Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perawat terhadap Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa Tahun 2011

(1)

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI

NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)

KOTA LANGSA

T E S I S

Oleh

FAKHRUL RAZI

097032091/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF NURSE INTERNAL AND EXTERNAL FACTORS ON NOSOCOMIAL INFECTION PREVENTION

IN THE POST SURGICAL TREATMENT WARD

AT GENERAL HOSPITAL IN LANGSA CITY

T H E S I S

BY

FAKHRUL RAZI 097032091/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA MEDAN


(3)

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI

NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)

KOTA LANGSA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAKHRUL RAZI

097032091/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA LANGSA

Nama Mahasiswa : Fakhrul Razi Nomor Induk Mahasiswa : 097032091

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP)

Ketua Anggota

(dr. Mohd. Makmur Sinaga, M.S)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 12 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP Anggota : 1. dr. Mohd. Makmur Sinaga, M.S

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si 3. dr. Fauzi, S.K.M


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PERAWAT TERHADAP PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI

NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)

KOTA LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang terdapat di rumah sakit, yang disebabkan oleh mikroorganisme berupa bakteri, virus, fungi dan parasit. Data yang diperoleh dari profil Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2010, terdapat 303 kasus infeksi nosokomial di 7 ruangan, di mana ruang rawat bedah RSUD Kota Langsa dengan kasus tertinggi, terdapat 88 kasus infeksi nosokomial.

Penelitian ini merupakan penelitian survai explanatory yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal (pengetahuan dan sikap) dan eksternal (fasilitas dan pengawasan) perawat terhadap pencegahan infeksi nosokomial. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang terdapat di ruang rawat bedah yang berjumlah sebanyak 35 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Metode pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan pengamatan serta data sekunder dari catatan dan dokumen RSUD Kota Langsa dan dianalisis dengan regresi logistik.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, fasilitas keperawatan, dan pengawasan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah RSUD Kota Langsa.

Disarankan kepada pihak RSUD Kota Langsa untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi perawat pelaksana di ruang rawat bedah, melakukan upaya promosi kesehatan 2 kali dalam 1 tahun seperti mengkampanyekan bentuk pencegahan terjadinya infeksi nosokomial, Manajemen rumah sakit melalui direktur RSUD Langsa disarankan membentuk komite medik pengendalian infeksi nosokomial yang ditunjuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara rutin.


(8)

ABSTRACT

Nosochomial infection is an infection found in a hospital caused by the micro-organisms such as bacteria, viruses, fungi, and parasites. The data obtained from the Profile of Langsa Municipal General Hospital in 2010 showed that there were 303 nosochomial infection cases in 7 wards and the cases in the post surgical treatment wards of Langsa Municipal General Hospital was the highest with 88 nosochomial infection cases.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of internal (knowledge and attitude) and external (facility and supervision) factors of the nurses on the prevention of nosochomial infection. The population of this study were all of the 35 nurses working in the post surgical treatment wards and all of them were selected to be the samples for this study. The primary data for this study were obtained through observation and interviews and the secondary data were obtained through the medical record and documents available at Langsa Municipal General Hospital. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of the statistic test showed that the variables of knowledge, nursing facilities, and supervision were the variables which had influence on the prevention of nosochomial infection in the post surgical treatment wards at Langsa Municipal General Hospital.

The management of Langsa Municipal General Hospital is suggested to improve the education and training of the nurses working in the post surgical treatment wards and to do health promotion twice (2 times) a year such as a campaign for the prevention of the incident of nosochomial infection. The hospital management, through the Director of General Langsa Municipal Hospital, is suggested to establish a nosochomial infection medical supervision committee assigned to do a routine supervision and evaluation.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perawat terhadap Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa Tahun 2011’’

Selama proses penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc, (CTM), Sp.A (K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku komisi penguji atau pembanding Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP dan dr. Mohd. Makmur Sinaga, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan


(10)

meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

6. dr. Fauzi, S.K.M selaku komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini. 7. Keluarga yang telah memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis

untuk melanjutkan pendidikan.

8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Desember 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Fakhrul Razi dilahirkan di Kota Langsa pada tanggal 26 Januari 1986 dan anak dari pasangan H. Muhammad Ali Hasyem dan Hj. Wardah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar No. 1 Kota Langsa tamat tahun 1998. Tahun 2001 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kota Langsa, dan menamatkan Sekolah Menengah Atas di Kota Langsa tahun 2004. Terakhir tahun 2008 Penulis menamatkan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Kota Medan.

Penulis aktif mengikuti berbagai organisasi baik itu internal maupun eksternal kampus. Tahun 2005 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat, tahun 2006-2008 penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Langsa (IMLA-Medan) Jabatan sebagai Ketua Umum, tahun 2007 penulis aktif di Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (PEMA – FKM USU) dan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Tanah Rencong (IPTR) USU jabatan Humas, dan tahun 2008 Lembaga konsultan kesehatan koetaradja (KHCo) Departemen Kemitraan dan Konseling.

Jenjang Karir yang telah penulis lewati tahun 2009 fasilitator perbaikan gizi masyarakat Kota Medan (Project Nice) dan sampai hari ini penulis bekerja di Dinas Kesehatan Kota Langsa sebagai Staff Pelayanan Kesehatan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Infeksi Nosokomial ... 8

2.1.1. Pengertian Infeksi Nosokomial ... 8

2.1.2. Cara penularan Infeksi Nosokomial ... 9

2.1.3. Skema Rantai Penularan Infeksi Nosokomial ... 9

2.1.4. Pengendalian Infeksi Nosokomial ... 10

2.1.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial ... 10

2.1.6. Kondisi-kondisi yang mempermudah terjadinya Infeksi Nosokomial ... 11

2.1.7. Penyebab Infeksi Nosokomial ... 13

2.1.8. Patogenesis Infeksi Nosokomial ... 14

2.1.9. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Infeksi Nosokomial ... 14

2.2. Pengetahuan ... 17

2.3. Sikap ... 19

2.4. Fasilitas Keperawatan ... 20

2.5. Pengawasan ... 21

2.6. Standar Operational Prosedur (SOP) ... 22

2.7. Perawat ... 23

2.8. Rumah Sakit ... 24

2.9. Landasan Teori ... 30


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel... 34

3.4. Metode Pengumpulan data ... 35

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 36

3.6. Metode Pengukuran ... 36

3.7. Metode Analisis Data ... 39

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.1.1. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Umum Kota Langsa . 40 4.1.2. Letak Geografis ... 41

4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Langsa ... 41

4.1.4. Visi Dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa ... 42

4.1.5. Ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 42

4.1.6. Pemanfaatan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 43

4.2. Karakteristik Responden ... 43

4.3. Analisa Univariat ... 45

4.3.1. Pengetahuan Responden ... 45

4.3.2. Sikap Responden ... 49

4.3.3. Fasilitas Keperawatan ... 52

4.3.4. Pengawasan Responden ... 53

4.3.5. Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 55

4.4. Analisis Bivariat ... 59

4.4.1. Hubungan Pengetahuan Perawat dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 60

4.4.2. Hubungan Sikap Perawat dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 60

4.4.3. Hubungan Fasilitas Keperawatan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 61

4.4.4. Hubungan Pengawasan Perawat dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 62

4.5. Analisa Multivariat ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1. Pengaruh Pengetahuan Perawat dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 65

5.2. Pengaruh Sikap Perawat dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 67


(14)

5.3. Pengaruh Fasilitas Keperawatan dengan Pencegahan Infeksi

Nosokomial... 69

5.4. Pengaruh Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Jumlah Seluruh Ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 42 4.2 Pemanfaatan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa ... 43 4.3 Distribusi Karakteristik Responden di Ruang Rawat Bedah Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa ... 44 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Ruang Rawat Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa ... 46 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang

Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 49 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 50 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Pencegahan

Infeksi Nosokomial ... 51 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Keperawatan ... 52 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas Keperawatan

tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 53 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengawasan ... 54 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengawasan tentang

Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 55 4.12 Hasil Pengamatan terhadap Perawat yang Melakukan Tindakan Medis

di Ruang Rawat Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota

Langsa ... 56 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pencegahan Infeksi


(16)

4.14 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Pencegahan Infeksi

Nosokomial ... 60

4.15 Hubungan Sikap Responden dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 61

4.16 Hubungan Fasilitas dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 61

4.16 Hubungan Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 62

4.17 Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial ... 63


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Rantai Penularan Infeksi Nosokomial ... 9 2.2. Kerangka Teori Green ... 32 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 33


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 80 2. Surat Keterangan Izin Penelitian... 85 3. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 88


(19)

ABSTRAK

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang terdapat di rumah sakit, yang disebabkan oleh mikroorganisme berupa bakteri, virus, fungi dan parasit. Data yang diperoleh dari profil Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2010, terdapat 303 kasus infeksi nosokomial di 7 ruangan, di mana ruang rawat bedah RSUD Kota Langsa dengan kasus tertinggi, terdapat 88 kasus infeksi nosokomial.

Penelitian ini merupakan penelitian survai explanatory yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal (pengetahuan dan sikap) dan eksternal (fasilitas dan pengawasan) perawat terhadap pencegahan infeksi nosokomial. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang terdapat di ruang rawat bedah yang berjumlah sebanyak 35 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Metode pengumpulan data meliputi data primer melalui wawancara dan pengamatan serta data sekunder dari catatan dan dokumen RSUD Kota Langsa dan dianalisis dengan regresi logistik.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, fasilitas keperawatan, dan pengawasan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah RSUD Kota Langsa.

Disarankan kepada pihak RSUD Kota Langsa untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi perawat pelaksana di ruang rawat bedah, melakukan upaya promosi kesehatan 2 kali dalam 1 tahun seperti mengkampanyekan bentuk pencegahan terjadinya infeksi nosokomial, Manajemen rumah sakit melalui direktur RSUD Langsa disarankan membentuk komite medik pengendalian infeksi nosokomial yang ditunjuk melakukan pengawasan dan evaluasi secara rutin.


(20)

ABSTRACT

Nosochomial infection is an infection found in a hospital caused by the micro-organisms such as bacteria, viruses, fungi, and parasites. The data obtained from the Profile of Langsa Municipal General Hospital in 2010 showed that there were 303 nosochomial infection cases in 7 wards and the cases in the post surgical treatment wards of Langsa Municipal General Hospital was the highest with 88 nosochomial infection cases.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of internal (knowledge and attitude) and external (facility and supervision) factors of the nurses on the prevention of nosochomial infection. The population of this study were all of the 35 nurses working in the post surgical treatment wards and all of them were selected to be the samples for this study. The primary data for this study were obtained through observation and interviews and the secondary data were obtained through the medical record and documents available at Langsa Municipal General Hospital. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of the statistic test showed that the variables of knowledge, nursing facilities, and supervision were the variables which had influence on the prevention of nosochomial infection in the post surgical treatment wards at Langsa Municipal General Hospital.

The management of Langsa Municipal General Hospital is suggested to improve the education and training of the nurses working in the post surgical treatment wards and to do health promotion twice (2 times) a year such as a campaign for the prevention of the incident of nosochomial infection. The hospital management, through the Director of General Langsa Municipal Hospital, is suggested to establish a nosochomial infection medical supervision committee assigned to do a routine supervision and evaluation.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan (Depkes RI, 2007).

Rumah sakit sebagai suatu unit pelayanan medis tentunya tak lepas dari pengobatan dan perawatan penderita-penderita dengan kasus penyakit infeksi. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. (Darmadi, 2008)

Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang bermutu (Darmadi, 2008).

Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir–akhir ini muncul berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-emerging


(22)

Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost

effectiveness (Depkes RI, 2007).

Penyebab infeksi nosokomial adalah akibat mikroorganisme berupa bakteri, virus, fungi dan parasit, tetapi umumnya terjadi akibat virus dan bakteri. Sumber infeksi dapat berasal dari pasien, petugas rumah sakit, pengunjung atau lingkungan rumah sakit. Dari keempat sumber penularan, pada umumnya kejadian infeksi nosokomial terjadi melalui tangan petugas rumah sakit yang tercemar kuman akibat berhubungan dengan pasien, bahan atau alat yang tercemar (Depkes, 1995).

Menurut Timby (1999), kelalaian petugas rumah sakit untuk mencuci tangan merupakan penyebab umum terjadinya infeksi yang diperoleh di rumah sakit. Cara penularan melalui tangan yang kurang bersih atau secara tidak langsung melalui peralatan yang ditempatkan sebagai penyebab utama infeksi nosokomial (Utji, 1993). Triatmodjo (1993), menemukan bahwa 34,4% tangan perawat terkontaminasi oleh kuman penyebab infeksi nosokomial dan 34,4% dari alat-alat bedah steril siap pakai ternyata dalam kondisi tidak steril.

Berbagai macam kasus infeksi di rumah sakit setiap tahunnya terjadi peningkatan, hasil survei dari 11 Rumah Sakit di Jakarta yang dilakukan oleh


(23)

Perdalin Jaya di Rumah Sakit penyakit infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta (2003) didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain 32,1% (Depkes RI, 2007). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangkusumo (2002) diketahui penyebab dari terjadinya infeksi nosokomial yaitu petugas tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yaitu sebesar 85,7%.

Kejadian infeksi nosokomial belum diimbangi dengan pemahaman tentang cara mencegah infeksi nosokomial dan implementasi secara baik. Kondisi ini memungkinkan angka nosokomial di rumah sakit cenderung tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang baik tentang cara-cara penyebaran infeksi yang mungkin terjadi di rumah sakit.

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa kejadian infeksi nokomial terjadi akibat banyak faktor seperti pengetahuan tentang infeksi nosokomial masih kurang, fasilitas yang terdapat di rumah sakit belum memadai serta pengawasan yang kurang. Penelitian Linda (2001) pada perawat pelaksana tentang upaya pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta menemukan sebanyak 53,9% tidak menggunakan sarana dan 21,6% selalu melakukan pengawasan di ruangan. Hasil penelitian lain yang dilakukan Fuadi (2009) menemukan bahwa kurang dari 50% perawat yang ada di Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh yang memiliki pengetahuan, sikap serta pengawasan yang baik.


(24)

Menurut Utama (2006) pencegahan infeksi nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterillisasi, dan desinfektan, mengontrol risiko penularan dari lingkungan, melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.

Adapun upaya yang dilakukan untuk pencegahan infeksi nosokomial yaitu dengan menerapkan kewaspadaan umum dengan membudayakan cara kerja yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP). Agar perawat pelaksana dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan SOP infeksi nosokomial dibutuhkan pengawasan (supervisi) oleh kepala ruangan (Depkes 1998). Supervisi adalah proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan bawahannya sesuai dgn rencana, perintah, tujuan/kebijakan yang telah ditentukan. Selain itu supervisi juga didefinisikan sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menghargai potensi tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan. Oleh sebab itu, menjadi kewajiban kepala ruangan sebagai manajer keperawatan, melaksanakan supervisi untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anggotanya dalam melaksanakan upaya pencegahan infeksi nosokomial (Kron, 1987)


(25)

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa merupakan rumah sakit rujukan dengan type kelas B, dari data yang diperoleh tahun 2010, terdapat sebanyak 303 kasus di 7 ruangan (Bedah, Penyakit Dalam, THT/Mata, VIP, ICU, ICCU, dan KUA/Super VIP) yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa dengan berbagai jenis infeksi nosokomial (Medical Record RSUD Kota Langsa Maret 2011).

Dari tujuh ruangan, ruangan bedah yang tertinggi kasus infeksi, terdapat 88 kasus jenis infeksi nosokomial yaitu 47 kasus infeksi nosokomial oleh phlebitis, 1 kasus oleh infeksi luka operasi, 6 kasus oleh decubitus, 17 kasus oleh sepsis, dan 17 kasus oleh pneumonia (Medical Record RSUD Kota Langsa, bulan Maret Tahun 2011).

Survei pendahuluan menunjukkan bahwa dari 7 perawat di ruang bedah yang diwawancarai hanya 28,5% yang mensterilkan alat medis, menggunakan alat pelindung diri seperti penutup mulut dan sarung tangan, mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan tindakan, sedangkan 71,5% perawat tidak melaksanakan prosedur itu secara keseluruhan. Sesuai prosedur penggunaan alat medis bahwa sebelum dan sesudah menggunakan alat medis wajib dibersihkan dan disterilkan termasuk peralatan-peralatan yang terkecil sekalipun. Berdasarkan pengamatan penulis, ketika sedang melakukan survei pendahuluan penulis menemukan air yang ada pada wastafel tidak hidup serta sabun pencuci tangan tidak peneliti temukan berada ditempatnya serta pengawasan yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit belum maksimal, seperti kepala perawat yang bertugas piket tidak berada di tempat.


(26)

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang apakah ada pengaruh faktor internal (pengetahuan dan sikap) dan eksternal (fasilitas keperawatan dan pengawasan) perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, dalam menjalankan pekerjaannya seorang perawat berisiko untuk terjadinya infeksi. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengetahuan, sikap, fasilitas serta pengawasan dalam upaya mengurangi terjadinya infeksi nosokomial. Berdasarkan permasalahan di atas belum diketahuinya pengaruh faktor permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang apakah ada pengaruh faktor internal (pengetahuan dan sikap) dan eksternal (fasilitas keperawatan dan pengawasan) perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor internal (pengetahuan dan sikap) dan eksternal (fasilitas keperawatan dan pengawasan) perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2011.


(27)

1.4. Hipotesis Penelitian

1.4.1. Ada pengaruh faktor internal (pengetahuan dan sikap) perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2011.

1.4.2. Ada pengaruh faktor eksternal (fasilitas keperawatan dan pengawasan) perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Memberi masukan bagi Rumah Sakit Umum Kota Langsa dalam merumuskan perencanaan pencegahan infeksi nosokomial pada petugas kesehatan.

b. Menjadi informasi bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa dalam mencegah perilaku-perilaku yang berisiko terhadap terjadinya infeksi nosokomial dalam melakukan aktivitas di Rumah Sakit Umum Kota Langsa.

c. Sebagai khasanah menambah ilmu pengetahuan tentang pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit khususnya bagi perawat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial

2.1.1. Pengertian Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAI) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di rumah sakit (WHO, 2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien (Husain, 2008).

Menurut Vincent (2003) Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk ke rumah sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Menurut Breathnach (2005) Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang terjadi di rumah sakit yang berasal dari alat-alat medis, prosedur medis atau pemberian terapi.


(29)

2.1.2. Cara penularan Infeksi Nosokomial

Menurur Depkes RI (1995) macam-macam penularan infeksi nosokomial bisa berupa :

1) Infeksi silang (Cross Infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung.

2) Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri berpindah tempat dari satu jaringan kejaringan lain

3) Infeksi lingkungan (Enverenmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit, misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain.

2.1.3. Skema Rantai Penularan Infeksi Nosokomial

Penjamu yang Rentan

Tempat Masuk

Cara Penularan Kontak Langsung

dan Tidak Langsung Tempat Keluar

Sumber Penyebab


(30)

Dari gambar 2.1. diatas di jelaskan bahwa awal rantai penularan infeksi nosokomial dimulai dari penyebab (di bagian tengah gambar) dimana penyebabnya seperti jamur, bakteri, virus atau parasit menuju ke sumber seperti manusia ataupun benda. Selanjutnya kuman keluar dari sumber menuju ke tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu (baik itu kontak langsung maupun tidak langsung) melalui udara, benda ataupun vektor masuk ke tempat tertentu (pasien lain). Di karenakan di rumah sakit banyak pasien yang rentan terhadap infeksi maka dapat tertular. Selanjutnya kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.

2.1.4. Pengendalian Infeksi Nosokomial

Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit (Depkes, 1993). Center for disease

control and prevention (2002) menjelaskan bahwa salah satu pengendalian infeksi

nosokomial adalah cuci tangan. Intervensi lainnya seperti pemasangan dan perawatan yang tepat dari peralatan invasif, penggunaan alat steril dan aseptik pada waktu pergantian balutan, perawatan kebersihan kulit, dekontaminasi dan sterilisasi dan surveilans yang berkelanjutan terhadap infeksi nosokomial.

2.1.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Secara umum faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial terdiri dari dua bagian yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen


(31)

meliputi umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi tertentu. Sedangkan faktor eksogen meliputi lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis serta lingkungan (Parhusip, 2005).

Menurut WHO (2004) faktor yang berhubungan dengan infeksi nosokomial adalah tindakan invasif dan pemasangan infus, ruangan terlalu penuh dan kurang staf, penyalahgunaan antibiotik, prosedur strilisasi yang tidak tepat dan ketidaktaatan terhadap peraturan pengendalian infeksi khususnya mencuci tangan.

Weinstein (1998) menyatakan bahwa meningkatnya kejadian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh 3 hal utama yaitu pemakaian antibiotik dan fasilitas perawatan yang lama, beberapa staf rumah sakit gagal mengikuti program pengendalian infeksi dasar seperti mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien dan kondisi pasien rumah sakit yang semakin immunocompromised.

2.1.6. Kondisi-kondisi yang mempermudah terjadinya Infeksi nosokomial

Menurut (Farida, 1999) Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa keadaan tertentu, yaitu sebagai berikut:

1) Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit atau pasien, sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada ditempat lain. 2) Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah, sehingga mudah tertular.


(32)

3) Rumah sakit sering kali melakukan tindakan invasif mulai dari sederhana misalnya suntikan sampai tindakan yang lebih besar, operasi. Dalam melakukan tindakan sering kali petugas kurang memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik.

4) Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik, akibat penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering tidak rasional.

5) Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien, yang dapat menularkan kuman patogen.

6) Penggunaan alat-alat kedokteran yang terkontaminasi dengan kuman

Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien, petugas rumah sakit, pengunjung ataupun lingkungan rumah sakit. Selain itu setiap tindakan baik tindakan invasif maupun non invasif yang akan dilakukan pada pasien mempunyai resiko terhadap infeksi nosokomial. Menurut Farida (1999) sumber infeksi tindakan invasif (operasi) adalah :

1. Petugas :

a) Tidak/kurang memahami cara-cara penularan

b) Tidak/kurang memperhatikan kebersihan perorangan c) Tidak menguasai cara mengerjakan tindakan

d) Tidak memperhatikan/melaksanakan aseptik dan antiseptik e) Tidak mematuhi SOP (standar operating procedure) f) Menderita penyakit tertentu/infeksi/carier


(33)

2. Alat : a) Kotor b) Tidak steril c) Rusak/karatan

d) Penyimpanan kurang baik 3. Pasien:

a) Persiapan diruang rawat kurang baik b) Higiene pasien kurang baik

c) Keadaan gizi kurang baik (malnutrisi) d) Sedang mendapat pengobatan imunosupresif 4. Lingkungan

a) Penerangan/sinar matahari kurang cukup b) Sirkulasi udarah kurang baik

c) Kebersihan kurang (banyak serangga, kotor, air tergenang) d) Terlalu banyak peralatan diruangan

e) Banyak petugas diruangan

2.1.7. Penyebab Infeksi Nosokomial

Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa : bakteri, virus, fungi dan parasit, penyebab utamanya adalah bakteri dan virus, kadang-kadang jamur dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya dalam menyebabkan infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi dan jumlahnya.


(34)

2.1.8. Patogenesis Infeksi Nosokomial

Patogenesis adalah kemampuan mikroba menyebabkan penyakit, patogenitas lebih jauh dapat dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya. Virulensi adalah pengukuran dari beratnya suatu penyakit dan dapat diketahui dengan melihat morbiditas dan derajat penularan.

