PDRB Produk Domestik Regional Bruto

a. desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuaan Republik Indonesia NKRI; b. dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan atau seperangkat pusat di daerah; c. tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaa, sarana, prasarana serta semberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Desentralisasi memiliki tujuan untuk mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD dan pengurangan subsidi pemerintah pusat, serta mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah.

2.1.2 PDRB Produk Domestik Regional Bruto

Menurut BI 2007:85, PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Menurut BI 2007:85, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Penentuan PDRB atas harga konstan, biasanya diperlukan untuk mengeluarkan pengaruh inflasi. BI 2007:85 menyatakan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Sektor pariwisata masuk dalam pendekatan produksi sektor jasa-jasa, dimana Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha sektor, yaitu BI, 2007:86: a. sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan: 1. subsektor tanaman bahan makanan; 2. subsektor tanaman perkebunan; 3. subsektor peternakan; 4. subsektor kehutanan; 5. subsektor perikanan; b. sektor pertambangan dan penggalian: 1. subsektor pertambangan minyak dan gas bumi; 2. subsektor pertambangan bukan migas; 3. subsektor penggalian; c. sektor industri pengolahan: 1. subsektor industri migas pengilangan minyak bumi dan gas alam cairLNG; 2. subsektor industri bukan migas; d. sektor listrik, gas, dan air bersih: 1. subsektor listrik; 2. subsektor gas; 3. subsektor air bersih; e. sektor konstruksi; f. aektor perdagangan, hotel dan restoran: 1. subsektor perdagangan besar dan eceran; 2. subsektor hotel; 3. subsektor restoran; g. sektor pengangkutan dan komunikasi: 1. subsektor pengangkutan angkutan rel; angkutan jalan raya; angkutan laut; angkutan sungai, danau dan penyeberangan; angkutan udara; serta jasa penunjang angkutan; 2. subsektor komunikasi; h. sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan: 1. subsektor bank; 2. subsektor lembaga keuangan tanpa bank; 3. subsektor jasa penunjang keuangan; 4. subsektor real estate; 5. subsektor jasa perusahaan; i. jasa-jasa: 1. subsektor pemerintahan umum; 2. subsektor swasta: a jasa sosial kemasyarakatan; b jasa hiburan dan rekreasi; c jasa perorangan dan rumah tangga. Berdasarkan penelitian Valeriani 2010, pariwisata berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan per kapita, yang berarti semakin baik pembangunan fasilitas pariwisata maka akan semakin baik pula pendapatan per kapita. Hal ini dikarenakan hubungan antara infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi bersifat multiple dan kompleks, tidak hanya karena pengaruhnya secara langsung terhadap produksi dan konsumsi namun juga karena infrastruktur menciptakan eksternalitas langsung dan tidak langsung dan menyangkut besarnya arus pengeluaran yang menimbulkan pekerja tambahan. Pembangunan di bidang pariwisata perlu ditunjang pembangunan fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Dalam studi yang lebih mendetail, Datt dan Ravallion 1998 dalam Ghosh dan Neogi, 2005:95 membuktikan bahwa suatu daerah yang memulai dengan infratruktur dan SDM yang lebih baik dibanding lain memiliki tingkat penurunan kemiskinan yang jangka panjang. Ghosh dan Neogi 2005:95, dengan menggunakan fasilitas infrastrukur pada negara Asia Selatan selama dua dekade, menunjukkan bahwa perbedaan dana dalam infrastruktur fisik bertanggung jawab pada naiknya perbedaan secara regional. Sahoo dan Saxena 1999 dalam Ghosh dan Neogi, 2005:95 menggunakan pendekatan fungsi produksi, menyimpulkan bahwa transportasi, listrik, gas dan suplai air dan fasilitas komunikasi memiliki efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan secara simultan memiliki pendapatan dengan skala yang meningkat. Pembangunan fasilitas infrastruktur tambahan di tahap awal dapat memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap pendapatan. Secara luas, pembangunan di bidang pariwisata tidak hanya berdampak positif pada PDRB, namun terhadap pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan. Menurut Irmayanti 2006, pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya- sumberdaya yang ada membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah dengan berbagai potensi sumberdaya yang dimilikinya. Pemerintah daerah harus mampu menaksir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan perekonomian daerah dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada. Irmayanti 2006 menyatakan bahwa, pariwisata merupakan salah satu bentuk dari potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi. Dengan adanya kegiatan pariwisata ini akan terjadi interaksi antara satu sektor dengan sektor lainnya. Selanjutnya kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan dikembangkan secara professional maka akan dapat menciptakan multiplier effect efek pengganda dalam perekonomian daerah yang bersangkutan.

2.1.3 City Branding