perbuatan zalim yang dapat merugikan bahkan dapat mencelakakan orang lain, karena zalim adalah perbuatan menganiaya. Oleh karenanya harus
diberikan hukuman bagi siapa saja yang melakukannya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 279.
Artinya : Maka jika kamu tidak mengerjakan meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat dari pengambilan riba, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Al-
baqarah 2: 279
2. Sanksi Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Data dalam Hukum
Islam
Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa tindak pidana pemalsuan data digolongkan ke dalam jarimah takzir, karena berdasarkan
kesesuaian dengan jarimah pemalsuan tanda tangan, pemalsuan stempel dan pemalsuan Al-
Qur’an. Oleh karenanya terhadap tindak pidana pemalsuan data maka ini dijatuhan hukuman takzir kepada setiap pelakunya.
Hukuman takzir adalah hukuman yang belum ditetapkan syara dan diserahkan sepenuhnya kepada Ulil Amri untuk menetapkannya. Sedangkan
para ulama fikih mendefinisikannya sebagai hukuman yang wajib menjadi hak Allah atau bani adam pada tiap-tiap kemaksiatan yang tidak mempunyai
batasan tertentu dan tidak pula ada kafaratnya.
33
Hukuman takzir ini jenisnya beragam namun secara garis besar dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1. Hukuman takzir yang berkaitan dengan badan, seperti hukuman
mati dan hukuman jilid. 2.
Hukuman takzir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti hukuman penjara dan hukuman pengasingan.
3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda
penyitaan, perampasan harta dan penghancuran barang. 4.
Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh Ulil Amri demi kemaslahatan umum.
34
Berdasarkan jenis-jenis hukuman takzir tersebut di atas, maka hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana pemalsuan surat adalah
hukuman jilid dan hukuman pengasingan. Hal ini berdasarkan atas tindakan Khalifah Umar Ibn al-
Khattab terhadap Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan stempel Bait al-Maal. Demikian pula terhadap tindak pidana pemalsuan al-
Qur’an, Khalifah Umar Ibn al-Khattab mengangsingkan Mu’an Ibn Zaidah setelah sebelumnya dikenakan hukuman takzir.
33
Ruway’I Ar-Ruhaly, Fiqh Umar, Penerjemah A.M Basalamah, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1994, Cet. 1, h. 110
34
A. Rahaman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum- Hukum Allah, Syari’ah, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada 2002, Cet. 1, h. 292-293
Hukuman jilid dalam pidana takzir ditentukan berdasarkan al- Qur’an,
as-Sunnah serta ijma. Di dalam al- Qur’an misalnya dalam Surat an-Nisa’ ayat
34 yang berbunyi:
Artinya : Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya. Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya, Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar. Annisa 4: 34.
Meskipun hukuman jilid merupakan hukuman had, dan dalam ayat di atas takzir tidak dijatuhkan oleh Ulil Amri melainkan oleh suami, namun oleh
para ulama ayat tersebut dijadikan dasar diperbolehkannya hukuman takzir.
35
Sedangkan hadits yang menunjukkan bolehnya takzir dengan jilid adalah Haits Abu Burdah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang
berbunyi:
36
35
Muslich, Hukum Pidana Islam,h. 196
36
Al-Bani, Penterjemah Imron Rosadi, Mukhtasar Shahih Muslim, h. 745
ا ْ مّس ّْع ه ّص ه ْ س ع س أ صْأْل ْ ب بأ ْ ع
ه ْ ح ْ م ح ط ْسأ ّع ْ ف حأ ّْج
Artinya : “Dari Abu burdah al-Anshari r.a. bahwa dia mendengar Rasulullah
Saw bersabda: “seseorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali cambukan, kecuali dalam salah satu dari had A
llah SWT”. H.R. Muslim.
Dan pandangan para ulama, terdapat perbedaan dalam materi maksimal dan minimal hukuman jilid dalam jarimah takzir. Imam Al-Yusuf
mengatakan tidak boleh lebih dari pada 39 tiga puluh sembilan kali dan batas serendahnya harus mampu memberikan dampak preventive dan
reprensif. Imam Abu Yusuf berpendapat bahwa batas maksimal adalah 79 tujuh puluh sembilan kali, dan ulama syafii
’ah berpendapat batas maksimal tidak boleh dari 10 sepuluh kali, sedang menurut Imam Maliki batas
maksimal jilid dalam takzir boleh melebihi had selama mengandung kemaslahatan.
37
Ketentuan mengenai hukuman pengasingan terdapat al-Quran suratal- Maidah ayat 33 yang berbunyi:
37
Ahmad Dzazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, h. 198
Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi,
hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri
tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka didunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang
besar al-Maidah 5: 33
Meskipun ketentuan hukuman pengasingan dalam ayat tersebut dimaksudkan kepada pelaku jarimah hudud, tetapi para ulama menerapkan
hukuman pengasingan ini dalam jarimah takzir.
38
Tempat pengasingan menurut imam Malik adalah Negara Muslim ke Negara Non-Muslim dan Imam Abu hanifah menyamakannya dengan penjara,
sedangkan menurut Imam Syafi ’i yaitu jarak antara kota asal dengan kota
pembuangannya adalah jarak perjalanan Qashar dalam shalat. Adapun lama pengasingan menurut Imam abu Hanifah adalah 1 satu
tahun, sedangkan Syafi’iah dan sebagian Hanabilah tidak boleh melebihi 1
38
Ibid., h. 209
satu tahun, dan menurut sebagian yang lain, bila hukum pengasingan itu sebagai hukman takzir boleh lebih dari 1 satu tahun.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa hukuman yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana pemalsuan surat menurut hukum Islam
adalah berupa hukiman takzir yakni dalam bentuk hukuman jilid dan pengasingan. Sebagaimana Khalifah Umar Ibn al-Khattab telah mengasingkan
Mu’an Ibn zaidah yang memalsukan stempel Bait al-Maal setelah sebelumnya dijilid sebanyak 100 seratus kali.
B. Sanksi dan Ancaman Pidana Tindak Kejahatan Pemalsuan Data dalam