan kualitatif ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi dari para informan dalam lingkungan hidup kesehariannya. Melalui metode ini, peneliti sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan para informan, mengenal secara mendalam kehidupan mereka, serta mengamati dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya. Jenis penelitian ini bertujuan untuk memahami permasalahan dari pekerja anak sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan pekerja anak penyusun batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di kilang batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Lubuk Pakam. Adapun alasan dipilihnya tempat penelitian ini adalah karena:


(56)

1. Kilang batu bata ini merupakan kilang batu bata terbesar di desa Sekip yang menjadi tempat mata pencaharian sebagian besar masyarakat di Jalan Pelak Desa Sekip guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada umumnya, para pekerja di kilang batu bata ini didominasi oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya, baik sebagai pencetak batu bata, penyusun batu bata, dan supir truk pengangkut batu bata.

2. Kilang batu bata ini memberikan peluang kerja kepada setiap anak yang mampu dan mau bekerja guna dibayar dengan upah yang rendah.

3. Kilang batu bata ini dikenal sebagai penghasil batu bata terbaik di desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang sedang bekerja di kilang batu bata di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

3.3.2. Informan

3.3.2.1. Informan kunci

Pekerja anak dan keluarga merupakan informan kunci dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian di lapangan, ada sebanyak 8


(57)

pekerja anak dan 2 keluarga yang menjadi informan kunci yang dianggap telah menjawab rumusan masalah dari penelitan ini. Delapan pekerja anak, yaitu:

1. Informan DV

2. Informan PR

3. Informan RY

4. Informan RH

5. Informan RI

6. Informan YP

7. Informan VN

Sedangkan dua keluarga, yaitu:

1. Informan AS

2. Informan PI

3.3.2.2. Informan biasa

Pekerja dewasa yang bekerja di kilang batu bata merupakan informan biasa yang dapat mendukung penelitian ini. Ada sebanyak 4 pekerja dewasa yang menjadi informan biasa. Keempat informan biasa ini mendukung hasil wawancara dari informan


(58)

kunci sebelumnya. Berikut ini inisial dari keempat informan biasa tersebut.

1. Informan AR

2. Informan AN

3. Informan AD

4. Informan AK

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Keseluruhan proses pengumpulan data primer di lapangan dilakukan selama 3 bulan. Data yang dikumpul dalam penelitian ini diperoleh dari:

1. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya berperan sebagai pengamat. Observasi dilakukan untuk mengamati pekerja anak di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

2. Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung ataupun tanya jawab dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data secara mendetail tentang pekerja anak di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.


(59)

3. Studi Kepustakaan, yaitu mengumpulkan data melalui buku-buku ataupun dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penelitian ini.

3.4. Teknik Analisa

Analisa dilakukan dengan menggunakan analisis triangulasi. Proses trianggulasi dilakukan terus menerus sepanjang prosses mengumpulkan data dan analisis data, sampai peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfimasikan kepada informan (Burhan Bungin: 2003, 204). Data-data yang diperoleh dari lapangan diatur, diurutkan, dan dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Peneliti mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sebagainya yang selanjutnya dipelajari, dan ditelaah secara seksama sehingga diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.


(60)

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari Provinsi sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu berpusat di Perbaungan.

Sebelum pemerintahan yang berbentuk Kerajaan (Kesultanan) yait yang berpusat di Perbaungan (± 38 km dari

Dalam masa pemerintah


(61)

spontan menuntut agar NST sebagai prakarsa Van M Timur kembali masuk Negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se-Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional.

Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan NRI, sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) tdak bersedia. Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai denga Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) satu diantaranya Deli en Serdang, Afdeling ini dipimpin seorang Asisten Residen beribu kota Medan serta terbagi atas 4 (empat) Beneden Deli beribu kota Medan, Bovan Deli beribu kota Pancur Batu, Serdang beribu kota Lubuk Pakam, Padang Bedagai beribu kota Tebing Tinggi dan masing-masing dipimpin ole keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur tanggal terdiri atas 6 (enam) Kewedanaan yaitu Deli Hulu, Deli Hilir, Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei / Kota Tebing Tinggi pada waktu itu ibu kota


(62)

berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibu kota Medan meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang dan Bedagei.

Pada tanggal ditetapkan menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-Undang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956. Untuk merealisasikannya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD).

Tahun demi tahun berlalu setelah melalui berbagai usaha penelitian dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli Serdang), akhirnya disepakati dan ditetapkanlah bahwa Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang adalah tanggal

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibu kota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986. Demikian pula pergantian pimpinan di daerah inipun telah terjadi beberapa kali.


