BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Prevalence Rate Hipertensi Lansia
Gambar 6.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Hipertensi di
Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011
Berdasarkan gambar 6.1. di atas dapat dilihat bahwa prevalence rate hipertensi lansia sebesar 30,50 di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas
Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat tahun 2011. Hipertensi merupakan penyakit degeneratif sehingga sering ditemukan pada lansia. Arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Status Hipertensi
69.50 30.50
Tidak Hipertensi Hipertensi
18
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil penelitian Kusugiharjo di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Propinsi DIY 2003 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional,
ditemukan proporsi hipertensi pada lansia sebesar 34,40.
33
6.2. Analisis Bivariat
6.2.1. Umur dengan Hipertensi
Gambar 6.2. Hubungan Umur ≥60 Tahun dan 60 Tahun dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011
Berdasarkan gambar 6.2. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi tertinggi pada kelompok umur
≥60 tahun yaitu 31,70 dan terendah pada kelompok umur 60 tahun yaitu 26,10.
Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai p=0,605 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan
kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok umur ≥60 tahun dan
60 tahun adalah 1,215 95 CI=0,570-2,593. Oleh karena terdapat nilai 1 maka umur bukan sebagai faktor risiko untuk kejadian hipertensi.
Umur
68.30 73.90
31.70 26.10
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
≥60 tahun 60 tahun
Tidak Hipertensi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
Tekanan darah tinggi biasa ditemui pada pasien yang sudah berusia lanjut lansia. Hal ini erat hubungannya dengan proses menua pada seseorang. Di sini
terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah, sehingga terjadi kekakuan pembuluh darah.
6.2.2. Jenis Kelamin dengan Hipertensi
22
Gambar 6.3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan
Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011
Berdasarkan gambar 6.3. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi tertinggi pada perempuan yaitu 31,60 dan terendah pada laki-laki yaitu 29,20.
Kejadian hipertensi pada perempuan dan laki-laki adalah relatif sama. Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai
p=0,789 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok laki-laki dan
perempuan adalah 0,924 95 CI=0,515-1,655. Oleh karena terdapat nilai 1 maka jenis kelamin bukan sebagai faktor risiko untuk kejadian hipertensi.
Jenis Kelamin
70.80 68.40
29.20 31.60
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
Laki-laki Perempuan
Tidak Hipertensi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
Menurut hasil penelitian Hasurungan di Kota Depok 2002 dengan menggunakan desain penelitian case control, ditemukan proporsi hipertensi pada
perempuan 59,70 dan pada laki-laki 54,30. Berdasarkan hasil penelitian yang sama, menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi p=0,405. Odds Ratio OR hipertensi pada kelompok laki-laki dan perempuan adalah 1,247.
36
6.2.3. Pendidikan dengan Hipertensi
36
Gambar 6.4. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan
Siantar Marihat Tahun 2011
Berdasarkan gambar 6.4. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi tertinggi pada kelompok SD yaitu 54,50 dan terendah pada kelompok Akademi PT
yaitu 7,10. Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai
p=0,016 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian hipertensi.
Pendidikan
90.90
45.50 65.20
71.40 92.90
9.10 54.50
34.80 28.60
7.10 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 80.00
90.00 100.00
Tidak tamat SD tidak
sekolah SD
SLTP SLTA
Akademi PT Tidak Hipertensi
Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
6.2.4. Pekerjaan dengan Hipertensi
Gambar 6.5. Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan
Siantar Marihat Tahun 2011
Berdasarkan gambar 6.5. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi tertinggi pada kelompok pensiunan tidak bekerja yaitu 33,30 dan terendah pada
kelompok yang bekerja yaitu 24,20. Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai
p=0,347 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok pensiunan tidak
bekerja dan bekerja adalah 1,375 95 CI=0,692-2,730. Oleh karena terdapat nilai 1 maka pekerjaan bukan sebagai faktor risiko untuk kejadian hipertensi.
Menurut hasil penelitian Sianturi di RSU Dr. Pirngadi 2004 dengan menggunakan desain penelitian case control, ditemukan proporsi hipertensi pada
kelompok yang bekerja 50,56 dan pada kelompok yang pensiunan tidak bekerja 49,02.
Pekerjaan
66.70 75.80
33.30 24.20
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
Pensiunan Tidak Bekerja Bekerja
Tidak Hipertensi Hipertensi
44
Universitas Sumatera Utara
6.2.5. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi
Gambar 6.6. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan
Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011 Berdasarkan gambar 6.6. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi
tertinggi pada kelompok yang memiliki riwayat keluarga yaitu 70,60 dan yang terendah pada kelompok yang tidak memiliki riwayat keluarga yaitu 22,70.
Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai p=0,000 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan
kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok ada riwayat keluarga dan tidak ada riwayat keluarga adalah 3,106 95 CI=1,898-5,083 artinya adanya
riwayat keluarga merupakan faktor risiko untuk kejadian hipertensi. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan lebih
mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah dibandingkan dengan anak adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang diturunkan,
Riwayat Keluarga
29.40 77.30
70.60
22.70 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 80.00
90.00
Ada Tidak Ada
Tidak Hipertensi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
dan bukan hanya faktor lingkungan seperti makanan atau status sosial, berperan besar dalam menentukan tekanan darah.
