Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Pola Perilaku Anak Dalam Menonton Televisi Di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh :

VERA CAROLINA AZKAR

060922051

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 8


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua dengan anak dan untuk mengetahui pola perilaku anak di dalam mengkonsumsi media massa televisi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi, yaitu metode yang bertujuan untuk meneliti sejauhmana variabel pada suatu faktor berkaitan dengan faktor lain. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Komunikasi Antar Pribadi (KAP), teori peranan, teori pesan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Lingkungan Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal, pada Kepala Keluarga (KK) yang memiliki anak berusia 6 sampai 12 tahun. Penetapan jumlah sampel penelitian menggunakan teknik purpossive sampling yang berjumlah 75 Kepala Keluarga (KK).

Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner berupa pertanyaan-pertanyaan wawancara kepada responden penelitian. Pertanyaan yang disusun dalam kuesioner tersebut berdasarkan tujuan penelitian ini, yakni mengetahui frekuensi dan pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua dengan anak juga diikuti dengan wawancara yaitu mengadakan dialog dengan responden agar peneliti bisa mendapatkan jawaban yang lebih lengkap dan jelas berdasarkan pertanyaan dalam kuesioner. Analisa data menggunakan tabel tunggal dan tabel silang. Sedangkan untuk pengujian hipotesa dilakukan dengan menggunakan rumus Rank Spearman uji tingkat signifikan menggunakan rumus Ttest..

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak merupakan cerminan perilaku orang tua sehingga gambaran perilaku orang tua akan terlihat dari penampilan perilaku anak. Komunikasi antar pribadi orang tua dengan anak terhadap pola perilaku di Lingkungan Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal tercipta dengan baik, yang berarti komunikasi yang utama bukanlah masalah kuantitas, melainkan masalah kualitas, dimana semakin berkualitas pesan yang disampaikan maka semakin efektif hasil yang diinginkan. Pola perilaku anak diluar rumah tidak membuat anak tersebut melakukan hal-hal yang negatif, melainkan lebih berkembang ke arah yang positif, yaitu dengan aktifnya si anak dalam mengikuti kegiatan di luar rumah, dan mendapat prestasi, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Hasil hipotesis menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi oleh orang tua terhadap pola perilaku anak mampu berkomunikasi dengan baik dan hubungannya signifikan.


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Maha Suci Allah yang telah meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat (QS Al-Mujadalah : 11). Dengan ilmu seorang insan mendapat tuntutan dan sekaligus jabatan untuk menuju kehidupan yang layak, dengan iman seorang insan dapat mereguk kelezatan bathiniah dan terhindar dari kesesatan, dengan iman dan ilmu pengetahuan nikmat lahiriah dan kelezatan bathiniah dapat dicapai serta jalan untuk menghantarkannya kepada Rabb-nya.

Syukur Alhamudillah Insya Allah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayahNya berupa kesehatan, kesempatan dan juga tidak kalah pentingnya hidayah berupa iman dan ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusun skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Departemen Ilmu Komunikasi Ekstension, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini tidak jarang penulis menemukan kendala. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, waktu dan sumber bacaan yang diperoleh penulis. Tapi berkat bimbingan, dukungan-dukungan, motivasi yang penulis terima dari berbagai pihak, akhirnya segala kendala tersebut dapat melampaui sampai selesainya skripsi ini. Untuk itu dengan rasa haru dan segala kerendahan hati penulis


(4)

menyampaikan terima kasih yang tulus khususnya kepada keluarga tercinta yaitu Ibunda Hj.Cut Kartiny yang senantiasa memberi restu, motivasi serta setia untuk menakupkan tangan, merenda kata yang tidak berpangkal ujung meminta kepada Ilahi supaya sang putri setia pada jalanNya serasi langkah hidupnya. Kepada abang dan kakak tercinta (Sylvia, Boy, Franky) yang selalu mensupport dan memotivasi penulis.

Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membimbing dan membantu dalam menyusun serta menyelesaikan skripsi ini. Dalam hal ini kepada :

1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA. Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs.Amir Purba, MA., sebagai Ketua Departemen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.Humaizi, MA., Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan Selaku Dosen Pembimbing

4. Staf Jurusan Komunikasi, Kak Ros, Kak Dijah dan Kak Cut H.Wardani

5. Bang Ridho Nasution, selaku Sekretaris Lurah Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal

6. Keponakanku tersayang : Aam, Kevin, Keyla

7. Teristimewa untuk seseorang yang selalu setia menemaniku hingga saat ini “Aa Asep Sayidi Wijaya”.


(5)

9. Seluruh teman-teman Komunikasi Ekstension dan segala pihak yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu.

Akhirnya penulis mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan skripsi dan mengharapkan saran serta kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Mei 2008 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Pembatasan Masalah ... 5

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 6

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Kerangka Teori ... 7

1.5.1. Komunikasi Antar Pribadi ... 7

1.5.2. Teori Peranan ... 9

1.5.3. Teori Pesan ... 10

1.5.4. Perilaku Anak ... 11

1.5.5. Televisi ... 12

1.6. Kerangka Konsep ... 12

1.7. Hipotesa ... 13

1.8. Model Teoritis ... 13

1.9. Operasional Variabel ... 14

BAB II : URAIAN TEORITIS ... 16

2.1. Komunikasi Antar Pribadi ... 16

2.1.1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi ... 16

2.1.2. Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi ... 17

2.1.3. Sifat Komunikasi Antar Pribadi ... 18


(7)

2.2. Teori Peranan ... 24

2.3. Teori Pesan ... 29

2.4. Perilaku Anak ... 32

2.5. Televisi ... 37

2.5.1. Pengertian Televisi ... 37

2.5.2. Kekuatan dan Kelemahan Televisi ... 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1. Metode Penelitian ... 40

3.2. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 40

3.3. Lokasi Penelitian ... 42

3.4. Metode Penelitian ... 42

3.4.1. Populasi ... 42

3.4.2. Sampel ... 42

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.6. Teknik Analisa Data ... 43

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Analisa Tabel Tunggal ... 47

4.1.1. Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Dan Anak Dalam Mengkonsumsi Media Televisi ... 47

4.1.2. Perilaku Anak ... 57

4.2. Analisa Tabel Silang ... 64

4.3. Uji Hipotesa ... 66

4.4. Pembahasan ... 71

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 47

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 48

Tabel 4.3. Frekuensi Dialog Anak dan Orang Tua ... 49

Tabel 4.4. Orang Tua Mengingat Anak Belajar ... 49

Tabel 4.5. Suasana Komunikasi Orang Tua dan Anak ... 50

Tabel 4.6. Orang Tua Menyampaikan Pesan Kepada Anak ... 51

Tabel 4.7. Orang Tua Menyampaikan Nasehat Kepada Anak ... 52

Tabel 4.8. Orang Tua Menyampaikan Isi Aturan ... 53

Tabel 4.9. Respon Anak Terhadap Peraturan Yang Disampaikan Orang Tua ... 54

Tabel 4.10. Program Acara Yang Ditonton Anak ... 54

Tabel 4.11. Orang Tua Membatasi Waktu Menonton Televisi ... 55

Tabel 4.12. Orang Tua Menjawab Pertanyaan Anak ... 56

Tabel 4.13. Saluran TV Yang Ditonton Anak ... 57

Tabel 4.14. Tingkat Keseringan Anak Menonton ... 58

Tabel 4.15. Lamanya Anak Menonton TV Dalam Sehari ... 59

Tabel 4.16. Jadwal Menonton TV oleh Anak ... 60

Tabel 4.17. Anak Kritis atau Cepat Tanggap ... 61

Tabel 4.18. Anak Meniru Adegan Film/Sinetron di Televisi ... 62

Tabel 4.19. Anak Meniru Gaya Penyanyi di Televisi ... 63


(9)

Halaman Tabel 4.21. Suasana Komunikasi Orang Tua dengan Anak dan

Hubungan Perilaku Anak Akibat dari KAP ... 65 Tabel 4.22. Respon Anak Terhadap Peraturan Yang Disampaikan

Orang tua dan Tanggapan/Kritikan Anak ... 65 Tabel 4.23 Skor dan Rank Komunikasi Antar Pribadi Oleh Orang Tua


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua dengan anak dan untuk mengetahui pola perilaku anak di dalam mengkonsumsi media massa televisi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi, yaitu metode yang bertujuan untuk meneliti sejauhmana variabel pada suatu faktor berkaitan dengan faktor lain. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Komunikasi Antar Pribadi (KAP), teori peranan, teori pesan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Lingkungan Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal, pada Kepala Keluarga (KK) yang memiliki anak berusia 6 sampai 12 tahun. Penetapan jumlah sampel penelitian menggunakan teknik purpossive sampling yang berjumlah 75 Kepala Keluarga (KK).

Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner berupa pertanyaan-pertanyaan wawancara kepada responden penelitian. Pertanyaan yang disusun dalam kuesioner tersebut berdasarkan tujuan penelitian ini, yakni mengetahui frekuensi dan pengaruh komunikasi antar pribadi orang tua dengan anak juga diikuti dengan wawancara yaitu mengadakan dialog dengan responden agar peneliti bisa mendapatkan jawaban yang lebih lengkap dan jelas berdasarkan pertanyaan dalam kuesioner. Analisa data menggunakan tabel tunggal dan tabel silang. Sedangkan untuk pengujian hipotesa dilakukan dengan menggunakan rumus Rank Spearman uji tingkat signifikan menggunakan rumus Ttest..

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak merupakan cerminan perilaku orang tua sehingga gambaran perilaku orang tua akan terlihat dari penampilan perilaku anak. Komunikasi antar pribadi orang tua dengan anak terhadap pola perilaku di Lingkungan Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal tercipta dengan baik, yang berarti komunikasi yang utama bukanlah masalah kuantitas, melainkan masalah kualitas, dimana semakin berkualitas pesan yang disampaikan maka semakin efektif hasil yang diinginkan. Pola perilaku anak diluar rumah tidak membuat anak tersebut melakukan hal-hal yang negatif, melainkan lebih berkembang ke arah yang positif, yaitu dengan aktifnya si anak dalam mengikuti kegiatan di luar rumah, dan mendapat prestasi, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Hasil hipotesis menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi oleh orang tua terhadap pola perilaku anak mampu berkomunikasi dengan baik dan hubungannya signifikan.


(11)

1.1. Latar Belakang Masalah

Status dan peranan di lingkungan akan membawa perubahan di dalam berkomunikasi dan berinteraksi dari keluarga itu sendiri. Berkembangnya teknologi komunikasi dan meluasnya industrialisasi, urbanisasi serta mobilisasi merupakan faktor pendorong perubahan keluarga. Yang mana pola-pola kehidupan berkeluarga yang telah diperoleh sebelumnya termasuk hal-hal yang diakui di dalam kehidupan keluarga maupun di luar dari kekuatan hubungan interpersonal yang merupakan tipe baru kehidupan keluarga yang sedang tumbuh.

Tipe keluarga yang dapat memberikan dasar kepuasan di dalamnya, merupakan sesuatu yang diinginkan dalam mencapai keharmonisan serta dapat mewujudkan bentuk hubungan komunikasi dalam keluarga, baik sebagai orangtua maupun sebagai anak dan banyak keluarga yang hidup dalam hubungan yang erat dengan kelompok kerabat mereka. Situasi yang mempengaruhi hubungan kelompok dari individu baik terutama dari orangtua akan sangat berpengaruh pada diri anak selaku tempat untuk berkomunikasi.

Komunikasi antara orangtua dengan anak akan memunculkan suatu pengaruh bagi efektivitas komunikasi secara langsung yang terjadi di keluarga. Dan salah satu kesibukan orangtua dan kurangnya waktu orangtua untuk anak-anak dalam berkomunikasi akan menjadikan anak-anak bersikap pasif terhadap orangtua mereka dan salah satu pelarian mereka adalah dengan menonton televisi


(12)

terutama sepulang sekolah. Dan yang sering menjadi pokok permasalahan yang timbul yakni kadangkala ada keluhan dari orangtua terhadap anak-anak mereka cenderung bersikap kurang memperdulikan setiap pembicaraan yang diberikan oleh orangtua. Hal ini disebabkan pengaruh kesibukan orangtua untuk bekerja dan orangtua kurang bisa memberikan pengertian dan pemahaman pada waktu dan situasi yang tidak tepat, sebab orangtua merupakan tempat dan dasar tingkah laku anak terhadap anak lain di lingkungan sekitarnya. Media televisi memberikan tayangan yang cukup menarik bagi anak-anak sendiri, dan hal ini menjadikan anak menggunakan televisi sebagai pengisi waktu senggang mereka.

Kita boleh sependapat, bahwa televisi sebagai benda mati sesungguhnya tidak berbahaya. Televisi menjadi bahaya ketika sudah diletakkan, diputar (dihidupkan), kemudian ditonton oleh mereka yang tidak cukup memiliki intelektual memadai, seperti anak. Dengan kata lain, faktor manusia beserta persepsinya terhadap televisi akan sangat menentukan, apakah ia akan mudah terbawa pengaruh negatif atau sebaliknya. Persoalan makin menjadi ketika televisi telah menjadi satu-satunya narasumber anak, untuk melihat dan berinteraksi dengan lingkungan sosial secara riil. Tanpa distansi psikologis dan intelektual yang memadai, anak dapat mempersepsikan apa yang muncul di televisi sebagai konstruksi dan aktual dari kehidupan sosial termasuk bagaimana seharusnya berhubungan dengan orangtua. Contohnya adalah pengaruh tayangan Smackdown pada anak. Akibat ditayangkannya acara tersebut secara bebas, tanpa adanya penyesuaian jam tayang, maka si anak dapat menonton acara tersebut tanpa didampingi orangtua. Karena acara tersebut ditayangkan pada jam-jam dimana


(13)

anak bisa saja masih menonton televisi. Lagipula, saat ini walaupun acara tersebut sudah tidak ditayangkan lagi, tetapi masih ada dalam bentuk Play Station dan permainan di komputer. Dengan demikian, anak masih dapat mengikuti gaya dari tayangan itu. Akibatnya, telah jatuh korban yang seluruhnya merupakan anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar. Untuk itu, diperlukan arahan dan bimbingan dari orangtua.

Meski belum ada satu pakarpun yang mampu membuktikan pengaruh negatif dari film atau tontonan lain di televisi terhadap perilaku anak-anak, tetapi kecenderungan orangtua untuk membebaskan anak-anak asyik di depan televisi sungguh suatu yang sangat memprihatinkan. Tanpa bermaksud menyudutkan pihak penyelenggara siaran televisi yang setiap kali memberikan peringatan untuk mendampingi anak-anak dalam menonton televisi, kehadiran siaran televisi sepanjang hari di rumah-rumah mau tidak mau membawa perubahan budaya. Sesuai dengan anjuran pihak penyelenggara televisi tersebut, semestinya orangtua selektif memilih acara yang layak ditonton untuk anak-anaknya. Kalaupun terpaksa anak-anaknya ikut menonton film untuk dewasa, mestinya anak-anak didampingi dan diberi penjelasan mengenai film tersebut.

Bagi orangtua yang memiliki anak usia sekolah, kegemaran menonton televisi ini bisa menjadi masalah. Anak-anak yang semestinya tekun belajar pada malam hari, karena ada acara yang menarik di televisi, terpaksa meletakkan pensil dan buku mereka demi melihat acara televisi yang sangat disukainya atau bahkan anak-anak balita yang sedang mengembangkan kreativitasnya dengan menggambar memakai krayon terpaksa mengikuti jejak kakaknya menonton acara televisi tersebut. Apabila hal tersebut dibiarkan terus menerus, akan menjadi


(14)

hal-hal yang kurang baik. Bagi anak sekolah, akan menjadi malas belajar dan lebih suka menonton televisi atau waktu untuk menonton lebih banyak daripada waktu yang digunakan untuk belajar, maka tidak heran apabila prestasi di sekolahnya kurang baik.

Walaupun demikian, tidak bijaksana juga apabila anak-anak sama sekali tidak boleh menonton televisi karena banyak juga acara-acara yang bersifat ilmu pengetahuan, pelajaran untuk anak-anak, dan informasi-informasi penting lainnya. Jadi setiap program televisi pada dasarnya memiliki daya tarik dan peluang yang sama dalam mempengaruhi anak. Yang kemudian menentukan adalah, pada saat apa dan dalam kondisi bagaimana anak menonton acara itu.

Menonton televisi jelas jadi bagian yang tidak lagi bisa dipisahkan dari kehidupan anak, sehingga melarangnya bukan sikap yang arif. Akan tetapi, sekadar mendampingi anak menonton televisi saja juga jelas tidak cukup, sebab yang diperlukan adalah transfer pengetahuan dan strategi bagaimana agar anak tidak tertipu oleh media televisi. Dengan cara ini, anak tidak perlu didampingi 24 jam untuk menonton, tetapi justru diberi kebebasan, setelah melalui serangkaian stimulasi atau permainan dan dialog, memilah aspek positif dan negatif dari sebuah tayangan televisi yang ditonton oleh anak.

Oleh karena itu peranan orangtua sangat dibutuhkan dalam membantu persoalan-persoalan yang dihadapi sekaligus sangat menentukan dalam pembentukan dan pertumbuhan serta kemampuan seorang anak menuju masa depannya. Sehingga tidak melebihi kenyataan jika dikatakan bahwa peranan orangtua turut mewarnai perkembangan perilaku anaknya dalam keluarga.


(15)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai peran komunikasi antar pribadi antara orangtua dan anak terhadap pola perilaku anak di Perumahan Taman Setia Budi Indah. Peneliti memilih lokasi penelitian di Perumahan Taman Setia Budi Indah karena peneliti melihat bahwa pengaruh perilaku yang terjadi terhadap anak yang mengkonsumsi media massa televisi disana berdampak positif. Berdasarkan pengamatan sementara, peneliti melihat bahwa komunikasi antar pribadi orangtua dan anak terhadap pola perilaku di Perumahan Taman Setia Budi Indah dapat berperilaku yang sopan baik dalam keluarga maupun masyarakat luar.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

“Apakah komunikasi orangtua dengan anak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pola perilaku anak dalam mengkonsumsi media massa televisi di Perumahan Taman Setia Budi Indah”.

1.3. Pembatasan Masalah

Agar ruang lingkup penelitian ini tidak terlalu luas dan dapat lebih jelas dan spesifik maka diperlukan pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang dikemukakan adalah :

a. Objek penelitian terbatas pada komunikasi dalam keluarga yakni pesan informasi yang disampaikan oleh sumber yakni orangtua dan anak dalam mengkonsumsi media massa televisi khususnya acara yang ditayangkan di


(16)

b. Penelitian ini terbatas pada kepala keluarga yang memiliki anak usia 6 sampai 12 tahun.

c. Penelitian ini terbatas pada kepala keluarga di Perumahan Taman Setia Indah. d. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei 2008.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah sudah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Demikian pula dalam penelitian ini, yang mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh komunikasi antar pribadi orangtua dengan anak.

b. Untuk mengetahui bagaimana pola perilaku anak di dalam mengkonsumsi media massa televisi.

1.4.2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai suatu sumber informasi bagi orangtua untuk mempelajari, mendidik dan mempraktekkan dalam komunikasi orangtua dengan anak dalam keluarga agar tercipta suatu keluarga yang harmonis dan komunikatif.

b. Sebagai salah satu upaya untuk memberikan dan meningkatkan kesadaran, menumbuhkan, mengembangkan peran serta orangtua terutama mengenai pola perilaku anak dalam mengkonsumsi media massa televisi.


(17)

1.5. Kerangka Teori

Dalam suatu penelitian diperlukan teori-teori dan kerangka berpikir yang berguna sebagai landasan dalam memecahkan permasalahan secara jelas dan sistematis.

Mengingat masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah peran komunikasi antar pribadi antara orangtua dan anak terhadap pola perilaku anak dalam mengkonsumsi media massa televisi, maka peneliti mengemukakan penelitian tentang komunikasi antar pribadi, teori peranan, teori pesan, perilaku anak, televisi.

1.5.1. Komunikasi Antar Pribadi

Devito mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa unsur balik seketika (Effendy, 1993 : 60).

Pentingnya situasi komunikasi antar pribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual inderstanding) dan empati.


(18)

Menurut Rogers ada beberapa ciri komunikasi yang mengemukakan saluran antar pribadi, yaitu :

a. Arus pesan cenderung dua arah

b. Konteks komunikasi adalah tatap muka c. Tingkat umpan balik yang tinggi.

d. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi e. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap

Hubungan yang terjadi antara orangtua dengan anaknya diperlukan komunikasi yang efektif. Hal ini diperlukan karena komunikasi antar pribadi dilakukan secara dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung. Orangtua sebagai komunikator dibutuhkan dalam membantu persoalan-persoalan yang dihadapi seorang anak. Untuk itu pembicara yang dialogis diperlukan dimana anak mampu dan berani menyampaikan persoalan yang sedang dihadapinya.

Untuk menumbuhkan hubungan antar pribadi yang baik harus memiliki sikap percaya, suportif, dan terbuka. Semakin baik hubungan antar pribadi, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung (Rakhmat, 2002 : 129).

Dalam komunikasi antar pribadi dikenal sebuah teori yang diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yaitu teori self disclosure. Teori ini menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal seperti itu dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bidang


(19)

Window tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela) itu.

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seseorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri.

Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan di antara mereka.

Keadaan yang tidak dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi ialah bidang 1, dimana antara komunikator dengan komunikan saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain betapa sering setiap orang mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

1.5.2. Teori Peranan

Teori peranan adalah tingkah laku yang dibentuk oleh peranan-peranan yang diberikan oleh masyarakat bagi individu untuk melaksanakannya. Dengan kata lain, teori ini mengakui pengaruh faktor-faktor sosial pada tingkah laku individu dalam situasi berbeda.


(20)

Menurut teori ini peranan yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula. Tetapi apa yang membuat jenis tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai dalam situasi lain yang relatif bebas pada seseorang yang menjalankan peranan tersebut.

Pada umumnya peran orangtua tidak hanya menyalurkan perilakunya tetapi juga sikapnya. Peran juga dapat mempengaruhi nilai-nilai yang dipegang orangtua dan mempengaruhi anak dari pertumbuhan dan perkembangan perilaku anak.

1.5.3. Teori Pesan

Pesan merupakan lambang-lambang yang bersifat verbal maupun nonverbal. Ada beberapa jenis pesan, antara lain information message (pesan yang mengandung informasi), instructional message (pesan yang mengandung perintah) dan motivational (pesan yang berusaha mendorong) (Littlejhon dan Stephen, 1996 : 90).

Dalam studi komunikasi kita mengenal teori pesan. Teori ini menggunakan dua tipe teori psikologi yang cocok bila dikaitkan dengan komunikasi antar pribadi orangtua terhadap perilaku anaknya. Teori tersebut adalah :

1. Teori yang menjelaskan sifat

Teori ini memfokuskan kepada hubungan manusia yang bersifat tetap sesuai dengan karakteristik yang dimiliki dalam berinteraksi dengan orang lain. Teori ini meramalkan bahwa sifat kepribadian seseorang dapat dilihat ketika orang itu berkomunikasi dengan orang lain.


(21)

2. Teori yang menjelaskan mengenai proses

Teori ini memilih cara-cara pengiriman pesan sehingga terjadi penerimaan sesungguhnya. Teori ini memilih cara-cara pengiriman informasi didapatkan dan diselenggarakan, bagaimana memori digunakan, bagaimana orang memutuskan untuk bertindak dan hal-hal lainnya. Sifat dan pendekatan keadaan tidak sejalan dengan penjelasan proses Littlejhon & Stephen, 1995 : 95).

1.5.4. Perilaku Anak

Gunarsa (1997 : 3), menggambarkan perilaku ialah tanggapan atas reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) tidak saja badan atau ucapan. Perilaku yang umum meliputi merangkak, berjalan, berbicara, berlari, tertawa, memukul, menghisap, menggigit, menggaruk dan makan.

Sedangkan anak menurut WJS Poerwadarminta (1986 : 38), anak adalah keturunan yang kedua. Anak merupakan individu yang berkembang baik jasmani maupun jiwa kepribadiannya.

Elizabeth B.Hurlock (1988 : 38) menjelaskan periode masa kanak-kanak terdiri atas dua bagian yaitu :

1. Masa kanak-kanak (2-6 tahun) adalah usia prasekolah ataupun kelompok. Anak itu berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial.

2. Akhir masa kanak-kanak (6-13 tahun) pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki, adalah periode dimana terjadi kematangan seksual dan masa remaja dimulai.


(22)

Perkembangan utama ialah sosialisasi dan merupakan usia sekolah atau usia kelompok.

1.5.5. Televisi

Menurut Rusdi Muchtar, dibandingkan media lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagainya). Televisi nampaknya mempunyai sifat istimewa yang merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Bisa bersifat informasi, hiburan maupun pendidikan. Bahkan gabungan dari ketiga unsur di atas dengan layar yang relatif kecil diletakkan di sudut ruangan rumah, televisi menciptakan suasana tertentu dimana para pemirsa duduk dengan santai tanpa kesengajaan mengikutinya. Penyampaian isi atau pesan seolah-olah langsung antara komunikator (pembawa acara, pembawa berita, artis) dengan komunikan (pemirsa). Informasi yang disampaikan bahwa mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio (suara) dan terlihat secara visual (gambar). (Wawan Kuswandi, 1996:v).

1.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dengan adanya kerangka konsep ini merupakan bahan yang akan menuntun dan merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi, 1993:40).

Adapun kerangka konsep yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas (independent variable X)


(23)

2. Variabel terikat (dependent variable Y) Perilaku anak.

1.7. Hipotesa

Menurut Fred N. Kerlinger Sumantri (1990 : 13) hipotesa adalah pernyataan yang merupakan terkaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih.

Hipotesa yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara komunikasi orangtua dan anak tentang pola perilaku anak di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

Ha : Terdapat hubungan antara komunikasi orangtua dan anak terhadap pola perilaku anak di Perumahan Taman Setia Budi Indah.

1.8. Model Teoritis

Berdasarkan keseluruhan variabel yang telah disusun dan dikelompokkan maka dapat dibentuk suatu model teoritis sebagai berikut :

Keterangan :

X = Variabel bebas Y = Variabel terikat

(Variabel X) Komunikasi antar pribadi

orangtua dan anak dalam mengkonsumsi televisi

(Variabel Y) Perilaku anak


(24)

1.9. Operasional Variabel

Dalam proses penelitian variabel yang menjadi fokus analisa harus dikuasai oleh peneliti. Variabel yang akan dianalisa operasionalnya (keadaan dan implementasinya di lapangan) harus dikuasai dengan jelas. Jadi defenisi operasional variabel adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Sehingga dalam penelitian ini defenisi operasional variabel berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep dalam penelitian. Maka berdasarkan konsep, dibuatlah operasional variabel untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian.

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel X

Komunikasi antar pribadi orangtua dan anak dalam mengkonsumsi media televisi

a. Intensitas  Pengarahan  Membicarakan  Membimbing  Memberi aturan  Memberi nasehat  Memberi peringatan

b. Kualitas pendampingan bagi anak saat menonton

 Mendampingi anak

 Menjawab pertanyaan anak

 Memilah acara televisi yang ditonton  Membatasi waktu menonton anak Variabel Terikat (Y)

Perilaku anak

c. Frekuensi menonton

 Tingkat keseringan dalam menonton televisi  Saluran televisi yang ditonton


(25)

Variabel Teoritis Variabel Operasional d. Intensitas menonton

 Lamanya waktu menonton e. Jadwal waktu menonton

f. Jenis acara televisi yang dikonsumsi


(26)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1.Komunikasi Antar Pribadi

2.1.1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Jurgen dan Gregory Reterson, komunikasi antar pribadi ditandai dengan adanya pengungkapan oleh pihak seseorang atau lebih, pengantar secara sadar dihadapkan terhadap tindakan yang pertama sudah diamati oleh pihak lain. Kesadaran akan pengamatan merupakan kejadian yang mengisyaratkan jalinan antar pribadi (Palapah, 1991 : 19).

Tiga pendekatan umum dalam komunikasi antar pribadi menurut Devito : 1. Komunikasi antar pribadi didefinisikan sebagai pengiriman pesan-pesan oleh

seseorang dan menerima pesan dari orang lain atau sekelompok kecil orang yang efek langsung.

2. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi antar dua orang yang memang telah ada hubungan antar keduanya.

3. Komunikasi antar pribadi merupakan bentuk perkembangan atau peningkatan dari komunikasi antar pribadi di satu sisi menjadi komunikasi pribadi.

Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar pribadi adalah :

1. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi langsung yang terjadi antara dua individu atau lebih individu dalam usaha menyampaikan pesan.


(27)

2. Pesan yang disampaikan secara tatap muka dan melalui alat bantu seperti telepon, telegram, surat-surat dan lain-lain yang menimbulkan kontak langsung antara komunikator dan komunikan.

3. Jika hendak melakukan komunikasi antar pribadi yang lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban.

4. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi, memperkuat atau merubah sikap, pendapat dan perilaku komunikan.

2.1.2. Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Barnlund ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antar pribadi, yaitu :

1. Komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan 2. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur 3. Terjadi secara kebetulan

4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu 5. Identitas keanggotaannya kadang-kadang kurang jelas

6. Bisa terjadi hanya sambil lalu saja.

Reardon juga mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai paling sedikit 6 (enam) ciri, yaitu :

1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong

2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja. 3. Kerapkali berbalas-balasan


(28)

5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan 6. Menggunakan berbagai lambang-lambang yang bermakna

Menurut Liliweri (1997 : 14), berdasarkan berbagai sumber tersebut dapat dirumuskan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Spontan dan terjadi sambil lalu saja (umumnya tatap muka)

2. Tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu

3. Terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang belum tentu jelas

4. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja 5. Kerapkali berbalas-balasan

6. Mempersyaratkan adanya hubungan paling sedikit dua orang, serta hubungan harus bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan

7. Harus membuahkan hasil

8. Menggunakan berbagai lambang-lambang bermakna

2.1.3. Sifat Komunikasi Antar Pribadi

Selanjutnya untuk membedakan komunikasi antar pribadi dan yang bukan komunikasi antar pribadi, ada baiknya kita mengenal sifat-sifatnya. Rangkuman dari pendapat-pendapat Readon, Effendy, Porter dan Carnovar (Liliweri, 1997 : 178) menyebutkan sifat-sifat yang membedakan tersebut adalah :

1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun nonverbal. Perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing dapat menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.


(29)

2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrived. Suatu perilaku spontan timbul karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi. Perilaku scripted merupakan hasil belajar seseorang secara terus menerus. Terakhir perilaku yang contrived karena dikuasai sebagian besar oleh keputusan-keputusan yang rasional.

3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Proses yang berkembang menandakan adanya kedinamisan yang pada gilirannya meningkatkan mutu studi komunikasi antar pribadi.

4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi dan koherensi. Suatu komunikasi antar pribadi harus ditandai dengan adanya umpan balik dan interaksi yang terjadi mengandalkan suatu perubahan dalam sikap, pendapat dan pikiran, perasaan dan minat ataupun tindakan tertentu. Koherensi menandakan adanya suatu benang merah yang terjalin antara pesan-pesan yang terungkap sebelumnya dengan yang baru saja yang diungkapkan.

5. Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Pengertian intrinsik dimaksudkan adalah suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seseorang sebagai panduan bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan ekstrinsik yaitu adanya aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.


(30)

7. Komunikasi antar pribadi merupakan usaha yang bersifat persuasif karena untuk mencapai sukses harus dikenal latar belakang psikologis dan sosiologis seseorang.

2.1.4. Keefektifan Komunikasi Antar Pribadi

Dikatakan efektif bila dalam waktu tertentu tujuan dapat tercapai dengan baik. Semakin sedikit waktu yang dipakai semakin efektif kegiatannya. Ini berarti komunikasi antar pribadi efektif jika dalam waktu tertentu komunikan memahami pesan yang disampaikan komunikator dengan baik dan melaksanakannya. Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Komunikasi antar pribadi (komunikasi interpersonal) dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan (Rakhmat, 2001 : 133).

Kemudian efektivitas komunikasi interpersonal ini menurut McCrosky, Larson dan Knapp bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap situasi. Tiga pengarang tersebut memilih istilah “ketepatan yang lebih besar (greater accuracy)” daripada “ketepatan yang menyeluruh (total accuracy)”, karena memperoleh ketepatan 100% antara komunikator dan komunikan tidaklah mungkin dan tidak akan pernah terjadi. Total accuracy dalam komunikasi menghendaki komunikator dan komunikan mempunyai pengalaman yang benar-benar sama dalam semua hal yang dibicarakan. Hanya kalau demikianlah mereka akan mempunyai pengertian


(31)

yang benar-benar sama mengenai suatu pesan, dan hanya jika demikianlah mereka akan mempunyai yang menyeluruh, pengertian yang mempunyai hubungan komunikasi yang sempurna (Effendy, 1993 : 23).

Menurut Rakhmat (2001 : 129), komunikasi antar pribadi mempunyai hubungan interpersonal yang baik. Lalu apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan yang baik ? Ada 3 (tiga) faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal, yaitu :

1. Percaya 2. Sikap suportif 3. Sikap terbuka

Ad.1. Percaya (Trust)

Faktor percaya merupakan faktor yang paling penting di antara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal. Secara ilmiah menurut Griffin, percaya didefinisikan sebagai “mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko ?” (Rakhmat, 2001 : 130). Defenisi ini menyebutkan 3 (tiga) unsur percaya, yaitu :

a. Ada situasi yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan pada seseorang, ia akan menghadapi resiko. Resiko itu dapat berupa kerugian yang anda alami. Bila tidak ada resiko, percaya tidak diperlakukan.

b. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.


(32)

b. Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya. Disamping faktor-faktor pesonal, ada tiga lagi faktor yang berhubungan dengan sikap percaya, yaitu :

a. Karakteristik dan maksud orang lain

Orang akan menaruh kepercayaan kepada seseorang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman dalam bidang tertentu. Sikap percaya kita dipengaruhi oleh persepsi kita pada maksud orang laindalam hubungannya dengan maksud kita. Kita akan percaya pada orang yang mempunyai maksud sama dengan kita.

b. Hubungan kekuasaan

Rasa percaya tumbuh apabila orang-orang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain.

c. Sifat dan kualitas komunikasi

Bila komunikasi bersifat terbuka, bila maksud dan tujuan sudah jelas, bila ekspektasi sudah dinyatakan maka akan tumbuh sikap saling percaya.

Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan menganggap komunikan lainnya bersikap jujur. Tentu saja sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman kita dengan komunikan.

Selain pengalaman ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu menerima, empati dan kejujuran (Rakhmat, 2001 : 132).


(33)

Ad.2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang dikatakan bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi interpersonal dan gagal, karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi daripada memahami pesan orang lain.

Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan sebagainya). Di antara faktor-faktor situasional adalah perilaku komunikan orang lain.

Ad.3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Brooks dan Emmert (Rakhmat, 2001 : 137) memberi karakteristik orang yang bersikap terbuka, yaitu : a. Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan logika

b. Membedakan dengan mudah, melihat suasana dan sebagainya c. Berorientasi pada isi

d. Mencari informasi dari berbagai sumber

e. Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah kepercayaannya


(34)

Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatisme harus diganti dengan sikap terbuka. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai diri dan yang paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.

2.2.Teori Peranan

Menurut teori peran, peran orangtua tidak hanya menentukan perilaku, tetapi juga keyakinan dan sikap. Orangtua memilih sikap selaras dengan harapan-harapan yang menentukan peran mereka. Sehingga perubahan peran akan membawa perubahan sikap. Meskipun terdapat kesimpangsiuran mengenai konsep peranan namun peranan pada umumnya didefinisikan sebagai sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu.

Oleh karena itu masing-masing peranan diasosiasikan dengan sejumlah harapan mengenai tingkah laku apa yang sesuai dan dapat diterima dalam peranan tersebut. Implikasi dari teori peran adalah jika kita memiliki informasi mengenai peranan untuk posisi tertentu, maka kita dapat meramalkan bagian dari perilaku yang bermakna dari orang yang melaksanakan posisi itu. Dasar perilaku seseorang terbentuk sebagai hasil peranan antara warisan sifat-sifat, bakat-bakat orangtua dan lingkungan dimana ia berada dan berkembang. Lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah lingkungan keluarga sendiri. Dari anggota keluarganya itu yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara-saudaranya, si anak memperoleh kemampuan dasar, baik intelektual maupun


(35)

sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota lain keluarganya. Sehingga dapat dikatakan, bahwa anak tidak pernah merasakan kasih sayang, juga tidak dapat menyatakan kasih sayangnya kepada orang lain. Sikap, pandangan dan pendapat orangtua atau keluarga langsung dijadikan model oleh si anak dan ini kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri.

Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu istilah yang menyangkut :

1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi tersebut 2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku

Ad.1. Penjelasan mengenai berbagai istilah tentang orang-orang

Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan sebagai berikut :

a. Aktor (actor, pelaku), yaitu orang yang sedang berperilaku menurut suatu peran tertentu.

b. Target (sasaran) atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan antara orangtua dan anak dalam berperilaku.

Disini aktor (target) bisa berupa individu-individu atau kumpulan individu (kelompok). Hubungan antara kelompok dengan kelompok, misalnya terjadi antara orangtua (aktor) dan anak (target).


(36)

Menurut Cooley dan Mead menyatakan hubungan aktor-target adalah untuk membentuk identitas aktor (person, self, ego) yang dalam hal ini dipengaruhi oleh penilaian atau sikap anak (target) yang digeneralisasikan oleh keluarga (aktor) (S.Wirawan Sarwono, 2005 : 216). Lain halnya menurut pendapat dari Second dan Backman yang menyatakan bahwa aktor menempati posisi pusat (focal position), sedangkan target menempati posisi padanan dari posisi tersebut (counter position). Dengan demikian, maka target berperan sebagai pasangan (partner) bagi aktor. Hal ini terlihat misalnya pada hubungan ibu-anak, suami-istri atau pemimpin-anak buah.

Ad.2. Berbagai Istilah tentang Perilaku

Menurut Biddle dan Thomas ada 5 (lima) istilah tentang perilaku dalam kaitannya dengan peran :

a. Expection (harapan)

Harapan tentang peranan adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. Misalnya dokter dan pasien, orangtua dan anak tentang perilaku yang baik dari seorang ayah dan ibu kepadanya.

b. Norm (norma)

Orang sering mengacaukan istilah “harapan” dengan “norma”. Namun, menurut Secord dan Backman “norma” hanya merupakan salah satu bentuk “harapan”. Jenis-jenis harapan menurut Secord & Backman adalah sebagai berikut :


(37)

1) Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory), yaitu harapan tentang suatu perilaku yang akan terjadi, misalnya : seorang ibu menyatakan, “Aku kenal betul anakku”.

2) Harapan normatif adalah keharusan yang menyertai suatu peran

Yang mana Biddle & Thomas membagi harapan ini ke dalam 2 (dua) jenis yaitu :

a) Harapan yang terselubung (covert) yaitu harapan tetap ada walaupun tidak diucapkan, misalnya orangtua harus mendidik anaknya. Inilah yang disebut norma (norm).

b) Harapan yang terbuka (overt) yaitu harapan yang diucapkan, misalnya ayah meminta anaknya agar menjadi orang yang bertanggung jawab dan rajin belajar. Harapan jenis ini dinamai tuntutan peran (role demand). Tuntutan peran melalui proses internalisasi dapat menjadi norma bagi peran yang bersangkutan.

c. Performance (wujud perilaku)

Berbeda dari norma, wujud perilaku ini nyata, bukan sekedar harapan. Dan berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata dan bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain. Oleh karena itu, teori peran tidak cenderung mengklasifikasikan istilah-istilahnya menurut perilaku khusus, melainkan berdasarkan klasifikasinya pada sifat asal dari perilaku dan tujuannya (motivasinya).


(38)

d. Evaluation (penilaian) dan sanction (sanksi)

Penilaian dan sanksi agak sulit dipisahkan pengertiannya jika dikaitkan dengan peran. Biddle & Thomas mengatakan bahwa kedua hal tersebut didasarkan pada harapan masyarakat (orang lain) tentang norma. Berdasarkan norma itu, orang memberikan kesan positif atau negatif terhadap suatu perilaku. Kesan negatif dimaksudkan sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu nilai positif atau agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga hal yang tadinya dinilai negatif bisa menjadi positif. Penilaian maupun sanksi dapat datang dari orang lain (eksternal) maupu dari dalam diri (internal). Jika penilaian dan sanksi datang dari luar, berarti bahwa penilaian dan sanksi terhadap peranan itu ditentukan oleh perilaku orang lain. Begitu juga dengan penilaian dan sanksi yang berasal dari dalam diri sendiri (internal), maka pelaku sendirilah yang menilai dan sanksi berdasarkan pengetahuannya tentang harapan-harapan dan norma-norma masyarakat.

Ad.3. Berbagai istilah tentang kedudukan orang dan perilaku kedudukan

Menurut Second & Backman dan Biddle & Thomas memberikan definisi yang saling melengkapi tentang kedudukan (posisi) (S.Wirawan Sarwono, 2005 : 226). Dari kedua definisi dapat disimpulkan bahwa kedudukan adalah sekumpulan orang yang secara bersama-sama (kolektif) diakui perbedaannya dari kelompok-kelompok yang lain berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki bersama, perilaku yang sama-sama diperbuat, dan reaksi orang-orang lain terhadap bersama.


(39)

2.3. Teori Pesan

Pesan merupakan sekumpulan lambang. Lambang-lambang itu dapat bersifat verbal maupun nonverbal. Kata-kata yang kita ucapkan dengan vokal disebut verbal vokal. Namun jika kita dalam suasana kecemasan tidak bisa dilukiskan dengan satu atau dua pilihan kata sehingga kita dapat menunjukkan dengan wajah yang pucat dan tangan dingin berkeringat. Itulah pesan nonverbal. Atas dasar tersebut maka pesan yang akan dikirimkan harus dipersiapkan dengan baik agar dia bermakna. Effendy mengemukakan bahwa kita memerlukan strategi dan perencanaan komunikasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi pesan.

Dalam studi komunikasi kita mengenal teori pesan. Teori ini menggunakan dua tipe teori psikologi dan sangat cocok dikaitkan dengan komunikasi antar pribadi orangtua terhadap pola perilaku anak. Adapun teori tersebut adalah :

1. Teori yang menjelaskan mengenai sifat (trait) 2. Teori yang menjelaskan mengenai proses (process)

Ad.1. Penjelasan mengenai sifat (strait)

Penjelasan mengenai sifat merupakan suatu teori yang memfokuskan kepada hubungan manusia yang bersifat tetap yang dapat disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki dalam berinteraksi dengan orang lain.


(40)

a. Rhetorical Sensitivity

Teori ini ditentukan oleh Roderick Hart dan rekannya. Teori ini menjelaskan tipe kepribadian komunikator pada saat berinteraksi cenderung untuk mengadaptasi pesan pada audience (komunikan). Teori ini menemukan bahwa komunikasi yang efektif itu timbul dari perasaan yang sensitif dan memperhatikan, serta mengatur apa yang kita sampaikan kepada pendengar (Littlejhon dan Stephen, 1996 : 105).

Sebagai orangtua yang memiliki tingkat kesensitifan yang tinggi harus dapat mengerti dan memperhatikan bagaimana kebutuhan dan keinginan anaknya. Sehingga dalam berkomunikasi dengan anaknya biasanya dialog orangtua jadi lebih memahami keinginan anak tanpa memaksakan kehendak. Dengan mengetahui hal tersebut orangtua bisa menyampaikan pesan kepada anaknya dengan baik, sehingga anak merasa nyaman sewaktu berkomunikasi dengan orangtuanya.

b. Gaya komunikator

Teori mengenai gaya komunikator ini diselidiki oleh Robert Norton dan rekannya, berdasarkan pada pemikiran bahwa kita berkomunikasi pada dua tingkatan.

Sesungguhnya seorang komunikator bukan hanya sekedar memberikan informasi melainkan seorang komunikator harus dapat mengetahui apakah pesan/informasi yang disampaikan tersebut dapat dimengerti dan dipahami oleh komunikan. Norton mengemukakan setiap gaya adalah kombinasi dari berbagai variabel tertentu (Littlejhon & Stephen, 1996 : 108).


(41)

Sebagai orangtua bisa menciptakan suasana yang rileks sewaktu berkomunikasi dengan anaknya. Jika suasana sewaktu berkomunikasi dalam keadaan tegang, seorang anak akan sulit berkonsentrasi dan menerima pesan-pesan yang disampaikan orangtuanya. Orangtua juga bisa memberikan perhatian yang cukup, misalnya dengan menanyakan hal-hal apa saja yang telah dilakukan anaknya di sekolah maupun luar sekolah.

c. Agresi

Agresi merupakan penerapan penekanan kepada orang lain. Teori ini dikemukakan oleh Dominick dan rekannya. Agresi dapat berupa hubungan yang bersifat membangun dan juga yang bersifat merusak. Agresi selanjutnya dapat terbagi menjadi empat sifat, yaitu tegas, bersifat argumen, bermusuhan dan agresi verbal. Sifat tegas yaitu meletakkan hak-hak seseorang untuk maju, tanpa menghambat hak-hak individu lainnya. Sebagai orangtua harus memiliki sifat ini dalam menghadapi tingkah laku anaknya yang kurang baik. Ini diperlukan untuk menciptakan perilaku yang positif terhadap si anak.

Sifat argumen yaitu kecenderungan untuk ikut terlibat dalam suatu diskusi mengenai topik-topik tertentu, mendukung sudut pandang sendiri dan menyangkal pendapat yang berbeda. Orangtua sebagai orang pertama yang paling dekat dengan anaknya harus memberikan kesempatan bagi anak didik untuk berargumen, jangan bersifat otoriter yang mengakibatkan anaknya menjadi pasif.

Sifat permusuhan dan agresi verbal tidak boleh dimiliki oleh orangtua. Karena kedua sifat tersebut merupakan suatu upaya untuk melukai seseorang secara fisik maupun emosional.


(42)

Ad.2. Teori tentang proses

Pada teori ini kita memilih cara-cara pengiriman pesan sehingga terjadi penerimaan yang sesungguhnya. Penjelasan-penjelasan mengenai proses penangkapan mekanisme pemikiran tentang manusia. Semua menitikberatkan pada cara-cara informasi didapatkan dan diselenggarakan, bagaimana memori digunakan, bagaimana orang memutuskan untuk bertindak. Sifat dan pendekatan keadaan tidak sejalan dengan penjelasan proses, dan ini akan menyatu.

Pada komunikasi yang terjadi antara orangtua dan anak, pengiriman pesan yang dilakukan orangtua bisa melalui dialog, ceramah, nasehat ataupun perintah. Hal ini diupayakan agar komunikasi yang terjadi dapat terjadi secara efektif.

2.4. Perilaku Anak

Perilaku ialah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) tidak saja badan atau ucapan. Perilaku yang umum meliputi menangis, merangkak, berjalan, berbicara, berlari, tertawa, menghisap, menggigit, menggaruk, dan makan.

Kecuali itu ada yang mudah dan tidak mudah dilihat dari luar. Maka perilaku dibagi 2 (dua) kelompok yaitu :

1. Perilaku tertutup/terselubung (cover behaviour) 2. Perilaku terbuka (over behaviour)

Melihat dan memperhatikan perilaku orang akan terlihat macam-macam perilaku yang over bisa dibagi lagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu :


(43)

1. Perilaku yang disadari, dilakukan dengan kesadaran penuh, tergantung dari aksi dalam otak besar (voluntary movement berkaitan dengan cerebrum). 2. Perilaku reflektoris, gerakan refleks yang dalam tahap pertama berkaitan

dengan sumsum tulang belakang belum disadari. Baru kemudian tingkah laku refleks disadari bila kesan sampai ke taraf pusat.

3. Perilaku diluar pengaruh kehendak, tidak disadari dan berpusat pada sumsum penyambung (medulla oblogata) atau gerakan otot kepekaan otot.

Perilaku yang tidak mudah kelihatan, terselubung :

1. Kognisi : Penyadaran ini melalui proses penginderaan terhadap rangsangan dan interpretasinya. Perilaku ini meliputi segala hak yang berupa reaksi terhadap rangsangan, menyadari dan memberi arti atau belajar dan mengingat apa yang dipelajari.

2. Emosi : efek, perasaan, suasana di dalam diri yang dimunculkan oleh penyadaran terhadap isi perangsangan.

3. Kognisi : pemikiran, pengambilan keputusan untuk memilih sesuatu bentuk perilaku

4. Pusat, penginderaan : meliputi penyampaian atau mengantar pesan (rangsangan) sampai ke susunan saraf pusat pengertian

Ada beberapa aspek perilaku untuk mewujudkan terbentuknya perilaku positif yang diinginkan adalah sebagai berikut :

1. Perilaku penyesuaian

Terbentuknya perilaku positif atau negatif (gangguan perilaku) seseorang pada umumnya disebabkan gagalnya penyesuaian diri dari orang tersebut terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Kegagalan dalam penyesuaian ini dapat


(44)

a. Gangguan emosional dalam diri si anak

Walaupun lingkungan sekitarnya tidak menunjukkan adanya penolakan terhadap keberadaan si anak, tetapi dari pihak si anak timbul masalah karena merasa dirinya lain dari yang lainnya.

b. Gangguan hubungan dengan lingkungan

Pada awalnya anak merasa yakin mampu bergaul dengan lingkungannya, tetapi dari pihak lingkungan memperlakukannya sebagai orang aneh sebagai si anak tidak tahan lama bergaul dengan lingkungannya.

2. Aspek perkembangan

Timbulnya penyimpangan perilaku dapat merupakan manifestasi dari hambatan atau gangguan perkembangan. Bagi seorang anak yang mengalami fisik yang lemah maka ia akan mengalami hambatan perkembangan sosial, bahkan ia juga tidak mampu menyerap norma-norma sosial dengan baik sehingga menyebabkan sosialisasinya menjadi buruk.

3. Aspek hubungan keluarga dan anak

Tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak sangat penting bagi perkembangan psikisnya. Pembentukan sikap, perasaan dan kepribadian yang fundamental terjadi pada waktu-waktu itu.

Anak pada tahun-tahun pertama kehidupannya tumbuh dan berkembang dalam ikatan hubungan dengan keluarga terutama dengan orangtua. Perilaku seseorang tidak mekar dengan sendirinya tetapi dikembangkan oleh orangtua. Perilaku orangtua yang penuh kasih sayang dan wajar terhadap anak sehingga dapat membantu si anak dalam menjalani hubungan dengan orang lain.


(45)

Beberapa ciri-ciri positif dan negatif seseorang dalam berperilaku yaitu : 1. Ciri perilaku positif :

a. Kompensasi yang sehat dan baik b. Merasa sama dengan orang lain c. Yakin akan kemampuan diri

d. Dapat menyadari dan memperbaiki kekeliruannya e. Suka akan persaingan atau kompetisi

f. Bercita-cita sesuai dengan kemampuannya 2. Ciri perilaku negatif :

a. Bertingkah laku over kompensasi

b. Agresif, emosional, asosial, takut yang berlebihan, egosentris c. Membuat reaksi melarikan diri dan menghindar dari kontak sosial d. Cenderung menyalahkan orang lain

Memang tidak mudah untuk merubah perilaku yang tertanam sejak lahir menjadi perilaku yang sesuai dengan tuntutan kewajaran. Beberapa faktor penyebab sulitnya perubahan itu :

1. Adanya perasaan-perasaan tertentu menyertai terbentuknya suatu konsep seperti pengalaman buruk, tekanan sosial dan prasangka

2. Adanya perilaku tertentu yang mencerminkan konsep diri tertentu pula baru tampil setelah konsep tersebut sudah berakar dan baru diidentifikasikan di kemudian hari, dimana kemungkinan untuk diubah menjadi kecil sekali.

Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan, anak ibarat secarik kertas yang masih kosong, artinya bagaimana nanti bentuk dan corak kertas tersebut bergantung pada bagaimana


(46)

Ingatan anak pada usia 6-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan memori (dengan sengaja memasukkan dan meletakkan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat, dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak.

Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan di sekolah. Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang mendukung hasil belajar di sekolah.

Hubungan orangtua anak juga bervariasi dari perilaku-perilaku yang menghambat (orangtua sepenuhnya mengontrol anak dan membuat keputusan-keputusan untuk anaknya) sampai perilaku-perilaku yang serba boleh (orangtua membiarkan saja anak untuk membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa petunjuk pihaknya). Kecemasan anak adalah bahwa ia tidak tahu apa yang diharapkan ada padanya dalam hirarki kekuasaan, bahwa ia adalah seorang yang tidak mampu menangani persoalan-persoalan dan bahwa ia adalah seorang yang tidak bertanggung jawab.

Hubungan orangtua anak yang ideal akan mengurangi kecemasan ini. Kalau kecemasan itu berlangsung terus menerus, maka untuk mengurangi peraturan-peraturan dengan ketat dan mendominasi orang lain, atau ia mungkin menarik diri sama sekali, menolak untuk diatur dan mengatur. Dan masih banyak lagi hubungan orangtua dan anak tersebut dalam berbagai aspek perilaku tersebut.


(47)

2.5. Televisi

2.5.1. Pengertian Televisi

Menurut Rusdi Muchtar, dibandingkan media lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagainya). Televisi nampaknya mempunyai sifat istimewa yang merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Bisa bersifat informasi, hiburan maupun pendidikan. Bahkan gabungan dari ketiga unsur di atas dengan layar yang relatif kecil diletakkan di sudut ruangan rumah, televisi menciptakan suasana tertentu dimana para pemirsa duduk dengan santai tanpa kesengajaan mengikutinya. Penyampaian isi atau pesan seolah-olah langsung antara komunikator (pembawa acara, pembawa berita, artis) dengan komunikan (pemirsa). Informasi yang disampaikan bahwa mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio (suara) dan terlihat secara visual (gambar) (Wawan Kuswandi, 1996 : v).

Menurut Raymond B.William (1975) televisi merupakan sistem yang dirancang terutama untuk kepentingan transmisi dan penerimaan yang merupakan proses abstrak, yang batasan isinya sangat terbatas atau bahkan sama sekali tidak ada (Wawan Kuswandi, 1996 : 7).

2.5.2. Kekuatan dan Kelemahan Televisi

Menurut Rhenal Kasali (1992 : 121) sekalipun televisi merupakan media yang sangat spasial yang dapat dinikmati khalayak secara audio (suara) dan visual (gambar) televisi juga mempunyai kekuatan dan kelemahan. Adapun kekuatan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :


(48)

1. Kekuatan

a. Efisiensi Biaya

Banyak pengiklanan menganggap televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersialnya. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan untuk menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur. Televisi menjangkau khalayak sasaran yang dapat dicapai oleh media lainnya, tetapi juga khalayak yang tidak terjangkau oleh media cetak. Jangkauan masal ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala. b. Dampak yang kuat

Keunggulan lain adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan pada sekaligus dua indera penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan pekerjaan-pekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna drama, dan humor.

c. Pengaruh yang kuat

Akhirnya televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Kebanyakan masyarakat meluangkan waktunya di muka televisi, sebagai sumber berita, hiburan, dan sasaran pendidikan. Kebanyakan calon pembeli lebih “percaya” pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi dari yang tidak sama sekali. Ini adalah cermin bonafitas pengiklanan.


(49)

2. Kelemahan

a. Biaya yang besar, kelemahan yang serius dalam beriklan di televisi adalah biay absolut yang sangat ekstrem untuk memproduksi dan menyiarkan siaran komersial. Sekalipun biaya untuk menjangkau setiap kepala adalah rendah, biaya absolut dapat membatasi minat pengiklan. Biaya produksi, termasuk biaya pembuatan film dan honorarium artis yang terlibat, bisa menghabiskan jutaan rupiah. Belum lagi penyiarannya yang harus diulang-ulang pada jam-jam siaran utama.

b. Khalayak yang tidak selektif, sekalipun berbagai teknologi telah diperkenalkan untuk menjangkau sasaran yang lebih selektif, televisi tetap sebuah media yang tidak selektif, segmentasinya tidak setajam surat kabar atau majalah. Jadi iklan-iklan yang disiarkan televisi memiliki kemungkinan jangkauan pasar tidak tepat.

c. Kesulitan teknis, media juga tidak luas dalam pengaturan teknis. Iklan-iklan yang telah dibuat tidak dapat diubah begitu saja jadwalnya, apalagi menjelang jam-jam penyiarannya.


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Penelitian korelasi berkaitan dengan pengumpulan data untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel atau lebih dan seberapakah tingkat hubungannya (Semanto, 1990:63).

Tujuan dari penelitian korelasional adalah menetapkan, mengungkapkan suatu hubungan atau menggunakan hubungan-hubungan dalam membuat prediksi (prakiraan) (Sumanto, 1990:7).

Peneliti korelasional memungkinkan kita untuk membuat prediksi besarnya hubungan antara dua variabel. Jika dua variabel mempunyai hubungan yang erat, maka koefisien korelasi adalah +1.00 atau –1.00. Jika tidak diperoleh hubungan, maka nilai koefisiennya adalah 0.00.

3.2.Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian

Nama Kelurahan Tanjung Rejo secara kronologis maupun historis tidak terdokumentasi dengan baik, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang pegawai di Kantor Kelurahan Tanjung Rejo, peneliti memperoleh keterangan mengenai latar belakang historisnya.


(51)

Kelurahan Tanjung Rejo terdaftar di wilayah Kotamadya Medan sejak tahun 1972. Pada awalnya wilayah Tanjung Rejo merupakan daerah perkebunan jati dan perkebunan nenas dan diketuai oleh Kepala Perkebunan, Kepala Kampung, dan Kepala Desa. Kemudian pada tahun 1981 terbentuklah Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal.

Untuk mempermudah efisiensi dan efektivitas kerja pemerintah maka Kecamatan Medan Sunggal dibagi menjadi 6 (enam) kelurahan, yaitu :

1. Kelurahan Tanjung Rejo 2. Kelurahan Babura

3. Kelurahan Simpang Tanjung 4. Kelurahan Sei Sikambing B 5. Kelurahan Sunggal

6. Kelurahan Lalang

Luas areal Kelurahan Tanjung Rejo adalah 350 Ha yang digunakan untuk pemukiman, sawah atau ladang. Kelurahan Tanjung Rejo berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sei Sikambing B Kecamatan

Medan Sunggal

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal


(52)

3.3.Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal dengan alamat Kompleks Taman Setia Budi Indah Lingkungan XXIV.

3.4.Metode Penelitian 3.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi, 2001:141).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal, maka jumlah Kepala Keluarga (KK) yang berada di Lingkungan XXIV Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal ada sebanyak 250 KK (sumber data : Kepling Kelurahan 2008).

3.4.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mampu mewakili keseluruhan populasi dengan cara tertentu (Nawawi, 2001 : 144).

Dalam penelitian ini jumlah populasi yang diambil sebanyak 250 kepala keluarga (KK). Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30% dari jumlah keseluruhan populasi. Sehingga jumlah sampel yang diteliti sebanyak 75 kepala keluarga (KK).


(53)

Kemudian untuk menentukan sampel digunakan teknik purposive sample yang didasarkan pada penelitian (karakteristik) tertentu yang telah ditentukan dan dianggap sesuai dengan tujuan penelitian yaitu kepala keluarga (KK) yang memiliki anak usia sekolah 6-12 tahun.

Langkah selanjutnya dilakukan melalui Teknik Accidental Sampling yaitu dengan mengambil siapa saja yang ada atau kebetulan ditemui.

3.5.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menghimpun data

dari buku-buku serta bacaan yang relevan dengan masalah penelitian.

2. Field Research, yaitu pengumpulan data secara langsung dengan cara penyebaran kuesioner secara langsung dan terbimbing, gunanya untuk menghindari ketidak validan data yang diberikan oleh responden yaitu dengan melakukan :

a. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan responden yang akan diteliti.

b. Kuesioner, yaitu tanya jawab dengan responden yang akan diteliti dengan menyebarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan secara tertulis untuk dijawab oleh para responden.

3.6.Teknik Analisa Data

Setelah data diperoleh melalui riset lapangan (penyebaran angket) kemudian diedit dan ditabulasikan kedalam Foltron Cobol (FC) yaitu untuk


(54)

selanjutnya diklasifikasikan melalui FC tersebut berdasarkan kategori-kategori dalam variabel-variabel di dalam frekuensi, sehingga dapat terlihat gambaran data serta kecenderungannya melalui bobot frekuensi, presentase serta rata-rata dari tabel.

Data penelitian disajikan, ditafsirkan dan dituangkan ke dalam : 1. Analisa Tabel Tunggal

Analisa tabel tunggal, yaitu suatu analisa yang dilakukan dalam membagi variabel penelitian ke dalam sejumlah frekuensi dan persentae.

Temuan data yang disajikan pada tabel tunggal terdiri atas : a. Identitas responden

b. Komunikasi Antar Pribadi (KAP) oleh orangtua dan anak c. Perilaku anak

2. Analisa Tabel Silang

Analisa tabel silang, merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menganalisa dan mengetahui variabel yang satu mempunyai hubungan dengan variabel lainnya. Pada akhirnya dapat diketahui apakah hubungan antar variabel bersifat positif atau negatif.

Temuan data yang disajikan pada tabel silang terdiri atas :

a. Suasana komunikasi orangtua dengan anak dan hubungan perilaku anak akibat dari KAP.

b. Respon anak terhadap masalah yang disampaikan orangtua dan anak yang kritis atau cepat tanggap


(55)

3. Uji hipotase

Uji hipotase, merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini ditolak atau diterima.

Untuk mengukur tingkat hubungan dua variabel yang linier, maka peneliti menggunakan Rank Spearman atau kadang rho yang disingkat rs. Koefisien Rank Spearman menjelaskan hubungan variabel X dan Y yang tidak diketahui sebaran datanya atau sebaran tidak normal dan menggunakan skala ordinal. Koefisien korelasi non parametic ini digunakan untuk menghitung dua variabel dimana data dibuat dalam rangking dari yang terkecil hingga yang terbesar.

Rumus yang digunakan adalah :

rs = 1 -

N N

di N

i

3

1

6

Keterangan :

N = Jumlah responden X = Skor mentah variabel x Y = Skor mentah variabel y di = deviasi atau xi - yi

Untuk mengukur tinggi rendahnya korelasi digunakan rumus Guilford, sebagai berikut (Rakhmat, 2004) :

Kurang dari 0.20 : hubungan rendah sekali 0,21 – 0,40 : hubungan rendah tetapi pasti


(56)

0,41 – 0,70 : hubungan cukup berarti 0,71 – 0,90 : hubungan kuat dan tinggi


(57)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Tabel Tunggal

4.1.1. Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Dan Anak Dalam

Mengkonsumsi Media Televisi

Tabel 4.1.

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No Usia Responden F %

1 26 – 30 tahun 22 29,33 2 31 – 35 tahun 15 20 3 36 – 40 tahun 14 18,67 4 41 – 45 tahun 8 10,67 5 46 – 50 tahun 15 20

Jumlah 75 100

P2/FC1-2 N = 75 (100%)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa usia orang tua yang memiliki anak berusia 6-12 tahun yang paling dominan berjumlah 22 responden (29,33%) yang berada di rentang usia 26-30 tahun, sedangkan yang paling sedikit adalah orang tua yang berada dalam rentang usia 41-45 tahun yang berjumlah 8 responden (10,67%). Ini berarti di lingkungan Kelurahan Tanjung Rejo dapat dilihat bahwa penduduk di daerah tersebut kebanyakan yang menikah muda. Orang tua yang berusia antara 31-35 tahun dan 46-50 tahun memiliki jumlah responden yang sama yaitu sebanyak 15 responden (20%). Sisanya adalah orang tua yang berusia antara 36-40 tahun yang berjumlah 14 responden (18,67%).


(58)

Tabel 4.2.

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Ayah Ibu

F % F % 1 Tidak Tamat SD 0 0 0 0

2 Tamat SD 0 0 1 1,33

3 Tamat SLTP 0 0 4 5,34 4 Tamat SLTA 14 18,67 22 29,33 5 Diploma 26 34,66 22 29,33 6 Sarjana 35 46,67 26 34,67

Jumlah 75 100 75 100

P3/FC3-4 N = 75 (100%) Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa pendidikan ayah yang dominan adalah Sarjana yakni 35 responden (46,67%) sedangkan yang paling sedikit adalah tamat SLTA yakni 14 responden (18,67%). Sementara itu pendidikan ibu yang paling dominan adalah Sarjana yakni 26 responden (34,67%) dan yang paling sedikit adalah tamat SD yakni sebanyak 1 responden (1,33%).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya pendidikan orang tua adalah Sarjana (ayah) dan Sarjana (ibu), walaupun masih ada orang tua yang tidak tamat SD. Namun pernah atau tidak pernahnya orang tua mengecap pendidikan, tamat atau tidak tamatnya orang tua bersekolah, tidaklah merupakan faktor utama dalam menciptakan komunikasi antar pribadi orang tua dan anak dalam keluarga.

Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian cukup tinggi. Tidak ada responden yang tidak mengenyam pendidikan di sana. Pendidikan ayah mayoritas adalah sarjana dan pendidikan ibu juga sarjana.


(59)

Tabel 4.3.

Frekuensi Dialog Anak dan Orang Tua

No Frekuensi F %

1 Tidak pernah 4 5,33

2 Kadang-kadang 23 30,67

3 Sering 40 53,33

4 Sangat sering 8 10,67

Jumlah 75 100

P4/FC6 N = 75 (100%)

Dari Tabel 4.3 diketahui bagaimana frekuensi dialog antara anak dan orang tua. Frekuensi orang tua berdialog dengan anak yang paling dominan adalah sebanyak 40 responden (53,33%) dan yang menyatakan orang tua tidak pernah berdialog dengan anak paling sedikit adalah 4 responden (5,33%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin sering waktu berkumpul dan bertemu maka semakin tinggi frekuensi berdialog antara orang tua dan anak.

Tabel 4.4.

Orang Tua Mengingat Anak Belajar

No Mengingat Anak F %

1 Tidak pernah 2 2,67

2 Kadang-kadang 20 26,66

3 Sering 48 64

4 Sangat sering 5 6,67

Jumlah 75 100

P5/FC7 N = 75 (100%)

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dalam mengingatkan anak untuk belajar yang paling dominan adalah sebanyak 48 responden (64%) yang menyatakan bahwa orang tua sering mengingatkan anaknya untuk


(60)

belajar. Sedangkan paling rendah bahwa orang tua sering mengingatkan anaknya untuk belajar adalah 2 responden (2,67%) yang menyatakan bahwa orang tua tidak pernah mengingatkan anaknya untuk belajar.

Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun orang tua memberi kebebasan pada anak menonton televisi tetapi orang tua tetap memberikan perhatian dan batasan mengenai waktu menonton televisi. Hal ini dapat dilihat dari kesediaan orang tua mendampingi anak saat menonton televisi tetapi tidak lupa juga mereka mengingatkan anak untuk kembali belajar. Seperti di lokasi penelitian ini, orang tua sering mengingatkan anak untuk belajar, jika orang tua merasa bahwa waktu menonton anak sudah cukup.

Tabel 4.5.

Suasana Komunikasi Orang Tua dan Anak

No Suasana Komunikasi F %

1 Tidak akrab 2 2,67

2 Kurang akrab 24 32

3 Akrab 36 48

4 Sangat akrab 13 17,33

Jumlah 75 100

P6/FC8 N = 75 (100%)

Dari Tabel 4.5 menunjukkan mayoritas suasana komunikasi orang tua dan anak yaitu sebanyak 36 responden (48%) menyatakan bahwa orang tua akrab dengan anaknya dan yang paling rendah suasana komunikasi orang tua dan anak yaitu sebanyak 2 responden (2,67%) menyatakan bahwa orang tua dan anak adalah tidak akrab.


(61)

Dapat diambil kesimpulan bahwa responden merasakan keakraban pada saat berdialog dengan orang tuanya. Orang tua juga bisa membuat suasana menjadi nyaman pada saat mereka berdialog sehingga anak tidak merasa bahwa saat berbincang-bincang dengan orang tua hanya merupakan kewajiban untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang tua, tetapi merupakan keinginan dari si anak sendiri untuk mengeluarkan semua hal yang ingin disampaikannya kepada orang tua.

Tabel 4.6.

Orang Tua Menyampaikan Pesan Kepada Anak

No

Cara Penyampaian

Pesan

TP K S SS Jumlah

F % F % F % F % F %

1 Bercerita 5 6,67 18 24 44 58,66 8 10,67 75 100 2 Berdiskusi 7 9,33 25 33,33 35 46,67 8 10,67 75 100 3 Berceramah 8 10,67 36 48 24 32 7 9,33 75 100 4 Menyindir 23 30,67 32 42,67 19 25,33 1 1,33 75 100

P7/FC9-12 N = 75 (100%)

Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa 44 responden (58,66%) menyatakan bahwa orang tua sering menyampaikan pesan kepada anaknya dengan bercerita. Sedangkan 23 responden (30,67%) menyatakan bahwa tidak pernah orang tua menyampaikan pesan dengan cara menyindir. Dan cara lain yang paling sering dilakukan orang tua dalam menyampaika pesan kepada anaknya yaitu dengan cara berdiskusi, yaitu sebanyak 35 responden (46,67%).

Hal ini berarti bahwa orang tua responden cukup baik dan memiliki keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan anak. Hal ini dapat


(62)

sering menyampaikan pesan dengan cara bercerita dan berdiskusi sehingga anak tidak merasa ditekan oleh orang tuanya. Responden juga lebih senang cara orang tua menyampaikan pesan dengan bercerita daripada dengan cara menyindir ataupun marah-marah.

Tabel 4.7.

Orang Tua Menyampaikan Nasehat Kepada Anak

No

Cara Penyampaian

Nasehat

TP K S SS Jumlah

F % F % F % F % F %

1 Bercerita 8 10,67 19 25,33 39 52 9 12 75 100 2 Berdiskusi 13 17,33 22 29,34 31 41,33 9 12 75 100 3 Berceramah 14 18,67 32 42,67 21 28 9 10,67 75 100 4 Cara lain (….) 25 33,33 33 44 14 18,67 9 4 75 100

P8/FC13-16 N = 75 (100%)

Dari Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa 39 responden (52%) orang tua sering menyampaikan nasehat kepada anak adalah dengan cara bercerita. Dan 14 responden (18,67%) yang paling rendah orang tua menyampaikan nasehat kepada anak adalah dengan cara lain sering dilakukan. Cara lain yang sering dilakukan oleh orang tua pada anaknya adalah dengan cara keras seperti marah-marah.

Berdasarkan data tabel tersebut bahwa pada umumnya responden sering bercerita dalam menyampaikan nasehat dengan anaknya dan sering dengan cara lain, ini berarti orang tua sangat cukup komunikatif. Responden menyampaikan nasehat kepada anaknya misalnya dalam hal tidak boleh bermain saja dan tidak boleh terlalu lama menonton televisi dan lain sebagainya.


(63)

Tabel 4.8.

Orang Tua Menyampaikan Isi Aturan

No Isi

Aturan

TP K S SS Jumlah

F % F % F % F % F %

1 Jangan menonton TV terlalu dekat

11 14,67 20 26,67 43 57,33 10 13,33 75 100 2 Jangan

menonton TV sambil tidur

8 10,67 31 41,33 30 40 6 8 75 100 3 Jangan

menonton TV saat makan

2 2,67 28 37,33 30 40 6 8 75 100

P9/FC17-19 N = 75 (100%)

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa orang tua menyampaikan isi aturan kepada anak yang paling banyak adalah 43 responden (57,33%) menyatakan bahwa orang tua sering menyampaikan isi pesan jangan menonton televisi terlalu dekat kepada anaknya, sedang yang paling sedikit adalah 2 responden (2,67%) menyatakan bahwa orang tua tidak pernah menyampaikan pesan jangan menonton televisi saat makan kepada anaknya.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa responden cukup perhatian terhadap anaknya. Hal ini dapat dilihat dari cara orang tua dalam menyampaikan pesan kepada anak berupa nasehat, seperti anak tidak boleh menonton televisi terlalu dekat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang tua atau responden cukup perhatian terhadap anak.


(64)

Tabel 4.9.

Respon Anak Terhadap Peraturan Yang Disampaikan Orang Tua

No Respon F %

1 Tidak antusias 3 4

2 Kurang antusias 29 38,66

3 Antusias 38 50,67

4 Sangat antusias 5 6,67

Jumlah 75 100

P10/FC20 N = 75 (100%)

Dari Tabel 4.9 menunjukkan bahwa respon anak terhadap peraturan yang disampaikan orang tua yang paling dominan adalah sebanyak 38 responden (50,67%) menyatakan anaknya antusias atas apa yang disampaikan orang tua. Sedangkan yang paling sedikit adalah menyatakan anaknya tidak antusias atas apa yang disampaikan oleh orang tua yaitu sebanyak 3 responden (4%).

Dari data tabel tersebut bahwa sebenarnya anak antusias atas apa yang disampaikan orang tua karena anak menganggap bahwa itu adalah peraturan biasa dan umum. Jadi tidak perlu dipermasalahkan atau dilebih-lebihkan dan orang tua beranggapan bahwa anaknya dapat melaksanakan peraturannya dengan baik.

Tabel 4.10.

Program Acara Yang Ditonton Anak

No Program Acara F %

1 Film/sinetron 26 34,67

2 Musik 21 28

3 Berita 25 33,33

4 Keagamaan 3 4

Jumlah 75 100


(65)

Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa program acara televisi ditonton anak yang paling dominan adalah sebanyak 26 responden (34,67%) menyatakan bahwa film/sinetron program acara televisi ditonton anak. Sedangkan yang paling rendah adalah keagamaan yaitu sebanyak 3 responden (4%).

Hal ini berarti bahwa pada umumnya responden lebih memilih program acara televisi ditonton anaknya adalah film/sinetron daripada program acara televisi keagamaan.

Tabel 4.11.

Orang Tua Membatasi Waktu Menonton Televisi

No Waktu TP K S SS Jumlah

F % F % F % F % F %

1 Saat makan

10 13,33 36 48 24 32 5 6,67 75 100 2 Saat

belajar

5 6,67 20 26,66 35 46,67 15 20 75 100 3 Setiap saat 11 14,67 31 41,34 20 26,66 13 17,33 75 100

P12/FC22-24 N = 75 (100%)

Pada Tabel 4.11 dapat dilihat pada saat kapan orang tua membatasi waktu menonton televisi anaknya. Mayoritas responden menyatakan adalah pada saat makan yaitu sebanyak 36 responden (48%) dan yang paling sedikit yaitu pada saat belajar sebanyak 5 responden (6,67%).

Hal ini berarti bahwa perlu adanya kesadaran dari orang tua untuk membatasi waktu menonton televisi bagi anak-anak dan orang tua juga memberi pengertian kepada anaknya saat-saat kapan untuk menonton televisi. Sebagai orang tua, pasti tidak ingin anaknya lebih memilih


(1)

KUESIONER PENELITIAN

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ORANG TUA TERHADAP

POLA PERILAKU ANAK DALAM MENONTON TELEVISI

DI PERUMAHAN TAMAN SETIA BUDI INDAH

No. Responden

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Bacalah setiap pertanyaan tanpa ada yang dilewatkan.

2. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang saudara anggap paling benar.

3. Untuk jenis pertanyaan tertentu isilah titik-titik (……) yang disediakan sesuai dengan yang ada dalam pikiran saudara.

4. Kotak kode di sebelah kanan mohon jangan diisi.

I. KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI ORANGTUA DAN ANAK SAAT

MENONTON TV

1. Nama :

2. Usia : tahun

1 2

3. Pendidikan orangtua :

No Pendidikan Ayah Ibu

1 Tidak tamat SD

2 Tamat SD

3 Tamat SLTP

4 Tamat SLTA

5 Diploma


(2)

4. Apakah Bapak/Ibu sering berdialog dengan anak-anak di rumah ? 1. Tidak pernah

2. Kadang-kadang 3. Sering

4. Sangat sering 5

5. Apakah pada saat menonton acara TV bersama anak anda, apakah Bapak/Ibu sering mengingatkan anak untuk kembali belajar ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

4. Sangat sering 6

6. Bagaimana suasana komunikasi bapak/Ibu dengan anak ? 1. Tidak akrab

2. Kurang akrab 3. Akrab

4. Sangat akrab 7

7. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyampaikan pesan anak ?

No Cara Penyampaian TP K S SS

1 Bercerita

2 Berdiskusi

3 Berceramah


(3)

8. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyampaikan nasehat kepada anak ?

No Cara Penyampaian TP K S SS

1 Bercerita

2 Berdiskusi

3 Berceramah

4 Menyindir

9. Apa isi aturan yang disampaikan oleh Bapak/Ibu pada anak saat anak menonton TV ?

No Cara Penyampaian TP K S SS

1 Jangan menonton TV terlalu dekat 2 Jangan menonton TV sambil tidur 3 Jangan menonton TV saat makan

10. Bagaimana respon anak Anda terhadap peraturan yang disampaikan oleh Bapak/Ibu ?

1. Tidak antusias 2. Kurang antusias 3. Antusias

4. Sangat antusias 20

11. Dalam menonton acara TV bersama anak Anda, program acara TV apa yang boleh ditonton anak ?

1. Film/sinetron 2. Musik

3. Berita


(4)

12. Pada saat kapan biasanya Bapak/Ibu membatasi waktu menonton TV ?

No Waktu TP K S SS

1 Saat makan 2 Saat belajar 3 Setiap saat

13. Pada saat kapan biasanya Bapak/Ibu menjawab pertanyaan anak ?

No Waktu TP K S SS

1 Saat acara TV dimulai 2 Saat acara TV sedang

berlangsung

3 Saat acara TV telah berakhir

4 Saat iklan berlangsung

Keterangan :

TP = Tidak Pernah

K = Kadang-kadang S = Sering


(5)

II. PRILAKU ANAK

14. Saluran televisi mana yang paling sering anak Anda tonton ? 1. TVRI

2. RCTI 3. SCTV

4. Saluran lain (...) 30

15. Bagaimana frekuensi anak Anda menonton acara televisi dalam sehari ? 1. Tidak pernah

2. Kadang-kadang 3. Sering

4. Sangat sering 31

16. Biasanya berapa lama anak Bapak/Ibu menonton acara televisi ? 1. Rendah (< dari 2 jam setiap hari)

2. Sering (2-4 jam setiap hari)

3. Tinggi (>4 jam setiap hari) 32

17. Dari jam berapa biasanya anak Bapak/Ibu menonton televisi ? 1. Pagi (06.00 – 12.00)

2. Siang (12.00 – 18.00)

3. Malam (18.00 – 00.00) 33

18. Menurut Bapak/Ibu, anak Anda memberikan tanggapan/kritikan tentang acara televisi yang sedang ditonton ?

1. Tidak pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering


(6)

19. Menurut Bapak/Ibu, jika anak-anak sering menonton film yang disertai prilaku kekerasan, apakah mereka sering meniru adegan-adegan yang ada?

1. Tidak Pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

4. Sangat Sering 35

20. Apakah dalam menonton acara musik di televisi, anak Anda sering ikut menyanyi dan meniru gaya penyanyi di ddepan televisi ?

1. Tidak Pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering

4. Sangat Sering 36

21. Tayangan iklan yang diperankan oleh anak-anak kadang menari. Apakah anak Bapak/Ibu sering meniru adegan dalam iklan tersebut ?

1. Tidak Pernah 2. Kadang-kadang 3. Sering