menyadari akan kenyataan ini dan memutuskan program-program yang cocok bagi mereka. Jadi, program-program dibuat terutama untuk mementingkan
kebutuhan pihak sponsor, bukan untuk kepentingan pemirsa. Sponsor hanya mau membayar iklan yang ditayangkan TV bila iklannya itu ditonton banyak
pemirsa.
100
Bagian terbesar dari reproduksi sosial iklan televisi semacam ini jusru terjadi pada realitas kehidupan perempuan. Sebagaimana dijelaskan oleh Fine dan
Leopold, bahwa posisi perempuan dalam iklan adalah bagian dari upaya kapitalisme dalam memperkukuh citra produk, sedangkan di sisi lain justru
perempuan merupakan konsumen dari produk itu sendiri. Jadi reproduksi sosial iklan televisi justru menempatkan perempuan
sebagai bagian yang banyak direproduksi oleh iklan televisi. Dalam kenyataannya, iklan televisi justru menyentuh dunia perempuan, walaupun justru sasaran
konsumen adalah perempuan itu sendiri.
101
3. Iklan Perempuan dalam Pandangan Islam
Istilah iklan secara etimonologi, berasal dari beberapa istilah asing, di antaranya ‘ilan’ dari bahasa Arab, ‘advertere’ dari bahasa Latin, yang berarti
berlari menuju ke depan, advertentie dari bahasa Belanda, dan ‘advertising’ dari bahasa Inggris. Istilah iklan juga mempunyai kesamaan makna dengan istilah
‘rekrame’ yang berasal dari bahasa Perancis ‘reclamare’ yang berarti meneriakkan sesuatu secara berulang-ulang. Atau menurut W. H. Van Baarle dan
Hollander lewat buku yang berjudul Reclamekunde, merupakan kekuatan yang
100
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, Bercinta dengan Televisi, h. 156-160
101
Burhan Bungin, Imaji Media Massa, Yogyakarta: PT. Jendela, 2001, Cet ke-1, h. 149
menarik Bahasa Belanda ‘klerfkracht’, yang ditujukan kepada kelompok pembeli tertentu, dilakukan oleh produsen atau pedagang untuk mempengaruhi
penjualan barang-barang atau jasa. Atau juga pengertian yang diberikan oleh Berkhouver, yakni sebagai setiap pertnyataan yang secara sadar ditujukan kepaa
publik dalam bentuk apa pun, yang dilakukan oleh peserta lalu lintas perniagaan, untuk memperbesar penjualan barang-barang atau jasa. Dalam khazanah bahasa
Indonesia, istilah iklan pertama kali diperkenalkan oleh Soedardjo tahun 1951, untuk menggantikan istilah advertentie bahasa Belanda atau advertising Bahasa
Inggris, agar sesuai dengan semangat pengguna bahasa nasional Indonesia.
102
Terkait dengan pemahaman arti iklan dalam akumulasinya dengan pemaknaan komunikasi massa tersebut, fungsi iklan lebih bersifat persuasif, yakni
berfungsi menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima dengan tujuan memperngaruhi agar menghubungkan representament dengan objek tertentu.
Namun, sejalan dengn perkembangan zaman, serta perubahan yang terjadi dalam organisasi produksi sistem ekonomi kapitalisme, maka gaya, isi, dan fungsi iklan
juga senantiasa mengalami perubahan. Pada awalnya, iklan menggunkan pendekatan pendekatan yang berorientasi pada produk dalam penyajiannya.
Artinya, iklan untuk suatu produk barang atau jasa yang ada, selalu ada korelasinya yang dekat dengan substansi nilai guna produk tertentu yang
diiklankannya, mulai dari segi fungsi, harga, maupun kualitasnya. Perkembangan selanjutnya menunjukkan, bahwa iklan mulai bergeser
gaya atau tipologi dan isinya, yakni lebih kearah fungsi pendefinisian konsumen sebagai bagian integral dari makna sosia budaya. Akhirnya iklan kemudian mulai
102
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 147-148
menekankan pada penciptaan simbol produk dan citra nilai makna bagi konsumen. Steward Bronfield dalam buku Writing for Film and Television 1986,
menyatakan bahwa iklan kini tidak hanya menyajikan sebuah fungsi use value, tetapi juga menekanka janji atas nilai. Nilai-nilai yang dijanjikan dalam iklan,
seringkali berwujud asosiasi-asosiasi citra yang sebagian besar terkait dengan motif-motif sosiogenis alamiah manusia.
103
Fenomena periklanan sebagai bagian dari bentuk ekspresi behasa simbolik dalam kebudayaan manusia, secara histories sebenarnya merupakan realitas
budaya, yang jejaknya sudah dikenal sangat tua, yakni sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Pada zaman di awal keberadaanya, wujud iklan hadir dalam bentuk
pesan berantai yang dilaksanakan melalui komunikasi verbal disebut juga ‘the word of mouth’.
Pesan berantai itu, disampaikan untuk membantu kelancaran jual beli dalam masyakat yang pada waktu itu mayoritasnya masih belum mengenal huruf,
dan pedagang juga masih menggunakan sistem tukar menukar barang secara langsung barter.
104
Fungsi utama iklan di media cetak adalah sebagai wahana penyampaian pesan dan sekaligus sebagai media penghibur, sehingga memuaskan perasaan
keindahan audiencenya. Sebagi bagian dari karya seni rupa, keberadaan iklan baik dimedia cetak
maupun elektronik, di samping mempunyai asfek isi atau pesan yang hendak disampaikan, juga mempunyai asfek bentuk atau wujud fisiknya. Jika iklan yang
103
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 152-153
104
Ibiid., h. 144
dimaksud menggunakan mdia massa elektronik, maka bentuk atau wujud lahiriahnya dapat berupa audio atau penggabungan antara audio-visual.
105
Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya
memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam
kontemporer berkebangsaan Mesir, menulis: Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan
menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik
dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan Barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan.
Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam
membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri
atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama
mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak- dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya
106
Termasuk dalam deretan fitnah zaman sekarang adalah eksploitasi kaum wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa wanita
itu adalah salah satu fitnah yang terbesar. Beliau bersabda: “Berhati-hatilah dari
105
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 159-162
106
http:bugis-makassar.blogspot.com200801kedudukan perempuan dalam islam
godaan dunia dan waspadai-lah rayuan kaum wanita, sebab fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah fitnah wanita.” HR. Muslim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut wanita sebagai fitnah sumber godaan. Dan rasul juga telah mengabarkan bahwa bani Israil tersesat
karena fitnah godaan wanita. Pada zaman sekarang ini eksploitasi kaum wanita banyak tersebar di
mana-mana. Mayoritas kaum hawa itu berani bersolek dan menampakkan lekuk tubuh mereka di pasar dan di jalan-jalan. Memamerkan segala macam asesoris
dan perhiasannya. Barangsiapa yang Allah kehendaki terkena godaan, maka ia akan
menyorotkan matanya atau melirikkan pandangannya kepada mereka kaum wanita itu. Hingga dikhawatirkan ia akan terkena godaan daya tarik wanita itu
dan terpedaya lantas timbul syahwat terlarang yang mendorongnya berbuat apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berzina Atau pengantar
kepada zina seperti berdua-duan tanpa mahram, berpacaran dan lain-lain. Memang, wanita adalah godaan yang paling besar. Termasuk di antaranya
eksploitasi kaum wanita melalui film-film. Ini merupakan musibah dan malapetaka besar.
Demikian pula foto-foto mereka di majalah, koran-koran dan sampul barang- barang tertentu. Mereka sengaja memilih wanita-wanita cantik agar menarik minat
orang, khususnya para pemuda. Dan yang lebih berbahaya lagi adalah munculnya foto-foto mereka dalam keadaan bugil atau setengah bugil yang diproduksi
dengan kamera-kamera canggih dan ditebar dengan parabola. Nas`alullah al- ’afiyah was salaamah.
Tidak diragukan lagi hal itu termasuk bencana terbesar pada zaman sekarang ini. Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan
yang teguh. Barangsiapa mensucikan dirinya, pandangannya tidak akan tertuju kepada perkara haram itu. Dan tidak akan menuruti kehendak syahwat dalam
hatinya kepada wanita-wanita itu. Barangsiapa dipelihara dan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya Dia akan menjauhkannya dari fitnah tersebut. Dan
niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki kebaikan bagi diri mereka. Dikutip dari:
Malapetaka Akhir Zaman Dan Cara Mengatasinya, Karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
107
Sebenarnya televisi adalah teknologi yang bebas nilai. Tergantung siapa yang menggunakannya. Kalau yang menggunakannya Hitler untuk kampanye
idealisme facisme-nya, atau para gembong penjahat tak bermoral yang melancarkan usahanya, maka TV itu adalah kejahatan dan kemaksiatan.
Hukum Televisi Dalam Islam, Tidak diragukan, bahwa keberadaan televisi
dewasa ini hukumnya haram. Meskipun sebenarnya televisi, demikian juga radio, alat perekam, atau alat semacamnya merupakan bagian-bagian dari nikmat Allah
Suhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrohim ayat 34: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah kamu dapat menghitungnya.” Sebagaimana kita ketahui, pendengaran, penglihatan ataupun lidah adalah
karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai nikmat untuk hamba-hamba-Nya. Akan tetapi, kebanyakan nikmat ini menjadi adzab atas orang yang memilikinya.
