Pengantar Quality of Service

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Pengantar Quality of Service

Pertama kali jaringan IP diterapkan hanya membawa satu tipe informasi yaitu data non-real time , sehingga jaringan bisa didesain untuk berjalan secara best-effort yang memperlakukan semua paket sama. Tujuan utama dari jaringan IP adalah memastikan perangkat terminal mempunyai protokol dan kecerdasan yang sesuai untuk menjamin transmisi data yang bisa diandalkan sehingga jaringan bisa berjalan sesederhana mungkin. Pada pertengahan tahun 90-an, tipe jaringan data dan suara mulai disatukan. Ide utama adalah konvergensi lalu lintas suara dan data, dan menciptakan sebuah jaringan yang mampu membawa suara dan data. Dengan konvergensi tersebut, terdapat tantangan baru. Dalam jaringan baru tersebut, operasi best effort yang dilakukan jaringan IP tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan berbagai macam lalu lintas data yang dibawa oleh jaringan. Untuk menjawab masalah tersebut, muncul konsep Quality of ServiceQoS Welzl, 2005. QoS dapat didefinisikan dari dua sudut pandang: QoS dari sudut pandang pengguna dan QoS dari sudut pandang jaringan. Dari sudut pandang pengguna, QoS merupakan pandangan pengguna terhadap kualitas layanan yang diterima dari penyedia jaringan, seperti suara, video, maupun data. Dari sudut pandang jaringan, istilah QoS mengacu kepada kemampuan jaringan menyediakan QoS yang diharapkan oleh pengguna. Kemampuan yang dibutuhkan oleh jaringan dalam menyediakan QoS di jaringan paket dapat dibagi menjadi dua. Pertama, untuk menyediakan QoS, sebuah jaringan paket harus mampu membedakan kelas-kelas lalu lintas data sehingga pengguna dapat memperlakukan satu atau lebih kelas lalu lintas data berbeda dengan kelas lalu lintas data lainnya. Kedua, setelah jaringan mampu membedakan kelas-kelas lalu lintas data, jaringan harus mampu memperlakukan kelas-kelas tersebut secara terpisah dengan menyediakan jaminan sumber daya dan perbedaan layanan dalam jaringan. Persepsi pengguna terhadap kualitas layanan dilakukan dengan melakukan tes secara subjektif, sebagai fungsi dari keterbatasan pada jaringan seperti, waktu tunda, jitter , dan paket hilang. Jumlah keterbatasan pada jaringan akan bergantung dari mekanisme QoS yang diimplementasikan pada jaringan. Pada sebuah jaringan yang membawa berbagai tipe lalu lintas data, keterbatasan yang menjadi elemen penting pada suatu tipe lalu lintas data bisa saja menjadi tidak penting untuk tipe lalu lintas data lainnya, dan sebaliknya. Mekanisme QoS yang diimplementasikan pada jaringan harus mampu mengoptimalkan hal tersebut.

2.1.1. Fungsi Dasar

QoS Tanpa mekanisme QoS, sebuah jaringan IP menyediakan layanan yang sifatnya best effort. Pada layanan best effort, semua paket tidak dapat dibedakan dan diberikan perlakuan forwarding yang sama. Sebuah mekanisme QoS pada jaringan IP meyediakan kemampuan untuk membedakan paket dan memberikan perlakuan yang berbeda. Dua mekanisme QoS utama yang tersedia untuk jaringan IP adalah Integrated Service IntServ dan Differentiated Service DiffServ Welzl, 2005. Istilah traffic flow menunjukkan aliran trafik dan tiap alirannya mewakili sumber trafik yang berbeda-beda. Pada layanan best effort, semua paket digabungkan kedalam sebuah aliran massal tanpa mempedulikan asal trafik. Pada IntServ, tiap-tiap aliran dibedakan dari awal sampai akhir. Pada DiffServ, tiap-tiap aliran trafik tidak dibedakan per aliran, melainkan dikumpulkan terlebih dahulu menjadi kelas-kelas kecil. Kelas-kelas trafik tersebut diberikan perlakuan yang berbeda-beda tiap hopnya Li,1999. Pembahasan akan ditekankan pada metoda QoS DiffServ, dan akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya. Untuk menyediakan QoS dalam jaringan IP jaringan harus mampu menjalankan tugas dasar, yaitu membedakan trafik atau tipe layanan menjadi beberapa kelas dan memperlakukan kelas-kelas trafik secara berbeda dengan menyediakan jaminan resource dan pembedaan layanan pada jaringan.

2.1.2. Traffic Policing

Traffic Policing digunakan untuk mengecek apakah trafik yang masuk pada port masukan sesuai dengan laju trafik yang telah disetujui antara pengguna dan penyedia jasa jaringan IP. Traffic policing terdiri dari pengukuran trafik berdasarkan laju trafik yang telah disetujui dan menandai atau menandai ulang paket berdasarkan keluaran hasil pengukuran tersebut. Sebuah paket kemungkinan dapat dijatuhkan berdasarkan proses traffic policing ini. Traffic policing terdiri atas dua submodul, yaitu traffic meter dan packet markerre-marker. Biasanya, traffic policing menyesuaikan laju trafik yang datang dengan acuan laju tertentu, dengan acuan yang digunakan dapat berupa satu acuan laju yaitu Committed Information Rate CIR atau dua acuan laju, CIR dan Peak Information Rate PIR. Untuk mendapatkan laju yang sesuai dengan CIR dan PIR, traffic policing menggunakan tiga parameter yaitu Peak Burst Size PBS, Committed Burst Size CBS dan Excess Burst Size EBS Blake, 1998. a. Peak Information Rate. Peak Information Rate PIR merupakan laju maksimum pengiriman bit seorang pengguna yang disetujui bersama antara pengguna dan penyedia layanan oleh sebuah Service Level Agreement SLA. Bagi seorang pengguna, laju pengiriman maksimum secara fisik dibatasi oleh laju jalur dari pelanggan tersebut. PIR dari seorang pelanggan tidak akan lebih besar dari laju jalur pelanggan tersebut. Bila PIR dinyatakan sebagai λ max , maka secara teori invers dari PIR adalah laju kedatangan paket minimum yang dinyatakan sebagai 1 λ max . PIR dinyatakan dalam ukuran bytes per sekon. PIR menyatakan laju pengiriman paket IP dan karenanya, dalam menghitung jumlah byte pada sebuah paket IP, seluruh paket termasuk header IP diperhitungkan; header yang berada pada layer yang lebih bawah, misalnya layer 2 dan overhead dari jalur fisik tertentu, tidak diperhitungkan. b. Committed Information Rate. Commited Information Rate CIR merupakan laju trafik rata-rata jangka panjang yang disediakan oleh penyedia jasa layanan yang dijamin kepada pelanggan sesuai persetujuan. CIR dinyatakan dalam satuan byte per sekon. Dalam menghitung jumlah byte pada sebuah paket IP untuk CIR, seluruh paket termasuk header IP diperhitungkan. Akan tetapi, seperti PIR, hanya layer IP yang diperhitungkan untuk menghitung CIR dan header dari layer yang lebih bawah, misalnya layer dua dan overhead lainnya tidak ikut diperhitungkan. Biasanya, pengiriman paket merupakan sederetan luapan tiba-tiba paket burst yang diselingi oleh jeda waktu tanpa pengiriman paket sama sekali. Saat paket datang dalam luapan mendadak tersebut, paket-paket dikirimkan pada laju maksimum, yaitu PIR. Karena hal ini tidak berlangsung secara kontinyu, maka laku rata-rata pada jangka panjang akan lebih kecil dari PIR. Karenanya, CIR biasanya akan lebih kecil dari PIR. c. Burst Sizes Ada tiga parameter pendukung ukuran burst yang digunakan dalam traffic policing : Committed Burst Size, Excess Burst Size EBS, dan Peak Burst Size PBS. CBS merupakan ukuran burst maksimum yang bisa dijamin oleh jaringan dan merupakan jumlah maksimum paket dalam ukuran byte yang dapat dikirimkan pada PIR dengan memperhatikan CIR yang telah disetujui. EBS merupakan batasan lain dari ukuran burst yang melebihi CBS, dan CBS EBS. Paket yang melebihi EBS akan ditandai merah. CBS dan EBS digunakan secara berkesinambungan dengan CIR. PBS merupakan parameter ukuran burst yang mirip dengan CBS, yang didefinisikan secara berkesinambungan dengan PIR.

2.1.3. Traffic Metering

Ada dua macam traffic metering dan mekanisme pewarnaan paket, yaitu : 1. Single Rate Three Color Marker srTCM 2. Two Rate Three Color Marker trTCM

2.1.4. Manajemen Antrian Aktif

Tanpa adanya Manajemen Antrian Aktif atau Active Queue Management AQM pada router, router menggunakan mekanisme yang disebut sebagai metode tail drop . Metode ini merupakan teknik manajemen antrian yang bersifat pasif, yaitu paket yang melimpah dibuang secara otomatis saat antrian benar-benar penuh. Keuntungan utama dari metode ini adalah kesederhanaannya. Akan tetapi metode tail drop dapat berujung pada fenomena yang disebut sebagai sinkronisasi global TCP Braithwaite, 2006. Sinkronisasi global TCP terjadi dalam proses sebagai berikut. Ketika host pengirim TCP menerima sebuah acknowledgement negative NAK yang berarti ada paket TCP yang hilang saat melewati jaringan, host tersebut berasumsi bahwa hilangnya paket disebabkan terjadinya kongesti pada jaringan. Untuk membantu mengurangi aliran trafik yang masuk ke dalam jaringan, TCP secara otomatis mengurangi laju pengiriman paket. Pada metode tail drop, saat buffer penuh, semua paket yang datang menuju buffer seluruhnya dijatuhkan. Bila paket ini merupakan paket TCP, semua aliran TCP yang mengalami kehilangan paket akan memelankan laju pengiriman secara simultan dan kembali mengulangi transmisi pada waktu yang hampir bersamaan. Karena semua aliran TCP yang terpengaruh dengan keadaan tersebut bereaksi dalam perilaku yang sinkron, maka kondisi kongesti pada jaringan akan berosilasi antara kondisi kongesti penuh saat semua aliran TCP mengirim paket dengan laju penuh dan tanpa kongesti semua aliran TCP memelankan laju pengiriman paket. Fenomena ini disebut sebagai sinkronisasi global TCP dan menyebabkan utilisasi resource jaringan yang tidak efisien. Manajemen antrian aktif adalah mekanisme pengendalian kongesti yang bertugas untuk mencegah terjadinya sinkronisasi TCP. Ide utama dari AQM adalah untuk mengantisipasi terjadinya kongesti dan mengambil tindakan untuk mencegah atau mengurangi efek dari kongesti. Metode AQM yang biasa dan penulis gunakan adalah Random Early Detection RED.

2.1.5. Penjadwalan Paket

Penjadwalan paket packet scheduling digunakan untuk menjadwalkan paket pada antrian sehingga kapasitas jaringan pada port keluaran dapat terdistribusi merata pada semua kelas trafik yang memasuki jaringan Welzl, 2005. Penjadwalan paket dapat dikatakan sebagai inti dari mekanisme QoS. 1. First-In-First-Out First-In-First-Out FIFO merupakan disiplin antrian default yang digunakan bila tidak ada algoritma penjadwalan paket lain yang digunakan. Pada FIFO, paket diantrikan pada sebuah jalur antrian dan dilayani sesuai urutan memasuki antrian tersebut. Karena paket yang datang pertama kali adalah juga paket yang dilayani pertama kali, maka antrian FIFO juga sering disebut sebagai antrian First-Come-First-Served FCFS. Keuntungan utama dari dari mekanisme FIFO ini adalah kesederhanaannya. FIFO hanya membutuhkan sebuah buffer, yang dapat menyimpan paket yang datang dan mengirimkannya sesuai urutan kedatangannya. Pada router berbasis perangkat lunak, hal ini akan meringankan beban kerja router. FIFO memperlakukan semua paket sederajat sehingga cocok digunakan untuk jaringan best effort. Masalah utama yang dihadapi FIFO adalah FIFO tidak dapat membedakan atau hanya memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk membedakan kelas trafik. Karena ketiadaan perbedaan kelas ini, semua aliran trafik akan mengalami perlakuan yang sama. Akan tetapi pada saat terjadi kongesti, FIFO memiliki kecenderungan yang berbeda terhadap paket TCP dan UDP. FIFO cenderung mendahulukan trafik UDP karena protokol TCP akan menurunkan transmisinya saat terjadi kongesti. 2. Priority Queuing FIFO menempatkan setiap paket pada sebuah antrian tanpa memperhatikan perbedaan antar kelas trafik. Cara yang sederhana untuk menciptakan perbedaan kelas trafik adalah dengan menggunakan Priority Queuing PQ. Pada PQ, antrian dibagi sebanyak N antrian, dengan urutan prioritas 1 sampai dengan N. Urutan pelayanan paket bergantung dari urutan prioritas dan keberadaan paket pada antrian dengan prioritas lebih tinggi. Misal terdapat sejumlah antrian dari antrian 1 sampai antrian j. Bila pada saat paket yang berada di antrian j mendapat giliran dilayani, datang paket pada antrian dengan prioritas lebih tinggi, misalnya antrian j-3, maka paket yang berada pada antrian j-3 akan dilayani terlebih dahulu. Seperti FIFO, keuntungan utama dari PQ adalah kesederhanaan: PQ menyediakan jalan mudah untuk menciptakan perbedaan kelas trafik. Masalah utama dari PQ adalah bila tidak dikonfigurasi secara benar, PQ dapat menyebabkan berhentinya layanan pada antrian prioritas bawah. Bila pada antrian prioritas atas laju layanan lebih kecil dari laju kedatangan paket, maka paket pada antrian tidak akan berhenti dilayani. Akibatnya, paket pada antrian prioritas di bawahnya tidak akan mendapat kesempatan untuk dilayani. Karena kemungkinan terjadinya hal tersebut, maka penggunaan PQ perlu dilakukan secara hati- hati. PQ lebih cocok digunakan saat trafik prioritas tinggi merupakan sebagian kecil dari keseluruhan trafik di jaringan. Misal terdapat sebagian kecil trafik yang sangat penting dan harus diproses secepat mungkin. Cara paling sederhana untuk menangani trafik tersebut adalah membuat prioritas tertinggi untuk trafik tersebut. Karena trafik tersebut hanya sebagian kecil dari keseluruhan trafik, efeknya terhadap trafik lainnya akan minimal.PQ merupakan antrian yang paling tepat diterapkan untuk trafik real time, seperti video dan VoIP. Trafik tersebut biasanya menggunakan trafik UDP. Cara lain menangani keterbatasan kapasitas jaringan pada antrian prioritas rendah adalah membatasi laju layanan pada prioritas tinggi. Misal pada prioritas pertama laju layanan dibatasi 10 dari kapasitas jaringan. Artinya prioritas antrian tertinggi hanya akan dilayani secara PQ bila konsumsi kapasitas jaringan pada antrian tersebut berada di bawah batas 10 . 3. Fair Queuing. Cara lain memberikan pembedaan kelas trafik adalah Fair Queuing FQ. Pada FQ, paket datang diklasifikasikan kedalam N antrian, Setiap antrian diberikan alokasi kapasitas jaringan sebesar 1N total kapasitas jaringan. Setiap antrian dilayani secara berurutan round robin dengan melewati antrian yang kosong. Pada setiap gilirannya, satu paket dikeluarkan dari antrian. FQ sangat sederhana, dan tidak membutuhkan mekanisme alokasi kapasitas jaringan secara khusus. Bila ditambahkan sebuah kelas antrian baru ke dalam N buah antrian, kapasitas jaringan tiap antrian otomatis diubah menjadi sebesar 1N+1 untuk tiap antrian. FQ memiliki dua buah persoalan utama. Pertama, karena kapasitas jaringan keluaran dibagi secara merata ke dalam N antrian, bila tiap kelas memiliki kebutuhan kapasitas jaringan yang berbeda FQ tidak akan mendistribusikan kebutuhan kapasitas jaringan sesuai kebutuhannya. Kedua, karena pada setiap giliran layanan paket yang dikeluarkan adalah satu buah, tanpa bergantung pada ukuran paket, maka distribusi kapasitas jaringan antar antrian yang sesungguhnya tidak akan sama besar. Antrian yang memiliki paket dengan ukuran lebih besar akan mendapat bagian kapasitas jaringan yang lebih besar dari 1N total kapasitas jaringan. 4. Class-Based WFQ Class Based CB-WFQ mirip dengan WRR yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada CB-WFQ, aliran trafik dibagi ke dalam kelas-kelas, tetapi dengan pembagian kapasitas jaringan yang bergantung dari kebutuhan masing-masing kelas, dengan total kapasitas jaringan seluruh kelas adalah 100 kapasitas jaringan keluaran. Perbedaannya adalah, pada WRR, aliran trafik pada masing- masing kelasnya dibagi berdasarkan FQ, sedangkan pada CB-WFQ aliran trafik pada masing-masing kelas dibagi berdasarkan WFQ. 5. Hierarchy Token Bucket Hierarchy Token Bucket HTB merupakan cara untuk mengaplikasikan CB-WFQ pada router berbasis linux menggunakan traffic controller. HTB menjamin jumlah layanan yang diterima sebuah kelas trafik paling kecil sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan diberikan kepadanya. Apabila sebuah kelas menggunakan kapasitas jaringan lebih kecil dari yang diberikan kepadanya, sisa kapasitas jaringan yang tidak digunakan didistribusikan ke kelas lainnya. Trafik VoIP diberikan bagian sebesar 100 kbps. Akan tetapi bila trafik VoIp yang masuk besarnya lebih kecil dari 100 kbps, sisa kapasitas jaringan akan diberikan kepada trafik lainnya, sehingga total trafik yang memakai link utama akan tetap 128 kbps.