(63)

Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu kota Medan yang menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Kecamatan dan 902 Kampung. Daerah ini, sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun tujuh puluhan mengalami beberapa kali perubahan luas wilayahnya, karena kota Medan, Tebing Tinggi dan Binjai yang berada didaerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu meminta/mengadakan perluasan daerah, sehingga luasnya berkurang menjadi 4.397,94 km².

Di awal pemerintahannya, Kota Medan menjadi pusat pemerintahannya, karena memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah kota Medan adalah “tanah Deli” yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun sebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan lintas Sumatera lebih kurang 30 kilometer dari Kabupaten Deli Serdang.

Ta Geografi maupun Administrasi Pemerintahan, setelah adanya pemekaran daerah dengan lahirnya Kabupaten baru No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut berpengaruh. Dengan terjadinya pemekaran daerah, maka luas wilayahnya sekarang menjadi 2.394,62 km² terdiri dari 22 kecamatan dan 403


(64)

desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3,34% dari luas Deli Serdang terdiri dari 22 kecamatan. Adapun 22 kecamatan yang berada di Deli Serdang, diantaranya:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

Adapun para bupati yang tercatat dalam sejarah di Kabupaten Deli Serdang yaitu:

1. Moenar S. Hamidjojo, 2. Sampoerno Kolopaking,


(65)

3. Wan Oemaroeddin Barus (1 Februari 1951 s.d 1 April 1958), 4. Abdullah Eteng (1 April 1958 s.d 11 Januari 1963),

5. Abdul Kadir Kendal Keliat (11 Januari 1963 s.d 11 November 1970), 6. Haji Baharoeddin Siregar (11 November 1970 s.d 17 April 1978), 7. Abdul Muis Lubis ( 17 April 1978 s.d 3 Maret 1979),

8. H. Tenteng Ginting (3 Maret 1979 s.d 3 Maret 1984 ), 9. H. Wasiman ( 3 Maret 1984 s.d 3 Maret 1989),

10.H. Ruslan Mansur ( 3 Maret 1989 s.d 1994 ), 11.H. Maymaran NS (3 Maret 1994 s.d 3 Maret 1999),

12.Drs.H. Abdul Hafid, MBA (3 Maret 1999 s.d 7 April 2004), 13.Drs. H. Amri Tambunan (periode 2004 s.d 2009),

14.Drs. H. Amri Tambunan (periode 2009 s.d 2014).

Perjalanan penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Deli Serdang, tercatat beberapa Bupati didampingi oleh seorang wakil Bupati. Pada pertengahan periode kepemimpinan (1997) H. Maymaran. MS, beliau didampingi oleh seorang wakil Bupati Drs. H. Rayo Usman Harahap, sesuai dengan Surat Keputusan Mendagri Nomor 132.22-141 tanggal 24 Februari 1977. Jabatan Wakil Bupati berlanjut dijabat oleh Drs. H. Rayo Usman Harahap pada periode Drs. H. Abdul Hafid, MBA. sampai dengan tahun 2002. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, jabatan Wakil Bupati merupakan satu paket dengan Bupati yang dipilih oleh anggota legislatif. Tahun 2003, Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Deli Serdang, terpilih Drs. H. Amri Tambunan yang berdampingan dengan Drs. Yusuf Sembiring, MBA., MM. sebagai Wakil Bupati untuk periode 2004 sampai dengan 2009. Tahun 2009, pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Deli Serdang, Drs. H. Amri Tambunan


(66)

terpilih kembali menjadi Bupati berpasangan dengan Zainuddin MARS sebagai Wakil Bupati untuk periode 2009 sampai 2014.

Demikian pula halnya d silih berganti mulai dari Ketua Dewan dijabat oleh Bonar Ginting, H. Mahmud Hasan, T.A. Muhaid Arief, dan Kapten M. Selamat kemudian pada priode berikutnya terpilih menjadi Ketua Dewan adalah Letkol Gus Masinan, BA (1971 s.d 1982), H.M. Rizan ( 1982 s.d 1987), H.T. Abunawar Sinar (1987 s.d 1992), H. Iping Safei dilanjutkan oleh Usman DS (1992 s.d 1997), Kolonel Drs. H. Nusrin Siregar (1997 s.d 1999), Naik Tarigan, BBA (1999 s.d 2004) dan sejak tahun 2004 sampai saat ini Ketua DPRD Kabupaten Deli Serdang dijabat oleh Hj Fatmawaty Takrim. Penduduk Deli Serdang terdiri dar selebihnya terdiri dar

4.1.2 Deskripsi Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam

Desa Sekip memiliki luas wilayah sebesar 471 Ha dengan jumlah dusun sebanyak 16 dusun. Letak geografi desa sekip berada pada 09888306 bujur Timur dan 0356699 lintang Utara / lintang Selatan. Iklim di desa Sekip berada pada 50 meter di bawah permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 0,6 mm/tahun dan suhu rata-rata 32ºC.

Adapun batas-batas Desa Sekip yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Emp. Kuala Namu Kecamatan Beringin, sebelah Selatan berbatasan


(67)

dengan Desa Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Suka Mandi Hilir Kecamatan Pagar Merbau, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam.

Jumlah penduduk desa Sekip sebanyak 17.492 jiwa, diantaranya laki-laki sebanyak 8.751 jiwa dan perempuan sebanyak 8.741 jiwa dimana jumlah rumah tangga yang ada di desa sekip adalah sebanyak 4.135 KK. Mayoritas penduduk di desa Sekip beragama Islam dan beretnis Jawa.

Adapun jenis mata pencaharian penduduk di desa Sekip dapat dilihat tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Jenis Mata Pencaharian Penduduk No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) %

1 Bertani 2.121 32,03

2 Pedagang 1.419 21,43

3 Pegawai Negeri 910 13,75

4 Karyawan 899 13,58

5 Pertukangan 478 7,22

6 Wiraswasta 341 5,15

7 Pengrajin Batu Bata 250 3,78

8 Pegawai Swasta 114 1,72

9 ABRI 89 1,34

Total 6.621 100

Sumber : Data Monografi Desa Sekip 2011

Dari tabel jenis mata pencaharian di atas, jumlah pengrajin batu bata yang terdata di desa sekip sebanyak 250 jiwa. Ini tidak termasuk dengan jumlah pekerja anak. Jumlah kilang batu bata di Desa Sekip ada sebanyak enam


(68)

unit. Jumlah ini dapat dilihat dari tabel industri perekonomian di Desa Sekip pada halaman berikutnya.

Tabel 4.2 Industri Perekonomian

Sumber : Data Monografi Desa Sekip Tahun 2011

Sarana yang terdapat di desa ini, yaitu: sarana rumah ibadah, sarana kesehatan dan sarana pendidikan. Berikut ini tabel sarana rumah ibadah yang ada di Desa Sekip yang menunjukkan bahwa penduduk agama Islam sebagai mayoritas penduduk di desa ini dilihat dari jumlah Mushola dan Mesjid.

Tabel 4.3 Sarana Rumah Ibadah

No Sarana Rumah Ibadah Jumlah (Unit) %

1 Mushola 12 54,54

2 Mesjid 7 31,82

3 Vihara 3 13,64

4 Gereja 0 0

Total 22 100

Sumber : Data Umum Desa Sekip Tahun 2011

No Usaha Industri Perekonomian Jumlah (Unit) %

1 Kedai Kopi/Nasi 61 25,63

2 Toko Kelontong 56 23,53

3 Kedai Sampah 49 20,59

4 Galon Minyak Eceran 26 10,93

5 Tukang Jahit 13 5,46

6 Bengkel 12 5,04

7 Kilang Batu Bata 6 2,52

8 Tukang Pangkas 6 2,52

9 Panglong Papan 5 2,1

10 Kilang Padi 2 0,84

11 Cas Baterai 2 0,84


(69)

Adapun sarana kesehatan terdiri dari posyandu, bidan pembantu, klinik, dukun, balai pengobatan, bidan swasta, dan puskesmas atau pustu. Jumlah sarana kesehatan dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4.4 Tabel Sarana Kesehatan No Sarana Kesehatan Jumlah (Unit) %

1 Posyandu 10 24,39

2 Bidan Pembantu 10 24,39

3 Klinik 8 19,51

4 Dukun 7 17,07

5 Balai Pengobatan 2 4,88

6 Bidan Swasta 2 4,88

7 Puskesmas/Pustu 2 4,88

8 BKIA 0 0

Total 41 100

Sumber : Data Monografi Tahun 2011

Jumlah sarana pendidikan di desa ini masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di dalamnya. Berikut ini tabel sarana pendidikan.