Daya invasi adalah kemampuan mikroba menyerang tubuh. Jumlah mikroba yang masuk sangat menentukan timbul atau tidaknya infeksi dan bervariasi antara satu mikroba dengan mikroba lain dan antara satu host dengan host yang lain (Wirjoatmodjo, 1993).

2.1.9. Upaya-upaya yang Dilakukan untuk Mencegah Terjadinya Infeksi Nosokomial

Menurut depkes (1998), upaya pencegahan terhadap terjadinya infeksi nosokomial dirumah sakit yaitu untuk menghindarkan terjadinya infeksi selama pasien di rawat di rumah sakit. Adapun bentuk upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :

a. Cuci Tangan

Cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting. Cuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lainnya. Untuk mengetahui kapan sebaiknya perawat melakukan cuci tangan dan bagaimana cara mencuci tangan yang benar, berikut ini akan dijelaskan mengenai tujuan mencuci tangan, dan prosedur standar dari mencuci tangan.


(35)

1. Tujuan

a) Menekan pertumbuhan bakteri pada tangan

b) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan 2. Indikasi

a) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien, seperti mengganti, membalut, kontak dengan pasien selama pemeriksaan harian atau mengerjakan pekerjaan rutin seperti membenahi tempat tidur

b) Sebelum dan sesudah membuang wadah sputum, secret ataupun darah c) Sebelum dan sesudah menangani peralatan pada pasien seperti infus set,

kateter, kantung drain urin, tindakan operatif kecil dan peralatan pernafasan.

d) Sebelum dan sesudah ke kamar mandi e) Sebelum dan sesudah makan

f) Sebelum dan sesudah membuang ingus/membersihkan hidung g) Pada saat tangan tampak kotor

h) Sebelum dan sesudah bertugas di sarana kesehatan 3. Prosedur Standar

a) Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir b) Taruh sabun dibagian tengah tangan yang telah basah

c) Buat busa secukupnya


(36)

e) Bilas kembali dengan air sampai bersih

f) Keringkan tangan dengan handuk atau kertas bersih atau tisu atau handuk katun sekali pakai

g) Matikan keran dengan kertas atau tissue

h) Pada cuci tangan aseptic diikuti larangan menyentuh permukaan tidak steril dan penggunaan sarung tangan dan waktu untuk mencuci tangan antara 5-10 menit

b. Dekontaminasi

Menurut depkes (1998) dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya. Agar seorang perawat dapat melakukan proses dekontaminasi dengan benar, maka perawat tersebut haruslah mengetahui tujuan dari dekontaminasi, indikasi dari proses dekontaminasi, dan prosedur standar dari dekontaminasi.

1. Tujuan Dekontaminasi

a) Mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda

b) Mematikan mikroorganisme, misalnya HIV, HBV, dan kotoran lain yang tidak tampak

c) Mempersiapkan permukaan alat untuk kontak langsung dengan desinfektan atau bahan sterilisasi


(37)

2. Indikasi

a) Langkah pertama bagi alat kesehatan bekas pakai sebelum dicuci dan proses lebih lanjut

b) Langkah pertama pada penanganan tumpahan darah/cairan tubuh

c) Langkah pertama pada dekontaminasi meja/permukaan lain yang mungkin tercemar darah/cairan tubuh lain

d) Langkah pertama pada sarana kesehatan yang tidak memiliki insenerator yaitu sebelum alat tersebut dikubur dengan cara kapurisasi

3. Prosedur Standar a) Cuci tangan

b) Pakai sarung tangan, masker, kaca mata/pelindung wajah

c) Rendam alat kesehatan segera setelah dipakai dalam larutan desinfektan selama 10 menit

d) Segera bilas dengan air sampai bersih e) Lanjutkan dengan pembersihan

f) Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara menunggu dekontaminasi sarung tangan dan proses selanjutnya

g) Cuci tangan

2.2. Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan merupakan hasil tahu, yang terjadi


(38)

diperoleh dari pendidikan formal atau melalui mendengar, melihat, merasa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan (Sumantri, 1984), mengatakan pada hakekatnya pengetahuan adalah segenap apa yang diketahi manusia tentang objek tertentu, termasuk ilmu pengetahuan yang ada pada manusia bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dihadapinya sehari-hari untuk memepermudah manusia itu sendiri. Pengetahuan di ibaratkan merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut Purwanto (1990), pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan individu berbuat atau bertindak. Dengan demikian perbuatan atau tingkah laku sesorang dapat terjadi menurut apa yang diketahui dan diyakini sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda, pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan peranan penting dalam pekerjaannya. Hal ini berarti pengetahuan berpengaruh dalam kehidupan seseorang karena pengetahuan akan melahirkan sikap yanga akan mengarahkan seeorang untuk berbuat sesuatu.

Parkinson (1982) mengatakan meningkatkan kesadaran, meningkatkan pengetahuan, merubah sikap, mengubah perilaku dan menurunkan resiko merupakan urutan kompleksitas kebutuhan dan tujuan mulai dari sederhana hingga yang paling komplek dan tidak selalu berhubungan sebab akibat antara yang satu dengan yang lain dan bukan merupakan urutan kejadian.

Pudjowati (1998) mengatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan perawat denga risiko terjadinya infeksi. Hal ini dapat kita mengerti


(39)

karena berasal dari pedidikan non formal maupun informal dapat meningkatkan pengetahuan serta mempengaruhi perilaku. Ini bisa dimaklumi mengingat bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang perlu, tapi bukan merupakan faktor yang cukup kuat untuk mengubah perilaku, bahkan tidak jarang orang yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang sesuatu yang berkaitan dengan keterampilan cendrung untuk bertindak ceroboh. Berdasarkan kenyataan diatas sebetulnya dengan pengetahuan yang cukup tinggi merupakan modal utama untuk merubah perilaku, tetapi tentunya perlu diimbangi dengan niat yang kuat sehingga seseorang bertindak sesuai dengan pengetahuannya.

2.3. Sikap

Gibson (2002) mengatakan bahwa sikap merupakan faktor penentu perilaku. Sikap menggambarkan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap obyek. Sikap diperoleh dari pengalamn sendiri atau dari pengalaman orang lain yang paling dekat.

Notoatmojo (2003) menyatakan sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, sesuai dengan bagan dibawah in :


(40)

2.4. Fasilitas Keperawatan

Fasilitas keperawatan adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial, seperti peralatan untuk mencuci tangan, melaksanakan dekontaminasi alat-alat kesehatan dan untuk mengelola limbah padat yang ada di ruang rawat inap. Musadad (1992) menyatakan bahwa hanya 42,9% rumah sakit yang menyediakan sarana untuk cuci tangan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Menurut Depkes (1998) agar perawat pelaksana dapat bekerja secara maksimal pimpinan harus bertanggung jawab atas penyediaan, pemeliharaan sarana klinis dan non klinis yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kewaspadaan umum, misalnya menyediakan sarana untuk cuci tangan ditempat yang mudah dijangkau.

Menurut Green (1996) sarana dan fasilitas merupakan faktor predisposisi yang dapat bersifat positif maupun negatif. Oleh karena itu perilaku kepatuhan seseorang sangat dipengaruhi oleh sarana dan fasilitas yang tersedia, bagaimana cara

Stimulus Rangsangan

Proses Stimulus

Reaksi

Tingkah Laku (terbuka)

Sikap (tertutup)


(41)

penggunaanya, posisi atau letak dari sarana tersebut dan bagaimana cara pemeliharaan sarana tersebut.

2.5. Pengawasan

Kontrol atau pengawasan adalah fungsi di dalam manajemen funsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan atau manajer semua unit/satuan kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan dilingkungannya. Oleh karena itu berarti juga setiap pimpinan/manajer memiliki fungsi yang melekat didalam jabatannya untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok masing-masing, sehingga disebut pengawasan melekat.