Menurut hasil penelitian Irza di Sumatera Barat 2009 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang
memiliki riwayat keluarga 35,98 dan yang tidak memiliki riwayat keluarga 8,77.
31
Berdasarkan hasil penelitian yang sama, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi
p=0,000. OR hipertensi pada kelompok ada riwayat keluarga dan tidak ada riwayat keluarga adalah 5,845.
45
6.2.6. Status Gizi dengan Hipertensi
45
Gambar 6.7. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan
Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011
Status Gizi
65.60 75.00
34.40 25.00
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
Obesitas Tidak Obesitas
Tidak Hipertensi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 6.7. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi tertinggi pada kelompok yang obesitas yaitu 34,40 dan terendah pada kelompok
yang bukan obesitas yaitu 25,00. Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai
p=0,301 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok yang obesitas dan
tidak obesitas adalah 1,377 95 CI=0,742-2,555. Oleh karena terdapat nilai 1 maka status gizi bukan sebagai faktor risiko untuk kejadian hipertensi.
Menurut hasil penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar 2007 dengan menggunakan desain penelitian case control, ditemukan proporsi hipertensi pada
kelompok yang obesitas 62,96 dan pada kelompok yang bukan obesitas 45,41. Hasil analisis pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sianturi di
RSU Dr. Pirngadi 2004 dengan menggunakan desain penelitian case control yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
kejadian hipertensi p=0,006.
9
44
Universitas Sumatera Utara
6.2.7. Aktivitas Fisik dengan Hipertensi
Gambar 6.8. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar MarihatTahun 2011
Berdasarkan gambar 6.8. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi tertinggi pada kelompok aktivitas fisik tidak cukup yaitu 47,60 dan yang terendah
pada aktivitas fisik cukup yaitu 19,00. Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai
p=0,002 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok yang aktivitas
fisiknya tidak cukup dan cukup adalah 2,500 95 CI=1,372-4,554 artinya aktivitas fisik yang tidak cukup merupakan faktor risiko untuk kejadian hipertensi.
Manfaat aktivitas fisik yang cukup tidak hanya sekedar kontrol berat badan. Orang yang melakukan aktivitas fisik memiliki otot yang lebih kencang dan tulang
yang lebih kuat daripada mereka yang tidak. Jantung mereka menjadi lebih efisien dalam memompa darah dan otot-otot mereka menjadi lebih baik dalam
Aktivitas Fisik
52.40 81.00
47.60 19.00
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
Tidak Cukup Cukup
Tidak Hipertensi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan oksigen dari dalam darah. Orang yang aktif memiliki tekanan darah yang lebih rendah, pola tidur lebih baik, stres lebih sedikit, dan pada umumnya
harapan hidup yang lebih besar daripada mereka yang tidak cukup aktivitas fisiknya.
Menurut hasil penelitian Sugiharto di Kabupaten Karanganyar 2007 dengan menggunakan desain penelitian case control, ditemukan proporsi hipertensi pada
kelompok yang aktivitas fisiknya tidak cukup 53,04 dan pada kelompok yang aktivitas fisiknya cukup 32,50.
35
Berdasarkan hasil penelitian yang sama, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi p=0,019.
OR hipertensi pada kelompok yang aktivitas fisiknya tidak cukup dan cukup adalah 2,346.
9
6.2.8. Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi
9
Gambar 6.9. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2011
Kebiasaan M erokok
67.60 70.40
32.40 29.60
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
Ada Tidak Ada
Tidak Hipertensi Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 6.9. di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi tertinggi pada kelompok yang memiliki kebiasaan merokok yaitu 32,40 dan
terendah pada kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu 29,60. Hasil uji secara statistik dengan menggunakan uji chi-square, diperoleh nilai
p=0,772 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Ratio prevalence hipertensi pada kelompok yang
memiliki kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 1,094 95 CI=0,598-2,001. Oleh karena terdapat nilai 1 maka kebiasaan merokok bukan
sebagai faktor risiko untuk kejadian hipertensi. Kemungkinan alasan tidak berhubungannya kebiasaan merokok dengan
kejadian hipertensi lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat adalah tidak ditelitinya berapa jumlah rokok yang diisap
perhari. Selain dari lamanya kebiasaan merokok, risiko merokok terbesar tergantung
pada jumlah rokok yang diisap perhari.
Menurut hasil penelitian Yulia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sering 2011 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ditemukan
proporsi hipertensi pada kelompok yang memiliki kebiasaan merokok 70,97 dan pada yang tidak memiliki kebiasaan merokok 20,55.
Hasil analisis pada penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sulistiani di Kabupaten Cilacap 2005 dengan menggunakan desain penelitian case control yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi p=0,001. OR hipertensi pada kelompok yang memiliki
kebiasaan merokok dan tidak memiliki kebiasaan merokok adalah 6,378.
10
46
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN