Pola Asuh Demokratis Pola Asuh Otoriter Pola Asuh Permisif Ruang Lingkup Akhlak

berinteraksi dengan anak sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak perilaku tertentu secara individual maupun bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anaknya. 2. Jenis-jenis Pola Asuh Penelitian mengenai perkembangan sosial dan proses perkembangan keluarga telah dilakukan sejak pertengahan abad ke-20 dan secara garis besar, menurut Baumrind 1967 , ada 4 macam pola asuh orang tua yaitu:

A. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

B. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman- ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

C. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

D. Pola Asuh Penelantar

Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak- anaknya. 7

3. Dinamika Pola Asuh Orang Tua

7 http:www.psb-psma.orgcontentblogpengaruh.pola-asuh-anak-terhadap-prestasi- siswa. http:digilib.unnes.ac.idgsdlcgi-binlibrary Jika rumah tangga, masyarakat dan sekolah adalah sendi bimbingan insani, maka rumah tangga merupakan pemberi pengaruh utama yang lebih kuat di samping di sekolah atau dalam masyarakat. sebagai pemimpin, orang tua harus mampu menuntun, mengarahkan, mengawasi, mempengaruhi dan menggerakkan si anak agar penuh dengan gairah untuk memberikan motivasi pada anak. sebaiknya orang tua harus mampu berkomunikasi sehingga muncul kepercayaan timbal balik dengan anak. Keluarga dapat menciptakan suasana nyaman di rumah agar anak merasa betah berada di dekat pemimpinnya. ciptakan rasa aman dalam dirinya, jangan sampai anak kita merasa lebih aman berada di lingkungan teman-temannya ketimbang di lingkungan keluarganya. Setiap orang tua seharusnya tahu persis tentang anaknya. dari pengalaman sejak bayi lahir hingga masa anak-anak kita sudah mengetahui kelebihan dan kekurangannya, orang tua harus terus menerus memperhatikan perkembangan anak agar dapat mengevaluasi sejauh mana pola asuh yang diterapkan mempengaruhi perkembangan anak-anaknya. 8

B. AKHLAK

Akhlak adalah cerminan dari kepribadian seseorang, juga merupakan benteng yang dapat menahan masuknya faham-faham atau nilai-nilai yang buruk dalam kehidupan. Setiap individu mempunyai pendapat dan pandangan 8 http:meetabiedwordpress.com20091030peranan-keluarga-dalam-menentukan- tingkat-disiplin-anak yang berbeda-beda tentang suatu hal. semua kembali kepada bagaimana cara dan dari sudut mana ia menilai. seseorang dapat menilai dan memberikan pendapat dan pandangan pada hal-hal yang ia ketahui. begitu pula dengan akhlak yang terdapat dalam ajaran agama Islam, sebagian masyarakat memiliki perbedaan pendapat tentang pentingnya mengenalkan ajaran agama sejak dini, hal itu dapat terlihat dari bagaimana cara tingkah laku dan mendidik dalam keluarga. sebagian orang tua berpandangan bahwa pendidikan agama penting bagi keluarganya. dan sebagian yang lain berpendapat bahwa pendidikan agama tidak penting bagi keluarganya karena menghambat kemajuan, kuno dan kaku.

1. Pengertian Akhlak

Secara bahasa kata ”akhlak” berasal dari bahasa Arab yakni bentuk jamak dari kata ”khuluk” atau ”khilqun” yang artinya perangai, kebiasaan, kelaziman atau adab yang baik. 9 Al-Qur’an mempertegas arti kata akhlak yakni pada Surat al-qalam ayat 4 dan al-Syu’ara ayat 137 sebagai berikut: Artinya: Dan sesungguhnya Kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. QS: 68:4. 10 ________________________________________________________ 9 Kamus al-Munjid Beirut: Maktabah al-Katulikiyah h. 194. 10 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: Gema Risalah Press, 1992, Ed. Revisi, h. 960. Artinya : agama kami ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang yang terdahulu. QS: 26:137. 11 Secara terminologis, akhlak menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut : Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah; ”sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. 12 Dalam kitab Ihya’ ’Ulumuddin, al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah: ”sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam- macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. 13 kedua definisi mengenai akhlak di atas memiliki kemiripan dan saling melengkapi. hanya saja pengertian akhlak menurut al-Ghazali sedikit lebih luas dan terkesan memperjelas pengertian menurut Ibn Miskawaih. Dari beberapa definisi akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa; a. Akhlak adalah suatu perbuatan yang tertanam kuat mendarah daging dalam jiwa seseorang dan telah menjadi kepribadian bagi dirinya. b. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah easy going dan tanpa pemikiran refleks. tapi hal ini tidak berarti bahwa yang bersangkutan melakukannya dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. 11 Ibid., h 583. 12 Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq, Mesir: al-Mathba’ah al- Mishriyah, 1934, Cet I. h. 40. 13 Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr h. 56. c. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri kemauan orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. d. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sunguh-sungguh, bukan main-main atau sandiwara. e. Akhlak yang baik adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala, bukan karena pujian atau riya. 14

C. Ruang Lingkup Akhlak

Sebelum memasuki ranah ruang lingkup akhlak, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu tentang ilmu akhlak, karena ruang lingkup akhlak dapat diketahui melalui pengenalan terhadap ilmu akhlak itu sendiri. Menurut Mu’jam al-Wasith, ia menyebutkan bahwa ilmu akhlak adalah: ”ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk. 15 Di lain pihak ada yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata krama. 16 Dalam al-Qur’an pada surat al-Ahzab ayat 21, Allah Ta’ala menyebutkan: 14 Abuddin Nata, Akhlak tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, h. 4-6. 15 Abuddin Nata, Akhlak tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, h. 7. 16 Husin al-Habsyi, Kamus al-Kautsar, Surabaya: Assegaf, h. 87., dalam Abuddin Nata, Akhlak tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, h. 7. Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. QS: 33: 21. 17 Pemahaman dan pandangan mengenai suatu perbuatan itu dikatakan baik atau buruk adalah menggunakan ukuran normatif dalam hal ini adalah norma-norma ajaran agama, sedangkan jika suatu perbuatan itu dikatakan salah atau benar adalah dengan ukuran akal manusia yang dibimbing oleh ajaran-ajaran normatif agama.

D. Proses Pembentukan Akhlak.