2.1.6. Traffic Shaping

Traffic shaping digunakan untuk mengatur laju aliran trafik yang datang untuk membentuk laju trafik sedemikian rupa agar laju trafik keluaran bersifat lebih mulus. Bila laju trafik yang datang bersifat sangat acak bursty maka perlu ditempatkan dulu pada sebuah buffer sehingga laju keluaran lebih konstanLi, 1999. Dengan cara ini, traffic shaping membuat aliran trafik lebih sesuai dengan profil trafik yang didefinisikan sebelumnya, misalnya SLA. Analogi dari traffic shaping ini adalah, misalnya, pada pintu masuk jalan tol. Pengemudi diminta berhenti sejenak pada gerbang masuk jalan tol. Pengemudi kemudian dipersilahkan memasuki jalan tol dengan kecepatan tertentu, misalnya 60 kmjam. Dengan cara ini mobil akan memasuki jalan tol pada kecepatan yang cenderung sama yaitu 60 kmjam walaupun memasuki jalan tol pada kecepatan yang bervariasi. Akan tetapi pemberhentian trafik sementara akan menyebabkan terjadinya delay tambahan pada paket selama di buffer. Ada dua tipe traffic shaper, yaitu traffic shaper murni dan token bucket traffic shaper. Token bucket traffic shaper sering juga disebut sebagai leaky bucket traffic shaper. 1. Traffic Shaper Murni Pada traffic shaper murni, paket yang datang ditempatkan pada sebuah buffer, atau tempat penampungan sementara, dengan kedalaman d dan dikeluarkan dalam laju konstan r. Traffic shaper murni tidak memperkenankan terjadinya lonjakan laju pada aliran keluaran. Biasanya, laju keluaran traffic shaper, r, akan lebih kecil dari laju jalur yang sebenarnya, C. Dengan traffic shaper murni, laju keluaran r akan menentukan batas atas dari laju trafik keluaran karena lonjakan laju trafik burst tidak diperbolehkan. Bila ukuran burst melebihi kedalaman d, maka paket yang meluap berlebih akan dibuang. 2. Token Bucket Traffic Shaper Token bucket traffic shaper menggunakan sistem keranjang, yang hamper serupa dengan keranjang C yang digunakan pada srTCM dan trTCM. Token diletakkan pada keranjang token dengan laju token konstan sebesar r. Laju token r ini mirip dengan CIR. Keranjang token memiliki kedalaman d yang mirip dengan kedalaman keranjang C, yaitu CBS. Bila keranjang token telah penuh, tidak ada lagi token yang ditambahkan ke dalam keranjang. Setiap token membolehkan buffer mengeluarkan satu byte paket. Bila tidak ada paket yang tersisa pada buffer, keranjang token akan tertutup dan tidak ada token yang dikeluarkan. Saat ada paket yang memasuki buffer, token dikeluarkan dalam laju jalur C, dan paket dikeluarkan dalam “lonjakan†laju. Akan tetapi bila keranjang berada dalam keadaan kosong, paket yang berada dalam buffer harus menunggu sampai ada token yang memasuki keranjang. Hasil operasi ini adalah paket diperbolehkan keluar dalam lonjakan laju C. Ukuran lonjakan atau burst dibatasi hanya sampai kedalaman keranjang, yaitu d. Karena token diletakkan pada keranjang dengan laju r, maka laju rata-rata dalam dari paket yang keluar buffer dalam jangka panjang akan sama dengan r. Karenanya, token bucket traffic shaper memiliki cara kerja yang sama dengan keranjang C pada srTCM dan trTCM kecuali keranjang token diaplikasikan pada port keluaran sementara keranjang C pada port masukan.

2.2. Differentiated Services