Sesuai dengan Bird yang dikutip Munir (1998), terjadinya infeksi disebabkan karena adanya kekurangan dalam system pengawasan manajeman. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of control Managemen) dapat terbentuk kurang program, kurangnya standar dari program atau kegagalan memenuhi standar. Pengawasan salah satu unsur manajer profesional yang harus dilaksanakan oleh semua anggota manajemen, baik ia seorang pengawas atau pimpinan utama suatu organisasi.

Supervisi bertujuan untuk mengorientasi, melatih kerja, memimpin, memberi arahan, dan mengembangkan kemampuan perawat pelaksana. Sedangkan supervisi berfungsi untuk mengatur dan mengorganisir proses atau mekanisme pelaksanaan dan standar kerja (Gillies, 1996). Agar perawat pelaksana dapat menerapkan kewaspadaan umum secara maksimal dibutuhkan supervise yang teratur dari kepala ruangan


(42)

(Depkes, 1998). Menurut Kron (1987) kepala ruangan harus mengajarkan, membimbing, mengobservasi, dan mengevaluasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana selalu melakukan kewaspadaan umum sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.

Musadad (1992) menyatakan bahwa supervisi dari pimpinan sangan mempengaruhi kesadaran perawat pelaksana untuk melakukan cuci tangan. Notoatmodjo (1989) mengemukan bahwa perubahan perilaku pada orang dewasa, pada umumnya lebih sulit dari pada perubahan orang yang belum dewasa. Jadi, ketika seseorang terus diberi rangsangan dan informasi, maka perilaku kepatuhan dalam pencegahan infeksi nosokomial akan sulit dilaksanakan, terutama pada perawat pelaksana yang sudah berumur tua dan sudah lama bekerja.

2.6. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Standar operasional prosedur (SOP) infeksi nosokomial adalah prosedur tetap yang disusun oleh komite pengendalian infeksi nosokomial yang harus dilaksanakan oleh setiap petugas rumah sakit. SOP ini dibutuhkan untuk menyatukan persepsi petugas rumah sakit mengenai tindakan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Pemahaman yang benar mengenai SOP infeksi nosokomial, akan berkaitan langsung terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. Menurut Notoatmodjo (2003) seseorang baru bisa berperilaku apabila ditunjang oleh pengetahuan, dimana sebelum mendapatkan pengetahuan seseorang harus melalui tahap belajar.


(43)

Menurut Green (1996) pengetahuan merupakan faktor predisposisi dalam perilaku positif, karena dengan pengetahuan seseorang akan mulai mengenal dan mencoba atau melakukan suatu tindakan. Cara lain untuk menambah pengetahuan adalah dengan jalan diskusi antar perawat pelaksana, dengan melaksanakan komunikasi dua arah, diskusi partisipasi merupakan salah satu cara yang paling efektif dalam memberikan informasi dan pesan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Dengan adanya SOP infeksi nosokomial diharapkan dapat menurunkan angka terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

2.7. Perawat

Perawat adalah orang yang memberikan paling banyak tindakan. Jika pasien memerlukan terapi intravena, biasanya perawat memasang jalur intravena dan memberikan cairan dan obat yang ditentukan. Jika pasien memerlukan injeksi maka perawat yang memberikannya. Perawat mengganti balutan pasien dan memantau penyembuhan lukanya. Perawat memberikan medikasi untuk nyeri. Perawat memantau kemajuan pasien untuk pemulihan tanpa komplikasi, karena perawat lebih sering kontak dengan pasien daripada staf lain, mereka sering menemukan masalah sebelum orang lain menemukannya (Monica, 1998).

Seorang perawat yaitu seorang yang berperan dalam perawatan atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses pemenuhan dan perawatan professional adalah perawat yang bertanggung jawab dan


(44)

berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengaan kewenangannya (Depkes, 2002)

Perawat merawat pasien secara kontinu, 24 jam sehari, membantu pasien melakukan apa yang akan mereka lakukan untuk diri mereka sendiri jika mereka mampu. Perawat memperhatikan pasien, menjamin mereka bernafas dengan baik, mendapat cairan dan cakupan nutrisi, membantu istirahat dan tidur, menyakinkan bahwa mereka nyaman dan dukungan pada pasien dan keluarganya (Monica, 1998)

2.7.1. Tujuan dan Manfaat Proses Keperawatan

Tujuan dari penerapan proses keperawatan pada tantanan pelayanan kesehatan adalah :

1. Untuk mempraktekkan suatu metoda pemecahan masalah dalam praktek keperawatan.

2. Sebagai standar untuk praktek keperawatan

3. Untuk memperoleh suatu metode yang baku, sistematis, rasional, serta ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan.

4. Untuk memperoleh suatu metoda dalam memberikan asuhan keperawatan yang dapat digunakan dalam segala situasi sepanjang siklus kehidupan.

5. Untuk memperoleh hasil asuhan keperawatan yang bermutu.

Penerapan proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien akan memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut :


(45)

a. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

b. Pengembangan ketrampilan intelektual dan teknis bagi tenaga keperawatan c. Meningkatkan citra profesi keperawatan

d. Meningkatkan peran dan fungsi keperawatan dalam pengelolaan asuhan keperawatan

e. Pengakuan otonomi keperawatan f. Peningkatan rasa solidaritas

g. Meningkatkan kepuasan kerja tenaga keperawatan h. Untuk mengembangkan ilmu keperawatan

2.7.2. Standar praktik keperawatan

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien, digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatanm yang meliputi : Pengkajian, diagnosis keperawatan, mperencanaan, implementasi dan evaluasi

a. Standar I ; Pengkajian

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sitematis, menyeluruh , akurat, singkat dan berkesinambungan


(46)

1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

2) Sumber data adalah klien, mkeluarga atau orang lain yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

3) Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengevaluasi : status kesehatan masa lalu, saat ini, bio-psiko-sosial dan spiritual, respon, harapan dan resiko- resiko tinggi masalah.

4) Kelengkapan data dasar mengandung unsur lengkap, akurat, relevan dan baru. b. Standar II : Diagnosis keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Kriteria proses meliputi :

1) Proses diagnosa terdiri atas analisa, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan

2) Diagnosis keperawatan terdiri dari : masalah, penyebab dan tanda atau gejalaatau terdiri dari masalah dan penyebab

3) Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lainnya untuk memvalidasi diagnosis keperawatan

4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru c. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria proses iini meliputi :


(47)

1) Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan

2) Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan 3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien 4) Mendokumentasikan rencana keperawatan.

d. Standar IV : Implementasi keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi :

1) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan 2) Kolaborasi dengan tim kesehatanh lain

3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien

4) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan

5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Proses ini meliputi :

1) Menyusun perencanaan evaluasi hasil dan intervensi secara komprehensif, tepat waktu, dan terus menerus


(48)

2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan

3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

4) Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan

5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan

2.8. Rumah Sakit

Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian (Wiyono, 1997)

Rumah sakit yang ideal adalah tempat orang sakit mencari dan menerima perawatan, juga menjadi tempat pendidikan klinis bagi tenaga kesehatan. Rumah sakit juga berperan dalam studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu pengetahuan kedokteran maupun penelitian ilmu-ilmu dasar (Wolfer, 2001).

Dalam menjalankan fungsinya melayani masyarakat, rumah sakit memberikan pelayanan dalam bentuk pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Pelayanan gawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera mungkin untuk


(49)

menyelamatkan kehidupannya. Di setiap rumah sakit lazim ditemukan unit gawat darurat (Hospital based emergency unit) (Azwar, 1996).