107
www.media muslim.info
Sebab mereka tidak menggunakannya dijalan yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara itu, televisi, radio, alat perekam dan sejenisnya dikatakan
sebagai nikmat, kapan hal itu terjadi ? Jawabnya, pada saat mempunyai nilai manfaat untuk umat.
Televisi dewasa ini, 99 banyak menayangkan nilai-nilai atau faham- faham kefasikan, perbuatan dosa, nyayian haram, ataupun perbutaan yang
mengumbar hawa nafsu, dan lain-lain sejenisnya. Hanya 1 tayangan televisi yang dapat diambil manfaatnya. Jadi kesimpulan hukum televisi itu dilihat dari
penayangan yang dominan. Jika telah terdapat Daulah Islamiyah, dan dapat menerapkan kurikulum ilmiah yang berfaedah bagi umat, maka berkaitan dengan
televisi untuk saat itu; saya tidak hanya mengatakan boleh jaiz tetapi wajib hukumnya.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi IVI1422H-2002M
] .
108
Namun bila yang menggunakannya orang-orang bermoral yang menyiarkan hal-hal yang bermanfaat, mininal tidak ada unsur maksiat, syirik, dosa
dan fitnah, maka TV itu menjadi media kebaikan. Dalam kenyataannya, selama ini nyaris belum kita temukan TV yang isinya 100 maksiat dan dosa,
sebagaimana tidak yang isinya 100 kebaikan semua. Nilai-nilai keburukan dan kebaikan saling berebut tempat di dalam setiap stasiun TV. Kesuksesan masing-
masing sangat ditentukan oleh orang yang mendukungnya di dalam tiap stasiun TV.
Kalau orang-orang di dalam sebuah stasiun TV lebih banyak dan lebih dominan dari kalangan yang baik-baik, maka acara yang buruk dan merusak
108
almanhaj.or.id
biasanya sangat minimal. Sebaliknya, kalau didominasi oleh para pendosa, isinya pun akan didominasi oleh maksiat dan kemungkaran. Tinggal bagaimana posisi
kita sekarang ini, apakah kita akan tinggalkan semua stasiun TVyang berbau maksiat begitu saja, lalu mendirikan TV Islam sendiri? Ataukah kita masih
berpikir untuk melakukan Islamisasi dari dalam tubuh? Idealnya, umat Islam memang harus punya TV sendiri, bahkan bukan
hanya satu buah, minimal 10 buah stasiun. Mengingat luas wilayah negeri ini dan jumlah umat Islam terbesar di dunia ada di negeri ini. Tapi jangankan sepuluh,
satu pun kita tidak punya. Cita-cita yang ideal memang harus selalu didengungkan, namun selama belum terwujd bukan berarti kita berpangku tangan
diam saja. Semua upaya ke arah penguasaan teknologi pertelevisian harus dimiliki oleh umat Islam. Dan salah satu tempat pelatihan yang paling utama adalah
bekerja pada stasin televisi, baik sebagai redaksi, teknisi, kru atau bagian lainnya. Mengapa kita tidak berpikir untuk meningkatkan kuantitas program yang
baik dan bermanfaat? Atau meningkatkan kualitas program yang sudah ada sehingga menjadi lebih baik. Berdasarkan sebuah kaidah: Malaa yudraku kulluhu
la yutraku julluhu sesuatu yang tidak bisa didapat semuanya, tidak harus ditinggalkan semua.
109
Saat ini hampir disetiap penyiaran TV di Indonesia memiliki program acara Islam yang sifatnya rutin atau tidak rutin regular-non regular meski
porsinya cukup jauh dari tayangan-tayangan program lainnya, namun paling tidak hal ini cukup memuaskan dalam hal pemenuhan kebutuhan khalayak terhadap
televisi yang berfungsi sebagai media informasi dan pendidkan.
109
http:MTA-on line.com
Televisi dapat dikaitkan sangat efektif untuk kepentingan dakwah, karena kemampuannya dapat menjangkau daerah yang cukup luas dengan melalui sebuah
gambar sekaligus narasinya. Dakwah melalui televisi dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dalam ceramah, sandiwara, maupun, drama. Dengan melalui
televisi seorang pemirsa dapat mengikuti dakwah seakan ia berada langsung dihadapan dai, Seakan ia dapat mengadakan komunikasi langsung dengannya
untuk menarik dakwah melalui televisi, apalagi jika dai-dai besar mampu menyajikan dakwahnya dalam suatu program yang sederhana dan dimengerti oleh
berbagai kalangan masyarakat.
110
Tidak di ragukan lagi, keterjebakan kaum wanita dalam kodrat mereka selama ini yang telah mereka pelajari dalam sosialisasi awal mereka dalam
keluarga dan lingkungan mereka diperteguh oleh media massa, termasuk iklan. Mereka terjebak dalam lingkaran setan, Aspirasi-aspirasi mereka dikontrol dan
dibatasi oleh gagasan yang mereka peroleh dari media massa. Dalam memandang dan memperlakukan wanita, iklan bersikap paradoks.
Di satu pihak, iklan TV mempromosikan kemajuan-kemajuan dan presentasi- presentasi wanita, misalya dengan memunculkan wanita lainnya sebagai tokoh
wanita karir dalam iklan juga dalam melemparkan mereka kembali kepada keterbelakangan, dengan tetap menonjolkan keutamaan wanita sebagai makhluk
yang selalu ingin menarik perhatian lawan jenisnya. Pesan-pesan iklan TV sedemikian halus sehingga para pemirsa wanita
sendiri tidak menyadari bahwa mereka digiring ke dalam suatu ideologi tertentu,
110
Darmansastro, Televisi Sebagai Media Pendidikan, PT. Duta Wacana University Press, Yogyakarta: 1994
yang sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai agama mereka tentang identitas dan peran mereka. Islam mengajarkan sebagaimana tertuang dalam
banyak ayat Al-Qur’an misalnya, Al A’raaf:26, Al Hujuraat:13 dan hadis Nabi, bahwa wanita adalah makhluk Allah yang kualitasnya, seperti juga pria, bukan
terletak pada fisiknya ataupun kemampuannya untuk memuaskan pria, melainkan pada ketakwaaannya. Dalam ayat-ayat yang memerintahkan wanita untuk
menutup aurat An-Nuur:31, Al Ahzab:59, Allah memandang wanita sebagai manusia yang harus diperlakukan secara serius. Secara implisit kedua ayat itu
mengisyaratkan bahwa nilai mereka bukan terletak pada penampilan fisik mereka, melainkan kepada kata-kata, gagasan-hahasan, dan kebajikan-kebajikan mereka.
Mereka bukan semata-mata objek seks bagi laki-laki, bukan pajangan yang harus dinikmati laki-laki, dan bukan pula budak laki-laki yang harus selalu tunduk pada
kemauan dan menyesuaikan diri dengan selera laki-laki. Dengan kata lain, menurut Islam, kecantikan batiniah jauh lebih berharga daripada kecantikan fisik.
Usia tua juga bukanlah suatu keburukan. Hal itu justru sering menunjukkan kearifan.
111
Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya
memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam
kontemporer berkebangsaan Mesir, menulis: Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan
menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh
111
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, “Bercinta dengan Televisi”, h. 160-161
perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan Barat dewasa ini, asal saja
kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan. Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan
pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja
dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama
pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-
dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya
112
Membangun etika komunikasi dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari pandangan dunia yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Dasar yang menjadi
pandangan dunia Muslim, menurut kedua sumber tadi, ialah tauhid. Pandangan tauhid akan memberikan landasan normatif bagi praktis media. Dengan demikian,
menurut Mowlana 1990:70,” akan memberikan bimbingan asasi dalam menetapkan batas-batas legitimasi politik, sosial, dan kultural oleh satu sistem
komunikasi.” Segmen pasar memberi peluang terhadap pembentukan televisi Islami.
Lagi pula, konglomerasi kelas menengah-santri kota-sudah tumbuh bersamaan dengan makin mantapya hasil pembangunan kita. Pemerintah punperlu
mendorong kemungkinan pembentukan televisi Islami, mengingat potensi utama terhadap gempuran infiltrasi budaya asing cukup kokoh. Dengan demikian,
112
http:bugis-makassar.blogspot.com200801kedudukan perempuan dalam islam
sesunggunya televisi Islami mampu menjadi counter-culture, atau resistensi kultural terhadap proses sekularisme yang semakin merembes dalam alam
kesadaran umat. Masalah sekarang, bagaimana umat mampu menyiapkan sumber daya
manusia untuk mengisi profesionalisme dalam era revolusi komunikasi media elektronik ini dengan tetapa berpegang dalam acuan etika normatif etika Islam.
Maka, simaklah peringatan Al-Qur’an ini: “serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik pula.” Q.S.16:125.
113
Terlepas dari sisi mudharatnya kelebihan yang dimiliki televisi hendaknya dapat diperlakukan untuk perluasan dakwah islam, karena bisa dilihat dari sisi
dakwah televisi jauh lebih efektif daripada jenis media lainnya dalam menyampaikan pesan-pesan moral. Media berarti segala bentuk yang membantu
juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.
114
113
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, Bercinta dengan Televisi, h. 113-118
114
Abdul Karim Zaedan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah II, Jakarta, Media Dakwah, 1984
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Profil Wilayah Penelitian