Teknik Pengumpulan Data Definisi Operasional Variabel

kota lain; d. responden diambil dari wilayah Kabupaten Situbondo dengan profil pekerjaan yang bermacam-macam untuk memperkuat variasi opini publik tentang Kabupaten Situbondo.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Dilihat dari sumber datanya, pengumpulan data dapat menggunakan data primer dan data sekunder Kuncoro, 2003: a. data primer diperolah dari responden sebagai sampel penelitian dan informan yang terkait dengan penelitian ini, yaitu aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan lain-lain; b. data skunder diperoleh dari laporan-laporan, dokumen-dokumen, literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu laporan Badan Pusat Statistik, kabupatenkota dalam angka, profil kelurahan dan lain-lain.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan kuisioner. Ketiga teknik ini pengumpulan data tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. observasi pengamatan, dilakukan terhadap berbagai fenomena yang terjadi dilokasi penelitian; b. wawancara interview, dilakukan terhadap informan wisatawan, tokoh masyarakat dan lain-lain, yang mengetahui secara luas dan mendalam menyangkut variabel-variabel penelitian indepth interview, dengan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan; c. kuesioner yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tertulis kepada responden sampel.

3.6 Metode Analisis Data

Tabel berikut menerangkan tentang analisis data yang digunakan pada setiap permasalahan yang diteliti. Tabel 3.1 Analisis dan Sumber Data No. Permasalahan Alat Analisis Jenis dan Sumber Data 1. Faktor-faktor pembentukan city branding sektor pariwisata. Analisis deskriptif Kuesioner, yang terkait faktor analisis hexagon yaitu presence , potensial, place, pulse , people dan pre- requisite. 2. Identifikasi motivasi dan persepsi pengunjung terhadap citra kota yang terkait dengan city branding pariwisata. Analisis faktor Kuesioner dan indept interview . 3. Regulasi publik untuk pariwisata yang mendukung formulasi pembentukan city branding Analisis AHP Kuesioner dan data Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Situbondo Sumber: Data diolah, 2015.

3.6.1 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu cara analisa langsung dari hasil review dan tabel dengan memanfaatkan data-data yang tersedia dalam tabel seperti rata-rata, persentase, elastisitas dan ukuran statistik lainnya. Data yang ada kemudian dideskripsikan dengan melihat tabel-tabel yang ada pada sumber data sehingga dapat memberikan gambaran secara umum dari kondisi wilayah yang terkait dengan penelitian ini. Gambaran umum yang didapatkan digunakan lebih lanjut untuk menjelaskan faktor-faktor pembentukan city branding pariwisata di Kabupaten Situbondo. Sampel dalam penelitian ini adalah penduduk Kabupaten Situbondo yang berjumlah 100 responden. Kriteria sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria pemilihan sebagai berikut: a. berusia 20-65 tahun, ditujukan untuk memperkaya opini publik yang didapat dengan memanfaatkan variasi umur; b. sudah menetap di Kabupaten Situbondo minimal 2 tahun, hal ini ditujukan agar responden benar-benar mengetahui kondisi lokal yang berkembang di Kabupaten Situbondo; c. responden boleh diambil dari wisatawan baik lokal maupun asing yang sedang berliburan di Kabupaten Situbondo, bukan sekedar transit untuk menuju kota lain; d. responden diambil dari wilayah Kabupaten Situbondo dengan profil pekerjaan yang bermacam-macam untuk memperkuat variasi opini publik tentang Kabupaten Situbondo. Sumber data yang diperlukan untuk mendukung analisa ini adalah kuesioner yang dibagi pada 100 responden, yang terkait faktor-faktor yaitu presence , potensial, place, pulse, people dan pre-requisite.

3.6.2 Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan salah satu dari analisis ketergantungan antar variabel. Prinsip dasar analisis faktor adalah mengekstraksi sejumlah faktor bersama common factor dari gugusan variabel asal X 1 , X 2 ,…, X p , sehingga: a. banyaknya faktor lebih sedikit dibandingkan dengan banyaknya variabel asal X; b. sebagian besar informasi ragam variabel asal X tersimpan dalam sejumlah faktor. Agar terjadi kesamaan persepsi, untuk selanjutnya faktor digunakan untuk menyebut faktor bersama. Faktor ini merupakan variabel baru, yang bersifat unobservable atau variabel latent atau variabel konstruks. Sedangkan variabel X, merupakan variabel yang dapat diukur atau dapat diamati, sehingga sering disebut sebagai observable variable atau variabel manifest atau indikator. Secara umum factor analysis atau analisis faktor dibagi menjadi dua bagian, yakni analisis faktor ekspolaratori dan analisis faktor konfirmatori. Dalam analisis faktor ekspolaratori akan dilakukan eksplorasi dari indikator-indikator atau variabel-variabel manifest yang ada, yang nantinya akan terbentuk faktor- faktor, yang kemudian dilakukan interpretasi terhadapnya untuk menentukan variabel-variabel laten apa yang dapat diperoleh. Berbeda dengan analisis faktor eksploratori, di dalam analisis faktor konfirmatori, seseorang secara apriori berlandaskan landasaran teori dan konsep yang dimiliki, dia sudah mengetahui berapa banyak faktor yang harus terbentuk, serta variabel-variabel laten apa saja yang termasuk ke dalam faktor-faktor tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis faktor ekspolaratori karena dalam penelitian ini terdapat banyak indikator yang perlu untuk diteliti kembali kesignifikanannya terhadap motivasi dan persepsi pengunjung terhadap citra kota yang terkait dengan city branding pariwisata di Kabupaten Situbondo. Sehingga nantinya akan menghasilkan data yang mampu diinterpretasikan secara valid dan realiabel. Kriteria sampel dan sumber data yang digunakan pada alat analisis ini sama dengan kriteria sampel yang digunakan yaitu sampel dalam penelitian ini adalah penduduk Kabupaten Situbondo yang berjumlah 100 responden. Variabel yang diteliti untuk alat analisis ini adalah faktor eksternal seperti fasilitas-fasilitas kota yang mendukung rumah makan, pusat perbelanjaan dan transportasi. Adapun kriteria sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria pemilihan sebagai berikut: a. berusia 20-65 tahun, ditujukan untuk memperkaya opini publik yang didapat dengan memanfaatkan variasi umur; b. sudah menetap di Kabupaten Situbondo minimal 2 tahun, hal ini ditujukan agar responden benar-benar mengetahui kondisi lokal yang berkembang di Kabupaten Situbondo; c. responden boleh diambil dari wisatawan baik lokal maupun asing yang sedang berliburan di Kabupaten Situbondo, bukan sekedar transit untuk menuju kota lain; d. responden diambil dari wilayah Kabupaten Situbondo dengan profil pekerjaan yang bermacam-macam untuk memperkuat variasi opini publik tentang Kabupaten Situbondo. Sedang sumber data yang digunakan untuk mendukung analisis ini adalah kuesioner dan indept interview terhadap narasumber.

