27
a. Pembayaran b. Subrograsi Pasal 1400 KUHPerdata
c. Pembaharuan utangnovasi Pasal 1413 KUHPerdataDebitur yang telah d. Perjumpaan utang kompensasi Pasal 1425 KUHPerdata
B. Tinjauan Umum tentang Kredit Macet
1. Pengertian Kredit Macet Fasilitas kredit yang diperoleh dari pihak kreditur tidak seluruhnya dapat
dikembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Pada kenyataannya di dalam praktik selalu ada sebagian debitur
yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada kreditur yang telah meminjamkannya. Apabila debitur tidak dapat membayar lunas utangnya, maka
tergambar perjalanan kredit menjadi terhenti atau macet. Keadaan yang demikian apabila ditinjau dari segi hukum perdata disebut
wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa pemberian kredit merupakan perbuatan pinjam-meminjam uang dan pengembalian kredit
atau membayar angsuran kredit disebut sebagai prestasi. Apabila debitur tidak membayar lunas utangnya setelah jangka waktu pengembalian tersebut terlewati,
maka perbuatannya disebut wanprestasi. Wanprestasi itu tergolong atas 3 tiga macam perbuatan jika dihubungkan dengan kredit macet, perbuatan tersebut
yaitu:
26
a. Nasabah debitur sama sekali tidak tepat membayar angsuran kredit beserta bunganya;
b. Nasabah debitur membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya. Pembayaran angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah debitur
kurang membayar satu kali angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet.
26
Gatot Supramono, Ibid, hlm.131-132.
Universitas Sumatera Utara
28
c. Nasabah debitur membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah
membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui kreditur atas permohonan debitur.
Dengan kata lain, kredit macet diartikan bahwa debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian. Kredit macet merupakan salah satu dari penggolongan kredit bermasalah.
Istilah penggolongan kredit bermasalah merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan penggolongan kolektibilitas kredit yang menggambarkan kualitas
dari kredit itu sendiri.
27
Jadi, untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibilitas kreditnya. Berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia No.7 2 PBI 2005 tentang kualitas aktiva Bank Umum Pasal 13 ayat 3, kolektibilitas kredit terdiri dari 5 lima golongan, yaitu:
a. Lancar pass, kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini:
1 Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit;
2 Hubungan debitur dengan kreditur baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat;
3 Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat. b. Dalam perhatian khusus special mention, kredit digolongkan dalam
perhatian khusus apabila memenuhi kriteria di bawah ini: 1 Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai 90
Sembilan puluh hari;
27
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung: 1996, hlm. 427.
Universitas Sumatera Utara
29
2 Jarang mengalami cerukan; 3 Hubungan debitur dengan kreditur baik dan debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat;
4 Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat; 5 Pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil.
c. Kurang lancar substandard, kredit digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini:
1 Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 Sembilan puluh hari sampai dengan 180 seratus
delapan puluh hari; 2 Terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi
kerugian operasional dan kekurangan arus kas; 3 Hubungan debitur dengan kreditur memburuk dan informasi
keuangan tidak dapat dipercaya; 4 Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan lemah;
5 Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit; 6 Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
d. Diragukan doubtful, kredit digolongkan diragukan apabila memenuhi kriteria di bawah ini:
1 Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 seratus delapan puluh hari sampai dengan 270
dua ratus tujuh puluh hari;
Universitas Sumatera Utara
30
2 Terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas;
3 Hubungan debitur dengan kreditur semakin memburuk dan informasi keuangan tidak bersedia atau tidak dapat dipercaya;
4 Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah; 5 Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam
perjanjian kredit; e. Macet loss, kredit digolongkan macet apabila memenuhi kriteria di
bawah ini: 1 Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 270 dua ratus tujuh puluh hari; 2 Dokumentasi kredit dan atau pengikatan agunan tidak ada.
Berdasarkan kolektifitas kredit tesebut diatas, kredit macet ialah kredit yang telah jatuh tempo, namun belum dilunasi dan tunggakan angsuran lebih dari
270 hari atau 9 bulan. Kredit macet juga dapat dikatakan ketika debitur tidak mampu lagi untuk mengangsur utang pokoknya dan bunga dari hasil usaha yang
dimodali dengan fasilitas kredit.
28
2. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Kredit Macet Faktor yang menyebabkan nasabah tidak melaksanakan kewajibannya
melunasi utangnya menurut Salim H.S adalah sebagai berikut:
29
a. Kondisi ekonomi nasabahdebitur Pada umumnya, yang meminjam uang pada lembaga perbankan non bank
adalah nasabahdebitur menengah ke bawah. Mereka pada umumnya adalah para petani tembakau, pengusaha kecil, dan menengah. Sehingga
28
Mantayborbir, S., dkk.,Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa, Medan: 2002, hlm. 23.
29
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia,Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2005, hlm. 270-274.
Universitas Sumatera Utara
31
dalam mengembangkan usahanya selalu tergantung pada harga pasar yang berlaku. Di dalam prinsip ekonomi, bahwa semakin banyak barang yang
dijual dipasar, maka semakin rendah harga barang tersebut. Hal ini tampak dari kebijakan petani tembakau, dimana mereka semua menanam
tembakau. Tembakau ini melimpah, sehingga harga anjlok, sementara kebutuhan perusahaan sangat terbatas. Maka dengan sangat terpaksa
mereka menjual harga tembakau dengan harga yang rendah. Sehingga pada gilirannya mereka tidak mampu membayar utang kredit pada
lembaga perbankan, sementara uang yang diterima hanya cukup untuk membayar biaya pengelolaannya;
b. Kemauan debitur untuk membayar hutangnya sangat rendah Rendahnya kemauan debitur untuk membayar hutang
– hutangnya ini disebabkan karena jaminan yang digunakan oleh mereka adalah tanah
milik orang lain. Terjadinya penggunaan tanah milik orang lain adalah disebabkan pemilik tanah membutuhkan uang, misalnya Rp 5.000.000,-
lima juta rupiah. Untuk mendapatkan uang tersebut, maka yang bersangkutan menyuruh orang lain untuk memperoleh kredit tersebut. Di
dalam mengajukan permohonan kredit, debitur ini meminjam kredit dalam jumlah yang besar, misalnya Rp50.000.000,- lima puluh juta rupiah,
sehingga pada gilirannya ia tidak mampu membayar pinjaman pokok dan bunga kreditnya.
c. Nilai jaminan lebih kecil dari jumlah hutang pokok dan bunga Pada saat dilakukan penilaian oleh lembaga perbankan non bank, bahwa
objek jaminan yang dimiliki oleh nasabah dianggap cukup untuk membayar hutang pokok dan bunga, manakala ia tidak mampu membayar
hutang. Namun, dalam kenyataan ternyata pada saat dilakukan pelelangan nilai jaminan itu tidak cukup untuk membayar hutang
–hutangnya. d. Usaha nasabah bangkrut
Setiap nasabah yang mengembangkan bisnis tidak menginginkan usahanya bangkrut. Mereka tetap menginginkan supaya usaha dagangnya tetap
berjalan dan mendapat keuntungan sebanyak – banyaknya. Bangkrutnya
usaha debitur ini disebabkan bisnis yang dikembangkan sangat banyak dan adanya pengaruh krisis ekonomi dan moneter. Misalnya, usaha yang
utama mereka berdagang, tetapi mereka juga mengembangkan usaha di bidang transportasi, perkayuan, dan lain
– lain. Banyaknya usaha yang dikembangkan nasabah ini membuat biaya yang dikeluarkan untuk
mengembangkan usaha tersebut menjadi bertambah. Setiap penambah sebuah kegiatan usaha, maka akan bertambah modal yang dibutuhkan
untuk itu. Krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan berdampak negatif terhadap pengembangan usaha dari debitur, dimana debitur tidak
mampu bersaing untuk mengembangkan usahanya karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk itu, sedangkan daya beli masyarakat sangat
kurangrendah.