Menurut Azwar 1996, Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap. Pelayanan rawat jalan oleh klinik rumah sakit secara umum dibedakan :

1. Pelayanan darurat, untuk menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan mendadak.

2. Perawatan rawat jalan paripurna, memberikan pelayanan rawat jalan paripurna sesuai kebutuhan pasien.

3. Pelayanan rujukan, melayani pasien yang dirujuk oleh sarana kesehatan lain.

4. Pelayanan bedah jalan, memberikan pelayanan bedah yang selesai dan pasien pulang pada hari yang sama.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau kesehatan lainnya dengan menempati tempat tidur. Batasan tempat tidur adalah tempat tidur yang tercatat dan tersedia di ruang rawat inap (Wiyono, 1997).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa merupakan Rujukan atas mata rantai sistim kesehatan di Pemerintah Kota Langsa. Berdasarkan SK Menkes Republik Indonesia No. 51/Men.Kes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 diberikan status menjadi Rumah Sakit dalam klasifikasi type C, kemudian pada tahun 1997 ditingkatkan klasifikasinya menjadi Rumah Sakit type B Non pendidikan berdasarkan Surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 479/Men.Kes/SKV/1997


(50)

tanggal 20 Mei 1997. Kemudian berdasarkan Kepres No. 40 tahun 2001 berubah status menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa dan telah juga ditetapkan dengan Qanun Pemerintah Kota Langsa No. 5 Tahun 2005, dan Qanun Pemerintah Kota Langsa No.10 Tahun 2009 tentang rincian pokok dan fungsi pemangku jabatan struktural dilingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

Berdasarkan Qanun Pemerintah Kota Langsa No.10 Tahun 2009 adapun tugas pokok dan fungsi pemangku Jabatan Struktural dilingkungan RSUD Kota Langsa adalah :

1. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi yang terpadu dengan tidak meninggalkan upaya meningkatkan dan pencegahan serta melaksanakan pusat rujukan, melaksanakan pendidkan tenaga kesehatan, penelitian, pengembangan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan

2. Melakasanakan pelayanan kesehatan yang bermutu berdasarkan standar pelayanan Rumah Sakit dengan menerapkan prinsip profesional dan Islami. (Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa, 2009).

2.9. Landasan Teori

Bloom (1956) membedakan perilaku menjadi 3 kelompok yaitu Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, sedangkan Notoatmojo (1989) membagi ranah perilaku menjadi tiga bagian yaitu, pengetahuan (Knowledge), sikap (Attitude) dan Tindakan


(51)

(Practice). Bentuk operasional perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar

b. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar subjek

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah nyata (konkrit) berupa perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

Manusia berperilaku tertentu karena ada hal-hal yang mendorong serta mengarahkan untuk memilih bentuk-bentuk perilaku seperti yang sudah diperlihatkannya. Faktor pendorong ini lazimnya muncul dari sistem kebutuhan yang didapat dalam dirinya, sedangkan faktor pengarahnya adalah sikap.

Green (1996) menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor Predisposing yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor Enabling yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

3. Faktor Reinforcing yang terwujud dalam peraturan-peraturan, kebijakan, pengawasan, dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(52)

Gambar 2.3. Kerangka Teori Green

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa variabel yang termasuk dalam

predisposing antara lain pengetahuan, sikap, norma-norma, kepercayaan, tradisi.

Untuk variabel enabling antara lain ketersediaan fasilitas, sarana dan akses dan untuk variabel reinforcing antara lain meliputi pelatihan, sikap dan perilaku petugas/pejabat. peraturan-peraturan, kebijakan dan pengawasan.

Predisposing

• Pengetahuan

• Sikap

• Norma-norma

• Kepercayaan

• Tradisi

Enabling

• Ketersediaan fasilitas dan sarana

• Akses

• Lingkungan fisik

Reinforcing

• Pelatihan

• Sikap dan perilaku

petugas/pejabat

• Peraturan-peraturan

• Kebijakan

• Pengawasan

Pencegahan Infeksi Nosokomial


(53)

2.10. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat disusun kerangka konsep sebagai

berikut :

Berdasarkan Gambar 2.3. di atas, diketahui variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, ketersedian fasilitas perawatan dan pengawasan, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat bedah.

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Internal

• Pengetahuan

• Sikap

Faktor Eksternal

• Fasilitas perawatan

• Pengawasan

Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Bedah


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan

explanatory research untuk menganalisis pengaruh faktor internal (pengetahuan dan

sikap) dan eksternal (fasilitas keperawatan, dan pengawasan) perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2011.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa, dengan pertimbangan berdasarkan hasil pengamatan masih ditemukan kondisi-kondisi yang berisiko terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa.

Penelitian ini membutuhkan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung Februari sampai Agustus 2011.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di ruang bedah rawat inap baik itu RBA maupun RBB di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa berjumlah sebanyak 35 orang (Profil RSUD Kota Langsa, 2009) dan sekaligus menjadi sampel penelitian.


(55)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data meliputi :

1. Data primer yaitu data diperoleh melalui kuesioner dan pengamatan terhadap responden

2. Data Sekunder adalah data-data yang mendukung dalam penelitian ini seperti profil rumah sakit dan laporan tahunan

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel pada analisis reliability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel (Sugiyono, 2004). Nilai r Tabel dalam penelitian ini menggunakan critical value of

the product moment pada taraf signifikan 95%, maka untuk sampel 30 orang yang

diuji nilai r-Tabelnya adalah sebesar 0,361. Uji ini dilakukan pada perawat yang bertugas di ruang rawat bedah di rumah sakit Cut Mutia Kota Langsa.


(56)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Dependen

Variabel dependen yaitu pencegahan infeksi nosokomial adalah suatu upaya yang dilakukan atau bentuk tindakan perawat yang dilakukan dalam hal pencegahan infeksi nosokomial

3.5.2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini meliputi : pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas keperawatan dan pengawasan

a. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui responden tentang infeksi nosokomial, dan upaya pencegahannya.

b. Sikap adalah respons atau tanggapan responden tentang infeksi nosokomial, dan upaya pencegahannya.

c. Fasilitas Keperawatan adalah ketersediaan/kelengkapan fasilitas keperawatan yang disediakan oleh pihak rumah sakit sepeti sarung tangan, wastafel, sabun mandi.

d. Pengawasan adalah kegiatan kepala ruangan dalam hal memantau perawat setelah melakukan tindakan seperti pemeriksaan kepada pasien, operasi.

3.6. Metode Pengukuran

a. Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen (pencegahan terjadinya infeksi nosokomial) didasarkan dari 19 pengamatan (observasi) dengan alternatif jawaban apabila jawaban


(57)

di tandai maka diberi skor 1 dan jika tidak di tandai maka diberi skor 0. Selanjutnya dikategorikan menjadi :

1) Dilaksanakan, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 9,5 2) Tidak Dilaksanakan, jika responden memperoleh skor < median skor 9,5

b. Pengukuran Variabel Independen

1. Variabel Pengetahuan

Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan dari 14 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban benar dan salah, dimana untuk pertanyaan 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13 dan 14 setiap responden yang menjawab benar diberikan skor 1 dan salah diberikan skor 0. Sebaliknya untuk pertanyaan 2, 5, 12 dan 15 setiap responden yang menjawab benar diberi skor 0 dan salah diberi skor 1. Total skor berjumlah 15. Selanjutnya dikategorikan menjadi :

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 7 2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median skor 7 2. Variabel Sikap

Pengukuran variabel sikap didasarkan dari 7 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban :

a. Setuju diberi skor 2

b. Kurang Setuju diberi skor 1 c. Tidak Setuju diberi skor 0


(58)

Selanjutnya dikategorikan menjadi :

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 7 2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median skor 7 3. Variabel Fasilitas Keperawatan

Pengukuran variabel fasilitas keperawatan didasarkan dari 5 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban:

a. Baik diberi skor 1 b. Tidak baik diberi skor 0 Selanjutnya dikategorikan menjadi :

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 2,5 2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median skor 2,5 4. Variabel Pengawasan

Pengukuran variabel pengawasan didasarkan dari 4 pertanyaan yang diajukan dengan alternatif jawaban:

a. Ya diberi skor 2

b. Kadang-kadang diberi skor 1 c. Tidak diberi skor 0

Selanjutnya dikategorikan menjadi :

1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median skor 4 2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median skor 4


(59)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mencakup :

1. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisis bivariat, yaitu untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05). 3. Analisis multivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat pengaruh antara

variabel independen dengan dependen menggunakan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05).


