Sistem Pemilihan Umum PEMILIHAN UMUM SEBAGAI SARANA PERWUJUDAN

Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 merumuskan empat indeks pokok demokrasi yang masing-masing dijabarkan menjadi sub-sub indeks. Keempat indeks pokok itu pertama, adanya sistem pemilihan yang jujur dan adil free and fair elections; kedua, adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif open, accountable, and responsif government; ketiga, adanya promosi dan perlindungan hak asasi manusia yang berkelanjutan, terutama hak-hak sipil dan politik; keempat, adanya masyarakat sipil maupun lembaga-lembaga politik yang merefleksikan adanya masyarakat yang percaya diri a society of self-confident citizens. Rumusan itulah kemudian yang diakui oleh masyarakat internasional untuk melihat praktek demokrasi dibanyak negara. 43 43 Didik Supriyanto. Op. Cit. Hal 1 Untuk membatasi penulisan, maka penulis hanya menekankan pada perlunya penggunaan sistem pemilihan yang jujur dan adil dalam tulisan ini.

C. Sistem Pemilihan Umum

Wacana sistem pemilihan umum di Indonesia semakin berkembang seiring dengan perubahan Undang-Undang Dasar. Sebelum adanya Perubahan Undang- Undang Dasar, pembahasan pelaksanaan sistem pemilihan umum yang akan dipakai cenderung tidak mengalami perubahan berarti dikarenakan penguasaan kepemimpinan yang stagnan. Menilik bagaimana kekuasaan tersebut bisa berjalan begitu langgeng, banyak pakar menduga pemilihan umum dimanipulasi, baik dari sistem, pelaksana, pengawas pemilihan, hingga pilihan pemilih. Dengan berlangsungnya reformasi, maka diupayakan pula perubahan menyeluruh dari pelaksanaan pemilihan umum. Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Upaya perbaikan sistem pemilihan umum adalah dengan mengurangi celah-celah hukum yang dapat dimanipulasi dari pelaksanaan pemilihan umum pada masa sebelumnya. Memilih sistem pemilihan umum juga menuntut dilakukannya tawar-menawar mengenai tujuan, makna, dan bentuk pemilihan umum yang akan dilaksanakan. Keputusan yang diambil bisa mengandung keputusan serius yang mempengaruhi masyarakat, terutama dalam keputusan untuk memilih sistem pemilihan umum yang bernuansa persaingan misalnya memilih calon dari sekian banyak calon yang posisinya saling berseberangan atau berlawanan atau sistem demokrasi yang lebih kolaboratif, misalnya dalam pemilihan untuk wakil-wakil untuk duduk di forum pengambilan konsensus seperti dewan kota. Namun, yang jelas, mereformasi peraturan pemilihan umum adalah hal yang sangat sulit, karena melibatkan pilihan-pilihan mendasar bagi sebuah masyarakat politik. 44 Jimly Asshidiqie mengemukakan, sebagai cara untuk menentukan wakil- wakil rakyat yang akan duduk dalam keanggotaan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, maka terdapat berbagai sistem yang biasa dipraktikkan diberbagai negara. Disetiap negara itu, sistem pemilihan umum berbeda satu sama lain, tergantung dari sudut mana dilihat. Dari sudut kepentingan rakyat, sejauh mana rakyat dipandang sebagai individu yang bebas untukmenentukan pilihannya, dan sekaligus mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat, atau apakah rakyat Untuk itu, perlu diperhatikan berbagai sistem pemilihan umum yang ada sebagai upaya memperoleh sistem pemilihan umum yang tepat dengan kondisi negara Indonesia. 44 IDEA. Op. Cit. Hal 159-160 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 hanya dipandang sebagai anggota kelompok yang sama sekali tidak berhak menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya dilembaga perwakilan rakyat, atau juga tidak berhak untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Berdasarkan hal itu, menurut Muhammad Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, sistem pemilihan umum dapat dibedakan antara sistem pemilihan mekanis dan sistem pemilihan organis. Sistem mekanis mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis yang melihat rakyat sebagai individu-nidividu yang sama. Baik aliran Liberalisme, Sosialisme dan Komunisme sama-sama mendasarkan diri pada pandangan mekanis ini. Liberalismemengutamakan individu sebagai kesatuan