3.6.3 Analisis AHP Analytical Hierarchy Process

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998: a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya. b. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada dibawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria jika mungkin diperlukan. c. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki. d. Melakukan definisi perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [n-12] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1 Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan: 1 = Kedua elemen sama pentingnya, dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar 3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya, pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 5 = Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek. 9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. 2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan. Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i. e. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. f. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. g. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. h. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 . Sampel pada alat analisis AHP adalah pihak regulator baik pemerintah Kabupaten Situbondo selaku dinas terkait untuk pengambilan keputusan dan regulasi-regulasi untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Situbondo. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik snowball running, sumber adalah pihak paling berwenang dan paham dengan pengambilan keputusan terkait pariwisata di Kabupaten Situbondo yaitu pihak Pemerintah Kabupaten Situbondo dan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Situbondo. Sumber data diperoleh dari kuesioner dan data Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Situbondo. Adapun pohon AHP dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Keterangan: A : Kehadiran presence H : Motivasi kebudayaan B : Tempat place I : Motivasi pribadi C : Prasyarat pre-requisite J : Motivasi status dan prestise D : Orang people K : Persepsi atraksi-atraksi E : Pulse L : Persepsi aksesibilitas F : Potensi potential M : Persepsi amenitas G : Motivasi fisik N : Persepsi organisasi wisatawan Gambar 3.1 Urutan Regulasi untuk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Situbondo

3.7 Definisi Operasional Variabel

Variabel dari penelitian ini adalah: a. Primary basic yang dipengaruhi oleh: 1. kehadiran presence, berdasarkan status kota internasional dan keterkenalanpengetahuan tentang kota secara global. Hal ini mengukur kontribusi ilmu pengetahuan, budaya, dan tata kelola kota secara global; Regulasi untuk pengembangan pariwisata Kabupaten Situbondo Primary basic Secondary basic A B H E G C D F I J K L M N 2. tempat place, mengeksplorasi persepsi masyarakat tentang aspek fisik kota dalam hal iklim, kebersihan lingkungan dan seberapa menarik bangunan atau taman yang ada di Kota Situbondo; 3. prasyarat pre-requisite, menentukan bagaimana orang merasakan karakteristik dasar dari kota seperti apakah memuaskan, terjangkau dan akomodatif, serta standar fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, transportasi dan fasilitas olahraga; 4. orang people, mengungkapkan apakah penduduk kota bersikap hangat dan menyambut, apakah responden berpikir bahwa akan mudah bagi mereka untuk masuk ke dalam komunitas, bahasa dan budaya setempat, serta apakah mereka merasa aman; 5. pulse, menentukan jika terdapat hal-hal menarik yang dapat digunakan untuk mengisi waktu senggang dan bagaimana kota ini terbuka terhadap hal-hal baru untuk ditemukan; 6. potensi potential, mengukur potensi atau letak suatu kota dengan penilaian letak yang strategis, potensi alam yang ada dan potensi budaya yang berkembang. b. Secondary basic, dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti fasilitas-fasilitas kota yang mendukung: 1. Motivasi, alasan atau hal yang mempengaruhi masyarakatwisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten Situbondo. 2. Persepsi, pandangan, pendapat atau penilaian pribadi masyarakatwisatawan terhadap infrastruktur, objek wisata, kondisi alam, kebudayaan masyarakat lokal, dan aspek lain terkait Kabupaten Situbondo.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Situbondo

Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang cukup dikenal dengan sebutan Daerah Wisata Pantai Pasir Putih yang letaknya berada di ujung Timur pulau Jawa bagian Utara dengan posisi di antara 7 35’ - 744’ Lintang Selatan dan 113 30’ - 114 42’ Bujur Timur. Letak Kabupaten Situbondo, di sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Sumber: Situbondo dalam Angka, 2014. Gambar 4.1. Peta Administratif Kabupaten Situbondo Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 km 2 atau 163.850 Ha, bentuknya memanjang dari Barat ke Timur lebih kurang 150 km. Pantai Utara umumnya berdataran rendah dan di sebelah Selatan berdataran tinggi dengan rata- rata lebar wilayah lebih kurang 11 km. Luas wilayah menurut kecamatan, terluas 56