Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Definisi Konsep

Rutan Kelas I Medan adalah instansi pemerintahan di bidang di pimpin oleh seorang Kepala Rutan dan dibantu oleh tiga belas orang Kepala Seksi, Setiap Rutan di Indonesia telah diberikan atau dibebankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dan setiap Kepala Rutan dapat melakukan kebijakan-kebijakan yang berbeda-beda dalam usaha untuk melayani yang diberikan. Kebijakan ini sendiri pasti akan membentuk tipe kepemimpinan yang selanjutnya dapat disebut gaya kepemimpinan dari seorang kepala Rutan. Dari pengamatan penulis ketika penulis sebelum melakukan penelitian diketahui bahwa kepala Rutan Kelas I Medan memiliki gaya kepemimpinan tersendiri yang unik dalam memimpin para pegawainya. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai Pada Rutan Kelas I Medan Sumatra Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana gaya kepemimpinan Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara. 2. Bagaimanakah kinerja pegawai pada Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara 3. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja pegawai di Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gaya kepemimpinan di Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara 2. Mengetahui bagaimana kinerja pegawai di Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara. 3. Mengetahui apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan situasonal terhadap kinerja pegawai pada Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, bagi penulis penelitian ini merupakan wahana untuk melatih dan mengembangkan pengetahuan melalui karya ilmiah. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan penelitian dan menjadikan sumber bacaan tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan bagi Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara 1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Kepemimpinan

1.5.1.1. Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik. Hal ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur tidak aktif sampai pimpinan bertindak untuk menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan mereka mencapai tujuan. Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua orang yang dipimpin dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha agar kehendaknya diterima dan dirasakan oleh seluruh anggota kelompok sebagai kehendaknya juga. Tanpa bimbingan dari pemimpin, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi menjadi renggang lemah. Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaran- sasarannya. Menurut Kerlinger 2002:25 kepemimpinan adalah kemampuan tiap pimpinan di dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya bekerja dengan gairah, bersedia bekerjasama dan mempunyai disiplin tinggi, dimana para bawahan diikat dalam kelompok secara bersama-sama dan mendorong mereka ke suatu tujuan tertentu. Selanjutnya Susilo 1998:64 kepemimpinan merupakan keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya agar bawahannya secara sukarela mau mengejar tujuan organisasi. Davis 1995:54 mengikhtisarkan ada empat ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi : 1. Kecerdasan intelligence. Penelitian-penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya, tetapi tidak sangat berbeda. 2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas SocialMaturity and breadth. Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa atau matang, serta mempunyai kegiatan-kegiatan dan perhatian yang luas. 3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Pemimpin secara pikir mampunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik. 4. Sifat-sifat hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan mempengaruhi harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada pegawai. Keterampilan dalam kepemimpinan terdiri dari lima macam yang terdiri dari: 1. Pemberian kuasa yaitu pembagian kuasa oleh pimpinan kepada bawahannya. 2. Intuisi adalah keterlibatan manajer dalam menatap situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko serta membangun kejujuran. 3. Pemahaman diri yaiitu kemampuan untuk mengenali kemampuan serta kelemahan diri serta berupaya mengatasi kelemahan tersebut. 4. Pandangan ialah keterlibatan diri dalam mengimajinasikan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. 5. Nilai keselarasan yaitu kemampuan dalam mengetahui serta memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya menuju organisasi yang efektif. Kepemimpinan merupakan bagian penting dalam organisasi maupun perusahaan dimana organisasi tersebut tersusun atas dasar pembagian fungsi- fungsi yang berbeda yang harus dilaksanakan. Adanya perbedaan peranan atau tugas bagi tiap individu dalam organisasi merupakan penentu adanya kepemimpinan. Adanya berbagai peranan dan tugas mengakibatkan perlunya pengaturan dan koordinasi yang dilakukan oleh pemimpin. Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian. Oleh karena itu, pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau pribadi dengan faktor situasi. Diantara berbagai definisi tentang pengertian pemimpin adalah sebagai berikut : 1. Pemimpin adalah orang-orang yang menggerakkan orang-orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing- masing dengan hasil yang diharapkan Kartono, 2002:33. 2. Pemimpin adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi Wahjosumidjo, 2005:24. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tujuan.

1.5.1.2. Gaya Kepemimpinan

Seorang pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat Thoha, 2002:43. Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Siagian 2010:30 bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan, yaitu cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya.

1.5.1.2.1. Gaya Kepemimpinan Klasik

Mengutip pendapat dari Sugiono 2010:31, lima gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya sejak dahulu adalah : 1. Tipe yang Otokratik Pemahaman tentang literatur yang membahas tipologi kepemimpinan menunjukkan bahwa semua ilmuwan yang berusaha mendalami berbagai segi kepemimpinan mengatakan bahwa seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karateristik yang dapat dipandang sebagai karateristik yang negatif. Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egoisnya yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang dibenarkannya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan. Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan ke-akuannya antara lain sebagai berikut : a. Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi. b. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka. c. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan. d. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan dituntut untuk melaksanakan nya saja. Dari pembahasan singkat di atas kiranya jelas bahwa dalam kehidupan organisasional yang menjujung tinggi harat dan martabat manusia dengan berbagai bentuk kebutuhan, keinginan, dan harapan yang kesemuanya bermuara pada peningkatan mutu hidup seseorang. Tipe pemimpin yang otokratik bukanlah tipe yang ideal akan hal tersebut. Bahkan juga bukan tipe yang diinginkan. 2. Tipe yang Paternalistik Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik ditandai oleh beberap faktor yaitu: a. Kuatnya ikatan primordial, b. Kehidupan masyarakat yang komunalistik, c. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat, d. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyrakat dengan anggota masyarakat lainnya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu. Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan paternalistik yaitu: a. Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih bersifat informal tersebut dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat kedewasaan, sehingga mereka tidak dibiarkan untuk berindak dan berfikir sendiri. b. Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan akibat pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa. c. Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal melakukan saja. Hal ini disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu akan segala sesuatu mengenai seluk beluk organisasional. Dan akibatnya tidak ada pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari para bawahan. 3. Tipe yang Kharismatik Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Dengan kata lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang kadang-kadang jumlahnya sangat besar. Mungkin karena kurangnya pengetahuan untuk menjelaskan kriteria ilmiah mengenai kepemimpinn yang kharismatik, banyak orang lalu cenderung mengatakan bahwa ada orang orang tertentu yang memiliki kekuatan ajaib yang tidak mungkin dijelaskan secara ilmiah yang menjadikan orang-orang tertentu itu dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik. Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatika bahwa para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya otokratik, para pengikutnya tetap setia kepadanya. Hanya saja jumlah pemimpin yang kharismatik ini tidak besar dan mungkin julahnya hanya sedikit. Ini pula lah yang menyebabkan sehingga tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk menganalisis secara ilmiah karateristik pemimpin yang kharismatik. 4. Tipe yang laissez faire Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya. Dengan sikap organisasional demikian, tidak alasan kuat untuk memperlakukan para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab dan tidak setia, dan sebagaianya. Karena itu, demikian pandangan pemimpin yang laissez faire, nilai yang tepat dalam hubungan atasan dengan bawahan adalah nilai yang disarakan kepada saling mempercayai yang besar. Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri: 1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi dari pemimpin. 2. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif 3. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata nya menuntut keterlibatannya secara langsung. 4. Status quo organisasional tidak terganggu. 5. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan sendiri. 6. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum. Penerapan gaya kepemimpinan laissez-faire dapat mendatangkan. Keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja menurut selera masing-masing. 5. Tipe yang Demokratik Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain: 1. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai mahluk yang mulia dan derajatnya sama. 2. Pemimpin yang demokratis cenderung mementingkan kepentingan organisasi atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan pribadinya. 3. Sangat mengutamakan kerjasama dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama. 4. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk pengembangan dan kemajuan organisasi. 5. Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih berhasil dari sebelumnya. 6. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan kapasitanya menjadpemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi. Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki serta terbinanya moral yang tinggi. Sedang kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah keputusan serta tindakan kadang- kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.

1.5.1.2.2. Gaya Kepemimpinan Situasional Situasional Leadership

Pendekatan situasional atau kontingensi didasarkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin selain ditentukan oleh sifat- sifat dan perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam organisasi. Model kepemimpinan dari pendekatan ini antara lain gaya kepemimpinan kontingensi Flidler, dan gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard. Situasi adalah gelanggang yang perlu bagi pemimpin untuk beroperasi. Bagi sebagian besar pemimpin, situasi bisa menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi keliru jika menyalahkan situasi. Dalam menerapkan kepemimpinan situasional, seorang pemimpin harus didasarkan pada analisis terhadap situasi yang dihadapi pada suatu saat tertentu dan mengidentifikasikan kondisi anggota atau anak buah yang dipimpinnya. Kondisi bawahan merupakan faktor yang penting, karena selain sebagai individu bawahan juga sebagai kekuatan kelompok yang kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi yang dimiliki pemimpin Veitzal Rivai, 2003:72. 1. Gaya Kepemimpinan Kontingensi Fiedler. Teori ini tidak membahas gaya kepemimpinan apa yang paling baik dan gaya kepemimpinan apa yang tidak baik, tetapi teori ini mengemukakan bagaimana tindakan seorang pemimpin dalam situasi tertentu kepemimpinannya yang efektif. Teori ini juga tidak membahas gaya dan perilaku yang berpola tetapi berdasarkan situasi kemudian melakukan pendekatan yang tepat. Dengan situasi yeng berbeda maka pendekatan yang dilakukanpun akan berbeda. Gaya kepemimpinan ini mengemukakan tiga variable utama yang menentukan suatu situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi pemimpin: a. Kepemimpinan berorientasi pada struktur tugas the task structure Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. b. Kepemimpinan berorientasi pada hubungan. Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. c. Kekuatan posisi Position Power Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas- tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin misalnya menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat demotions. Ketiga variable situasi ini dikatkan dengan pendekatan yang berorientasi pada tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi antara situasi yang dihadapi oleh pemimpin dengan perilaku kepemimpinan yang tepat akan menentukan efektifitas kepemimpinan. Yang dimakud perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada tugas dan dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada hubungan. Perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan akan efektif dalam situasi yang moderat misalnya pemimpin yang menghadapi situasi ketika derajat variabel situasi hubungan pemimpin dan bawahan rendah, tetapi kedua variabel yang lain derajatnya tinggi. Atau dalam situasi lain yaitu variable posisi kewenangan pemimpin derajatnya rendah tetapi variabel yang lain derajatnya tinggi. Dapat disimpulkan dari model kepemimpinan kontingensi, perilaku pemimpin yang efektif tidak berpola dari satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada satu saat tertentu. Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga variabel yang dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan hubungan, tetapi tidak berarti bahwa tugas tidak pernah berorientasi pada hubungan. 2. Gaya Kepemimpinan Hersey dan Blanchard Teori kepemimpinan situasional, teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blanchard. Kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard adalah didasarkan pada saling berhubungannya diantara hal-hal berikut: Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksankan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu Thoha, 1983:65. Manajer harus mempu mengidentifikasi isyarat- isyarat yang terjadi di lingkungannya tetapi kemampuan mendiaknosis belum cukup untuk berperilaku yang efektif. Pemimpin harus mampu untuk malakukan adaptasi kepemimpinan terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan kepemimpinannya. Dimana seorang pemimpin harus mempunyai fleksibelitas yang bervariasi. Kebutuhan yang berbeda pada anak buah membuat dia harus diberlakukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi yang mengganggap tidak praktis dalam setiap kali mengambil keputusan harus terlebih dahulu mempertimbangkan setiap variable situasi. Dasar gaya kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard yaitu : a. Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin perilaku tugas. b. Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin perilaku hubungan. c. Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu. Konsep ini menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan anggota kelompok atau pengikutnya. Teori ini menekankan hubungan pemimpin dengan anggota sehingga tercipta kepemimpinan yang efektif, karena anggota dapat menentukan keanggotaan pribadi yang dimiliki pemimpin. Kematangan atau maturity adalah bukan kematangan secara psikologis melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas masing-masing termasuk tanggung jawan dalam melaksanakan tugas tersebut juga kemauan dan kemampuan mengarahkan diri sendiri. Jadi, variable kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam melaksanakan tugas masing- masing tidak berarti kematangan dalam segala hal. Kematangan anak buah adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak buah dalam menyelesaikan tugas dari pimpinan, termasuk didalamnya adalah keinginan atau motivasi mereka dalam menyelesaiakan suatu tugas. Kematangan individu dalam teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard dibedakan dalam 4 kategori kematangan yang masing- masing punya perbedaan tingkat kematangan sebagai berikut: 1.Tingkat kematangan anggota rendah Ciri-cirinya adalah anggota tidak mampu dan tidak mau melaksanakan tugas, maksudnya Kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas rendah dan anggota tersebut juga tidak mau bertanggung jawab. Penyebabnya: tugas dan jabatan yang dijabat memang jauh dari kemampuan , kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan organisasi, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan ketersediaan dalam organisasi.

2. Tingkat kematangan anggota rendah ke Sedang atau Moderat Rendah

Ciri- cirinya: anggota tidak mampu melaksanakan tapi mau bertanggung jawab, yaitu walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugasnya rendah tetapi memiliki rasa tanggung jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi. Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin dicapai. Penyebabnya : anggota belum berpengalaman atau belum mengikuti pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi tinggi, menduduki jabatan baru dimana semangat tinggi tetapi bidangnya baru dan selalu berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan ketersediaan yang ada dalam organisasi.

3. Tingkat kematangan anggota sedang ke tinggi atau moderat tinggi.

Ciri- cirinya: anggota mampu melaksanakan tetapi tidak mau. Yaitu m,ereka yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas tetapi karena suatu hal tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakan. Penyebabnya : anggota merasa kecewa atau prustasi misalnya: baru saja mengalami alih tugas dan tidak puas dengan penempatan yang baru.

4. Tingkat Kematangan Anggota Tinggi

Ciri- ciri anggota mau dan mampu, yaitu mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah dan punya motivasi tinggi serta besar tanggungjawabnya. Mereka adalah yang berpengalaman dan punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas. Merteka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu berhasil. Merujuk pada tingkat kematangan masing- masing kelompok atau anggota kelompok, maka perilaku kepemimpinan harus disesuaikan demi tercapainya efektifitas kepemimpinan berdasarkan analisis pemimpin terhadap tingkat kematangan anggota, digunakan kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Perilaku kepemimpinan seseorang menghadapi kelompok secara keseluruhan harus berbeda- beda dengan menghadapi individu anggota kelompok, demikian pula perilaku kepemimpinan manajer dalam menghadapi tiap- tiap individu harus berbeda- beda tergantung kematangannya. Masing- masing punya perbedaan tingkat kematangan. Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan yang dibuat didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila mereka menyesuaiakan gaykepemimpinanya dengan tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah, tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah dapat dibagi menjadi empat tingkat yaitu: a. Intruksi adalah untuk pengikut yang rendah kematangannya, orang yang tidak mampu dan mau memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki keyakinan. bawahan seperti ini masih sangat memerlukan pengarahan dan dukungan, masih perlu bimbingan dari atasan tentang bagaimana, kapan dan dimana mereka dapat melaksakanya tanggung jawabtugasnya. b. Konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang, orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul tanggung jawab memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan. pimpinanpemimpin perlu membuka komunikasi dua arah two way communications, yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya. c. Partisipasi adalah bagi tingkat kematangan dari sedang kerendah, orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu tugas yang diberikan. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan. d. Delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi, orang-orang pada tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugastangung jawabnya Thoha, 1983:74-76.

1.5.1.3. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Peranan para pemimpin dalam suatu organisasi sangat sentral dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan. Hal itu berarti efektivitas kepemimpinan dari para pimpinan yang bersangkutan merupakan hal yang paling didambakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan organisasi tersebut. Kemampuan mengambil keputusan merupakan kriteria utama dalam menilai efektivitas seseorang, berarti ada kriteria lain yang dapat dan biasanya digunakan. Berbagai kriteria itu berkisar pada kemampuan seorang pemimpin menjalankan berbagai fungsi-fungsi kepemimpinan. Ada lima fungsi kepemimpinan Siagian, 2010:46 yaitu : 1. Pimpinan sebagai penentu arah Seorang pemimpin harus lah dapat menentukan arah yang akan ditempuh sutu organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin harus dapat mengambil keputusan yang tetap untuk organisasinya. Strategik, tehnik, taktik, dan pengambilan keputusan serta kemampuan pimpinan dalam menentukan arah organisasi di masa yang akan datang masa depan merupakan saham yang teramat penting dalam kehidupan organisasional untuk pencapaian tujuan organisasi. 2. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi Tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannnya tanpa memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak di luar organisasi yang bersangkutan sendiri. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus mampu menjadi wakil dan juru bicara organisasi dalam menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak baik dari dalam organisasi maupun luar organisasi. 3. Pimpinan sebagai komunikator yang efektif Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam organisasi dilakukan melalui proses komunikasi, baik seara lisan maupun tertulis. Bahkan interaksi antara atasan dan bawahan , antara sesama pejabat pimpinan, dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan operasional dimungkinkan terjadi dengan baik berkar komunikasi yang efektif. Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan memimpin seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan kewajiaban bagi setiap pemimpin. 4. Pimpinan sebagai mediator Pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam organisasi, terutama dalam menangani situasi terjadinya konflik. 5. Pimpinan sebagai integrator Di dalam suatu organisasi, tidak jarang terjadi adanya kotak-kotak atau kumpulan golongan tertentu, baik itu yang bersifat negatif maupun positif. Seorang pemimpin memiliki fungsi sebagai integrator maksudnya seorang pemimpin harus mampu bersikap efektif, rasional, objektif, dan netral dalam menghaokfdapi keadaan tersebut di atas. 1.5.2. Kinerja 1.5.2.1. Pengertian Kinerja Kinerja berasal dari kata performa, yang diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja merupakan implementasi dari perencanaan yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan Wibowo, 2007:34. Menurut Widodo 2005:78 kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan, atau suatu hasil karya yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Selanjutnya Suntoro dalam Tika, 2006:121 kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi alam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu. Dalam Mahsun 2006:25 kinerja adalah gambaan mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatanprogramkebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perencananaan strategis strategic planning suau organisasi. Menurut Mangkunegara 2009:67 dalam bukunya Managemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja yaitu sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditamplkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.

1.5.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Menurut Mangkunegara 2009:16-17, faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi adalah sebagai berikut: 1. Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis rohani dan fisik jasmani. Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi. 2. Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluar berkarier, dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

1.5.2.3. Pengukuran Kinerja

Dharma dalam bukunya Managemen Supervisi 2003:355 mengatakan bahwa hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara 2009:18 terdiri aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi: a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan. c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. d. Jumlah dan jenis pelayan dalam pemberian pekerjaan. Sedangkan aspek kualitatif meliputi: a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan b. Tingkat kemampuan dalam bekerja c. Kemampuan mengaalisis data informasi dan kemampuan menggunakan mesin peralatan d. Kemampuan mengevaluasi

1.5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai

Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Artinya, gaya kepemimpinan dapat menuntun pegawai untuk bekerja lebih giat, lebih baik, lebih jujur dan bertanggungjawab penuh atas tugas yang diembannya sehingga meraih pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Dalam suatu organisasi yang besar, efektivitas seorang pemimpin tergantung pada kekuatan pengaruh gaya kepemimpinannya terhadap atasan, rekan sejawat, dan pengaruhnya terhadap bawahan Yukl, 2005:174. Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya Siagian, 2010:84. Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan- kelebihan dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang terdapat di organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada bawahannya untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi hanya mengerahkan seluruh pegawai saja tidak cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan agar para pegawainya mempunyai minat yang besar terhadap pekerjaanya. Atas dasar inilah selama perhatian pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan tinggi. Sebagaimana yang dikemukakan Kartono 2002:76, pemimpin adalah menggerakkan orang-orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing dengan hasil yang diharapkan. Adapun penelitiaan penelitiaan sebelum ini dapat membantu penulisaan adalah sebagai berikut : 1. Haryani tri putri 2010, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional X terhadap Kinerja Karyawan Y pada PT. Bank BRI cabang jakarta pusat. Dengan hipotesis kepemimpinan situasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawaan pada PT. Bank BRI cabang jakarta pusat dan yang menjadi sampel penelitian ini adalah 69 karyawan tetap pada PT. Bank Sumut Kantor Jakarta Pusat, dengan menggunakaan metode penelitiaan Koefisien korelasi produk moment ,dengan hasil penelitiaan sedang 0,401 , Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan situasional X berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Y karyawan pada PT. BRI cabang jakarta pusat Medan artinya semakin baik kepemimpinan situasional, maka kinerja karyawan juga semakin tinggi. Koefisien determinan dari hasil analisis sebesar 47,2 sedangkan sisanya sebesar 52,8 dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontribusi penelitian ini. Cabang BRI cabang jakarta pusat. Nilai R Square menunjukkan sebesar 50,9 gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan mengetahui hubungan antara vaiablel-variabel ini, gaya kepemimpinan situasional konsultasi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Persero 2. Mesda W 2009,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional X terhadap Kinerja Karyawan Y pada PT. Bank negara Indonesia,. Dengan hipotesis kepemimpinan situasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawaan pada PT. Bank Negara Indonesia Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplanasi dan yang menjadi sampel penelitian ini adalah 68 karyawan tetap pada PT. Bank negara Indonesia menggunakaan metode penelitiaan Koefisien korelasi produk moment ,dengan hasil penelitiaan sedang 0,457 , Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan situasional X berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Y karyawan pada PT. BRI cabang jakarta pusat Medan artinya semakin baik kepemimpinan situasional, maka kinerja karyawan juga semakin tinggi. Koefisien determinan dari hasil analisis sebesar 49,2 sedangkan sisanya sebesar 5218 dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontribusi penelitian ini. Cabang BRI cabang jakarta pusat. Nilai R Square menunjukkan sebesar 51,9 gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan mengetahui hubungan antara vaiablel-variabel ini, gaya kepemimpinan situasional konsultasi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan pada PT Bank negara Indonesia 3. Singgih Astuti 2011,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional X terhadap Kinerja Karyawan Y pada kantor pelyanaan pajak pratama Medan petisahgt,. Dengan hipotesis kepemimpinan situasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawaan pada kantor pelyanaan pajak pratama Medan petisah Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplanasi dan yang menjadi sampel penelitian ini adalah 80 karyawan menggunakaan metode penelitiaan analisis regerasi linier ,sederhana 17,7 sedangkan sisanya sebesar 82,3 dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontribusi penelitian ini. gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan mengetahui hubungan antara vaiablel-variabel ini, gaya kepemimpinan situasional konsultasi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Persero 4. Nur Maulida 2008,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional X terhadap Kinerja Karyawan Y pada . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku kepemimpinan situasional, mengetahui kinerja karyawan, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Medan. Penelitian ini menggunakan metode analisa kuantitatif. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah teknik korelasi antar variabel untuk membuktikan adanya pengaruh dari perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Medan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah bahwa terdapat hubungan sebesar 0,830 atau sangat kuat antara perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja. Dari hasil uji determinan maka pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan sebesar 68,89, sehingga ada pengaruh antara perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan dengan hipotesis Ha positif dapat diterima 5. Agung 2010 : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional X terhadap Kinerja Karyawan Y untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk Cabang Medan Iskandar Muda. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, uji asumsi klasik dengan uji normalitas dengan pendekatan grafik dan Kolmogorov- Smirnov, uji heteroskedastisitas dengan pendekatan grafik dan statistik, uji multikolinieritas, metode analisis regresi berganda dengan uji F, uji t, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan situasional konsultasi secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk Cabang Medan Iskandar Muda. Hasil ini dapat dilihat pada analisis regresi berganda serta pada koefisien determinasi, nilai R sebesar 0,509 berarti hubungan antara gaya kepemimpinan situasional instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi terhadap kinerja karyawan sebesar 50,9 , artinya hubungan antar variabel cukup erat. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,213 berarti 21,3 faktor-faktor kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh gaya kepemimpinan situasional instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi. Sedangkan sisanya 78,7 dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

1.6. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiring yang diperoleh melalui pengumpulan data Sugiono, 2010:70. Adapun hipotesis yang dikemukakan penulis adalah ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja pegawai di Rutan Kelas 1 Medan.

1.7. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial Singarimbun, 1997:33. Untuk mendapatkan batasan-batasan yang jelas mengenai variabel- variabel yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi dari beberapa konsep yang digunakan, yaitu : a. Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya agar bawahannya secara sukarela mau mengejar tujuan organisasi. b. Gaya kepemimpinan seseorang adalah norma perilaku yang digunakan oleh sesorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia inginkan c. Gaya Kepemimpinan Situasional dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat dan perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam suatu organisasi. d. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.

1.8. Definisi Operasional