otonom dan memandang masyarakat sebagai hubungan kompleks antar individu yang bersifat kontraktual, sedangkan Sosialisme dan khususnya Komunisme lebih mengutamakan totalitas kolektif masyarakat dan mengecilkan peranan individu dalam totalitas kolektif itu. Namun, dalam semua aliran pemikiran diatas, individu tetap dilihat sebagai penyandang hak pilh yang bersifat aktif dan memandang rakyat korps pemilih sebagai individu-individu, yang masing-masing memiliki satu suara dalam setiap pemilihan, yaitu suara dirinya masing-masng secara sendiri-sendiri. Sementara itu, dalam sistem pemilihan organis, rakyat ditempatkan sebagai sejumlah individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup. Persekutuan hidup itu terbentuk berdasarkan faktor geneologis rumah tangga, keluarga, fungsi tertentu ekonomi industri, lapisan sosial buruh, tani, cendekiawan dan lembaga sosial universitas. Masyarakat dilihat sebagai suatu organisme yang terdiri dari organ-organ yang memiliki kedudukan Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 dan fungsi tertentu dalam totalitas organisme, seperti komunitas atau persekutuan hidup. Berdasarkan pandangan itu, maka persekutuan hidup itulah yang diutamakan sebagai penyandang dan pengendali hak pilih. Dengan kata lain, persekutuan itulah yang merupakan pengendali hak untuk mengutus wakil-wakil kepada lembaga-lembaga perwakilan masyarakat. 45 Menurut sistem pemilihan organis partai-partai tidak perlu dikembangkan, oleh karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh masing-masing persekutuan hidup dalam lingkungannya sendiri. Badan perwakilan adalah bersifat badan perwakilan kepentingan khusus persekutuan hidup itu. Menurut sistem pemilihan mekanis maka partai-partai yang mengorganisir para pemilih dan memimpin pemilihan berdasarkan sistem dua partai two partybiparty system ataupun sistem banyak partai multy party system seperti yang dianut oleh aliran liberlaisme dan sosialisme, atau sistem satu partai one party system yang dianut oleh aliran komunisme. Badan perwakilan menurut sistem pemilihan mekanis adalah bersifat badan perwakilan kepentingan rakyat seluruhnya. Dan dalam bentuknya yang paling ekstrim, sistem pemilihan mekanis melahirkan parlemen. 46 Dalam praktiknya, kedua sistem ini dapat dan biasa dikombinasikan, khususnya dinegara-negara yang menganut sistem parlemen dua kamar atau Dan dalam bentuknya yang paling ekstrim, sistem pemilihan organis melahirkan dewan korporatif. 45 Jimly Assiddiqie. Op. Cit. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Hal 758-759 46 C.S.T Kansil. Op. Cit. Hal 9 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 bikameral. Melalui sistem mekanis, wakil-wakil yang duduk di lembaga perwakilan rakyat dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Sedangkan melalui sistem organis, wakil-wakil tersebut diangkat atau dipilih secara demokratis dalamlingkungannya masing-masing. Dengan demikian, negara-negara yang menganut sistem parlemen dua kamar bicameral, biasa menggabungkan penerapan kedua sistem tersebut sekaligus. Di Indonesia sekarang yang memiliki struktur parlemen yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, semua anggotanya dipilih dengan sistem mekanis. Namun dibeberapa daerah, seperti yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, disamping sisten mekanis, sistem organis juga dipraktikkan untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Papua DPRP dan anggota Majelis Rakyat Papua MRP. Anggota DPRP dipilih menurut sistem mekanis, sedangkan anggota MRP dipilih menurut sistem organis. Anggota MRP itu terdiri atas unsur tokh masyarakat hukum adat, golongan perempuan, dan tokoh agama. 47 47 Jimly Assiddiqie. Op. Cit. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Hal 760 Dalam sistem pemilihan mekanis, dapat dikatakan bahwa hal ini dapat dilaksanakan degan dua cara yakni: a Sistem Single Member Constituencies, atau Sistem Distrik, atau disebut juga Sistem Mayoritas: dan b Sistem Multi Member Constituencies atau sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem Proporsional.

3.1 Sistem Distrik Single Member Constituencies

Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Sistem ini disebut juga sebagai istem pemilihan mayoritas atau Single Member Constituencies. Sistem pemilihan distrik adalah suatu sistem pemilihan umum dimana wilayah suatu negara yang menyelenggarakan suatu pemilihan umum untuk memilih wakil di parlemen, dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan kursi yang tersedia di parlemen kursi yang diperebutkan dalam pemilihan umum tersebut, karena itu disebut sistem distrik, dan tiap distrik memilih hanya satu wakil untuk duuk di Parlemen dari sekian calon untuk distrik tersebut dan karena itu sistem pemilihan ini sering disebut Single Member Constituencies yaitu yang memperoleh suara terbanyak mayoritas dalam pemilihan bersangkutan karena itu disebut sebagai sistem pemilihan mayoritas. 48 Untuk keperluan pemilihan, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam parlemen ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak mayoritas menang, sedangkan suara-suara yang diberikan kepada calon-calon yang lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimana kecilpun selisih kekalahannya. 49 48 Bintar R. Saragih. Op. Cit Hal 174 49 Abdul Bari Azed. Op. Cit. Hal 31 Misalnya, di distrik 1, calon A memperoleh suara 10.000, B memperoleh suara 10.100, C memperoleh suara 10.110, maka yang terpilih sebagai wakil dari distrik 1 di DPR adalah C, meskipun pendukungnya sendiri jauh berada di bawah jumlah gabungan dukungan suara A dan B, yaitu dengan perbandingan 20.100 pendukung A+B versus 10.110 pendukung C. Tiap-tiap distrik diwakili oleh satu orang yang memperoleh suara mayoritas. Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Sistem ini menutup kemungkinan penggabungan suara bagi calon dari partai politik yang sama yang diajukan untuk daerah pemilihan lain. Misalnya, pola yang sama juga terjadi di daerah-daerah atau distrik pemilihan yang lain, yaitu calon P mendapat 10.000, Q 10.150, dan R 10.200, maka R yang dinyatakan terpilih. Sedangkan suara untuk A, B, P, dan Q diabaikan sama sekali. Namun, setiap sistem tentu memiliki aspek positif disamping aspek negatifnya. Miriam Budiardjo mengemukakan sistem distrik mempunyai aspek positif yaitu: 50 1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih biasanya dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk lebih erat. Dengan demikian dia akan lebih terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Lagipula, kedudukannya terhadap partainya akan lebih bebas karena dalam pemilihan semacam ini faktor kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting. 2. Sistem ini lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama. Disamping kecenderungan untuk membentuk partai baru sedikit banyak dapat dibendung, sistem ini mendorong kearah penyederhanaan partai secara alamiah, tanpa paksaan. 50 Abdul Bari Azed. Ibid. Hal 32 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 3. Terbatasnya jumlah partai dan meningkatnya kerjasama antar partai-partai mempermudah terbentuknya pemerintahan yang stabil dan tercapainya stabilitas nasional. 4. Sistem ini sederhana dan mudah untuk diselenggarakan. Tidak perlu memakai banyak orang untuk duduk dalam panitia pemilihan juga biayanya lebih murah dan penyelenggaraan singkat karena tidak perlu menghitung sisa suara yang terbuang. 5. Wakil-wakil rakyat yang terpilih relatif lebih banyak memperhatikan kepentingan rakyat dan daerah yang diwakilinya, sehingga aspirasi daerah dapat terangkat ke tingkat nasional. Sistem distrik juga mempunyai beberapa kelemahan: 1. Sistem ini kurang menguntungkan bagi partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik pemilihan. Amat sukar bagi partai kecil untuk menjadi pemenang tunggal dalam suatu distrik. Sebaliknya sistem distrik menguntungkan partai besar. 2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan semua suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti ada sejumlah suara yang tidak dihitung sama sekali; dan kalau ada banyak partai bersaing, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang besar. Hal ini sering dianggap tidak adil oleh golongan yang kalah. 3. Bisa terjadi kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh dari mayarakat dan jumlah kursi yang diperoleh dalam parlemen. Kesenjangan Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 ini selalu menguntungkan partai-partai besar dan sangat merugikan partai- partai kecil.

3.2 Sistem Proporsional Multi Member Constituencies

Sistem pemilihan ini disebut juga seagai sistempemilihan Multi Member Constituencies atau sistem perwakilan berimbang. Sistem proporsional adalah sistem pemilihan umum dimana kursi yang tersedia di parlemen pusat untuk diperebutkan dalam suatu pemilihan umum, dibagi-bagi kepada partai- partaigolongan-golongan politik yang turut dalam pemilihan tersebut sesuai dengan imbangan suara yang diperolehnya dalam pemilihan yang bersangkutan. 51 Sistem proporsional ini dapat dilaksanakan dalam ratusan variasi, tetapi ada dua metode yang dianggap utama yaitu yang dinamakan: Single Transferable Vote Hare System dan List System. Pertama, dalam Single Transferable Vote Hare System, pemilih diberi kesempatan untuk memilih pilihan pertama, kedua dan seterusnya dari distrik pemilihan yang bersangkutan. Jumlah imbangan suara yang dibutuhkan untuk pemilih ditentukan, dan segera setelah jumlah keutamaan utama dipenuhi, dan jika ada sisa suara, maka kelebihan ini dapat dipindahkan kepada calon berikutnya, dan seterusnya. Misalnya, jumlah suara yang dibutuhkan Misalnya, jumlah pemilih sah yang ada pada suatu pemilihan umum adalah 10 juta orang, dan jumlah kursi di Badan Perwakilan Rakyat ditentukan 100 kursi, berarti untuk satu orang wakil rakyat dibutuhkan suara 100.000. Pembagian kursi di lembaga perwakilan rakyat tersebut tergantung kepada berapa jumlah suara yang didapat setiap partai politik yang ikut pemilihan itu. 51 Bintar R. Saragih. Op. Cit Hal 177 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 untuk dapat terpilih sebagai wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat adalah 10.000 suara. Calon-calon dari partai politik X mendapat suara sebagai berikut: A untuk daerah I mendapat 19.500 suara, B untuk darah II mendapat 9.500 suara, C untuk daerah III mendapat 7.000 suara dan D untuk daerah IV mendapat 4.000 suara. Jika didasarkan kepada imbangan suara 10.000, maka dari partai politik X yang terpilih hanya calon A dari Daerah I, sedangkan calon-calon lain tidak memenuhi jumlah imbangan suara. Namun, jika yang dipraktikkan adalah Hare System, maka kelebihan suara dari A sebanya 9.500 dapat dipindahkan kepada calon B, sehingga calon B juda terpilih, karena B akan memperoleh 19.000 suara, kelenihan 9.000 yang diperoleh B ini dapat pula dipindahkan kepada C, sehingga C akan memperoleh 16.000 suara yang berarti masih ada 6.000 suara. Suara lebih ini juga dapat dipindahkan kepada calon berikutnya yaitu D, sehingga D juga terpilih, sebab jumlah suaranya menjadi 10.000, sesuai dengan jumlah imbangan suara yang dibutuhkan. Dari contoh ini jelaslah bahwa akibat Hare System, maka calon yang semula terpilih A, akhirnya semua calon dapat terpilih. Adanya penggabungan-penggabungan suara semacam ini, secara alamiah, dapat mendorong terjadinya penyederhanaan partai politik. Karena, partai politik yang kecil sekalipun yang semula tidak berhasil mencapai jumlah imbangn suara yng disyaratkan, dimungkinkan untuk mendapatkankursi di lembaga perwakilan rakyat. Akibat logis dari penerapan sistem ini adalah bahwa perhitungan suaranya agak berbelit-belit dan membutuhkan waktu serta kecermatan yang lebih tingi daripada sisten distrik. Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Kedua, pada pemilihan umum proporsional dengan sistem daftar atau List System, pemilih diminta memilih dari daftar yang tersedia yang berisi nama-nama calon wakil rakyat yang akan dipilih dalam pemilihan umum. Rakyat pemilih cukupmemilih satu calon dari daftar itu dan calon yang mendapatkan suara terbanyak, dialah yang dinyatakan terpilih. Terkadang sistem daftar ini digabung dengan sistem proporsional sistempemilihan berimbang. Pemilih memilih tanda gambar partai politik danatau memilih calon yang terdapat dalam daftar calon. Dalam