Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti
yang ia lihat Thoha, 2002:43. Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh
Siagian 2010:30 bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan, yaitu cara-cara yang disenangi dan
digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya.
1.5.1.2.1. Gaya Kepemimpinan Klasik
Mengutip pendapat dari Sugiono 2010:31, lima gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya sejak dahulu adalah :
1. Tipe yang Otokratik
Pemahaman tentang literatur yang membahas tipologi kepemimpinan menunjukkan bahwa semua ilmuwan yang berusaha mendalami berbagai segi
kepemimpinan mengatakan bahwa seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karateristik yang dapat dipandang
sebagai karateristik yang negatif. Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah
seorang yang sangat egois. Egoisnya yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang dibenarkannya sehingga sesuai dengan apa
yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.
Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan ke-akuannya antara lain sebagai
berikut : a.
Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan
organisasi identik dengan tujuan pribadi. b.
Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka. c.
Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan
para bawahan. d.
Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan dituntut untuk melaksanakan nya saja.
Dari pembahasan singkat di atas kiranya jelas bahwa dalam kehidupan organisasional yang menjujung tinggi harat dan martabat manusia dengan
berbagai bentuk kebutuhan, keinginan, dan harapan yang kesemuanya bermuara pada peningkatan mutu hidup seseorang. Tipe pemimpin yang otokratik bukanlah
tipe yang ideal akan hal tersebut. Bahkan juga bukan tipe yang diinginkan. 2.
Tipe yang Paternalistik
Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang
paternalistik ditandai oleh beberap faktor yaitu: a.
Kuatnya ikatan primordial, b.
Kehidupan masyarakat yang komunalistik, c.
Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,
d. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara
seorang anggota masyrakat dengan anggota masyarakat lainnya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang
pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan
semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau
kelompok tertentu. Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan
paternalistik yaitu: a.
Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih
bersifat informal tersebut dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat kedewasaan, sehingga mereka
tidak dibiarkan untuk berindak dan berfikir sendiri.
b. Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan
akibat pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa. c.
Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal
melakukan saja. Hal ini disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu akan segala sesuatu mengenai seluk beluk
organisasional. Dan akibatnya tidak ada pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari para bawahan.
3. Tipe yang Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu
dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Dengan kata lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang
sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang kadang-kadang jumlahnya sangat besar.
Mungkin karena kurangnya pengetahuan untuk menjelaskan kriteria ilmiah mengenai kepemimpinn yang kharismatik, banyak orang lalu cenderung
mengatakan bahwa ada orang orang tertentu yang memiliki kekuatan ajaib yang tidak mungkin dijelaskan secara ilmiah yang menjadikan orang-orang tertentu itu
dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik.
Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatika bahwa para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut,
sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya otokratik, para
pengikutnya tetap setia kepadanya. Hanya saja jumlah pemimpin yang kharismatik ini tidak besar dan
mungkin julahnya hanya sedikit. Ini pula lah yang menyebabkan sehingga tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk menganalisis secara ilmiah
karateristik pemimpin yang kharismatik.
4. Tipe yang laissez faire
Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam
menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam
kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai
rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya. Dengan sikap organisasional demikian, tidak alasan kuat untuk memperlakukan
para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab dan tidak setia, dan sebagaianya. Karena itu, demikian pandangan pemimpin yang
laissez faire, nilai yang tepat dalam hubungan atasan dengan bawahan adalah nilai yang disarakan kepada saling mempercayai yang besar. Kepemimpinan gaya
laissez-faire antara lain berciri: 1.
Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi dari pemimpin.
2. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif
3. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang
lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata nya menuntut keterlibatannya secara langsung.
4. Status quo organisasional tidak terganggu.
5. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak yang
inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan sendiri.
6. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum. Penerapan gaya
kepemimpinan laissez-faire dapat mendatangkan. Keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat
mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai
bekerja menurut selera masing-masing.
5. Tipe yang Demokratik
Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain:
1. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai
mahluk yang mulia dan derajatnya sama. 2.
Pemimpin yang demokratis cenderung mementingkan kepentingan organisasi atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan
pribadinya. 3.
Sangat mengutamakan kerjasama dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
4. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk pengembangan
dan kemajuan organisasi. 5.
Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih berhasil dari sebelumnya.
6. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan
kapasitanya menjadpemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi. Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat mendatangkan
keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki serta terbinanya moral yang tinggi. Sedang
kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah keputusan serta tindakan kadang-
kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.
1.5.1.2.2. Gaya Kepemimpinan Situasional Situasional Leadership