e. Kredit yang diterima nasabah disalahgunakan Di dalam usulan yang disampaikan kepada banknon bank, nasabah telah
menentukan tujuan kredit yang diajukannya, misalnya untuk investasi usaha, pengembangan usaha, pembangunan sarana dan prasarana investasi,
dan lain-lain. Namun, mereka tidak menggunakan uang itu sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
32
mestinya. Mereka menggunakan kredit yang diterima untuk membeli mobil mewah, rumah, dan lain-lain.
f. Manajemen usaha nasabah sangat lemah Pengelolaan bisnis harus disertai dengan manajemen yang baik. Artinya,
nasabah di dalam mengembangkan usahanya mempunyai pengetahuan dan skill yang berkaitan dengan pengelolaan usaha. Tanpa adanya hal itu,
maka usaha nasabahdebitur tidak dapat berkembang dengan baik. Suatu manajemen dikatakan baik, apabila nasabah tersebut mempunyai catatan
yang berkaitan dengan debit dan kredit pemasukan dan pengeluaran. Umumnya, pengusaha ekonomi lemah di dalam mengembangkan
usahanya tidak mempunyai catatan-catatan seperti tersebut di atas, sehingga mereka tidak mampu menghitung berapa jumlah keuntungan dan
kerugian yang dideritanya.
g. Pembinaan kreditur terhadap nasabah sangat kurang Keberhasilan nasabah di dalam pengembangan usahanya tidaklah terlepas
dari usaha pembinaan yang dilakukan oleh kreditur terhadap nasabahnya. Pembinaan nasabah ini mencakup pembinaan skill, pembinaan manajemen,
marketing, negosiasi. Selama ini kita melihat bahwa pembinaan yang dilakukan oleh lembaga perbankan terhadap nasabahnya sangat kurang.
Pembinaan baru dilakukan oleh kreditur setelah debitur mengalami masalah di dalam pengembalian kreditnya. Para nasabah seharusnya
diberikan keterampilan, baik skill, manajemen, marketing dan negosiasi.
Sedangkan Bagir Manan berpendapat bahwa faktor-faktor yang merupakan sumber-sumber munculnya kredit macet dapat dikategorikan sebagai
berikut:
30
a. Faktor debitur Ada kemungkinan debitur tertentu memang tidak memperhitungkan
dengan cermat kemungkinan pelunasan pinjaman dengan teratur dan tepat waktu. Pinjaman dilakukan sekadar memanfaatkan berbagai peluang yang
tidak begitu terjamin atau tidak dapat diketahui secara tepat kelangsungannya. Bahkan untuk debitur semacam ini sejak semula ada
unsur spekulasi berlebihan bahkan kemungkinan itikad kurang baik untuk memenuhi segala kewajiban yang diperjanjikan. Tetapi kesulitan
pelunasan pinjaman tidak semata-mata pada debitur yang kurang cermat atau yang serba berspekulasi. Debitur yang beritikad baik juga dapat
terperosok pada kesulitan pengembalian pinjaman karena berbagai kondisi, baik yang ditimbulkan oleh debitur itu sendiri atau faktor
– faktor di luarnya seperti kelesuan ekonomi, dan lain sebagainya.
b. Faktor kreditur
30
Gatot Supramono, sebagaimana dikutip dari Bagir Manan, Sarana Penanggulangan Kredit Macet Perbankan Makalah, disampaikan pada acara Diskusi Terbuka Penyelesaian Kredit Macet
Perbankan, diselenggarakan oleh Bank Indonesia, Jakarta, 4 dan 5 Oktober 1993, hlm. 269-271.
Universitas Sumatera Utara
33
Kekurangcermatan kreditur pada saat memberikan pinjaman juga dapat menjadi sumber kredit macet. Kekurangcermatan tersebut dapat terjadi
karena didorong melakukan ekspansi kegiatan yang berlebihan atau dorongan persaingan antara kreditur. Dorongan
– dorongan ini menimbulkan kebijaksanaan beleid yang memberikan berbagai
kemudahan sehingga menjadi kurang cermat dalam menilai jaminan agunan atau penjamin, prospek usaha dan lain sebagainya. Keadaan ini
akan makin diperburuk apabila aparat kreditur tidak menjaga integritas
dengan baik sehingga mudah “dibelai” calon debitur. c. Faktor pemerintah
Kemacetan pengembalian pinjaman dapat pula bersumber dari berbagai tindakan atau kebijaksanaan pemerintah. Kebijaksanaan uang ketat tight
money policy, atau berbagai kebijaksanaan yang mempengaruhi kegiatan ekonomi tidak jarang menjadi sebab kesulitan mengembalikan pinjaman.
Dalam hal benar-benar terbukti kebijaksanaan pemerintah merupakan penyebab kesulitan debitur melunasi pinjamannya. Maka sudah
semestinya pemerintah ikut bertanggung jawab dan wajib berupaya memberikan kebijaksanaan yang tidak akan lebih menekan debitur.
d. Faktor masyarakat-khususnya kegiatan ekonomi masyarakat Piutang negara adalah kredit yang diberikan atau diperoleh untuk
menjalankan berbagai kegiatan ekonomi-perdagangan, industri dan sebagainya. Krisis ekonomi, kelesuan ekonomi, baik yang bersifat
nasional maupun internasional global akan berakibat pula pada kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor munculnya kredit macet adalah faktor debitur itu
sendiri yaitu para debitur kurang memiliki kesadaran dalam melaksanakan tanggung-jawabnya untuk melunasi utang kreditnya, faktor kreditur yaitu
kurangnya ketelitian kreditur dalam memberikan pinjaman kepada calon debitur dan juga kurangnya pembinaan terhadap debitur dalam hal menjalankan usahanya,
serta faktor pemerintah dalam berbagai kebijaksanaanya yang pada umumnya sering memberatkan masyarakat yang otomatis memberatkan debitur dalam hal
pengembalian pinjaman kredit.
3. Penyelesaian Kredit Macet
Universitas Sumatera Utara
34
Apabila kredit macet terjadi karena debitur tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana terdapat dalam perjanjian kredit, maka sebelum
melakukan eksekusi barang jaminan, debitur harus terlebih dahulu dinyatakan wanprestasi yang dilakukan melalui putusan pengadilan, untuk itu kreditur harus
menggugat debitur atas dasar wanprestasi. Namun, sebelum menggugat debitur, kreditur harus melakukan somasi terlebih dahulu yang isinya agar debitur
memenuhi prestasinya. Apabila debitur tidak juga memenuhi prestasinya, maka kreditur dapat menggugat debitur atas dasar wanprestasi yang oleh pengadilan
diputuskan bahwa kreditur dapat melakukan eksekusi atas barang jaminan yang diberikan oleh debitur.
Eksekusi barang jaminan tidak hanya bergantung pada jangka waktu pembayaran kredit telah lewat atau tidak. Apabila debitur melakukan prestasi
yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, hal ini juga merupakan bentuk wanprestasi keliru berprestasi atau melakukan tidak sebagaimana yang
diperjanjikan sehingga
kreditur berhak
untuk melaksanakan
haknya mengeksekusi barang jaminan. Namun, biasanya sebelum membawa perkara
kredit yang bermasalah ke jalur hukum, dilakukan upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
35
BAB III
JAMINAN FIDUSIA DAN EKSEKUSINYA
A. Tinjauan Umum tentang Jaminan Fidusia