praktik, kedua prosedur ini dapat dialternatifkan, yaitu para pemilih dimungkinkan hanya memilih tanda gambar parati politik saja atau memilih calon saja. Terkadang prosedur denagn stelsel daftar list system ini, juga dapat digabung atau diintegrasikan,yaitu pemilih diharuskan secara mutlak memilih keduanya sekaligus. Tanda gambar harus dipilih dan nama atau foto calon juga harus dipilih. Ada juga negara yang tidak memutlakkan penggabungan itu, melainkan mengembangkan prosedur yang lebih terbuka, yaitu tanda gambar dipilih dan foto calon juga dipilih, tetapi jika pemilih hanya memilih salah satu saja, maka hal itu dianggap sudah cukup dan hasil pemilihan itu dianggap sah. Dengan demikian, para pemilih dapat memilih hanya tanda gambar partai saja, sehingga apabila pemilih belum mengenal pribadi calon, maka baginya cukup memilih tanda gambar partai politik. Kalaupun pemilih hanya memilih calon,maka otomatis partai politik yang mengajukannya berarti juga turut dipilih oleh pemilih. Dengan kata lain, sistem yang bersifat alternatif dianggap lebih realistis, apalagi untuk diterapkan dinegara-negara yang jumlah pemilihnya besar. Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Dalam sitem pemilihan umum di Indonesia dewasa ini, prosedur inilah yang diterapkan. 52 Sebagaimana halnya sistem distrik, maka sistem proporsional ini juga tentu memilki kelebihan dan kekurangan. Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa sistem proporsional ini memiliki kelebihan: 53 1. Dianggap demokratis dan representatif, oleh karena semua aliran yang ada dalam masyarakat terwakili dalam parlemen, sedangkan jumlah wakil dalam badan itu sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam masing-masing daerah pemilihan. 2. Dianggap lebih adil karena golongan kecil sekalipun mempunyai kesempatan untum mendudukkan wakilnya dalam parlemen. Tampaknya kedua hal ini dianggap paling cocok bagi suatu masyarakat seperti Indonesia yang bersifat heterogen. Nyatanya, sistem distrik yang diusulakn pemerintah dala DPR pada tahun 1967, ditolak oleh fraksi-fraksi partai dalam parlemen sesudah perdebatan seru. Yang diterima adalah sistem perwakilan berimbang seperti yang dipakai pada tahun 1955 dengan beberapa modifikasi. 3. Wakil rakyat yang dipilih dengan cara ini diharapkan lebih cenderung untuk mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan daerahnya. 52 Jimly Assiddiqie. Op. Cit. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. hal 767-769 53 Abdul Bari Azed. Ibid. Hal 26-29 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 4. Suara rakyat yang terbuang sangat sedikit yang berarti hanya sedikit aspirasi yang tidak tertampung di lembaga perwakilan rakyat. Adapun kelemahan dari sistem perwakilan berimbang proporsional ini adalah : 1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan menimbulkan kecenderungan kuat dikalangan anggota partai untuk memisahkan diri dari partainya dan membentuk partai baru. Dalam setiap pertikaian antar anggota sesuatu partai, para pelaku kurang terdorong untuk mempertahankan keutuhan partai, karena, jika seorang pelaku serta pendukungnya keluar dari partai dan mendirikan partai baru, ada peluang bagi partai baru itu memperoleh beberapa kursi dalam pemilihan umum. Dengan demikian sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau kerjasama,tetapi ssebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada. 2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai daripada kepada daerah yang memilihnya. Hal ini disebabkan karena dalam pemilihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai. Di Indonesia kelemahan ini mungkin dirasakan yang paling mengganjal. Daftar calon ditetapkan oleh pimpinan partai,sekali pun mungkin sekedar mengkonsultasikan pimpinan partai dari daerah pemilihan yang bersangkutan. Kadang-kadang calon anggota tidak berasal dari atau tidak dikenal di daerah yang akan diwakilinya sehingga hanya menurut Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 penilaian ketua partai sediri. Maka dari itu, tidak mengherankan jika ikatan batin dengan daerah yang telah memilih kurang kuat dan mungkin malahan timbul hubungan ketergantungan dari pimpinan partai, yang telah memasukkan namanya dalam daftar calon. 3. Banyaknya partai yang bersaing menyulitkan suatu partai untuk meraih mayoritas 50 + 1 , yang perlu untuk membentuk suatu pemerintah. Terpaksa yang terbesar kemudian menguasahakan suatu koalisi dengan beberapa partai lain untuk memperoleh mayoritas dalam parlemen. Koalisi semacam ini sering tidak langgeng, sehingga tidak membina stabilitas politik. Kedua sistem pemilu yang diuraikan di atas, yaitu sistem distrik dan sistem proporsional, pada pokoknya , sama–sama dianut dalam penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia dewasa ini. Pemilihan anggota DPD Dewan Perwakilan Daerah pada pokoknya menganut sistem distrik , yaitu pada setiap provinsi dipilih empat orang anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak pertama, kedua, ketiga dan keempat. Sedangkan suara selebihnya dinyatakan tidak terpilih. Namun, urutan kelima dan seterusnya tetap diperlakukan sebagai cadangan. Jika dalam masa jabatan anggota DPD terdapat kekosongan karena meninggal atau sebab-sebab lain, maka urutan berikutnya tampil menjadi anggota DPD. Dengan demikian, suara yang kalah tidak hilang sama sekali, melainkan diperhitungkan sebagai cadangan. Karena itu, meskipun pada pokoknya, sistem yang dianut untuk pemilihan anggota DPD ini bersifat distrik atau sistem distrik, tetapi sistem ini dianut dengan variasi stelsel daftar atau list system. Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 Untuk pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sistem yang dianut pada pokoknya adalah sistem proporsional dengan variasi list system yang terbuka secara terbatas. Dikatakan pada pokoknya adalah sistem proporsional karena: i peserta pemilihan umum adalah partai politik yang dilakukan dengan cara memilih tanda gambar partai politik; namun ii para pemilih juga dapat langsung memilih orang atau calon anggota Dewan Perwakilan RakyatDewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung dengan cara memilih foto calon yang bersangkutan. Sedangkan dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, para pemilih langsung memilih orangnya dan bersifat nasional. 54 Apapun bentuk sistem pemilihan umum yang kemudian akan dipakai oleh suatu negara, tetap harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. TA. Legowo mengatakan bahwa ada banyak pilihan tentang sistem pemilihan umum, namun dari berbagai pilihan itu mengaras pada tiga aliran besar sistem pemilihan umum: perwakilan berimbang, perwakilan tunggal, dan campuran. Tiap aliran mempunyai kelebihan dan kekurangan secara umum, maupun jika dihadapkan dengan perwakilan secara khusus. Kenyataan ini hanya menegaskan bahwa sampai saat ini tidak atau belum ada satu sistem pemilihan umum yang benar- benar sempurna hingga memenuhi semua ekspektasi publik tentang keluaran yang dihasilkan oleh pemilihan umum yaitu perwakilan. Tetapi pemilihan umum yang baik adalah pemilihan umum yang diselenggarakan secara, dan dalam suasana, 54 Jimly Assiddiqie. Op. Cit. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. hal 773-774 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009 demokratis. Karena pemilihan umum seperti ini merupakan pemilihan umum yang paling membuka kemungkinan bagi terbentuknya perwakilan pilihan rakyat. 55 55 Jurnal Hukum Jentera, Edisi 16 Tahun IV April-Juni 2007 Rahmad Fauzi Salim : Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, 2008. USU Repository © 2009

BAB III PEMILIHAN UMUM