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Adapun gambaran umum dalam penelitian ini meliputi : Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Umum Kota Langsa, Letak Geografis, Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Langsa dan Visi Dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa, ketenagaan dan pemanfaatan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

4.1.1. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Umum Kota Langsa

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa merupakan Rujukan atas mata rantai sistim kesehatan di Pemerintah Kota Langsa. Berdasarkan SK Menkes Republik Indonesia No. 51/Men.Kes/SK/II/1979 tanggal 22 Februari 1979 diberikan status menjadi Rumah Sakit dalam klasifikasi type C, kemudian pada tahun 1997 ditingkatkan klasifikasinya menjadi Rumah Sakit type B Non pendidikan berdasarkan Surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 479/Men.Kes/SKV/1997 tanggal 20 Mei 1997. Kemudian berdasarkan Kepres No. 40 tahun 2001 berubah status menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa dan telah juga ditetapkan dengan Qanun Pemerintah Kota Langsa No. 5 Tahun 2005, dan Qanun Pemerintah Kota Langsa No.10 Tahun 2009 tentang rincian pokok dan fungsi pemangku jabatan struktural dilingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.


(61)

4.1.2. Letak Geografis

Kota Langsa merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada 04O 24’35,68” – 04O 33’27,03” Lintang Utara dan 97O 53’14,59” – 98O 04’42,16” Bujur timur. Luas Wilayah keseluruhan 262,41 Km2

Adapun lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa yang terletak di Kecamatan Kota Langsa, dengan status pemilikan Pemerintahan Kota Langsa, yang berdasarkan wilayah sebagai berikut :

, Panjang garis Pantai 16 Km dengan Batasan Wilayah Kota Langsa.

• Sebelah Utara berbatasan dengan selat malaka

• Sebelah Barat berbatasan dengan Birem Bayeun Kab.Aceh Timur

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Birem Bayeun Kab.Aceh Timur

• Sebelah Timur Berbataan dengan Kec.Manyak Payed Kab.Aceh Tamiang

4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Langsa

Berdasarkan Qanun Pemerintah Kota Langsa No.10 Tahun 2009 tugas pokok dan fungsi pemangku Jabatan Structural dilingkungan RSUD Kota Langsa adalah :

3. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi yang terpadu dengan tidak meninggalkan upaya meningkatkan dan pencegahan serta melaksanakan pusat rujukan, melaksanakan pendidkan tenaga kesehatan, penelitian, pengembangan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan


(62)

4. Melakasanakan pelayanan kesehatan yang bermutu berdasarkan standar pelayanan Rumah Sakit dengan menerapkan prinsip profesional dan islami.

4.1.4. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa

a) Visi

Menjadi Rumah Sakit Rujukan Unggulan Dalam Semua Bidang Pelayanan Kesehatan 2008-2013.

b) Misi

1.

Memberikan pelayanan yang bermutu, cepat, tepat dan bernuansa islami.

2.

Mengembangkan produk unggulan pada bidang pelayanan traumatologi,

kebidanan, anak dan penyakit dalam

3. Meningkatkan kemampuan operasional rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan terpadu di kota langsa

4.1.5. Ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Ketenagaan yang ada dalam tabel adalah seluruh petugas yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

Tabel 4.1. Jumlah Seluruh Ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

No Kualifikasi Purna

Waktu

Paruh

Waktu Jumlah

1. Dokter Umum 18 - 18

2. Dokter Gigi 5 - 5

3. Dokter Ahli Pernyakit Dalam 2 1 1

4. Dokter Ahli Kebidanan & Kandungan 3 - 3

5. Dokter Ahli Anak 3 - 3


(1)

dan pengawasan) dengan variabel dependen (pencegahan infeksi nosokomial) yang

dilihat dengan menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%.

Tabel 4.3 Hubungan Pengetahuan, Sikap, Fasilitas dan Pengawasan dengan Pencegahan Infeksi Nosokomial

Variabel

Pencegahan Infeksi Nosokomial

Nilai p Dilaksanakan

Tidak Dilaksanakan

N % N %

Pengetahuan

1 Baik 14 63,6 8 36.4

10,443 0,001

2 Tidak Baik 1 7.7 12 92.3

Total 15 100 20 100

Sikap

1 Baik 11 47.8 12 52.2

0,676 0,418

2 Tidak Baik 4 33.3 8 66.7

Total 15 100 20 100

Fasilitas

1 Baik 10 90.9 1 9.1

15,125 0,000

2 Tidak Baik 5 20.8 19 79.2

Total 15 100 20 100

Pengawasan

1 Baik 11 73.3 4 26.7

9,956 0,002

2 Tidak Baik 4 20 16 80

Total 15 100 20 100

Dari hasil penelitian, diketahui dari 22 responden yang mempunyai pengetahuan baik diketahui sebanyak 14 responden (63,6%) dengan kategori melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial, selebihnya 8 responden (36,4%) dengan kategori tidak melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial. Hasil analisis bivariat (chi-square test) bahwa terdapat nilai p (0,001) < p 0,05 artinya adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan

pencegahan infeksi nosokomial. Dari hasil penelitian, diketahui dari 23 responden yang mempunyai sikap baik diketahui sebanyak 11 responden (47,8%) dengan kategori melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial, selebihnya 12 responden (52,2%) dengan kategori tidak melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial. Hasil analisis bivariat (chi-square test) bahwa terdapat nilai p (0,418) < p 0,05 artinya tidak ada hubungan yang


(2)

signifikan antara sikap dengan pencegahan infeksi nosokomial. Dari hasil penelitian, diketahui dari 11 responden yang mempunyai penilaian baik terhadap fasilitas keperawatan diketahui sebanyak 10 responden (90,9%) dengan kategori “melaksanakan” pencegahan infeksi nosokomial, selebihnya 1 responden (9,1%) dengan kategori “tidak melaksanakan” pencegahan infeksi nosokomial. Hasil analisis bivariat (chi-square test) bahwa terdapat nilai p (0,000) < p 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara fasilitas keperawatan dengan pencegahan infeksi nosokomial. Dari hasil penelitian, diketahui dari 15 responden yang mempunyai penilaian baik terhadap pengawasan diketahui sebanyak 11 responden (73,3%)

dengan kategori melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial, selebihnya 4 responden (26,7%) dengan kategori tidak melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial. Hasil analisis bivariat (chi-square test) bahwa terdapat nilai p (0,002) < p 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan pencegahan infeksi nosokomial.

Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan variabel independen yang paling berpengaruh (baik faktor internal maupun eksternal) terhadap pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa. Uji yang digunakan dalam analisis multivariat ini adalah Uji Regresi Logistik.

Tabel 4.7. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial

No. Variabel B P-Value

Konstanta 5,047 0,09

1 Pengetahuan -3,584 0,037

2 Fasilitas Keperawatan -2,930 0,029

3 Pengawasan -2,782 0,036

PEMBAHASAN Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian menunjukkan secara statistik dengan uji regresi logistik terdapat pengaruh secara signifikan anatara pengetahuan perawat dengan pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lindawati (2001), bahwa hasil uji menunjukkan pengetahuan perawat berpengaruh terhadap terjadinya infeksi

nosokomial pada perawat. Dan sejalan dengan hasil penelitian Fuadi (2009) ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan resiko terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh.

Menurut Natoatdmodjo (2004) salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan individu adalah melalui pendidikan dan pelatihan baik secara formal maupun informal, termasuk pengetahuan tentang segala sesuatu yang berisiko terhadap terjadinya infeksi nosokomial. Hal ini karena perawat merupakan tenaga medis yang setiap hari mempunyai kontak langsung dengan pasien dan ruangan dalam rumah sakit. Bentuk upaya pencegahan yang dilakukan dalam hal kondisi yang berisiko merupakan bentuk promosi kesehatan.


