PENGATURAN PEMILIHAN UMUM PEMILIHAN UMUM

Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 tertinggi negara, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang sejajar kedudukannya dengan Presiden. Dengan jatuhnya Presiden Soekarno dari tampuk pemerintahan tertinggi, maka Presiden Soeharto sebagai pejabat Peresiden kemudian menetapkan pemilihan umum akan dilaksanakan pada tahun 1971. Untuk itu, dibuatlah Undang-Undang No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum yang penyelesaiannya membutuhkan waktu sekitar tiga tahun. Selanjutnya pemilihan umum dilakukan berturut-turut pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang pada dasarnya melangengkan Presiden Soeharto sebagai Presiden selama lebih kurang 32 tahun. Adapun Undang-Undang organik yang pernah diperlakukan slain Undang-Undang No. 15 Tahun 1969 adalah Undang-Undang No. 4 Tahun 1975, Undang-Undang No. 2 Tahun 1980, serta Undang-Undang No. 1 Tahun 1985.

A. PENGATURAN PEMILIHAN UMUM

Pemilihan umum telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang di Indonesia. Dimulai dari pengupayaan pemilihan umum di masa Orde Lama, pelaksanaan pemilihan umum masa Orde baru, hingga pelaksanaan pada masa reformasi yang telah berlangsung dua kali yakni pada tahun 1999 dan tahun 2004. Sebelum diubah, Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara jelas ketentuan mengenai pemilihan umum. Hal ini sangat berbeda dari Undang- Undang Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 atau Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Berdasarkan bunyi Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 35 Undang- Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Undang Dasar 1950 terdapat dasar hukum bagi pelaksanaaan pemilihan umum di bawah Undang-Undang Dasar 1950. Pemilihan Umum tersebut dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan bunyi Pasal 57. Karena Undang-Undang Dasar 1950 masih bersifat sementara, maka Pasal 134 memerintahkan adanya badan Konstituante yang akan menyusun Undang-Undang Dasar tetap. Pemilihan umum itu sekaligus juga dimaksudkan untuk memilih anggota Konstituante. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal-pasal tersebut, maka pada tanggal 4 April 1953 Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum yang diundangkan menjadi Undang-Undang No. 7 Tahun 1953. 57 Namun, dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berlangsung dari tanggal 1 sampai dengan 9 November 2001 58 1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. , maka ketentuan pemilihan umum telah memperoleh acuan yang jelas dalam konstitusi yakni diatur dalam Bab VIIB Pasal 22E Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang terdiri atas enam ayat, yakni: 2. Pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. 57 Jimly Asshiddiqie. Op. Cit. Hal 774 58 Majelis Permusyawaratan Rakyat. Op. Cit. Hal 40 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. 5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan madiri. 6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan Undang- Undang. Dari ketentuan ayat 1 Pasal 22E tersebut menjelaskan bahwa asas-asas pemilihan umum yang digunakan di Indonesia adalah asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu, muncul pula ketentuan lebih jelas mengenai waktu penyelenggaraan pemilihan umum secara berkala selama lima tahun sekali. Sebelumnya, pemilihan umum yang dilakukan secara berkala lebih mendasarkan pada penafsiran Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Dengan mengacu pula pada pasal sebelumnya yakni Pasal 6 ayat 2 yang menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka ketentuan pemilihan umum untuk mengisi keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat juga dilakukan setiap lima tahun sekali ssuai dengan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tersebut. Ketentuan ini menjadi landasan tegas tidak hanya pada pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden, melainkan juga pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan maksud dan tujuan Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 diadakannya Pemilihan Umum dalam ayat 2 Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut. Ayat 3 dan 4 Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang selanjutnya diperjelas oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, peserta pemilihan umum adalah partai politik, persorangan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. 59 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Timbul pula perdebatan apakah kemudian tokoh-tokoh partai politik dapat mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. 60 1. Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik; dalam Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa Partai Politik dapat menjadi peserta Pemilu apabila memenuhi syarat : 2. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 23 dua pertiga dari seluruh jumlah provinsi; 59 Jimly Asshiddiqie. Op. Cit. Hal 782 60 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 3. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 23 dua pertiga dari jumlah kabupatenkota di provinsi sebagaimana dimaksud dalam huruf b; 4. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 seribu orng atau sekurang-kurangnya 11000 seperseribu dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud dalam huruf c yang dibuktikan dengan kartu anggota partai politik; 5. Pengurus sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c harus mempunyai kantor tetap; 6. Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa partai politik yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dapat menjadi peserta pemilu. Lebih lanjut, Pasal 9 ayat 1 menyebutkan untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya, Partai Politik Peserta Pemilu harus : 1. Memperoleh sekurang-kurangnya 3 tiga persen jumlah kursi DPR; 2. Memperoleh sekurang-kurangnya 4 empat persen jumlah kursi DPRD Provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ setengah jumlah provinsi seluruh Indonesia; atau 3. Memperoleh sekurang-kurangnya 4 empat persen jumlah kursi DPRD KabupatenKota yang tersebar di ½ setengah jumlah kabupatenkota seluruh Indonesia. Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dan Pasal 9 ayat 2 selanjutnya menyebutkan partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat mengikuti Pemilu berikutnya apabila; 1. Bergabung dengan Partai Peserta Pemilu yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1; 2. Bergabung dengan Partai Politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat 1 dan selanjutnya menggunakan nama dan tanda gambar salah satu partai politik yang bergabung sehingga memenuhi perolehan minimal jumlah kursi; atau 3. Bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dengan membentuk partai politik baru dengan nama dan tanda gambar baru sehingga memenuhi perolehan minimal jumlah kursi. Kemudian, untuk dapat menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, peserta pemilihan umum dari persorangan harus memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat 1 yakni: 1. provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000 satu juta orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 1.000 seribu orang pemilih; 2. provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 satu juta sampai dengan 5.000.000 lima juta orang harus didukung sekurang- kurangnya oleh 2.000 dua ribu orang pemilih; Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 3. provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 lima juta sampai dengan 10.000.000 sepuluh juta orang harus didukung sekurang- kurangnya oleh tiga ribu orang pemilih; 4. provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 sepuluh juta sampai dengan 15.000.000 lima belas juta orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 4.000 empat ribu orang pemilih; 5. provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 lima belas juta orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 5.000 lima ribu orang pemilih . Peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekuarng-kurangnya 15 dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau sekuarng-kurangnya 20 dariperolehan suara sah secara nasionaldalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat. 61 1. Bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh calon Presiden dan Wakil Presiden adalah: 2. Berstatus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri; 3. Tidak pernah mengkhianati negara 61 Pasal 5 ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 4. Mampu secara rohani dan jasmani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan atau wakil presiden 5. Bertempat tinggal dalam wilayah NKRI 6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenangmemeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara 7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara 8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan 9. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap 10. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela 11. Terdaftar sebagai pemilih 12. Memiliki nomor pokok wajib pajak NPWP dan melaksanakan kewajiban pajak selama lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi 13. Menyerahkan daftar riwayat hidup 14. Belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama 15. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 16. Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana makar berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap 17. Berusia sekurang-kurangnya 35 tahun 18. Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat 19. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indanesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S.PKI 20. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. 62 Selanjutnya ayat 5 menyebutkan bahwa pemilihan umum akan diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan madiri. Dalam hal ini didik Supriyanto mengingatkan bahwa disini konstitusi menyebut ‘suatu komisi pemilihan umum’ dengan k kecil, bukan Komisi Pemilihan Umum dengan K besar sebagaimana konstitusi menyebut Komisi Yudisial dalam Pasal 24A dan 24B. Itu berarti farsa ‘suatu komisi pemilihan umum’ bukan merujuk pada nama lembaga, tetapi suatu sistem atau suatu tatanan dalam kesatuan penyelenggara pemilihan umum. 63 62 Jimly Asshidiqie. Op. Cit Hal 786 63 Didik Supriyanto. Op. Cit. Hal 125 Dengan kata lain, jika pihak eksukutif ataupun legislatif sepakat untuk tidak menggunakan nama komisi pemilihan umum, melainkan menggunakan nama lain seperti penggunaan nama sebelumya yaitu Lembaga Pemilihan Umum, tidak akan menjadi masalah dengan Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 ketentuan tidak melanggar ketentuan sistem yang dicanangkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut. Ketentuan utama yang harus dipenuhi adalah komisi pemilihan umum harus bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Dari waktu ke waktu, penyempurnaan sistem dan pengaturan hukum penyelenggaraan pemilihan umum terus diupayakan. Hal ini masih dimungkinkan dikarenakan secara konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memberikan kesempatan kepada pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat peraturan-peraturan organik sehubungan dengan pelasanaan pemilihan umum sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Flexibilitas ini dibutuhkan untuk terus mendewasakan dan menyempurnakan setiap pelaksanaan pemilihan umum maupun kondisi politik di Indonesia. Jimly Asshidiqie menyebutkan sistem pemilihan umum Indonesia memang masih belum mantap dan stabil. Norma-normanya masih terus mengalami perubahan. Dengan kata lain, bahwa sistem politik demokratis di Indonesia memang belum final dan masih sedang menjadi on becoming. Diperlukan dua sampai tiga kali pelaksanaan pemilihan umum sehingga sistem pemilihan umum dapat dikatakan menjadi semakin mantap. Jika sistem pemilihan umum sudah mantap, tentu tidak diperlukan lagi pembentukan ataupun perubahan undang- undang pemilihan umum setiap kali pemilihan umum hendak diselenggarakan. Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Denagn demikian, sistem norma hukum pemilihan umum itu sendiri nantinya akan benar-benar membudaya dalam praktik sisten demokrasi di Indonesia. 64 Seiring dengan sistem ketatanegaraan yang semakin kompleks, kekuasaan penyelenggara negara tidak lagi hanya terbatas pada tiga bidang yakni legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Perlu diadakan lembaga-lembaga negara baru yang bertindak diluar ketiga bidang tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas Perlindungan Anak, Komisi Ombudsman Nasional KON, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK, Komisi Penyiaran Indonesia KPI, Komisi Pemilihan Umum KPU, dan lembaga- lembaga lain yang menyelenggarakan tugas di bidang-bidang selain dari ketiga bidang tersebut. Keberadaan lembaga-lembaga ini dalam ilmu politik maupun hukum tata negara disebut dengan the auxilary state agency.

B. PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM