emosional dan tidak menggunakan strategi iklan operator GSM lain yang biasanya saling menjatuhkan operator lainnya. Model iklan dengan pendekatan
halus inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam pesan- pesan yang terkandung didalam iklan tersebut. Iklan ini mendapatkan banyak
pujian dari pemirsa yang melihatnya karena format iklan yang digambarkan sangat menarik dan menyentuh perasaan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah makna dan bahasa visual iklan
Axis versi Senyum Kiara yang ditayangkan di televisi swasta ?”.
1.3 Pembatasan Masalah :
Agar ruang lingkup tidak terlalu luas dan permasalahan yang diteliti menjadi jelas, terarah dan lebih spesifik, maka pembatasan masalah yang akan
diteliti adalah:
1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
2. Perangkat analisis yang digunakan adalah semilogi Roland Barthes
signifikasi dua tahap two order of significations;denotasi dan konotasi. 3.
Subjek yang diteliti adalah video iklan GSM axis versi Senyum Kiara yang ditayangkan di televisi swasta RCTI, SCTV, INDOSIAR, TPI,
TRANS TV, TRANS 7, ANTEVE, GLOBAL TV dan METRO TV.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan dan manfaat penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui sistem tanda yang melingkupi pemaknaan dan bahasa
visual yang terdapat dalam iklan Axis Versi Senyum Kiara. 2.
Untuk mengetahui makna denotasi dan konotasi sampai tahap petanda konotatif yang terkandung dalam visualisasi iklan Axis Versi Senyum
Kiara.
1.4.2 Manfaat Penelitian adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah
penelitian tentang makna dan bahasa visual iklan televisi melalui analisis semiotika.
2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar
lebih kritis dalam memaknai pesan yang disampaikan oleh media terutama pesan yang disampaikan oleh pengiklan di televisi.
3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen
Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan.
1.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai Nawawi,
1995:40. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah memakai analisis Semilogi Ronald Barthes.
Universitas Sumatera Utara
Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap two order of significations. Signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified makna denotasi. Pada tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda objek dan petanda makna di dalam
tanda, dan antara tanda dan dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini mengacu pada makna sebenarnya riil dari penanda objek. Dan sinifikasi tahap
kedua adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu makna konotasi. Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu
dari tiga cara kerja tanda konotasi, mitos, dan simbol dalam tatanan pertanda kedua signifikasi tahap kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang
berlangsung saat bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai- nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda
dalam tatanan pertama 4 dalam peta Ronald Barthes.
Peta Ronald Barthes :
1. Signifier
2. Signified
3. Denotative Sign tanda denotatif
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
PENANDA KONOTATIF 5.
CONNOTATIVE SIGNIFIED PETANDA KONOTATIF
6. CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF
Tabel 1 Peta Ronald Barthes Sumber : Alex Sobur 2003: 69
Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.
Barthes menyebut hal tersebut sebagai denotasi, yaitu makna yang nyata dari
Universitas Sumatera Utara
tanda. Signifikasi tahap kedua adalah makna konotasi, Barthes menggunakannya untuk menunjukkan dan menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda
bertemu dengan nilai-nilai kebudayaan. Konotasi mempunyai makna yang subjektif dari khalayak yang melihat pesan yang disampaikan.
Dari peta Ronald Barthes terlihat bahwa tanda denotatif 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2. Penanda merupakan tanda yang kita persepsi objek
fisik yang dapat ditunjukkan dengan warna atau rangkaian gambar yang ada dalam iklan televisi yang sedang diteliti. Pada saat yang bersamaan makna
denotatif yang didapatkan dari penanda dan petanda adalah juga penanda konotatif 4 yaitu makna tersirat yang memunculkan nilai-nilai dari penanda 1
dan petanda 2. Sementara itu petanda konotatif 5 menurut Barthes adalah mitos atau operasi ideologi yang berada di balik sebuah penanda 1.
Perspektif kritis media berupaya mempertautkan hubungan antara media massa dan keberadaan struktur sosial. Ragam analisis kritis umumnya menguji
kandungan-kandungan makna ideologis media melalui pembongkaran terhadap isi media atau ”teks”. Untuk dapat membongkar sebuah makna ideologis dari praktik
pertandaan, diperlukan prinsip-prinsip intratektualitas dan intertekstualitas. Dimulai dengan analisis bersifat teknis kode-kode verbal dan nonverbal dalam
iklan, kajian semiotika senantiasa menghubungkan isi teks dengan ”teks” lain berupa isi media lain dan bahkan fenomena sosiokultural masyarakat yang lebih
luas. Salah satu kultivasi ideologi dalam iklan televisi berlangsung melalui
representasi mitos. Dalam tayangan iklan, akan terlihat bahwa tanda linguistik,
Universitas Sumatera Utara
visual dan jenis tanda lain tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal, tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Makna
yang dihasilkan oleh penanda konotasi seringkali menghadirkan mitos. Mitos bekerja menaturalisasikan segala sesuatu yang ada dalam kehidupan manusia,
sehingga imaji yang muncul terasa biasa saja dan tidak mengandung persoalan. Pada tingkat ini, mitos sesungguhnya mulai meninggalkan jejak ideologis, karena
belum tentu ”sesuatu” yang tampil alamiah lantas bisa diterima begitu saja tanpa perlu dipertanyakan kembali derajat kebenarannya.
Menurut Barthes pada saat media membagi pesan, maka pesan-pesan yang berdimensi konotatif itulah yang menciptakan mitos. Pengertian mitos di sini
tidak senantiasa menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari –seperti halnya cerita-cerita tradisional, legenda dan sebagainya. Bagi Barthes, mitos
adalah sebuah cara pemaknaan, dan ia menyatakan mitos secara lebih spesifik sebagai jenis pewacanaan atau tipe wicara Barthes, 2004: 152; Barthes dalam
Storey, 1994: 107. Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos; satu mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena
digantikan oleh pelbagai mitos lain. Maka suatu mitos dapat menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada
tingkatan yang lain.
1.6 Operasional Konsep