(3)

Sikap

Sikap adalah reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus / objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap Seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorabel) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorabel) (Azwar, 2003). Hasi uji regresi logistik menunjukkan tidak terdapat pengaruh signifikan sikap perawat dengan pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat bedah RSUD Kota Langsa. Hasil penelitian menunjukkan 65,7% perawat berada pada kategori sikap baik dan selebihnya 34,3% berada pada kategori tidak baik.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Nurhayati (1997) bahwa hasil uji menunjukkan sikap perawat berhubungan dengan perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi luka operasi di bagian bedah Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dan tidak sejalan dengan hasil penelitian Yusran (2004), bahwa sikap perawat mempunyai hubungan dengan infeksi risiko nosokomial di RSU Abdoel Muluk Lampung.

Sikap perawat merupakan bagian integral dari individu yang menilai dan berpendapat tentang kondisi lingkungannya. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin baik sikap perawat tentang berbagai upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit maka akan semakin kecil risiko terhadap terjadinya infeksi nosokomial pada perawat, tenaga medis lain atau pengunjung rumah sakit. Menurut Notoatmodjo (2004), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap perawat yang kurang akan berdampak terhadap tindakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. Hal ini menurut Bachroen (2000) bahwa secara umum pelaksanaan prinsip Universal Precautiosn di Indonesia masih kurang. Beberapa tindakan yang meningkatkan potensi penularan penyakit yaitu tidak mencuci tangan, tidak menggunakan sarung tangan, penanganan benda tajam yang salah, teknik dekontaminasi yang tidak adekuat, dan kurangnya sumber daya untuk melaksanakan prinsip Universal Precaution. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Karyadi Semarang (2003) menunjukkan angka kepatuhan tenaga kesehatan untuk menerapkan penerapan beberapa elemen Universal Precaution kurang dari 50%. Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Abdoel Muluk pada tahun 2006 menunjukkan 58 % tenaga kesehatan mengalami paparan terhadap darah dan cairan tubuh.

Fasilitas

Fasilitas dalam penelitian ini adalah

Ketersediaan/kelengkapan fasilitas keperawatan yang disediakan oleh pihak

rumah sakit dalam hal untuk melakukan pencegahan infeksi nosokomial. Hasil uji regresi logistik menunjukkan terdapat pengaruh signifikan fasilitas keperawatan dengan pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat bedah RSUD Kota Langsa. Hasil penelitian menunjukkan 31,4% perawat berada pada kategori baik dan selebihnya 68,6% berada pada kategori tidak baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lindawati (2001) yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara


(4)

sarana dan prasarana dengan persepsi perawat pelaksana terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.

Menurut green yang dikutip Kusmayati (2004) fasilitas merupakan salah satu dari sumber daya yang memungkinkan seseorang untuk berperilaku tertentu. Tanpa adanya dukungan fasilitas yang memadai, menyulitkan seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik. Dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial dibutuhkan tersedianya sarana dan prasarana antara lain air mengalir untuk cuci tangan dan sabun, sarung tangan, mensterilkan peralatan, antiseptik dan desinfektan.

Hasil penelitian menunjukkan 80% tidak tersedia sarung tangan steril diruang rawat bedah, 68,6% air pencuci tangan di ruang rawat bedah tidak ada bila diperlukan. Musadad (1992) menyatakan bahwa hanya 42,9% rumah sakit yang menyediakan sarana untuk cuci tangan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Pengawasan

Pengawasan salah satu unsur manajer profesional yang harus dilaksanakan oleh semua anggota manajemen, baik ia seorang pengawas atau pimpinan utama suatu organisasi. Hasil uji regresi logistik menunjukkan terdapat pengaruh signifikan pengawasan dengan pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat bedah RSUD Kota Langsa. Hasil penelitian menunjukkan 42,9% perawat berada pada kategori baik dan selebihnya 57,1% berada pada kategori tidak baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lindawati (2001) yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara pengawasan dengan persepsi perawat pelaksana terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap

Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta p (0,000) < 0,05. Dan sejalan dengan hasil penelitian Fuadi (2009) ada hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan resiko terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh p (0,000) < 0,05.

Menurut Green (1980) mengatakan seseorang akan patuh bila masih dalam tahap pengawasan, bila pengawasan mengendur maka perilaku akan ditinggalkan artinya ketika pengawasan itu sudah mulai menurun maka perawat untuk melakukan pencegahan infeksi nosokomial semakin rendah, mereka bekerja semau dengan yang mereka mau bukan semesti yang telah ada dalam standart prosedur operasional untuk melakukan pencegahan infeksi nosokomial.

Berdasarkan dari hasil penelitian 45,7% mengatakan tidak pernah dilakukan pengawasan tentang pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat bedah, 48,6% Pegawasan yang dilakukan manajemen RS tentang upaya pencegahan infeksi nosokomial melibatkan penanggung jawab ruang rawat bedah, dan 42,9% Hasil pengawasan yang telah dilakukan oleh manajemen RS tentang upaya pencegahan infeksi nosokomial tidak ditindaklanjuti.

Asumsi peneliti hal ini dikarenakan berbagai faktor seperti masalah dana, dikarenakan tidak ada anggaran untuk itu sehingga tidak melakukan pengawasan secara intensif. Kedua, kebijakan yang dibuat kurang maksimal seperti memberikan sanksi. Ketiga, tidak ada keinginan serius dari pihak pengawas sendiri untuk lebih tegas dalam hal pencegahan infeksi nosokomial.

Pada prinsipnya Fungsi pengawasan di Rumah Sakit merupakan untuk mengetahui sejauh mana perawat mematuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit serta dalam melakukan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan oleh


(5)

pimpinan serta dijadikan dasar penilaian untuk sertifikasi, namun kenyataannya di RSUD Kota Langsa peran dan fungsi pengawas belum maksimal dan belum bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

e) Pengetahuan berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa

f) Sikap tidak berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa

g) Fasilitas keperawatan berpengaruh terhadap terjadinya pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa

h) Pengawasan berpengaruh terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa dan sekaligus variabel ini merupakan variabel yang paing dominan.

Saran

3. Kepada pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa perlu : c. meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan melalui pelatihan bagi perawat pelaksana di ruang rawat bedah

d. melakukan upaya promosi kesehatan 2 kali dalam 1 tahun antara lain seperti mengkampanyekan bentuk pencegahan infeksi nosokomial atau hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial seperti mencuci tangan sebelum melakukan tindakan, memakai sarung tangan

sebelum melakukan tindakan, mensterilkan alat-alat setelah habis pakai dalam bentuk poster, leaflet bahkan jika perlu booklet yang kemudian disebarkan di masing-masing ruangan terkhususnya untuk ruangan rawat bedah dengan tujuan agar perawat tersadarkan akan pentingnya untuk melakukan pencegahan terhadap infeksi nosokomial

4. Kepada manajemen Rumah Sakit melalui direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa perlu membentuk komite medik pengendalian infeksi nosokomial untuk membuat kebijakan agar perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA

Darmadi (2008). Infeksi Nosokomial :

Problematika Dan Pengendaliannya. Jakarta :

Penerbit Salemba Medika

Depkes RI. (2007), Pedoman Manajerial Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya, Jakarta

Fuadi (2009) Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Risiko Terjadinya Infeksi Nosokomial Pada Ruang Rawat Inap Bedah Di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Tesis.

Green, L.W (1980). Health Promotion Planning : An Educational and Environmental Approach,


(6)

California : Mayfield Publising Co.

Lindawati (2001) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Pusat Pertamina. Tesis

Musadad, dkk (1992). Kebiasaan Cuci Tangan Petugas Kesehatan Rumah Sakit dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial.

Notoatmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Timby (1999). Introductory Medical-Surgical Nursing (7th Edition). Philadelphia : Lippincott.

Triatmodjo (1993). Gambaran Hygiene Lingkungan Beberapa Rumah Sakit di Jakarta Ditinjau dari Sudut Mikrobiologi dalam Kaitannya dengan Infeksi Nosokomial. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta Utama, H. W. (2006). Infeksi nosokomial. Jakarta.

Utji (1993). Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Dr. Cipto Mangkusumo dengan Sumber Daya Minimal. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta