BAB III ASAS PERLAKUAN SAMA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 25
TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
C.
Asas-asas Penyelenggaraan Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia
3. Asas-asas dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan yang baik dan ideal. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari kesalahan dan kecacatan dalam pembentukan norma. Asas- asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik menurut I.C. van der
Vlies dalam bukunya yang berjudul Handboek Wetgeving dibagi dalam dua kelompok yaitu:
71
a. Asas-asas formil:
1 Asas tujuan yang jelas beginsel van duidelijke doelstelling, yakni
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas untuk apa dibuat;
2 Asas organlembaga yang tepat beginsel van het juiste orgaan,yakni
setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat olehlembaga atau organ pembentuk peraturan perundagundagan yangberwenang;
peraturanperundangundangan tersebut
71
Rais Rozali, Asas-asas dan Teori Pembentukan Undang-Undang, dikutip dari http:birohukum.pu.go.id
pada tanggal 2 Maret 2014.
57
Universitas Sumatera Utara
dapatdibatalkan vernietegbaaratau batal demi hukum vanrechtswee nieteg
, bila dibuat oleh lembaga atau organ yang tidak berwenang; 3
Asas kedesakan pembuatan pengaturanhetnoodzakelijkheidsbeginsel;
4 Asas kedapatlaksanaan dapat dilaksanakan het beginsel van
uitvoerbaarheid , yakni setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus didasarkan pada perhitungan bahwa peraturanperundang-undangan yang dibentuk nantinya dapat berlaku
secara efektif di masyarakat karena telah mendapat dukungan baik
secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis sejak tahap
penyusunannya; 5 Asas konsensus het beginsel van de consensus.
b. Asas-asas materiil:
1 Asas terminologi dan sistematika yang benar het beginsel
vanduidelijke terminologie en duidelijke sistematiek ;
2 Asas dapat dikenali het beginsel van de kenbaarheid;
3 Asas perlakuan yang sama dalam
hukum hetrechtsgelijkheidsbeginsel; 4
Asas kepastian hukum het rechtszekerheidsbeginsel; 5
Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual hebeginsel van de individuele rechtsbedeling.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mengingatkan kepada
pembentuk undang-undang agar selalu memperhatikan asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik dan asas materi muatan. Dalam
membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. “asas kejelasan tujuan” , bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;
b. “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” , bahwa setiap
jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang,
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak
berwenang; c.
“asas kesesuaian antara jenis,hierarki, dan materi muatan”, bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan;
d. “asas dapat dilaksanakan”, bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
sosiologis, maupun yuridis;
Universitas Sumatera Utara
e. “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan”, bahwa setiap Peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara; f.
“asas kejelasan rumusan”, bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-
undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya; g.
“asas keterbukaan”, bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan
atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberiikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Di dalam Pasal 3 ayat 1 UUPM, telah ditentukan ada 10 asas yang terdapat di dalam kegiatan penanaman modal atau investasi, yaitu :
72
a. Asas kepastian hukum, yaitu asas yang ada di dalam sebuah negara
hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan di dalam
bidang penanaman modal.
72
Hendrik Budi Untung, “Hukum Investasi”, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, hlm. 46.
Universitas Sumatera Utara
b. Asas keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.
c. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa semua kegiatan
dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atas rakyat sebagai
pemegang kedaulatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, asas
perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan
penanam modal dari negara asing. e.
Asas kebersamaan, adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat. f.
Asas efisiensi berkeadilan, adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam
usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing. g.
Asas keberlanjutan, adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk
menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
h. Asas berwawasan lingkungan, adalah asas penanaman modal yang
dilakukan dengan tetap memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemliharaan lingkungan hidup.
i. Asas kemandirian, adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan
tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan
ekonomi. j.
Asas keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, adalah asas yang berupaya menjadga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah
dalam kesatuan ekonomi nasional. Kesepuluh asas tersebut yang dituangkan dalam pasal-pasal terkait untuk
menjamin tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam UU Penanaman Modal. Yang perlu diperhatikan bahwa asas hukum penanaman modal tersebut
mempertautkan dengan hukum atau undang-undang lain. Bahkan pertautan tidak saja dikonstruksi intra-bidang, melainkan juga antar-bidang seperti ekonomi,
perdagangan internasional.
73
Keterkaitan UU Penanaman Modal adalah dengan UU Lingkungan Hidup asas berkelanjutan dan asas berwawasan lingkungan, UU Anti Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat asas keterbukaan dan asas efisiensi keadilan, dan UU Usaha Kecil asas kemandirian. Sedangkan antar-bidang ekonomi yaitu
73
Yakub Adi Krisanto, http:gubugpengetahuan.blogspot.com
. Terakhir kali diunggah pada tanggal 26 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi, penanaman modal yang dilakukan di suatu negara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
74
2. Asas-asas lainnya yang tidak diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UUNo.
25 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
a. Asas pembatasan bidang usaha, yaitu asas yang diatur dalam Pasal 12
UUPM, yang membatasi bidang usaha dalam penanaman modal yang terbatas pada 3 jenis bidang usaha. 3 jenis bidang usaha tersebut adalah
jenis bidang usaha yang dinyatakan terbuka, tertutup, dan yang dinyatakan terbuka dengan persyaratan, dengan mengacu pada aturan-
aturan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. b.
Asas pengutamaan tenaga kerja dalam negeri, yaitu asas yang diatur dalam Pasal 10 UUPM, yang mengutamakan penyerapan dan
pemberdayaan tenaga kerja dari dalam negeriWarga Negara IndonesiaWNI dari pada tenaga kerja dari luar negeriWarga Negara
AsingWNA. Pengutamaan tersebut terlihat dari adanya ketentuan yang hanya boleh menempatkan tenaga kerja WNA pada penempatan posisi
tertentu dengan pada akhirnya melakukan pengalihan fungsi tenaga kerja WNA tersebut kepada tenaga kerja WNI, sebagaimana pengalihan fungsi
tersebut sebagai bentuk pengutamaan tenaga kerja WNI dalam sebuah perusahaan penanaman modal.
c. Asas nasionalisasi,
d. Asas divestasi,
74
Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
e. Asas peran serta modal nasional,
f. Asas pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi
UMKMK, asas yang diatur dalam Pasal 13 UUPM, yang mewajibkan
Pemerintah untuk menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, dan menetapkan bidang
usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan mempersyaratkan bahwa bidang usaha yang demikian harus bekerja sama dengan usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi. Asas tersebut juga menyatakan bahwa Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi dengan melakukan program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan
pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. Asas yang dimaksud tersebut adalah semata-mata bertujuan mengembangkan
UMKMK. Wojowasito mengatakan bahwa setiap perundang-undangan yang dibuat
selalu didasari sejumlah asas atau prinsip dasar. Kata asas ialah dasar atau alas - an, sedang kata prinsip merupakan sinonimnya. Asas hukum merupakan fondasi
suatu perundang-undangan. Bila asas tersebut dikesampingkan, maka bangunan undang-undang dan segenap peraturan pelaksananya akan runtuh.
75
Sudikno Mertokusumo memberiikan pandangan asas hukum sebagai berikut :
75
Soemali, Asas Hukum, dikutip dari http:hukum-on.blogspot.com
. Diunggah terakhir
kali pada tanggal 26 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
“… bahwa asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar
belakang peraturan kongkrit yang terdapat di dalam dan di belakang, setiap sistem hukum. Hal ini terjelma dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
peraturan kongkrit tersebut.
76
Satjipto Rahardjo menyatakan asas hukum, bukan peraturan hukum. Namun, tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa menge-tahui asas-asas hukum
yang ada di dalamnya. Karena asas hukum ini memberii makna etis kepada peraturan-peraturan hukum dan tata hukum. Beliau, selanjutnya mengibaratkan
asas hukum sebagai jantung peraturan hukum atas dasar 2 dua alasan :
77
a. Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya sebuah
peraturan hukum. Ini berarti penerapan peraturan-peraturan hukum itu bisa dikembalikan kepada asas hukum.
b. Asas hukum karena mengandung tuntutan etis, maka asas hukum
diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.
Sudikno Mertokusumo, menyatakan bahwa tak semua asas yang tertuang
dalam peraturan atau pasal yang kongkrit. Alasannya, adanya rujukan pada asas Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali
Tiada suatu peristiwa dipidana, kecuali atas dasar peraturan per-undang-undangan pidana yang
mendahu-lukannya , dan asas praduga tak bersalah presumption of innocence. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa asas hukum tak hanya mempengaruhi
76
Loc. cit.
77
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
hukum positif, namun dalam banyak hal tak menutup kemungkinan asas hukum itu dapat membentuk sistem checks and balance. Dalam artian asas hukum itu
sering menunjukkan pada kaidah yang berlawanan. Hal itu menunjukkan adanya sifat saling mengendalikan dan membatasi, yang akan menciptakan
keseimbangan.
78
Fuller menyatakan bahwa dengan merujuk pada asas-asas hukum digunakan dalam menilai ada tidaknya suatu sistem hukum.
Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa asas-asas hukum itu tak hanya sekadar persyaratan adanya suatu sistem hukum, melainkan merupakan pengklasifikasian
sistem hukum yang mengandung suatu moralitas tertentu.
79
a. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan yang
dimaksud di sini adalah bahwa ia tidak boleh mengandung sekedar ke- putusan- keputusan yang bersifat ad hoc;
Asas-asas hukum principles of legality menurut Fuller adalah sebagai berikut :
b. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan;
c. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yang
demikian itu tidak ditolak, maka peraturan itu tidak bisa dipakai untuk menjadi pedoman tingkah laku; membolehkan pengaturan yang berlaku
78
Ibid.
79
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
surut berarti merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang;
d. Peraturan-peraturan harus disusun dalam ru-musan yang bisa dimengert;
e. Suatu sistem tidak boleh mengandung pera-turan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain; f.
Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilaku-kan;
g. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan, sehingga
menyebabkan orang akan kehilangan orientasi; h.
Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari
Sebelum diundangkannya UU 252007, maka peraturan yang berlaku sebelumnya adalah UU 121970 tentang Perubahan dan Tambahan UU 61968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Di dalam UU 121970 ini, tidak ditemukan sebuah ketentuan yang menyebutkan tentang asas-asas hukum di
dalam pelaksanaan investasi di Indonesia. Namun, kalau kita mengkaji berbagai ketentuan yang ada di dalamnya, kita dapat menemukan beberapa asas yang
berkaitan dengan investasi, yaitu :
80
a. Asas ekonomi perusahaan, asas dimana di dalam penanaman investasi
dapat diusahakan dan dilakukan secara optimal dan sesuai dengan prinsip efisiensi.
80
Salim HS., Budi Sutrisno, Op.Cit.,
Universitas Sumatera Utara
b. Asas hukum internasional, asas di dalam penyelesaian sengketa antara
pemerintah dengan penanaman modal, apabila pemerintah melakukan tindakan nasionalisasipencabutan hak milik secara menyeluruh, dan
penyelesaiannya harus didasarkan pada asas-asas hukum internasional. c.
Asas demokrasi ekonomi, yaitu asas dimana di dalam penanaman investasi didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi ekonomi.
d. Asas manfaat, yaitu merupakan asas dimana di dalam penanaman investasi
dapat memberiikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
D.
Asas perlakuan sama dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana
pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti
pinjaman dari luar negeri.
81
Hal ini dikarenakan selain menghasilkan devisa secara langsung bagi negara, kegiatan penanaman modal secara langsung
menghasilkan manfaat yang sangat signifikan bagi negara tujuan penanaman modal host country karena sifatnya yang permanenjangka panjang.
82
81
Yulianto Ahmad, “Peran Multilateral Investment Guarantee Agency MIGA dalam Kegiatan Investasi
”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5, Tahun 2003, hlm. 39.
82
Amin Nasution, Op. cit., hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
Dalam meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara negara satu
dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Memasuki arena
pasar global tentunya harus disertai persiapan yang matang dan terintegrasi terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing.
83
Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan
dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan
perundang-undangan di bidang perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang
mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi
dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVIMPR1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi
sebagai sumber hukum materiil. Dengan demikian, pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian dari
kebijakan dasar penanaman modal.
84
83
Freddy Roeroe, Batam Komitmen Setengah Hati, Jakarta : Aksara Karunia, 2003, Hal 108
84
Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan
kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian
yang berdaya saing. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila
faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan daerah,
penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di
bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik
secara signifikan.
85
Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang Penanaman Modal didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal
yang kondusif sehingga Undang-Undang tentang Penanaman Modal mengatur hal-hal yang dinilai penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-
undang, kebijakan dasar penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang usaha, serta keterkaitan pembangunan
85
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi dan pelaksanaan
kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur tentang
penyelesaian sengketa.
86
Undang-Undang ini mencakupi semua kegiatan penanaman modal langung di semua sektor. Undang-Undang ini juga memberiikan jaminan perlakuan yang
sama dalam rangka penanaman modal. Selain itu, Undang-Undang ini memerintahkan agar Pemerintah meningkatkan koordinasi antarinstansi
Pemerintah, antara instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, dan antara instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah. Koordinasi dengan pemerintah
daerah harus sejalan dengan semangat otonomi daerah. Pemerintah daerah bersama-sama dengan instansi atau lembaga, baik swasta maupun Pemerintah,
harus lebih diberdayakan lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi daerah maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi
daerah dan tugas pembantuan atau dekonsentrasi.
87
86
Ibid.
87
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman modal dengan
biaya yang berdaya saing. Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi, Undang- Undang ini juga memerintahkan penyusunan peraturan perundang-undangan
mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan, termasuk bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi.
88
Pasal 4 ayat 2 UUPM menetapkan perlakuan sama antara penanaman modal asing PMA dan penanaman modal dalam negeri PMDN dengan tetap
mengacu kepada kepentingan nasional. Kaedah dalam Pasal 4 ayat 2 mengandung dua variabel yang harus dimaknai secara utuh, yakni kewajiban
memberiikan perlakuan sama dan mengacu pada kepentingan nasional. Hal ini berarti perlakuan sama tersebut tidak bisa dipisahkan dengan kepentingan
nasional. Artinya, dalam keadaan-keadaan tertentu perlakuan sama tersebut dapat tidak diterapkan kepada penanaman modal asing. Tentunya pengecualian
semacam ini harus sesuai dengan kesepakatan internasional.
89
Di dalam Pasal 6 ayat 1 UUPM ditetapkan juga bahwa adanya kewajiban pemerintah memberiikan perlakuan yang sama kepada semua penanaman modal
yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini
88
Ibid.
89
Asmin Nasution, Op. Cit., hlm. 94.
Universitas Sumatera Utara
merupakan penerapan dari prinsip most favoured nations dalam perdagangan internasional.
90
Klausul Most-Favoured Nation MFN adalah klausul yang mensyaratkan perlakun non-diskriminasi dari suatu negara terhadap negara lainnya. Perlakuan
ini diberikan karena masing-masing negara terikat dalam suatu perjanjian internasional. Berdasarkan klausul ini salah satu negara yang memberiikan
perlakuan khusus atau preferensi kepada suatu negara, maka perlakuan tersebut harus juga diberikan kepada negara-negara lainnya yang tergabung
dalam suatu perjanjian. Klausul ini menurut Houtte, memberiikan suatu derajat perlakuan sama equitable treatment dalam hubungan ekonomi internasional.
Dengan klausul ini, hubungan-hubungan perdagangan internasional dapat berkembang.
91
a. Kemudahan pelayanan danatau perizinan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal.
2 Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dapat diberikan dan diperpanjang untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan
antara lain: Pasca Putusan Perkara 21-22PUU-V2007 yang dilakukan MK terhadap
uji materiil UUPM, maka Pasal 22 UUPM menjadi berbunyi :
1 penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan
terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
2 penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang
memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;
90
Ibid. , hlm. 99
91
Roni, Sumber Hukum Perdagangan Internasional. Dikutip dari http:roniqueenet.blogspot.com
pada tanggal 24 Maret 2014.
Universitas Sumatera Utara
3 penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;
4 penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara;
dan 5
penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
b. Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa
tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
c. Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan dan yang dapat
diperbarui sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dan Ayat 2 dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman
modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Sebagai akibat dinyatakan inkonstitusionalnya sebagian ketentuan tersebut, maka, terhadap pemberian kemudahan danatau pelayanan kepada
perusahaan penanaman modal untuk memperoleh hak atas tanah, sepanjang berkaitan langsung dengan penanaman modal, ketentuan yang berlaku adalah
ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
92
92
Mahkamah Konstitusional RI, UU Penanaman Modal Inkonstitusional, diunggah dari http:jurnalhukum.blogspot.com
pada tanggal 24 Maret 2014.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PEMBERLAKUAN ASAS PERLAKUAN YANG SAMA DALAM