Tabel 4.5. Sarana Pendidikan

No Sarana Penidikan Jumlah (Unit) %

1 PAUD 4 14,29

2 TK 5 17,86

3 SD Negeri 6 21,43

4 SD Swasta 1 3,57

5 SLTP Negeri 1 3,57

6 SLTP Swasta 1 3,57

7 SLTA Negeri 0 0

8 SLTA Swasta 1 3,57

9 Madrasah 9 32,14

Total 28 100


(70)

Kondisi perumahan yang ada di Desa Sekip terbagi atas tiga bagian, yaitu rumah permanen, semi permanen, dan rumah non permanen. Berikut ini tabel data perumahan tersebut.

Tabel 4.6. Data Perumahan

No Jenis Rumah Jumlah

(unit) %

1 Permanen 2142 64,34

2 Semi Permanen 974 29,26

3 Non Permanen 213 6,4

Total 3329 100

Sumber : Data Monografi Tahun 2011

Jenis angkutan yang ada di desa ini didominasi oleh sepeda motor. Angkutan lainnya terdiri dari sepeda, becak motor, mobil, becak dayung, dan bus umum. Berikut ini tabel jenis angkutan yang ada di Desa Sekip.

Tabel 4.7. Jenis Angkutan

No Angkutan Jumlah %

1 Sepeda Motor 3017 66,26

2 Sepeda 1122 24,64

3 Becak Motor 205 4,5

4 Mobil 138 3,04

5 Becak Dayung 63 1,38

6 Bus Umum 8 0,18

7 Bus Pribadi 0 0

Total 4553 100


(71)

4.1.3 Deskripsi Kilang Batu Bata

Kilang batu bata ini memiliki luas kurang lebih 2,5 ha. Di bagian depan bangunan ini ditutupi oleh pagar seng sehingga kilang ini tidak dapat terlihat jika pagar di tutup. Namun, di bagian samping kilang tidak ditutup dengan pagar seng. Pekerja dewasa dan keluarganya biasanya melalui samping kilang jika ingin keluar di atas pukul 17.00 WIB karena kilang tutup pada waktu tersebut.

Kilang ini berdiri sejak tahun 1988. Nama pemilik kilang batu bata ini berinisial UY dengan berlatar belakang etnis China. Kilang batu bata ini mempekerjakan kurang lebih 60 orang, sudah termasuk di dalamnya anak-anak yang bekerja sebagai penyusun batu bata (diperoleh dari hasil wawancara dengan mandor).

Kilang ini beroperasi selama enam hari yaitu dimulai dari hari Senin sampai dengan hari Sabtu. Pada hari Minggu, kilang ini tutup dan tidak beroperasi. Dari hasil pengamatan di lokasi ini, tampak terlihat bangunan seperti rumah kecil berukuran 1 m² untuk tempat pemujaan kepercayaan, yang menandakan bahwa pemilik kilang tersebut beretnis China.

Masyarakat yang keluarganya menjadi pekerja tetap di kilang, diberikan kesempatan untuk tinggal di rumah yang disediakan oleh pihak pemilik kilang. Rumah yang disediakan tersebut hanya terbuat dari bahan dinding tepas dan papan seadanya. Bahkan ada rumah yang lantainya hanya beralaskan patahan batu bata hasil produksi kilang.

Keluarga yang tinggal di dalam kilang terdiri dari lima kepala keluarga. Satu kepala keluarga diangkat sebagai penjaga keamaan kilang. Seluruh


(1)

Lampiran 3. Interviw Guide Terhadap Pekerja Dewasa

Nama :

Interview Guide Pekerja Dewasa

Umur :

Jenis Kelamin :

Jumlah Anak :

Agama :

Suku :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Usia Mulai Bekerja :

Alamat :

1. Apa yang menyebabkan Anda menjadi pekerja di kilang batu bata? 2. Berapa kira-kira pendapatan Anda setiap bulannya?

3. Apakah pendapatan yang Anda peroleh cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga sehari-hari?


(2)

6. Berapa jam dalam sehari waktu yang Anda sediakan untuk bersama-sama dengan anak?

7. Bagaimana hubungan Anda dengan pekerja anak di kilang batu bata? 8. Bagaimana pandangan Anda tentang pekerja anak di kilang batu bata

tempat Anda bekerja?


(3)

Lampiran 4. Dokumentasi

Dokumentasi Hasil Foto Terhadap Pekerja Anak

Gambar 1. Informan DV yang sedang menyusun batu bata


(4)

Gambar 3. Informan PR yang sedang menyusun batu bata


(5)

(6)

Gambar 7. Tempat pembakaran batu bata