Pengaturan Bank Syariah dalam Undang-undang Perbankan

b. Bank Syariah Sebagai Bagian Integral Perbankan Nasional

Dalam Pasal 1 Ayat 3 dan 4 UU No.10 Tahun 1998 dapat dipahami bahwa suatu bank, yakni Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat, dalam melaksanakan kegiatan usahanya selain dapat dilakukan secara Konvensional, juga dapat dilakukan berdasarkan prinsip Syariah. Dengan diakuinya eksistensi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariah, disamping yang beroperasi secara Konvensional dalam UU Perbankan tersebut, maka dengan sendirinya dalam sistem perbankan nasional terdapat dua sistem bank dual banking system, yakni bank yang berdasarkan prinsip Syariah dan yang beroperasi secara Konvensional. Adapun sebagai konsekuensi dari kedudukan Bank Syariah tersebut yang merupakan bagian dari sistem perbankan nasional, dalam operasinya Bank Syariah selain harus tunduk pada ketentuan peraturan perundangan di bidang perbankan Syariah itu sendiri, ia juga harus tunduk pada segala aturan umum yang menjadi landasan hukum perbankan nasional, kecuali hal-hal yang secara khusus ditentukan lain oleh UU Perbankan tersebut.

c. Pengaturan Bank Syariah dalam Undang-undang Perbankan

Dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, ketentuan mengenai bank Syariah diatur dalam Pasal 6 huruf m dan Pasal 13 huruf c yang menyatakan bahwa usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat antara lain adalah menyediakan pembiayaan danatau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 6 huruf m tersebut dinyatakan: Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah melalui: a. Pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru, atau b. Pengubahan kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah. Bank Umum berdasarkan prinsip Syariah tidak melakukan kegiatan usaha secara Konvensional. Sedangkan bagi BPR menurut penjelasan Pasal 13 huruf c dinyatakan bahwa: ”Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional. Demikian juga Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah ”. Sebagai pedoman operasional, bagi Bank Umum Syariah, ketentuan yang harus dipedomani antara lain Surat Keputusan Direksi BI No.3234KEPDIR Tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, yang sekarang telah diubah dengan PBI No.624PBI2004 Tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Sedangkan bagi BPR ketentuan yang harus dipedomani antara lain Surat Keputusan Direksi BI No.3236KEPdiR Tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, yang sekarang telah diubah dengan PBI No.617PBI2004 Tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, dan sekarang pedoman operasional Bank Syariah sudah semakin lengkap dengan terbitnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

2. Perkembangan Perbankan Syariah dan Indikator Perkembangan