BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugrah, titipan dan ujian dari Tuhan bagi setiap orang tua. Hal ini tersirat dalam kisah Nabi Ibrahim a.s. di mana setelah
sekian lama beliau menunggu, akhirnya Allah SWT menganugerahi beliau seorang anak yang bernama Ismail a.s. rasa bahagia dan sayang yang luar
biasa terhadap Ismail a.s membuat beliau harus melewati sebuah ujian dari Tuhan yang sangat berat. ketika rasa sayang dan cinta Ibrahim a.s harus
memilih, antara sang Pencipta dan sang buah hati, maka dengan besar hati Ibrahim a.s harus merelakan cintanya terhadap Ismail demi rasa cintanya
terhadap Allah SWT, yakni dengan menyembelih Ismail putra kandungnya dengan tanganya sendiri. Ada hal menarik yang tersirat dalam kisah Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail a.s ini, ternyata Nabi Ismail a.s rela ketika sang ayah harus menyembelih dirinya karena perintah Allah SWT. hal ini
menunjukkan betapa Ibrahim mampu mendidik putranya menjadi seorang anak yang luar biasa berbakti, tanpa Ibrahim a.s harus dibutakan oleh rasa
cinta. Begitupun sebaliknya, Ismail tumbuh menjadi seorang anak dengan kondisi mental yang tegar, taat dan patuh baik kepada orang tua dan terlebih
lagi terhadap Allah SWT sang-Penciptanya. kisah nabi Ibrahim ini hanyalah gambaran kecil dari sekian banyak perhatian Islam mengenai hubungan
orang tua dan anak. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mampukah orang tua di zaman sekarang, mendidik anak-anaknya sehingga sang anak
mampu tumbuh menjadi sosok yang mengenal dengan baik eksistensi dirinya sebagai manusia yang menjadi bagian dari lingkungan sosial dan
sekaligus memiliki kewajiban sebagai makhluk Tuhan. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, suci seperti kertas putih
yang belum tergores tinta. namun kemudian, orang tua sang anaklah yang akan menjadi penentu akan menjadi apa anak itu kelak di kemudian hari.
Demikianlah kira-kira Islam memberikan sedikit gambaran mengenai begitu besarnya pengaruh orang tua terhadap perkembangan anak teori Imam Al-
Ghazali dalam pengertian akhlak anak. Posisi orang tua dalam menentukan masa depan anak dalam pandangan Islam sangatlah penting. orang tua
sebagai lingkungan terdekat pertama bagi seorang anak khususnya ibu menjadi perhatian tersendiri dalam Islam. dimulai dari awal mula proses
kehamilan hingga melahirkan dijelaskan secara berurutan dalam Al-Qur’an. pada beberapa riwayat dikatakan bahwa Rasulullah SAW pernah
mengungkapkan betapa agungnya seorang ibu, bahkan dikatakan bahwa surga itu berada di bawah kedua tapak kaki seorang ibu. hal ini
menunjukkan bahwa orang tua, yang benar-benar menjalankan perannya sebagai orang tua, membasarkan, mendidik dan membimbing anaknya
dengan benar, memiliki posisi penting dalam Islam. terutama seorang ibu yang mengandung, melahirkan dan kemudian membesarkan anaknya
dengan kasih sayang, menjadikan ia layak untuk lebih dicintai dan dihormati oleh sang anak tentunya setelah Tuhan dan rasul-Nya.
Pada proses pembelajaran anak, orang tua menjadi pemegang “kebijakan” awal dan sangat mendasar. Kondisi fisik, mental, maupun
intelegensi akal seorang anak sangat bergantung pada proses, bimbingan, pembelajaran dan pendidikan pada masa awal yang diberikan oleh orang
tuanya, meskipun ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya seperti; faktor genetika, dan lain sebagainya. Menurut John Broadus Watson, salah seorang
tokoh psikologi aliran behaviorisme pernah menyatakan: “berikan kepada saya sepuluh orang anak dan keluasan untuk mendidiknya, maka akan saya
jadikan kesepuluh anak itu sesuai dengan keinginan saya.” ungkapannya ini berangkat dari pandanganya bahwa dengan memberikan proses
“kondisioning” tertentu pada proses pembelajaran, akan dapat menjadikan sang anak memiliki pola mental, sifat-sifat, dan perilaku-perilaku tertentu
yang sesuai dengan proses pengkondisian yang telah diberikan.
1
Meskipun demikian, sebagai makhluk yang dianugerahi kelebihan akal dan fikiran dari makhluk lainnya, manusia hidup tidak hanya sekedar
untuk berkembang biak, berkoloni dan memenuhi kebutuhan pokoknya saja. Akan tetapi manusia juga hidup untuk berinteraksi secara sosial tidak
terbatas hanya dalam koloninya, tapi juga berinteraksi pada lingkungan dan alam sekitarnya, serta interaksi pada sang Penciptanya. Pada proses interaksi
inilah manusia dituntut untuk mampu memanfaatkan kelebihan yg dimiliki
1
Sarwono, Sarlito Wirawan, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi,
Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986, Cet. Ke-2, h. 118.
itu. Sejauh mana seseorang dapat memahami dan beradaptasi dengan tepat terhadap lingkungan baik sosial, alam maupun Tuhannya, tergantung pada
pola didikasuh orang tua ketika ia masih kecil. Islam dalam hal ini memiliki konsep ”akhlaq al-karimah” yang hendaknya dimiliki oleh setiap individu.
Dengan akhlaq al-karimah ini, manusia diharapkan mampu menjadi ”khalifatullah fi al-ardhi” yakni wakil Allah di muka bumi dengan tingkat
kesadaran dan rasa tanggung jawab manusiawi yang tinggi. Al-akhlaq al-karimah,
telah banyak dicontohkan oleh Nabi Rasulullah Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-harinya, berinteraksi sosial,
berinteraksi dengan alam dan bahkan berinteraksi dengan Sang Penciptanya. Maka daripada itu, seyogyanya manusia membutuhkan bantuan dari orang
lain, terutama para orang tua melalui proses asuh sejak dini terhadap anaknya. Dengan bimbingan yang tepat mengenai kesadaran akan
kepribadian yang bertanggung jawab dan ber-akhlak al-karimah, diharapkan pada akhirnya mampu menjadikan sang anak sebagai manusia yang
memiliki kepribadian yang arif dan bijak. Krisis multi dimensi yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia, tidak
akan dapat terselesaikan dengan mudah, jika tidak diperbaiki sejak usia dini. Kemerosotan moral dan kurangnya rasa tanggung jawab individu, yang
diakibatkan oleh pola asuh yang tidak tepat dari orang tua terhadap anak, akan banyak memberi dampak negatif, baik terhadap kehidupan sosial,
politik, ekonomi dan lain sebagainya. Kasus-kasus korupsi, penipuan, penggelapan uang, kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga dan lain
sebagainya, dapat dikatakan sebagai dampak dari pola asuh sejak dini yang kurang tepat, hal tersebut timbul akibat dari kurangnya kesadaran individu
akan rasa tanggung jawab dan kurangnya pemahaman yang melekat mengenai akhlak.
Maka dari itu, dengan skripsi yang berjudul ”POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK USIA 6-10 TAHUN DI
KOMPLEK PERUMAHAN SEKRETARIAT NEGARA KEBON NANAS-
TANGERANG” diharapkan dapat menjadi sebuah karya tulis yang memiliki
makna bagi keilmuan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah