Latar Belakang Masalah pengaruh religiusitas dan family support terhadap happiness pada lansia di panti werdha

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh religiusitas dan family support terhadap happiness pada lansia di panti werdha, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Proses menjadi tua merupakan suatu kejadian yang alami dan setiap orang akan mengalaminya, karena hal ini merupakan tahap akhir dalam sebuah perjalanan hidup. Papalia 2008 membagi lanjut usia lansia menjadi tiga kelompok yaitu lansia muda young old usia antara 65 - 74 tahun, lansia tua old- old rentang usia 75 - 84 tahun, dan lansia tertua oldest old berusia 85 tahun ke atas. Di Indonesia batasan usia untuk lansia berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut adalah di atas 60 tahun Depsos, 1999. Pada periode ini akan terjadi perubahan fisik dan psikologis maupun kondisi sosial yaitu dalam berhubungan dengan orang lain. Perubahan fisik merupakan perubahan yang dapat dilihat secara langsung, seperti adanya kerutan-kerutan di wajah, mulai terlihat bungkuk, sendi-sendi pergelangan terasa linu, otot tangan dan kaki mulai cepat terasa pegal, sehingga kemampuan untuk membawa barang-barang yang berat mulai berkurang, dan lain-lain. Papalia 2008 juga menjelaskan bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi seperti kulit menjadi menua, memucat, kurang elastis, dan berkerut dikarenakan mengkerutnya lemak dan otot. Selain itu perubahan fisik lainnya yaitu rambut menjadi putih dan semakin tipis, para lansia menjadi lebih pendek dikarenakan melemahnya tulang vertebrae dan postur bungkuk menjadikan mereka semakin kecil. Papalia, 2008 Permasalahan lain yang dialami lansia yaitu permasalahan psikologis. Dimana para lansia tidak bisa menyesuaikan dirinya terhadap perubahan- perubahan yang terjadi pada dirinya, salah satunya karena telah memasuki masa pensiun. Adanya persepsi negatif dari masyarakat bahwa orang yang berusia lanjut dianggap kurang berkontribusi, tidak produktif lagi, sakit-sakitan, dan lain- lainnya. Menurut Kim dan Moen dalam Papalia, 2008 orang-orang yang telah pensiun merasakan kehilangan peran pekerjaannnya sehingga berpengaruh pada identitas diri mereka. Hal tersebut menyebabkan kepercayaan dirinya menjadi rendah dan dapat terjadi peningkatan gejala depresi terutama pada pria Papalia, 2008. Masalah lainnya yang terjadi pada lansia diantaranya kurang perhatian dari orang-orang terdekatnya keluarga, ditinggal oleh orang-orang terdekat seperti suami, istri, orang tua, atau anak yang telah meninggal sebelumnya,bahkan sengaja ditinggalkan oleh keluarganya karena tidak mampu mengurus anggota keluarganya yang sudah lansia. Akibatnya para lansia tersebut merasa kesepian karena tidak mempunyai teman untuk mengobrol. Akhirnya banyak lansia merasa kurang nyaman, kesulitan dalam menjalani hidupnya, dan tidak bisa merasakan kebahagiaan yang seharusnya mereka bisa merasakannya seperti orang lain pada umumnya. Dikarenakan pada umumnya di Indonesia, orang yang sudah memasuki periode lansia semakin hari semakin membutuhkan keluarganya. Para lansia pun akhirnya tinggal di panti werdha dengan tujuan mereka bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan kehidupan sebelum mereka masuk panti. Untuk itulah, peneliti ingin meneliti happiness pada lansia yang tinggal di panti werdha karena happiness yang dirasakan oleh lansia yang tinggal di panti berbeda dengan happiness yang dirasakan oleh lansia yang tidak tinggal di panti. Ditambah lagi dengan permasalahan, lansia yang tinggal di panti werdha jauh dari keluarganya. Berdasarkan hasil penelitian O’Connor dan Vallerand Papalia, 2008, sekitar 129 penghuni yang tinggal di panti werdha dengan tingkat perawatan cukup baik, merasa memiliki harga diri yang tinggi, tingkat depresi lebih rendah, dan lebih puas akan kebermaknaan dalam hidup. Sehingga mendapatkan motivasi yang berasal dari keluarga merupakan salah satu hal yang penting bagi para lansia untuk tetap bersemangat dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah walaupun mereka tidak tinggal bersama. Selain itu, cara lainnya yaitu dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mengikuti pengajian, aktif mengikuti kegiatan sosial yang di lingkungan mereka dan mengembangkan hobi yang dimiliki seperti menjahit, merajut, berkebun, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan ini juga dapat mengurangi rasa kesepian atau kekosongan, putus asa, stress, dapat menambah harapan, tujuan hidup, kebermaknaan dan kepuasan hidup, sehingga para lansia dapat merasakan happiness. Happiness adalah suatu keadaan pikiran maupun perasaan yang ditandai dengan adanya kesenangan, kenikmatan, kebermakanaan, dan kepuasan dalam menjalani hidup. Menurut Seligman 2002 happiness ialah kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan, dan sekarang. Bagian-bagian dari happiness itu sendiri adalah kepuasan masa lalu, kebahagiaan pada masa sekarang dan optimis masa depan. Menurut Seligman 2002, faktor-faktor yang mempengaruhi happiness ialah uang, kehidupan sosial, emosi negatif, perkawinan, jenis kelamin, kesehatan, usia, dan agama. Happiness dapat mempengaruhi diri seseorang untuk ke arah yang positif, baik secara kognitif maupun tingkah laku. Sebagaimana Gloaguen dan kawan- kawan dalam Lyubomirsky, 2005 menjelaskan bahwa manfaat dari happiness secara kognitif dan tingkah laku dapat mengatasi perasaan-perasaan negatif dan depresi. Selain itu, rasa optimis juga merupakan salah satu bagian terpenting bagi para lansia dalam menjalani hidup ini seperti bisa menerima dengan ikhlas dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang ada, sehingga dapat menjalani hidupnya dengan tenang dan merasakan kenyamanan dalam menjalani aktivitas sehari-harinya. Sebagaimana yang dijelaskan Charles dan kawan-kawan dalam Lyubomirsky, 2005 bahwa orang tua yang memiliki rasa optimis akan lebih bahagia dalam menjalani hidupnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh para lansia untuk mendapatkan happiness serta mengatasi masalah-masalah psikologis dalam hidupnya melalui keberagamaan religiusitas yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu, religiusitas dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga akan pentingnya kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua Daaleman, Perera, Studenski, 2004; Fry, 1999; Koenig Larson, 1998 dalam Santrock, 2006; dalam psikomedia.com Glock dan Stark 1968 mengartikan religiusitas yang berasal dari kata religi yaitu sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai sesuatu yang paling maknawi. Aspek-aspek religiusitas menurut Glock dan Stark 1968 ialah keyakinan the belief, peribadatan atau praktik agama religious practice, pengalaman the experience, pengetahuan agama the knowledge, konsekuensi the consequences. Khalek 2006 menjelaskan bahwa tingkat religiusitas dan kebahagian yang dimiliki antara pria dan wanita berbeda. Dimana pria merasa lebih bahagia dan kesehatannya secara mental lebih baik dibandingkan wanita, sedangkan untuk tingkat religiusitas lebih tinggi wanita dibandingkan pria. Koenig dalam Khalek, 2006 juga menyatakan bahwa seseorang yang beriman serta tulus dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan aturan agamanya maka ia akan lebih menikmati dan kesehatannnya secara fisik dan psikis lebih baik. Manfaat dari religiusitas secara psikologis bagi lansia adalah memberikan keyakinan dan pikiran positif. Contohnya yaitu para lansia bisa menentukan keputusan yang tepat bagi dirinya, mengontrol dirinya untuk berperilaku, mampu memilih dengan baik apa yang seharusnya dilakukan, dapat mengalihkan stress ke hal yang positif, dan lain-lain. Seperti yang dijelaskan David dan kawan-kawan 2009 bahwa seseorang yang percaya pada Tuhan dapat mengurangi tingkat keputusasaan, depresi, stress, kecemasan, serta bisa meningkatkan happiness, kepuasan hidup, dan kesejahteraan pada dirinya. Selain dengan agama, para lansia juga bisa mendapatkan happiness dengan mendapat dukunngan dari orang-orang terdekatnya keluarga dalam hal ini melalui family support. Family support yang akan diteliti terdiri dari dari dua macam yaitu dukungan yang berasal dari keluarga dan dari orang-orang terdekat, dalam hal ini orang-orang terdekat yang dimaksud adalah petugas, perawat, dokter, dan sesama lansia yang berada di panti dan sudah sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh lansia tersebut. Pengertian family support itu sendiri menurut Thompson 2006 adalah pemberian bantuan yang merupakan suatu kewajiban untuk membantu anggota keluarga yang mengalami suatu masalah yang bersifat sukarela dan sosial. Jenis-jenis family support menurut Thompson 2006 adalah dukungan konkrit concrete support, dukungan emosional emotional support, dukungan informatif advice support, dukungan penghargaan esteem support. Family support merupakan salah satu cara untuk menjaga hidup tetap sehat dan bahagia khususnya para lansia. Selain itu, dengan adanya family support bagi lansia membuat mereka lebih termotivasi dalam menjalani kehidupan sehari- harinya, menghadapi suatu masalah, lebih optimis dan percaya diri dalam melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya perhatian dari anggota keluarganya. Menurut Taylor dalam Sharma, 2010, seseorang yang mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-temannya lebih berani untuk mengatasi stress yang mereka alami. Bagi para lansia yang tinggal di panti werdha, family support yang dibutuhkan adalah dukungan yang berasal dari orang-orang terdekatnya perawat, petugas sosial, dokter, dan antar lansia terutama yang berada di panti. Dimana mereka saling memberikan saran, nasehat, dan berbagi cerita satu sama lain. Dukungan dari anggota keluarga juga dibutuhkan, walaupun keluarga mereka jauh dan tidak tinggal bersama. Adanya kunjungan dari keluarga untuk menjenguk para lansia atau sekedar berkomunikasi lewat telepon merupakan bentuk perhatian yang dapat memberikan kebahagiaan tersendiri bagi para lansia. Family support dapat menciptakan suatu komunikasi yang lebih baik antara satu sama lain, saling membantu dalam memmecahkan masalah dan berbagi cerita antara satu sama lain. Menurut Boyles 2008, seseorang merasa bahagia dikarenakan adanya family support dibandingkan dengan pendapatan yang mereka dapatkan tiap tahunnya, karena dengan adanya family support dapat membuat kualitas hubungan keluarga menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengadakan penelitian di panti werdha karena banyak lansia yang tinggal di sana dengan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik sehingga menjadi stress, putus asa, depresi, dan lain-lain. Selain itu, para lansia yang tinggal di panti jauh dari keluarganya, karena mereka tidak sanggup mengurus, dan keadaan di panti jauh berbeda dengan keadaan tempat tinggal mereka sebelumnya. Berdasarkan fenomena-fenomena dan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti ingin melihat lebih jauh bagaimana religiusitas dan family support dapat berpengaruh terhadap happiness khususnya pada lansia di panti werdha. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan suatu penelitian yang berjudul ”Pengaruh Religiusitas dan Family Support terhadap Happiness pada Lansia di Panti Werdha.”

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah